Penggelembungan Dan Penciutan Makna Pada Kosakata Bahasa Indonesia Anak Usia 2−3 Tahun: Analisis Psikolinguistik

(1)

PENGGELEMBUNGAN DAN PENCIUTAN MAKNA

PADA KOSAKATA BAHASA INDONESIA ANAK USIA 2−3 TAHUN: ANALISIS PSIKOLINGUISTIK

SKRIPSI

OLEH

AMELIA IRAYANTI M. 100701017

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan hikmat, karunia, dan berkat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Atas berkat dan pertolongannya penulis dapat melalui segala rintangan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa bantuan spritiual, seperti doa, dukungan, nasihat, dan petunjuk praktis maupun materi. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terimakasih dengan setulus hati kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara serta Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantuk Dekan III.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai ketua Departeman Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P, sebagai sekretaris Departeman Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

4. Ibu Dra. Sugihana Sembiring, M.Hum., sebagai dosen pembimbing I. Terimaksih banyak Bu buat semua jerih parah dan kerja keras ibu dalam membimbing penulis dan semua informasi, nasihat, dan saran yang ibu berikan selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis sangat bersyukur dan berterimakasih diberi kesempatan menjadi mahasiswa bimbingan ibu.


(4)

5. Bapak Drs. Aiyub Sulaiman, M.Hum., sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan masukan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum., sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

7. Bapak dan ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran berbagai materi perkuliahan selama penulis mengikuti perkuliahan.

8. Kedua orang tua tercinta yang luar biasa yang selalu memberikan segala kecukupan atas semua yang diperlukan. Buat Mama tercinta Eppi Sinaga, terimakasih Mama buat semua dukungan Mama, baik itu doa, nasihat, kasih saying, dan dukungan materi yang Mama berikan, sampai kapanpun tidak akan dapat penulis gantikan. Penulis bangga mempunyai ibu seperti Mama. Penulis selalu menyanyangi Mama seumur hidup. Penulis berterima kasih kepada Yesus atas orang tua yang diberikan kepada penulis. Bapak tersayang, Carles Berto Manullang, terima kasih buat perhatiaannya dan motivasinya yang selalu mendengar semua keluh kesah putrinya yang tercinta ini. Penulis bersyukur dan bangga memiliki kedua orang tua seperti Carles Berto Manullang dan Eppi Sinaga.

9. Abang dan adik tersayang yang luar biasa selalu memberikan perhatian kepada penulis selama proses mengerjakan skripsi. Josua Pebrian Manullang sebagai abang yang mengerti kondisi penulis dalam setiap proses mengerjakan skripsi. Ispal Antoni Manullang sebagai adik yang mengerti kondisi kakaknya tersayang dalam mengerjakan skripsi dan selama proses penelitian.


(5)

10. Isteri abangku, Kiki br. Sinaga yang memberikan dukungan moral kepada penulis sehingga penulis menjadi bersemangat untuk kembali mengerjakan skripsi. Keponakanku yang terlucu, Mutiara br. Manullang yang selalu memberi suasana baru yang mampu membuat penulis tertawa kembali karena kelucuan dan celotehannya yang menggemaskan setiap hari.

11. Buat CnC yang selalu bawel dan perhatian. Siska br. Napitupulu, Gio Vani br. Lumban Gaol, Betti br. Saragih, Raesita br. Pakpahan, dan seluruh angkatan Sastra Indonesia 2010. Terimakasih atas doa-doanya dan perhatiannya semua kenangan yang telah dilakukan bersama selama proses perkuliahan.

12. Buat kakak-kakak yang selalu mendukung dalam doa dan memotivasi penulis untuk tidak mudah putus asa dalam mengerjakan skripsi, kak Novita br. Perangin-angin (Sastra Indonesia 2008), kak Edyta br. Sianturi (Ilmu Sejarah 2008), dan teman-teman KTB yang baik, kak Gohana br. Sirait, Misni br. Saragih, Rosita br. Simbolon, dan Gio Vani br. Lumban Gaol. Semua perhatian, dukungan, dan semangat dan doa-doa yang tidak bisa dilupakan oleh penulis.

13. Buat saudara-saudara penulis di pelayanan Remaja dan Naposobulung HKBP Bethesda. Kalian adalah saudara yang luar biasa bagi penulis. Terima kasih buat dukungan semangat dan doa yang telah diberikan kepada penulis. Buat teman-teman yang selalu memberikan saran, kritik yang membangun bagi penulis untuk bertahan dalam situasi apapun.

14. Kepala Sekolah PAUD Frist One School yang telah memberikan izin penelitian di daerah Perumnas Mandala. Terima kasih juga buat Miss. Lia dan Miss. Dina yang sudah membantu selama penelitian, dan seluruh guru yang berada di TK Frist One School yang memberikan perhatian kepada penulis selama satu bulan meneliti.

15. Buat anak-anak play group yang lucu-lucu, Brayan, Intan, Mawrine,


(6)

kerja samanya kepada Miss. Amel yang bawel kepada anak-anak PAUD Frist One School.

Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga berkat Tuhan melimpah bagi kita semua.

Medan, April 2014


(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjaaan yang saya peroleh.

Medan, April 2014


(8)

PENGGELEMBUNGAN DAN PENCIUTAN MAKNA PADA KOSAKATA BAHASA INDONESIA ANAK 2−3 TAHUN:

ANALISIS PSIKOLINGUISTIK

OLEH

AMELIA IRAYANTI M ABSTRAK

Penelitian ini berjudu l “Penggelembungan dan Penciutan Makna Pada Kosakata

Bahasa Indonesia Anak 2−3 Tahun: Analisis Psikolinguistik”. Penelitian ini

menggunakan teori Dardjowidjojo (2000) tentang penelitian longitudinalnya yang menggunakan waktu lima tahun terhadap cucunya Echa mengungkapkan bahwa

pemerolehan bahasa tidak dapat terjadi hanya karena adanya bekal kodrati (innate

properties) belaka. Pemerolehan bahasa juga tidak mungkin terjadi hanya karena adanya faktor lingkungan saja, kedua-duanya diperlukan sebagai proses penguasaan bahasa. Teori selanjutnya yang digunakan adalah teori Eve Clark (1973) tentang Analisis Komponen Makna, komponen makna adalah menganalisis setiap kata atau unsur leksikal terdir i dari satu atau beberapa

unsur yang sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut.

Analisis ini mengandaikan setiap unsur leksikal memiliki atau tidak memiliki suatu ciri yang membedakannya dengan unsur lain. Analisis ini dapat digunakan untuk mendeskripsikan tata hubungan antarbutir leksikal di dalam sebuah medan atau mendeskripsikan sistem atau struktur medan leksikal. Jenis kata yang dianalisis adalah kata nomina dan kata verba.

Dari data yang diperoleh tentang penggelembungan dan penciutan makna pada

kosakata bahasa Indoensia anak 2─3 tahun dapat ditarik kesimpulan bahwa anak

di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Frist One School, Perumnas Mandala, Medan mengalami penggelembungan dan penciutan berdasarkan bentuk, ukuran, dan warna. Jenis kategorinya adalah binatang, tumbuhan, kegiatan, keadaan, peralatan rumah tangga, peralatan elektronik, dan kendaraan.


(9)

Daftar Lambang

+ (plus) = Komponen yang wajib dimiliki suatu leksem

- (minus) = Komponen yang tidak wajib dimiliki suatu leksem

0 (netral) = Komponen yang bisa diterima atau tidak dapat diterima pada

suatu leksem (sifatnya netral)


(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMBANG

DAFTAR ISI ... i

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah ... 1

1.1.1 Latar Belakang ... 1

1.1.2 Masalah 6

1.2 Batasan Masalah ... 6

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 7

1.3.2.1 Manfaat Teoretis ... 7

1.3.2.2 Manfaat Praktis ... 7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA … 9

2.1 Konsep ... 9

2.1.1 Pengertian Pemerolehan Bahasa ... 9

2.1.2 Penggelembungan Makna ... 10

2.1.3 Penciutan Makna 10

2.2 Landasan Teori ... 11

2.2.1 Psikolinguistik ... 11

2.2.2 Psikolinguistik Behaviorisme ... 12

2.2.3 Pemerolehan Bahasa ... 12

2.2.4 Pemerolehan Semantik ... 13

2.2.5 Komponen Makna ... 14

2.3 Tinjauan Pustaka ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.1.1 Lokasi Penelitian ... 22


(11)

3.2 Sumber data ... 22

3.3 Metode dan Teknik ... 23

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 23

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 24

3.3.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis data ... 28

BAB IV PEMBAHASAN ... 29

4.1 Kategorisasi Fitur Semantik Kosakata Bahasa Indonesia Anak 2−3 Tahun ... 29

4.2 Generalisasi Fitur Semantik Kosakata Bahasa Indonesia Anak 2−3 Tahun ... 38

4.2.1 Penggelembungan Makna Kosakata Bahasa Indonesia Anak 2−3 Tahun ... 39

4.2.2 Penciutan Makna Kosakata Bahasa Indonesia Anak 2−3 Tahun ... 68

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 76

5.1 Simpulan ... 76

5.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA 78 LAMPIRAN


(12)

PENGGELEMBUNGAN DAN PENCIUTAN MAKNA PADA KOSAKATA BAHASA INDONESIA ANAK 2−3 TAHUN:

ANALISIS PSIKOLINGUISTIK

OLEH

AMELIA IRAYANTI M ABSTRAK

Penelitian ini berjudu l “Penggelembungan dan Penciutan Makna Pada Kosakata

Bahasa Indonesia Anak 2−3 Tahun: Analisis Psikolinguistik”. Penelitian ini

menggunakan teori Dardjowidjojo (2000) tentang penelitian longitudinalnya yang menggunakan waktu lima tahun terhadap cucunya Echa mengungkapkan bahwa

pemerolehan bahasa tidak dapat terjadi hanya karena adanya bekal kodrati (innate

properties) belaka. Pemerolehan bahasa juga tidak mungkin terjadi hanya karena adanya faktor lingkungan saja, kedua-duanya diperlukan sebagai proses penguasaan bahasa. Teori selanjutnya yang digunakan adalah teori Eve Clark (1973) tentang Analisis Komponen Makna, komponen makna adalah menganalisis setiap kata atau unsur leksikal terdir i dari satu atau beberapa

unsur yang sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut.

Analisis ini mengandaikan setiap unsur leksikal memiliki atau tidak memiliki suatu ciri yang membedakannya dengan unsur lain. Analisis ini dapat digunakan untuk mendeskripsikan tata hubungan antarbutir leksikal di dalam sebuah medan atau mendeskripsikan sistem atau struktur medan leksikal. Jenis kata yang dianalisis adalah kata nomina dan kata verba.

Dari data yang diperoleh tentang penggelembungan dan penciutan makna pada

kosakata bahasa Indoensia anak 2─3 tahun dapat ditarik kesimpulan bahwa anak

di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Frist One School, Perumnas Mandala, Medan mengalami penggelembungan dan penciutan berdasarkan bentuk, ukuran, dan warna. Jenis kategorinya adalah binatang, tumbuhan, kegiatan, keadaan, peralatan rumah tangga, peralatan elektronik, dan kendaraan.


(13)

Daftar Lambang

+ (plus) = Komponen yang wajib dimiliki suatu leksem

- (minus) = Komponen yang tidak wajib dimiliki suatu leksem

0 (netral) = Komponen yang bisa diterima atau tidak dapat diterima pada

suatu leksem (sifatnya netral)


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang

Seorang anak memiliki cara yang unik dalam menentukan makna sebuah kosakata. Seorang anak yang berada dalam tahap pemerolehan bahasa harus mengenali fitur-fitur bahasa yang diterima dari lingkungannya sehingga makna yang diperolehnya sesuai dengan makna yang dimaksud oleh orang dewasa. Seorang anak akan menerima fitur-fitur bahasa yang belum pernah diketahui sebelumnya kemudian memerosesnya dalam pikirannya sehingga mampu menghasilkan fitur-fitur bahasa yang benar.

Dalam tahap pemerolehan bahasa, anak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengamati dan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi mengenai kehidupan sekitarnya. Setiap hal yang diamati dan dikumpulkan seorang anak akan menjadi pengetahuan dalam dunianya dengan melekatkan pengetahuan tersebut maka anak akan memeroleh fitur-fitur bahasa yang berasal dari urutan bunyi bahasa yang didengarnya.

Pemerolehan bahasa terjadi secara alamiah tanpa disadari yang melibatkan bahasa pertama (bahasa ibu). Menurut (Chaer, 2003: 167) mengatakan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika seorang anak sedang memeroleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kompetensi adalah


(15)

proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak disadari. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya proses performansi. Kompetensi diperoleh secara bersamaan sesuai dengan perkembangan usia anak.

Selanjutnya menurut (Chaer, 2003: 167) mengatakan bahwa proses performansi sendiri memiliki dua tahap, yaitu proses pemahaman dan proses pengucapan atau proses menghasilkan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan atau kepandaian mengamati atau kemampuan mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses pengucapan melibatkan kemampuan mengeluarkan atau menerbitkan kalimat-kalimat itu sendiri. Kedua proses ini selanjutnya menjadi kompetensi linguistik anak.

(Dardjowidjojo, 2005: 260) mengatakan bahwa dalam menentukan makna suatu kata, anak mengikuti prinsip-prinsip universal, salah satu di antaranya

dinamakan overextension ‘penggelembungan makna’ dan underextension

‘penciutan makna’.

Penggelembungan makna merupakan konsep yang digunakan untuk menentukan makna pada suatu kosakata dengan menerapkannya pada konsep lain yang sesuai dengan fitur bahasa menurut (Dardjowidjojo, 2005: 260). Penggelembungan makna terjadi ketika anak menggunakan kosakata dengan cara yang sangat terbatas dan hanya mampu menangkap kesamaan yang terdapat dari fitur makna yang melekat pada objek tertentu.

Contoh penggelembungan makna adalah ketika anak berada di taman, anak melihat seekor kucing yang besar dan anak akan mengatakan itu anjing. Dalam pikiran anak, mereka belum mampu membedakan kucing dan anjing


(16)

karena memiliki kesamaan dalam hal ukuran sehingga seekor anjing yang ukurannya kecil akan dianggap kucing.

Penciutan makna merupakan konsep yang digunakan untuk membatasi makna hanya pada referen yang telah dirujuk dan dikonsep dalam pikiran anak sebelumnya. Konsep pertama yang diperkenalkan pada anak adalah konsep yang selalu melekat dalam pemikiran anak (Dardjowidjojo, 2005: 260). Penciutan makna terjadi ketika seorang anak menggunakan kosakata dengan cara yang sangat terbatas dan hanya mampu menangkap sebagian dari fitur makna yang melekat pada objek tertentu.

Contoh penciutan makna adalah seorang anak yang melihat anjing di taman tidak akan mengatakan itu adalah anjing. Dalam pikiran anak, mereka hanya mengenal anjing hewan yang dipeliharaanya dirumah sehingga setiap anjing yang dijumpainya di luar rumah bukanlah anjing.

Penggelembungan makna dan penciutan makna pada kosakata bahasa

Indonesia anak usia 2−3 tahun menjadi objek yang menarik dalam kajian

pemerolehan bahasa sebab cara anak menentukan makna masih sering mengalami kekeliruan sehingga perlu bantuan dari orang dewasa untuk memberitahukan makna yang benar. Penggelembungan makna dan penciutan makna mengekspresikan proses penentuan makna yang terjadi akibat adanya rentangan makna yang sesuai dengan fitur-fitur yang dimiliki suatu benda. Penggelembungan makna dan penciutan makna dapat berdasarkan bentuk, ukuran, gerakan, bunyi dan tekstur (Clark, 1977: 494 dalam Dardjowidjojo, 2005: 261).


(17)

Berdasarkan bentuk, anak-anak usia 2−3 tahun mengenal kata apel, tetapi mangga, jeruk, dan pir disebut juga dengan apel. Anak mengenal kata lembu digunakan juga untuk menyebut kuda dan kerbau yang merupakan binatang

berkaki empat. Begitu juga dengan kata buaya yang digunakan untuk menyebut

binatang lain, seperti kadal dan biawak yang merupakan binatang melata (Simanjuntak, 1983 dalam Chaer, 2003: 195).

Tahap pengenalan makna akan menolong anak untuk memeroleh makna kata-kata baru. Hanya beberapa fitur bahasa yang digunakan oleh anak pada tahap pengenalan makna. Pengenalan makna merupakan ciri khas dari pemerolehan makna oleh anak-anak.

Menurut Kridalaksana (2008:141), leksikal adalah bersangkutan dengan kata. Dardjowidjojo (2005:259) mengatakan bahwa kata dibagi menjadi dua bagian, yakni kata utama dan fungsi. Kata utama, yaitu nomina, verba, dan adjektiva sedangkan kata fungsi seperti dari dan ke. Anak-anak lebih dahulu

menguasai kata utama yang sering diucapkan. Anak usia 2 ─3 tahun sudah mulai

menggunakan kata-kata yang lengkap dan sudah bisa dipahami, anak usia 2─3

tahun ini sudah mulai bisa diajak berkomunikasi.

Fitur-fitur seperti bentuk, ukuran, gerakan, bunyi dan tekstur merupakan pemerolehan semantik anak, makna dapat dijelaskan berdasarkan fitur-fitur atau penanda-penanda semantik. Ini berarti, makna sebuah kata merupakan gabungan dari fitur-fitur semantik (Larson, 1989 dalam Chaer, 2003: 195). Teori Komponen Makna yang dikembangkan oleh Clark dalam perkembangan pemerolehan bahasa


(18)

pada anak mengkaji fitur-fitur makna sebagai pengalaman anak mengenai dunia dan mengenai bahasa yang masih sangat terbatas bagi anak.

Penggelembungan makna dan penciutan makna terjadi pada tahap

generalisasi berlebihan yang berlangsung pada usia 2−3 tahun. Pada tahap ini

anak mulai menggeneralisasikan makna suatu kata secara berlebihan kemudian pada perkembangan selanjutnya barulah terjadi penambahan fitur-fitur lainnya secara berangsur-angsur (Clark, 1977 dalam Chaer, 2003: 197). Oleh karena itu,

peneliti memilih anak yang berusia 2−3 tahun yang sedang mengalami tahap

generalisasi berlebihan.

Penggelembungan Makna dan Penciutan Makna pada Kosakata Bahasa

Indonesia Anak Usia 2− 3 Tahun: Analisis Psikolinguistik merupakan judul

penelitian yang ingin dibahas oleh peneliti. Peneliti memilih daerah Perumnas Mandala Medan sebagai lokasi penelitian karena lokasi tersebut sudah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibunya tanpa ada campuran dari bahasa-bahasa daerah. Masyarakat daerah tersebut sudah menggunakan bahasa Indonesia dalam aktivitasnya sehari-hari. Peneliti akan melakukan penelitian di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) First One School yang beralamat di jalan Garuda Raya 2 Perumnas Mandala Medan, Kecamatan Percut Sei tuan, Medan. Siswa First One School sudah mengenal bahasa Indonesia sebagai bahasa ibunya dan sudah menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Peneliti akan memilih sebelas anak yang sehat secara rohani dan jasmani, terdiri dari tujuh perempuan dan empat laki-laki.


(19)

1.1.2 Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah dalam kajian Penggelembungan Makna dan Penciutan Makna pada Kosakata Bahasa Indonesia

Anak 2−3 Tahun: Analisis Psikolinguitik adalah sebagai berikut

1. Bagaimanakah kategorisasi fitur-fitur semantik kosakata bahasa Indonesia

dalam penggelembungan makna dan penciutan makna?

2. Bagaimanakah generalisasi kosataka bahasa Indonesia dalam

penggelembungan makna dan penciutan makna?

1.2 Batasan Masalah

Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada bidang psikolinguistik

khususnya studi terhadap pemerolehan semantik anak usia 2−3 tahun. Batasan

masalah ini berhubungan dengan penguasaan kosakata pada anak berdasarkan pada bentuk, ukuran, gerakan, bunyi, tekstur, dan warna. Penelitian ini membahas pemerolehan kata yaitu, kelas kata nomina dan verba.

Kelas kata nomina adalah kelas kata yang biasanya dapat berfungsi sebagai subjek; kelas kata ini sering berpadanan dengan orang, benda, atau hal lain. Verba atau kata kerja adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat (Kridalaksana, 2008) .


(20)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah

1. Mendeskripsikan teori komponen makna dalam kosakata bahasa Indonesia, khususnya kategorisasi bentuk, ukuran, gerakan, bunyi, tekstur, dan rasa.

2. Mendeskripsikan persamaan yang terdapat dalam fitur-fitur semantik kosakata bahasa Indonesia dalam penggelembungan makna dan penciutan makna.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat umum yang diperoleh dari penelitian ini adalah

1.3.2.1Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis yaitu memperkaya khazanah ilmu pengetahuan tentang psikolinguistik, khususnya teori Komponen Makna.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan untuk merumuskan kebijaksanaan perencanaan pengajaran bahasa anak usia dini.

2. Bagi Peneliti Lain

Peneliti pemerolehan bahasa pada anak usia dini diharapkan dapat memberikan motivasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian dengan hasil yang lebih baik.


(21)

3. Bagi Pembaca dan Penikmat Bahasa

Penelitian ini dapat digunakan sebagai pembanding bagi penelitian lain yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan pemerolehan bahasa pada anak-anak.


(22)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep dipandang sebagai definisi operasional untuk menegaskan pengertian sesuai dengan pijakan teori yang dianut dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini konsep dasar yang dijadikan acuan, yakni

2.1.1 Pengertian Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan

oleh anak secara alami pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language)

dalam (Dardjowidjojo, 2005: 225).

Ada dua proses yang terjadi ketika seorang anak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performasi. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara alami dan proses performansi adalah proses pemahaman dan proses menghasilkan kalimat-kalimat (Chaer, 2003: 167).

Pemerolehan bahasa biasanya dibagi menjadi empat bagian, yaitu pemerolehan sintaksis, pemerolehan semantik, pemerolehan fonologi, dan pemerolehan pragmatik, yaitu cara anak memeroleh kelayakan dalam berujar. Keempat komponen ini diperoleh anak secara serentak (Dardjowidjojo, 2005: 244).


(23)

2.1.2 Penggelembungan Makna

Penggelembungan makna merupakan konsep penggunaan sebuah butir leksikal oleh anak untuk mengacu kepada sebuah rentangan makna yang lebih luas daripada rentangan yang digunakan orang dewasa dalam (Dardjowidjojo, 2000: 245).

Penggelembungan makna terjadi disebabkan kemampuan anak belum sempurna dalam menangkap fitur-fitur semantis yang melekat. Penggelembungan makna terjadi apabila karena entitas, perbuatan, peristiwa, atau keadaan yang diterima melalui masukan yang sudah ada pada anak, tetapi ternyata tidak tepat (Clark, 1973 dalam Dardjowidjojo, 2000: 248). Anak sulit untuk membedakan dua objek yang sama sehingga menggelembungkannya.

Penggelembungan terjadi ketika anak menyebutkan kata burung menjadi ayam, bebek menjadi angksa, pulpen menjadi pensil, nyamuk menjadi semut, bola menjadi balon.

2.1.3 Penciutan Makna

Penciutan makna merupakan konsep yang digunakan untuk membatasi makna hanya pada referen yang telah dirujuk dan dikonsep dalam pikiran anak sebelumnya. Konsep pertama yang diperkenalkan pada anak adalah konsep yang selalu melekat dalam pemikiran anak dalam Dardjowijojo (2000: 245). Penciutan makna terjadi apabila anak hanya menangkap satu fitur semantik yang selalu melekat pada pikirannya dan sulit membedakan fitur-fitur semantik yang telah diketahuinya.


(24)

Penggelembungan terjadi ketika anak menyebutkan buah apel menjadi tomat, komput er menjadi televisi, kamera menjadi potret, semua warna disebutkan

dengan pink.

2.2Landasan Teori 2.2.1 Psikolinguistik

Psikolinguistik adalah satu cabang linguistik yang bekerjasama dengan ilmu lain, yaitu ilmu psikologi dalam menganalisis bahasa dan berbahasa (bertutur) dengan cara mengkaji proses-proses yang berlaku pada waktu seorang bertutur dan memahami kalimat-kalimat yang didengar. Psikolinguistik mempelajari cara seorang anak memeroleh bahasa ibunya dan hubungan di antara bahasa yang diperoleh itu dengan proses berpikir (Simanjuntak, 2009: 8). Menurut Dardjowidjojo (2003:7) psikolinguistik adalah ilmu yang memelajari proses-proses mental yang dilalui oleh manusia dalam berbahasa.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik adalah gabungan antara ilmu linguistik dan psikologi yang membahas tentang proses berbahasa yang berkaitan dengan proses berpikir.

Pada pemerolehan bahasa, anak perempuan lebih aktif dalam menghasilkan tuturan daripada anak laki-laki. Otak anak perempuan berbeda dengan anak laki-laki. Otak anak perempuan lebih kaya akan neuron dibandingkan dengan otak anak laki-laki. Hal ini menyebabkan anak perempuan lebih banyak menghasilkan kosakata dan lebih interaktif dalam berkomunikasi dengan lingkungannya. Menurut Steinberg (2001: 319) dalam Dardjowidjojo


(25)

(2005: 221) mengatakan bahwa perbedaan dalam pemerosesan bahasa antara pria dan wanita dapat juga terjadi karena pengaruh budaya.

2.2.2 Psikolinguistik Behaviorisme

Seorang penganjur pandangan Behaviorisme dalam pemerolehan bahasa yang terkemuka adalah ahli psikologi B.F. Skinner (1957). Behaviorisme menganggap bahwa pengetahuan linguistik hanya terdiri dari rantaian

hubungan-hubungan dan hubungan-hubungan ini dibentuk dengan cara-cara pembelajaran

Stimulus-Respon (S-R) dalam (Simanjuntak, 2009: 112).

Teori Behaviorisme melihat aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati

langsung dari hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (respon).

Perilaku bahasa yang efektif adalah memuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan (Novelia, 2010: 5). Contohnya, seorang anak mengucapkan duduk

yang menyatakan sebuah kursi, maka orang dewasa yang mendengarnya akan

mengajari anak tersebut mengucapkan kursidengan benar.

2.2.3 Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris acquisition, yakni,

proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia

belajar bahasa ibunya (native language) dalam (Dardjowidjojo, 2005: 225).

Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku di


(26)

bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa terjadi secara alamiah tanpa disadari yang melibatkan bahasa pertama (bahasa ibu) dalam (Simanjuntak, 2009: 104-105).

Pemerolehan bahasa biasanya dibagi menjadi empat bagian, yaitu bagian pemerolehan sintaksis, semantik, fonologi, dan pragmatik. Setiap bagian pemerolehan ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena diperoleh secara

bersamaan (Dardjowidjojo, 2005: 244).

2.2.4 Pemerolehan Semantik

Pemerolehan semantik menegaskan bahwa arti dapat diterangkan berdasarkan pada fitur-fitur (penanda-penanda) semantik. Arti suatu kata merupakan gabungan dari fitur-fitur semantik. Menurut Dardjowidjojo (2000: 262) mengatakan bahwa anak meguasai makna kata secara sembarangan.

(Golinkoff dkk, 1994 dalam Dardjowidjojo, 2000: 247) mengatakan bahwa anak memiliki strategi referensi dengan menganggap bahwa kata pastilah merujuk pada benda, perbuatan, proses, atau atribut. Dengan strategi ini, anak yang baru mendengar suatu kata baru akan menempelkan makna kata itu pada salah satu dari referensi.

Pemerolehan semantik memerlukan pemahaman yang sempurna mengenai makna sebuah bahasa. Dalam hal menentukan suatu makna, anak mengutip prinsip-prinsip universal, salah satu diantaranya adalah yang dinamakan

overextension yang telah diterjemahkan sebagai penggelembungan makna dan

underextension yang diterjemahkan sebagai penciutan makna (Dardjowidjojo, 2003: 260).


(27)

Penggelembungan makna terjadi saat anak diperkenalkan dengan suatu konsep baru dan anak cenderung mengambil salah satu fitur dari konsep tersebut lalu menerapkannya pada konsep lain yang memiliki konsep tersebut. Contohnya

adalah konsep bulan, pada waktu anak diperkenalkan pada kata bulan, dia

mengambil fitur bentuk fisiknya, yakni bulan itu bundar. Fitur itu kemudian diterapkan pada segala macam benda yang bundar. Disamping bentuk ukuran juga bisa menjadi fitur yang diambil anak (Dardjowidjojo, 2003: 262).

Penciutan makna terjadi pada saat anak membatasi makna hanya pada

referen yang telah dirujuk sebelumnya. Contohnya adalah konsep bebek yang

diperkenalkan pada waktu anak melihat bebekdi kolam, maka gambar bebek yang

ada di buku beberapa hari kemudian bukanlah bebek. Bebek yang dipahami anak

adalah bebekyang berada di kolam atau air, sedangkan yang berada di lokasi yang

berbeda seperti rumput bukanlah bebektapi burung(Dardjowidjojo, 2003: 263).

2.2.5 Komponen Makna

Komponen makna menganalisis setiap kata atau unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut. Analisis ini mengandaikan setiap unsur leksikal memiliki atau tidak memiliki suatu ciri yang membedakannya dengan unsur lain (Pateda, 2008:273).

Pikiran pokok yang mendasari analisis ini adalah pengidentifikasian komponen makna butir-butir leksikal di dalam sebuah medan dengan oposisi atau kontras fungsional. Di dalam analisis ini diasumsikan bahwa butir-butir leksikal di dalam leksikon setiap bahasa dapat dianalisis sedemikian rupa sehingga


(28)

menghasilkan seperangkat komponen makna primer terbatas yang bersifat universal. Maksudnya komponen primer terbatas itu dapat dipergunakan untuk mendeskripsikan butir-butir leksikal di dalam leksikon semua bahasa (Wedhawati, 2002: 40).

(Eve Clark, 1973 dalam Dardjowijojo, 2000:247) menjelaskan bahwa tiap

kata memiliki seberkas fitur semantik. Untuk kata kambing misalnya, memiliki

fitur semantik [+objek], [+hewan], [+berkaki empat], [+berbulu], [+bertanduk], [+berekor] dan beberapa fitur yang lain. Dalam awal pemerolehan makna, anak hanya dapat memungut sebagian dari seluruh fitur semantik tersebut. Andaikan fitur yang diambil hanyalah [+objek], [+hewan], dan [+berkaki empat] maka kambing akan tergelembungkan menjadi lembu, dan kuda. Berdasarkan masukan-masukan berikutnya anak merevisi konsep semula sampai akhirnya datang pada makna yang sama dengan makna orang dewasa.

(Lyson, 1977:323-335 dalam Pateda, 2008: 261-269) menjelaskan bahwa dalam analisis komponen, ada empat unsur yang harus diperhatikan, yaitu komponen (makna), fitur, pemarkah, dan ciri pembeda. Komponen makna adalah kumpulan fitur makna. Fitur adalah variabel makna yang dinilai (dalam komponen makna mengandung sejumlah variabel makna yang dapat dinilai).

Permarkah adalah penanda nilai suatu fitur.Ciri pembeda adalah ciri khas nilai

fitur suatu leksem atau satuan leksikal pada saat leksem itu dibandingkan dengan leksem yang lain. Penerapan konsep komponen (makna), fitur, pemarkah, dan ciri pembeda dapat dilihat dalam contoh analisis komponen makna kerbau, sapi, dan kuda.


(29)

Dengan melihat matriks seperti ini, peneliti dapat membuat pembatasan acuan. Misalnya, sapi ialah binatang pemakan rumput, berkaki empat, berkuku lebah dua, bisa menarik pedati, membajak, tidak sebagai tunggangan, dan tidak suka berkubang. Kerbau adalah binatang pemakan rumput, berkaki empat, berkuku lebah dua, untuk menarik pedati, untuk membajak, suka berkubang, dan tidak sebagai tunggangan. Kuda adalah binatang pemakan, berkaki empat, berkuku lebah dua, sebagai tunggangan, tidak menarik pedati, tidak untuk membajak, dan tidak suka berkubang.

KOMPONEN MAKNA LEKSEM

SAPI KERBAU KUDA

Binatang + + +

Berkaki empat + + +

Pemakan rumput + + +

Berkuku lebah dua + + +

Untuk menarik pedati + + -

Untuk pembajak + + -

Sebagai tunggangan - - +


(30)

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian yang berhubungan tentang Penggelembungan makna dan

Penciutan Makna Kosakata Bahasa Indonesia pada Anak Usia 2−3 Tahun:

Analisis Psikolinguistik sebelumnya pernah diteliti oleh

Dardjowidjojo (2000) dalam penelitian penel longitudinalnya, Echa

Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Penelitian ini yang menggunakan waktu lima tahun terhadap cucunya Echa yang mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa itu terdiri atas pemerolehan fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikon, dan pragmatik. Pemerolehan bahasa juga mengatakan bahwa

pemerolehan bahasa tidak dapat terjadi hanya karena adanya bekal kodrati (innate

properties) belaka. Pemerolehan bahasa juga tidak mungkin terjadi hanya karena adanya faktor lingkungan saja, kedua-duanya diperlukan sebagai proses penguasaan bahasa.

Penelitian ini menggunakan rekaman video audio. Ada dua aspek dalam menganalisis data. Pertama data dianalisis untuk mencari tahu elemen-elemen fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan pragmatik yang muncul pada kurun waktu tertentu. Untuk menentukan kemungkinana munculnya suatu elemen merupakan cerminan dari kompetensi si anak atau baru tiruan belaka. Kedua, setelah dianalisis dan disajikan secara deskriptif, hasilnya disorot dari segi teoritis untuk diketahui alasan terjadi hal demikian.

Fauzi (2000) dalam skripsinya, Pemerolehan Bahasa Anak-Anak Usia 0-5


(31)

perkembangan kombinatori. Tahap perkembangan prasekolah meliputi, tahap meraba, tahap holofrastik, tahap kalimat dua kata, tahap pengembangan tata bahasa, dan tahap kombinasi penuh. Tahap perkembangan kombinatori meliputi perkembangan negatif, perkembangan introgatif, dan perkembangan sistem bunyi. Fauzi juga membahas tentang perkembangan bahasa dan perkembangan kognitif.

Wedhawati (2002) dalam jurnal Linguistik Indonesia, Medan Leksikal dan

Analisis Komponensial. Penelitian ini membahas tentang komponen makna yang membentuk satuan makna sebuah butir leksikal atau sebuah medan leksikal.

Penelitian ini juga membahas tentang penelitian Wedhawati (1998) yang menggunakan lima macam reaksi semantis untuk menentukan nilai semantis komponen temuan dalam hubungannya dengan butir leksikal pembentuk medan leksikal verba yang berkomponen makna (+ SUARA +INSAN). Pertama reaksi semantis positif (+) untuk menandai komponen makna yang relevan atau berfungsi membentuk satuan makna butir leksikal. Misalnya, komponen (+ MUSIKAL) dalam “senandung”. Kedua, reaksi semantis negatif (-) untuk menandai penegasian komponen di dalam definisi satuan makna butir leksikal, sebagai lawan reaksi semantis (+). Misalnya, komponen (-SUARA) di dalam bungkam. Ketiga, reaksi semantis netral (o) untuk menandai komponen yang tidak relevan atau tidak berfungsi pada tataran sistem, tetapi berfungsi pada tataran ujaran. Misalnya komponen (oLIRIH) dalam nyanyi (Dia bernyanyi dengan Lirih). Keempat reaksi semantis positif/ negatif (+/-) untuk menandai kemungkinan kehadiran komponen tertentu atau kemungkinan penegasian kehadiran komponen tertentu. Misalnya, (+/-TUTUR) dalam nyanyi karena


(32)

definisi satuan makna nyanyi adalah ‘mengeluarkan suara bernada’. Kelima reaksi tak bernilai(*) untuk menandai penolakan kehadiran komponen tertentu baik pada tataran sistem, maupun tataran ujaran, dalam arti komponen itu tidak berfungsi baik pada tataran sistem maupun pada tataran ujaran. Misalnya, komponen (*TUTUR) dalam kaitannya dengan tawa.

Gustianingsih (2002) dalam tesisnya, Pemerolehan Kalimat Majemuk

Bahasa Indonesia pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak. Penelitian ini membahas kemampuan anak usia taman kanak-kanak akan kalimat majemuk merupakan parameter untuk mengukur keberhasilan dan sekaligus dasar pengajaran di sekolah dasar. Usia 4-5 tahun adalah masa peralihan dan kehidupan seorang anak dilingkungan rumah tangga ke dalam lingkungan sekolah. Memahami bahasa KAMABIA memerlukan daya asosiasi yang tinggi serta memerlukan dukungan konteks situasi dan objek dalam peristiwa tutur mengingat sifat-sifat kejiwaan yang dimiliki anak, potensi alat ucap, dan pengetahuan serta pengalaman yang dimilikinya.

Jenis konjungsi kalimat koordinatif KAMABIA berjumlah 12 dan satu jenis fungtuasi. Dari 13 jenis tersebut yang paling banyak muncul adalah jenis kalimat dengan variasi KD + dan + KD, diikuti KD + tetapi + KD. Jenis kalimat koordinatif KAMABIA benar-benar dikuasai adalah penjumlahan (aditif) dengan variasi konjungsi KD + dan + KD, perlawanan dengan variasi konjungsi KD + tetapi + KD dan kalimat majemuk koordinatif urutan.

Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukakan secara cross sectional


(33)

menemukan pemerolehan bahasa dengan menggunakan subjek penelitian dalam jumlah yang cukup banyak dan dalam waktu yang singkat. Penelitian ini dibantu dengan teknik observasi, rekaman, wawancara, teknik gambar dan bercerita.

Susanti (2005) dalam skripsinya, Pemerolehan Bahasa Jawa Anak Usia

3−4 Tahun. Penelitian ini membahas tahap-tahap pemerolehan bahasa yang terdiri dari tahap perkembangan tata bahasa dan tahap tata bahasa menjelang dewasa.

Susanti juga membahas kalimat sederhana yang dihasilkan oleh anak usia 3− 5

tahun dalam bahasa Jawa. Penelitian ini mengatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah perkembangan dan pertumbuhan bahasa anak yang diperoleh dari ucapan-ucapan orang tua secara mendadak keluar begitu saja dari mulut anak tersebut. Penelitian ini juga membahas kalimat sederhana yang dihasilkan oleh anak usia 3−5 tahun dalam bahasa Jawa, yaitu kalimat S-P, S-P-K, K-S-P.

Novelina Lumbanraja (2010), Pemerolehan Leksikal Nomina Bahasa

Angkola Anak Usia 3-4 Tahun, Dari data yang diperoleh, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pemerolehan leksikal nomina bahasa Angkola pada anak

usia 3−4 tahun itu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Masukan yang

diterima anak dari lingkungan sekitarnya mempengaruhi jumlah kosa kata yang

dapat dikuasai anak-anak usia 3− 4 tahun tersebut. Urutan pemerolehan leksikal

nomina bahasa Angkola pada anak usia 3−4 tahun adalah nomina orang, nomina

makanan, nomina hewan, nomina buah-buahan, nomina alat dapur, nomina sayur-sayuran, nomina elektronik, nomina minuman.

Teknik yang dipakai dalam penelitian ini adalah teknik pancing. Teknik pancing dilakukan untuk memancing anak-anak agar mau berbicara dengan


(34)

peneliti. Selanjutnya teknik rekam dan teknik gambar. Teknik rekam, yaitu merekam semua bahasa yang dipakai anak-anak 3-4 tahun, teknik gambar (tebak gambar), hal ini dilakukan untuk meluaskan perhatian anak tentang kata benda yang ada disekitarnya (Gustianingsih, 2009: 72). Setelah itu, dilanjutkan dengan teknik catat, yaitu dengan cara mencatat data yang telah dikumpul. Data yang telah dikumpul itu akan diklasifikasikan sesuai tahap-tahap perkembangan pemerolehan bahasa anak.


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah PAUD First One School, di jalan Garuda Raya 2 Perumnas Mandala, Kecamatan Medan Denai, Medan, Sumatera Utara.

3.1.2 Waktu Penelitian

Peneliti melakukan penelitian terhadap objek mulai dari tanggal 3 Februari 2014 sampai tanggal 4 Maret 2014.

3.2 Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana data itu diperoleh (KBBI, 2003: 994). Sumber data dalam penelitian in ialah anak-anak yang berada di Perumnas Mandala, Kecamatan Medan denai, Medan, Sumatera Utara yang berusia dua sampai tiga tahun. Penulis mengambil sebelas orang anak untuk dijadikan narasumber, tujuh orang berjenis kelamin perempuan dan empat orang berjenis kelamin laki-laki. Setiap anak yang diteliti harus memenuhi kriteria-kriteria di

antaranya, berusia 2−3 tahun, merupakan siswa First One School, sehat jasmani

dan rohani, aktif dalam berbahasa, serta bahasa pertamanya adalah bahasa Indonesia.

Kosakata dasar yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 50 kosakata, yaitu berupa bagian tubuh, peralatan rumah tangga, alat permainan,


(36)

makanan, tumbuh-tumbuhan, binatang dan bagian-bagiannya, gerak dan kerja, warna, dan penyakit.

3.3 Metode dan Teknik

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Menurut (Sudaryanto, 1993: 137) mengatakan bahwa metode adalah cara yang dilaksanakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak. Disebut “metode simak” atau “penyimakan” karena memang berupa penyimakan: dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Metode dilakukan dengan menyimak tuturan yang akan

disampaikan oleh informan, yaitu anak usia 2−3 tahun yang memiliki bahasa ibu

bahasa Indonesia.

Beberapa informan akan dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yaitu

anak-anak (berusia di antara 2−3 tahun), sehat jasmani dan rohani, dapat berbahasa

Indonesia dengan baik dan sanggup menjadi informan yang responsif.

Adapun teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sadap. Pada praktiknya, penyimakan atau metode simak itu diwujudkan dengan penyadapan, maksudnya menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang (Sudaryanto, 1993: 133).

Metode simak memiliki teknik lanjutan yaitu teknik simak libat cakap (Sudaryanto, 1993: 134). Peneliti terlibat langsung dalam dialog, konversasi, imbal wicara atau ikut serta dalam proses pembicaraan. Kemudian dilanjutkan dengan teknik catat. Dalam hal ini penulis melakukan pencatatan terhadap data


(37)

relevan yang sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian. Teknik pencatatan dilakukan dengan mencatat kata-kata yang diucapkan oleh para informan.

Selain teknik catat, peneliti menggunakan teknik pancing. Teknik pancing dilakukan untuk memancing anak-anak supaya anak-anak mau berbicara dengan peneliti. Selanjutnya teknik rekam dan teknik gambar. Teknik rekam, yaitu

merekam semua bahasa yang dipakai anak-anak 2−3 tahun, teknik gambar (tebak

gambar), hal ini dilakukan untuk meluaskan perhatian anak tentang kata nomina yang ada disekitarnya (Gustianingsih, 2009: 72).

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, mulailah diadakan analisis terhadap data untuk menyelesaikan permasalahan penelitian yang telah ditetapkan. Kemudian data diolah dengan menggunakan metode padan. Metode padan adalah sebuah metode yang alat penentunya diluar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Metode padan digunakan untuk menyeleksi serangkaian kata-kata yang diujarkan anak-anak dari tahap perkembangannya. Kemudian dikembangkan dengan menggunakan teknik lanjutan yaitu teknik dengan menggunakan teknik baca markah (BM) sebagai teknik analisis data.

Teknik baca markah (BM) digunakan untuk melihat bentuk-bentuk

kosakata yang digunakan oleh anak usia 2−3 tahun sehingga kita dapat

mengelompokkan sesuai dengan kategori katanya. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Sudaryanto, 1993: 95) mengatakan bahwa pemarkah itu menunjukkan kejatian satuan lingual atau identintitas konstituen tertentu dan kemampuan


(38)

membaca peranan pemarkah itu (marker) berarti peneliti dapat melihat langsung pemarkah dalam hal ini kata, seperti pada contoh berikut

Mawrine anak dari Bapak M. Sinaga, keluarga ini memiliki dua orang anak, dan Mawrine anak pertama, berjenis kelamin perempuan, berumur dua setengah tahun. Dalam berkomunikasi anak ini menggunakan bahasa Indonesia.

(1) Peneliti: “Ini yang miss pegang namanya apa ya?(sambil memegang

kursi) Mawrine: “duduk”

Peneliti: “Ini, yang miss pegang?” Mawrine: “duduk”

Peneliti: “ini namanya bangku”

Mawrine: “bangku”

Dari contoh di atas Mawrine belum mampu mengucapkan kata bangku, dia hanya tahu bahwa yang sedang dikerjakannya dan belum mampu

menjelaskan perbedaan antara kata kerja duduk dan kata benda ‘bangku’ kedua

kata tersebut memiliki hubungan makna yang erat.

Komponen Makna Leksem

Bangku Duduk

Nomina + -

Verba - +

Untuk duduk + -

Memiliki empat kaki + -


(39)

(2) Peneliti: “itu apa dik?”

Mawrine : “namuk”‘nyamuk’

Peneliti: “itu semut”

Dari contoh (2) di atas Mawrine belum mampu membedakan antara

nyamuk dan semut karena bentuknya yang sama dan ukurannya yang sama. Nyamuk dan semut merupakan binatang yang termasuk golongan serangga.

Komponen Makna

Leksem

Nyamuk Semut

Serangga + +

Nomina + +

Ukuran kecil + +

Sayap + +

Menggigit + +

Berwarna hitam + +

Menghisap darah

manusia + -

(3) Peneliti : “itu apa dik?” Mawrine: “ucing” ‘itu kucing’ Peneliti: “kucing, bukan ucing”

Mawrine: “Anjang lambutnya” ‘panjang rambutnya’ Peneliti: “bukan rambutnya, tapi bulunya”

Dari contoh (3) di atas Mawrine belum mampu membedakan antara

rambut dan bulu karena bentuknya yang sama. Rambut dan bulu merupakan bagian dari tubuh makhluk hidup yang tumbuh disekitar kulit kepala dan kulit tubuh.


(40)

Pada contoh (1) Mawrine belum mengenal kata bangku, sehingga dengan pemahamannya Mawrine mengetahui sedang duduk, sehingga bangku yang berfungsi sebagai tempat duduk, disebut duduk. Mawrine sedang mengalami proses penciutan makna. Konsep yang pertama diterima Mawrine adalah duduk dan dihubungkan dengan fungsi bangku sebagai tempat duduk.

Pada contoh (2) dan (3) Mawrine sedang mengalami proses

penggelembungan makna. Pada contoh (2) fitur pertama yang diterima oleh Mawrine adalah nyamuk, lalu menghubungkannya dengan fitur baru, yaitu semut. Ukuran dan bentuk antara kedua serangga ini hampir sama, sehingga Mawrine menggelembungkan nyamuk menjadi semut. Pada contoh (3) fitur pertama yang diterima oleh Mawrine adalah rambut, lalu menghubungkannya dengan fitur baru, yaitu bulu. Ukuran, bentuk, warna sama antara rambut dan bulu, sehingga Mawrine menggelembungkan rambut menjadi bulu.

Komponen Makna Leksem

Rambut Bulu

Nomina + +

Terdapat pada manusia + +

Terdapat pada hewan - +

Panjang 0 0

halus + +

Terdapat di kulit kepala + -


(41)

3.3.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil penelitian data disajikan dengan metode informal dan metode formal (Sudaryanto, 1993: 145). Metode penyajian informal adalah perumusan hasil analisis dengan kata-kata biasa, termasuk terminologi yang bersifat teknis. Penyajian formal perumusan hasil analisis dengan tanda-tanda atau lambang-lambang, seperti tanda tambah, tanda panah, tanda kurung kurawal, tanda kurung siku, dan sebagainya. Untuk menyampaikan hasil kajian dalam penelitian ini. akan dimanfaatkan kedua metode tersebut. Adapun teknik yang dipakai ialah dengan memakai berbagai notasi.


(42)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Kategorisasi Fitur Semantik Kosakata Bahasa Indonesia Anak Usia 2−3 Tahun

Dalam proses perkembangan, semua anak yang normal pasti akan memeroleh suatu bahasa yang ilimiah. Dengan kata lain, setiap anak yang normal atau pertumbuhannya wajar, memeroleh suatu bahasa yaitu, “bahasa pertama” atau “bahasa ibu” dalam tahun-tahun pertama kehidupannya di dunia. Bahasa ibu

atau native language adalah bahasa pertama yang dikuasai atau diperoleh anak

(Dardjowidjojo, 2003:241). Bahasa inilah yang awalnya dikenal dan dipergunakan anak dalam kehidupannya sehari-hari sebagai alat komunikasi.

Makna bagi anak yang sedang mengalami proses pemerolehan bahasa adalah kumpulan dari beberapa pengetahuan yang diterimanya dari lingkungannya, baik benda, binatang, aktivitas, dan hal-hal yang pernah

diketahuinya sebelumnya. Pada usia 2−3 tahun anak masih terus mengalami

pemerolehan kosakata sehingga akan mampu membedakan makna.

Pengkategorisasian disusun berdasarkan kesamaan dalam satu medan makna yang sama. Kategorisasi ini menandakan ciri-ciri semantik yang berbeda berdasarkan jenis tipe lalu mengklasifikasikan berdasarkan kategori yang berbeda dan mengidentifikasinya berdasarkan contoh dalam kategori yang sama. Peneliti melakukan kategorisasi berdasarkan bentuk, ukuran, gerakan, warna, dan bunyi. Kategori bentuk yang sangat dominan dalam kategorisasi berikut.


(43)

Bentuk menjadi sangat dominan disebabkan karena bersifat kongkret, langsung dapat dilihat dan dibedakan oleh anak. Bentuk-bentuk yang dimaksud adalah hewan, misalnya hewan, dalam kategori mamalia, serangga, amfibi, reptil, unggas, dan cacing. Jenis tipe lain adalah bagian tumbuhan, peralatan rumah tangga, peralatan elektronik, makanan, benda lainnya.

Kategori ukuran diambil berdasarkan besar atau kecilnya suatu benda, misalnya truk dan bus memiliki ukuran yang cukup besar dibandingkan mobil dan angkot.

Kategori gerakan diambil berdasarkan pada kegiatan. Kegiatan yang dianalisis yang memiliki fitur semantik yang hampir sama sehingga dapat diidentifikasi persamaan dan perbedaan yang terdapat. Kategorisasi harus disesuaikan dengan pengalaman anak yang telah sering dilihatnya dari lingkungannya.

Kategorisasi dibagi menjadi delapan bagian, yaitu kategorisasi hewan

pada kosakata bahasa indonesia anak 2− 3 tahun, kategorisasi buah pada kosakata

bahasa indonesia anak 2−3 tahun, kategorisasi kegiatan pada kosakata bahasa

indonesia anak 2−3 tahun, kategorisasi penyakit pada kosakata bahasa indonesia

anak 2−3 tahun, kategorisasi peralatan rumah tangga pada kos akata bahasa

indonesia anak 2−3 tahun, kategorisasi peralatan elektonik pada kosakata bahasa

indonesia anak 2−3 tahun, kategorisasi kendaraan pada kosakata bahasa indonesia

anak 2−3 tahun, kategorisasi makanan pada kosakata bahasa indonesia anak 2−3


(44)

Tabel I Kategorisasi Hewan pada Kosakata Bahasa Indonesia Anak 2−3 Tahun

No Jenis Hewan

1. Mamalia Harimau, Singa, Beruang, Anjing, Panda, Kuda, Kambing,

Sapi, Kerbau, Badak

2 Serangga Nyamuk, Lalat, Semut, Ulat, Laba-laba, Lebah, Belalang,

Kecoak, Jangkrik

3 Amfibi Katak, Buaya

4 Reptil Cicak, Kadal, Buaya

5 Cacing

Analisis komponen makna yang terdapat pada tipe hewan adalah sebagai berikut:

Dimensi MAMALIA SERANGGA AMFI

BI

REPTIL UNGG AS

CACI NG Komponen

Makna

H S K S B A K B P A I U A E N E A A R N D P R J R D N I G A I U I B A D M A A N A K A A N G U U G

N L S U L L B K J Y A E L A E E E A A L M A B B L C N M A U T A A A O G U T T L H L A K K A A K R B N I A G K

B K U A A T Y A A K

C K B U I A U L C D A A A A Y R K L A

A B B Y U E A R B M U E N K G Binatang Buas + + - - + - - + - - - - - - - - - - + - - - + + - - - - Binatang Jinak - - + + - + + - + - - - - - + + + + - + + + - - + + + + Berukuran Besar

+ + + + + o + + + - - - - - - - - - + - - - + O o o o - Berukuran

Kecil

- - - o + - - + + + + + + + + + - - + + - O o o o + Memiliki

Sayap

- - - - - + + + o - + + + + - - - - - - + + + - Berjalan

dengan Perut


(45)

Tabel II Kategorisasi buah pada Kosakata Bahasa Indonesia Anak 2−3 Tahun

No Jenis Buah

1 Bulat Apel, Melon, Semangka, Pir

Analisis komponen makna yang terdapat pada tipe buah adalah sebagai berikut:

Dimensi BULAT

Komponen Makna

APEL TOMAT SEMANGKA MELON PIR

Keras + - + + +

Lembek - + - - -

Berkeping dua

+ + + + +

Berwarna merah

+ + - - -

Berwarna hijau

+ + + + -

Berwarna kuning

- - - - +

Tabel III Kategorisasi Kegiatan pada Kosakata Bahasa Indonesia Anak 2−3 Tahun

No. Jenis Aktivitas

1. Diam di tempat Telungkup, Melompat, Duduk, Berdiri


(46)

Analisis komponen makna yang terdapat pada tipe kegiatan adalah sebagai berikut:

Dimensi BERPINDAH TEMPAT DIAM DI TEMPAT Komponen

Makna

MERANG KAK

BERLARI TELUNGK UP

MELOMP AT

DUDUK BERDI RI Menggunakan Kaki + + - + - + Berpindah Tempat + + - - - -

Tetap Ditempat - + + + + +

Berbaring + - + - - -

Cepat + + - + - -

Tabel IV Kategorisasi penyakit pada Kosakata Bahasa Indonesia Anak 2−3 Tahun

No. Bagian Tubuh Penyakit

1. Tenggorokkan Batuk

2. Hidung Pilek

3. Perut Mulas

4. Kepala Demam

Analisis komponen makna yang terdapat pada tipe kegiatan adalah sebagai berikut

No

Dimensi

TENGGOROK KAN

HIDUNG PERUT KEPALA

Komponen Makna


(47)

1. Disebabkan virus

+ + - +

2. Kekurangan

cairan

- - - +

3. Terlalu

banyak meminum es

+ + - +

4. Menghirup

Debu

+ + - -

Tabel V Kategorisasi peralatan rumah tangga pada Kosakata Bahasa Indonesia Anak 2−3 Tahun

No Jenis Peralatan

1. Berdasarkan Tempat:

Dapur Baskom, Gelas, Cangkir, Sapu, Kain Pel

2 Kamar Mandi Ember, Gayung

3 Kegunaan:

Menghasilkan Cahaya Lampu, Lilin, Semprong


(48)

Analisis komponen makna yang terdapat pada tipe peralatan rumah tangga adalah sebagai berikut:

Dimensi BERDASARKAN TEMPAT KEGUNAAN Komponen

Makna

DAPUR

B G C K S A E A A A S L N I P K A G N U O S K P M I E R L

KAMAR MANDI E G M A B Y E U R N G

MENGHASIL KAN CAHAYA L L S A I E M L M P I P U N R O N G

MENGANGKAT BARANG K T K E A O R S P A E N R J A N G Terbuat dari Plastik + + + - - + - - - - + + + Membutuh kan Minyak - - - - - -

Kain - - - + - - + - - - - + +

Terbuat dari Kayu + + + + + + + - - - - - Terbuat dari Kaca + + + - - - + - - -

Tabel VI Kategorisasi peralatan elektonik pada Kosakata Bahasa Indonesia Anak 2−3 Tahun

No Sumber Energi Peralatan

1. Listrik Televisi, Komputer, Laptop, Handphone,


(49)

Analisis komponen makna yang terdapat pada tipe peralatan elektronik adalah sebagai berikut:

Dimensi

MENGGUNAKAN LISTRIK Komponen

Makna TELEVI SI KOMPU TER LAP TOP HANDP HONE

RADIO SETRIKA Berbentuk

Persegi

+ + + o o -

Mengeluar kan bunyi + + + + + + Menghasil kan gambar + + + + - - Menghalus kan pakaian - - - +

Mengetik - + + + - -

Tabel VII Kategorisasi Kendaraan pada Kosakata Bahasa Indonesia Anak 2−3 Tahun

No Jenis Kendaraan

1. Roda Empat Angkot, Truk, Mobil, Bus

2. Roda Dua Sepeda Motor, Sepeda

Komponen Makna yang terdapat pada tipe kendaraan tangga adalah sebagai berikut:

Dimensi

RODA EMPAT RODA DUA Komponen Makna A N G K O T T R U K M O B I L B U S

S M E O P T E O D R A S E P E D A


(50)

Berukuran Besar - + - + o - Mengangkut

Penumpang

+ - - + o -

Mengangkat Barang

o + o o o -

Membutuhkan Minyak

+ + + + + -

Milik Pribadi - + + - + +

Tabel VIII Kategorisasi makanan pada Kosakata Bahasa Indonesia Anak 2−3 Tahun

No Bentuk Makanan

1. Bulat Donat, Bakpao, Permen

Komponen Makna yang terdapat pada tipe makanan adalah sebagai berikut:

Dimensi

BULAT Komponen

Makna DONAT BAKPAU PERMEN

Manis + + +

Terbuat dari tepung + + +

Dikukus - + -

Digoreng + - -


(51)

4.2 Generalisasi Fitur Semantik Kosakata Bahasa Indonesia Anak Usia 2−3 Tahun

Teori ini telah diperkenankan oleh Anglin (1975) dengan menyarankan bahwa perkembangan semantik anak-anak mengikuti sebuah proses generalisasi. Generalisasi adalah keterampilan anak melihat hubungan-hubungan semantik di antara nama-nama benda (kata-kata) bergerak dari yang kongret kepada yang abstrak (Simanjuntak, 2009: 129).

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa seorang anak akan terus belajar dalam lingkungannya sehingga mampu menguasai kosakata yang sesuai dengan kehidupannya sehari-hari. Faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi pemerolehan bahasa anak, anak yang tinggal di kota akan berbeda pemerolehannya dengan anak yang tinggal di desa.

Seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa dalam otaknya lengkap dengan semua kaidah-kaidahnya. Pemerolehan bahasa terjadi dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati bahasa orang dewasa.

Anglin (1977) mengatakan bahwa terdapat generalisasi menyempit dan

generalisasi berlebihan pada anak usia 2−3 tahun. Generaliasasi berlebiha n

disebut penggelembungan makna dan generalisasi menyembit disebut penciutan makna. Maka pernyataan ini untuk menjawab permasalahan nomor dua.


(52)

4.2.1 Penggelembungan Makna Kosakata Bahasa Indonesia Anak 2−3 Tahun

Pada umumnya pemerolehan kata dikaitkan dengan konsep

penggelembungan makna. Penggelembungan makna merupakan konsep yang digunakan untuk menentukan makna pada suatu kosakata dengan menerapkannya pada konsep lain yang sesuai dengan fitur bahasa menurut Dardjowidjojo (2005: 260).

Dalam mengklasifikasi ciri pembeda makna, peneliti harus memiliki acuan yang jelas dan berdasarkan pada pengalaman atau kenyataan yang ada. Ciri pembeda makna dapat ditambah sesuai dengan kenyataan dan tidak boleh menambah ciri pembeda makna lain jika ciri pembeda makna dimaksud tidak ada (Pateda, 2008: 264).

Penelitian ini menggunakan teknik gambar, cara ini digunakan untuk melihat pemerolehan dan pemahaman anak tentang pemerolehan kosakata, baik kosakata hewan, buah, kegiatan, penyakit, peralatan rumah tangga, peralatan elektronik, kendaraan, makanan, dan warna.

Nomina gambar yang digunakan ada 21 gambar nomina hewan, enam gambar nomina alat dapur, empat gambar nomina peralatan elektronik, empat gambar nomina buah, lima gambar nomina perabotan, empat nomina kendaraan, dua nomina penyakit, dua nomina perhiasaan, dan lima verba.


(53)

(4) Peneliti : “Miss, mau tunjukkan gambar sama Chio”

Sachio : “iya”

Peneliti : “ini gambar apa Chio?” (menunjuk gambar cacing)

Sachio : “ulal” (ular)

Peneliti : “ini gambar apa Chio?” (menunjuk gambar ulat)

Sachio : “ulal” (ular)

Dari data percakapan (4) diatas kata ular yang mampu diucapkan dan chio hanya mengenal kata ular pada jenis hewan melata yang memiliki ciri semantis tertentu. Sachio belum mampu membedakan antara bentuk cacing, ulat, dan ular. Ular, cacing, dan ulat memiliki bentuk yang mirip dan persamaan ciri semantis.

Komponen Makna Leksem

Cacing Ulat

Nomina + +

Berjalan dengan perut + +

Berbahaya (buas) - -

Berbisa - -


(54)

Serangga - +

(5) Peneliti: “Bang, ini apa ya?” (menunjuk gambar cacing) Michael : “Ual” ‘ular’

Dari percakapan di atas Michael menggelembungkan jenis hewan melata yang berjalan dengan perut adalah ular. Bukan hanya Michael, bandingkan dengan Cio yang menyebutkan ulat dengan ular. Fitur yang pertama ditangkap anak adalah panjang dan melata.

Komponen Makna Leksem

Ular Cacing

Hewan + +

Berjalan dengan perut + +

Berbahaya (buas) + -

Berbisa + -

Reptil + -

Menyuburkan tanah - +


(55)

(6) Peneliti : “Ini gambar apa dek?” (menunjuk gambar mobil)

Jonatan : “mobil”

Peneliti : “Kalau ini gambar apa?” (menunjuk gambar bus)

Jonatan : “mobil becang” (mobil besar)

Dari percakapan di atas, Jonatan menangkap fitur semantis yang berbeda antara mobil dan bus sehingga jonatan menggelembungkan semua jenis kendaraan menjadi mobil dan hanya dibedakan menurut ukurannya.

Komponen Makna Leksem

mobil Bus

Nomina + +

Beroda empat + 0

Biasanya mengangkut penumpang

- +

Kendaraan bermesin + +


(56)

(7) Peneliti : “Pernah lihat ini dek?”

Sachio : “ada umah cio ini”

Peneliti : “Ini gambar apa?” (menunjukkan kedua gambar)

Sachio : “Ini gelas, ini gelas” (menunjukkan kedua gambar)

Berdasarkan percakapan tersebut, Sachio hanya mengetahui satu makna untuk melambangkan gelas, yaitu sesuatu yang dia pakai untuk minum. Sachio menggelembungkan cangkir menjadi gelas berdasarkan kegunaanya.

Komponen Makna Leksem

gelas cangkir

Nomina + +

Bertangkai + +

Bentuknya Silinder + -

Untuk minum + +

Terbuat dari kaca, plastik, keramik

+ +

Ukurannya lebih kecil - +


(57)

(8) Peneliti : “Ini gambar apa ya?” (menunjuk gambar tas) Brayan : “Tas”

Peneliti : “Benar, pintar sekali, Bang.” “Kalau yang disebelahnya, Bang.” Brayan : “Tas”

Bandingkan dengan percakapan Jonatan Peneliti : “Ini apa, Bang?” (menunjuk tas) Jonatan : “Tas”

Peneliti : “Ini gambar apa, ya?” Jonatan : “Kopel” ‘koper’

Dari kedua percakapan di atas dapat disimpulkan bahwa Brayan belum mengenal kosakata koper dan menggelembungkan koper menjadi tas.

Komponen Makna Leksem

Koper Tas

Nomina + +


(58)

Bentuknya kotak + 0

Untuk mengangkut barang + +

Terbuat dari plastic dan kain + +

Ukurannya lebih kecil - +

(9) Peneliti: “Ini hewan apa dek?” (menunjuk gambar bebek) Elisabeth: “ebek” (bebek)

Peneliti: “Kalau yang ini hewan apa?” (menunjuk gambar angsa) Elisabeth: “ebek” (bebek)

Peneliti: “Ini sama-sama gambar bebek ya?”

Elisabeth: “iya, ini ebek (menunjuk gambar bebek), ini juga ebek (menunjuk gambar angsa)

Peneliti : “Ini bebek (menunjuk gambar bebek), ini angsa (menunjuk gambar angsa)

Dari hasil percakapan di atas, Elisabeth hanya mampu mengenali satu fitur yaitu “bebek” dan belum mengenal kosakata “angsa”.


(59)

(10) Peneliti: “Ini gambar apa, Bang?”

Jonatan: “Ini bebek (menunjuk gambar bebek), ini ‘aksa’ (angsa) (menunjuk gambar angsa)

Peneliti: “Ini gambarnya sama, atau tidak ya dek?” Jonatan: “Enggak sama.”

Dari percakapan di atas kita bisa membandingkan antara Elisabeth dan

Jonatan bahwa Jonatan sudah mampu membedakan angsa dan bebek, sedangkan Elisabeth belum mampu menangkap fitur-fitur semantik yang berbeda antara bebek dan angsa.

Komponen Makna Leksem

Bebek Angsa

Unggas + +

Memiliki selaput kaki + +

Ukurannya lebih besar - +

Memakan ikan kecil - +

Memiliki paruh + +

Dapat berenang + +


(60)

(11) Peneliti : “Ini gambar apa ya?” (menunjuk gambar ayam)

Chelsa : “Ebek” ‘bebek’ Peneliti : “Ayam”

Dari gambar diatas terlihat bahwa Chelsa belum mampu membedakan ciri semantis antara ayam dan bebek. Chelsa menggelembungkan makna ayam menjadi bebek.

Komponen Makna Leksem

Bebek Ayam

Unggas + +

Memiliki selaput kaki + -

Memiliki sayap + +

Memiliki paruh tajam - +

Memiliki paruh lebar + -

Dapat berenang + -

Berkokok - +


(61)

(12) Peneliti : “Ini gambar apa dek?” (menunjuk gambar burung) Brayan : “Ayam.”

Peneliti : “Burung, ini gambar burung.” (menunjuk gambar burung)

Dari percakapan tersebut terlihat bahwa Brayan belum mampu membedakan ciri semantis antara burung dan ayam. Jonatan menggelembungkan burung dengan ayam. Burung memiliki semantis yang hampir sama dengan ayam.

Komponen Makna Leksem

Burung Ayam

Unggas + +

Memiliki selaput kaki + -

Memiliki sayap + +

Memiliki paruh tajam - +

Berkicau + -

Dapat terbang + -


(62)

(13) Peneliti : “ Ini gambar apa ya?” (menunjuk gambar kelinci) Elisabeth : “Kancil”

Peneliti : “Ini gambar kelinci”

Elisabeth menggelembungkan kelinci menjadi kancil. Elisabeth belum memeroleh kosakata kelinci dan lebih sering mendengar kata kancil dari cerita-cerita anak. Ciri-ciri semantis kancil dan kelinci adalah

Komponen Makna Leksem

Kancil Kelinci

Bertelinga panjang - +

Memilki empat kaki + +

Kemampuan melompat + +

Kaki depan lebih panjang - +

Pemakan sayuran + +


(63)

(14) Peneliti : “Gambar apa ini ya?” (menunjuk gambar beruang) Jonatan : “Ajing” ‘anjing’

Jonatan mengalami penggelembungan makna yang mengidentifikasi beruang dengan anjing. Ciri-ciri semantis kedua binatang ini, yaitu

Komponen Makna

Leksem

Beruang Anjing

Mamalia + +

Bertubuh besar + 0

Hidup di kutub + 0

Memakan daging + +

Berbulu tebal + 0

Dapat berenang + +

Mengonggong - +


(64)

(15) Peneliti : “Ini gambar apa ya, Chelse?” Chelse : “Lipat”

Peneliti : “Laptop, bukan lipat” “Mama punya laptop?” Chelse: (mengangguk-angguk)

Chelse belum mampu mengucapkan kata laptop dengan benar, Chelse mampu mengidentifikasi barang elektronik sebab di lingkungannya telah memiliki

barang tersebut. Chelse mengatakan lipat yang berbeda maknanya dari makna

yang ditangkap oleh orang dewasa, tetapi pelafalannya mendekati dengan kosakata yang benar.

(16) Peneliti: “Miss, mau tanya, ini gambar apa ya?” (menunjuk kedua gambar)

Elisabeth: “embel” (ember)

Peneliti: “Yang mana ember, yang ini atau yang ini?” (menunjuk kedua gambar)


(65)

Elisabeth: “Ni… ni… embel”. Ini… ini… ember. (sambil menunjuk-nunjuk gambar)

Peneliti: “Pintar kali ya kakaknya, ini ember (menunjuk gambar ember). Ini gambar baskom besar (menunjuk gambar baskom)

Dari percakapan di atas terlihat bahwa, Elisabeth menggelembungkan baskom menjadi ember, sehingga Elisabeth mengatakan baskom menjadi ember. Baskom dan ember pada gambar di atas memiliki ciri semantis yang sama terutama warna yang sama.

Komponen Makna Leksem

Baskom Ember

Nomina + +

Peralatan dapur + -

Peralatan kamar mandi - +

Digunakan menampung air + +

Memiliki pegangan besi - +

Terbuat dari bahan plastik + +

(17) Peneliti : “Jois, ini gambar apa? (menunjuk kain pel)


(66)

Peneliti : “Apa namanya?” Jois : “sapu”

Dari gambar di atas Jois hanya mengenali ciri semantis sapu yang lebih sering dilihatnya di rumah. Kosakata kain pel belum dimiliki oleh Jois, sehingga Jois menggelembungkan kain pel menjadi sapu.

Komponen Makna Leksem

Kain Pel Sapu

Nomina + +

Memiliki gagang + +

Membersikan debu - +

Membersihkan air + -

Terbuat dari ijuk - +

Terbuat dari kain + -

(18) Peneliti : “Ini gambar apa ya?” (menunjuk gambar kalung) Zahira : “kelabu” ‘kerabu’ (sambil memegang lehernya) Peneliti : “Yang dileher itu kalung.”

Pada peristiwa tersebut sebenarnya Zahira telah mampu menggambarkan kegunaan dari benda tersebut, tetapi dalam penyampainya belum mampu mengucapkan secara benar.


(67)

Komponen Makna Leksem

Kalung Anting

Nomina + +

Perhiasan wanita + -

Digunakan di leher + -

Digunakan di telinga - +

Bentuknya beragam + +

Terbuat dari bahan plastik, perak, dan emas

+ +

(19) Peneliti: “Ini gambar apa dek?” (menunjuk kedua gambar) Chilla: “orang cakit” (orang sakit)

Peneliti: “Kalau ini gambar orang sakit apa ya?” (menunjuk gambar sakit flu)

Chilla: “Orang hacim, hacim” (hacim, hacim menandakan suara yang keluar ketika seseorang sedang flu)

Peneliti: “Kalau ini Chilla, gambar orang sakit apa ya?” (menunjuk gambar sakit batuk)

Chilla: “Hacim, hacim”. (Hacim, hacim menandakan suara yang keluar ketika seseorang sedang flu)


(68)

Dari percakapan diatas, antara peneliti dan Chilla dapat disimpulkan bahwa Chilla belum mampu membedakan fitur semantik antara sakit flu dan batuk. Chilla menggeneralisasi antara flu dan batuk menjadi tanda-tanda yang sama dengan mengidentifikasi suara yang keluar, yaitu hacim. Chila belum mengenal kosakata batuk dan flu sehingga hanya mampu mengidentifikasi suara yang sering didengarnya.

(20) Peneliti : “Mana gambar kecoak?”

Zahira : “Ini… Ini…” (sambil menujuk kedua gambar)

Peneliti : “Yang pernah Zahira lihat yang mana?”

Zahira : “Ini, ini, kakak gigit ini mandi”

‘Ini, ini, kakak pernah digigit waktu mandi’

(sambil kembali menujuk kedua gambar)

Dari data percakapan () di atas menunjukkan bahwa ‘kecoak’ dan ‘jangkrik’ merupakan binatang yang sama. Ciri-ciri semantik yang terdapat pada kecoak dan jangkrik juga hampir sama dan berasal dari kategori serangga. Zahira


(69)

belum mampu menyatakan gambar kecoak dengan tepat. Zahira menyamakan bentuk gambar kecoak dan jangkir.

Komponen Makna Leksem

Jangkrik Kecoak

Mampu terbang + +

Serangga + +

Memiliki antena + +

Memiliki tiga pasang kaki berbulu + +

Biasanya terdapat di dalam rumah - +

Berwarna kecoklatan - +

Mampu mengeluarkan suara + -

(21) Peneliti : “Oliva, ini gambar apa ya dek?” (menunjuk gambar belalang)

Olivia : “Gak tau” ‘tidak tahu’

Peneliti : “Kalau ini gambar apa?” (menunjuk gambar jangkrik)

Olivia : “Coak” (kecoak)

Percakapan di atas menunjukkan bahwa ternyata Olivia belum mampu menyampaikan makna secara tepat. Olivia belum menguasai kosakata jangkrik


(70)

dan menggelembungkan jangkrik menjadi kecoak. Ciri semantis dari belalang dan jangkrik adalah

Komponen Makna Leksem

Jangkrik Belalang

Mampu melompat jauh + +

Serangga + +

Memiliki antena + +

Memiliki tiga pasang kaki berbulu + +

Biasanya terdapat di rerumputan + +

Berwarna kecoklatan - -

Mampu mengeluarkan suara + -

(22) Peneliti : “Bang, ini hewan apa ya?”

Michael : “Ni inga.”

Peneliti : “Yang mana, Bang?”

Michael : “Ni, ni” (sambil menunjuk keduanya)

Michael belum mampu menangkap ciri-ciri yang berbeda antara singa dan harimau, sehingga Michael menggelembungkan singa menjadi harimau.


(71)

Komponen Makna Leksem

Singa Harimau

Mamalia + +

Binatang buas + +

Pemakan daging + +

Memiliki belang - +

Bulu dikepala lebih panjang + -

Memiliki kumis + +

Memiliki taring + +

(23) Peneliti: “Ini gambar apa dik?” (menunjuk gambar angkot)

Elisabeth: “mobil”

Jonatan: “ancot” ‘angkot’

Dari hasil percakapan di atas disimpulkan bahwa Elisabeth hanya mampu menangkap fitur-fitur semantik yang melekat pada mobil, sedangkan Jonatan

sudah mengenal kosakata angkot yang sudah sering didengarnya dari


(72)

Perbedaan ciri semantis antara angkot dan mobil terlihat pada tabel berikut:

Komponen Makna Leksem

Mobil Angkot

Kendaraan roda empat + +

Ukurannya sama + +

Kendaraan bermesin + +

Menggangkut penumpang - +

Sandaran bangku + -

Peneliti membawa pensil warna kepada anak-anak lalu bertanya dan meminta anak menunjuk warna yang benar.

(24) Peneliti : “Coba intan tunjukkan warna pink?”

Intan : “Ini” (menunjukkan warna biru)

Dari percakapan di atas dapat disimpulkan bahwa intan belum mengenal warna pink dengan baik. Bandingkan Bryan yang sudah mampu mengenal warna dengan baik.

(25) Peneliti : “Mana warna pink?”

Brayan : “Ni, miss” (menunjukkan waran pink dengan benar)

Percakapan tersebut membuktikan bahwa perkembangan pemerolehan bahasa anak-anak berbeda-beda, meskipun umur yang kedua anak sama, tetapi


(73)

pemerolehan bahasa Intan dan Brayan berbeda terlihat Intan belum mampu membedakan warna, sedangkan Brayan sudah.

(26) Peneliti menunjukkan beberapa pensil warna kepada Zahira, yaitu

kuning, biru, pink, dan coklat.

Peneliti: “Zahira, yang mana warna kuning?”

Zahira (menunjuk warna kuning)

Peneliti: “Pintarnya” (menunjukkan apresiasi kepada Zahira agar merasa senang)

Peneliti: “Mana warna biru?”

Zahira: (mengambil warna kuning kembali)

Peneliti: “Yang benar ini.” (sambil menunjuk warna biru)

Dari percakapan di atas menunjukkan Zahira belum memeroleh kosakata yang benar tentang berbagai jenis warna. Anak tersebut menggelembungkan

kuning menjadi biru, sehingga terjadi penggelembungan makna.

Peneliti memberikan dua benda yang berbeda pada Zahira, yaitu pensil warna dan pensil tulis.

(27) Peneliti : “Yang mana pensil tulis?” (sambil memegang keduanya)

Zahira : (menunjukkan pensil warna)


(74)

Zahira menggelembungkan pensil tulis dengan pensil warna sehingga makna yang dihasilkan tidak sesuai dengan makna sebenarnya.

Pada saat kegiatan mewarnai di kelas, peneliti mewawancarai Chila dan Brayan yang sedang mewarnai. Chila dan Brayan duduk bersampingan.

(28) Peneliti : “Chila, lagi apa?”

Chila : “Warna” ‘mewarnai’

Peneliti : “Kalau sinaga warna apa?”

Chila : “Singa, walna ores” (Singa, warna oranye)

(29) Peneliti : “Bang Brayan, apa warna singanya?”

Brayan : “Bilu” ‘biru’

Bandingankan dengan percapakapan Chila.

Chila : “Singa warnanya ores bukan biru”

Peneliti : “Yang warna biru itu apa?

Chila : “awan”

Dari hasil percakapan tersebut terlihat bahwa Chila telah menguasai jenis-jenis warna dengan benar dan mengidentifikasikan dengan benar pada singa dan awan. Bandingkan dengan Brayan yang belum mampu menyesuaikan warna singa yang sesuai. Brayan mengalami penggelembungan makna karena belum mampu menyesuaikan warna dengan tepat.


(75)

(30) Peneliti: “Zahira, mana gambar nyamuk ya?

Zahira: “Ni.” (menunjuk lebah)

Peneliti: “Ini lebah”

Pada percakapan tersebut Zahira belum mampu membedakan ciri semantik antara nyamuk dan lebah. Zahira menggelembungkan nyamuk menjadi lebah yang berasal dari kategori yang sama.

Mawrine juga memiliki memiliki memerolehan yang sama dengan Zahira yang belum mampu membedakan lebah dan nyamuk.

(31) Peneliti: “Yang mana gambar nyamuk, Mawrine?”

Mawrine : (Menunjuk gambar lebah)

Komponen Makna Leksem

Lebah Nyamuk

Serangga + +

Menghasilkan madu + -

Menghisap darah manusia - +

Mampu terbang + +

Hidup berkelompok + -


(76)

(32) Peneliti: “Mawrine, yang mana gambar belalang?”

Mawrine: “Ini” (sambil menunjuk gambar kecoak)

Dalam percakapan di atas, Mawrine belum mampu menunjukkan dengan tepat gambar belalang. Mawrine belum memeroleh kosakata belalang sehingga Mawrine menggelembungkan serangga yang memiliki ciri semantis sama dengan kecoak. Dalam aktivitas sehari-hari Mawrine menyebut kecoak dengan ipos.

Komponen Makna Leksem

Kecoak Belalang

Serangga + +

Berwarna coklat + 0

Pembawa penyakit + 0

Berwarna hijau - +

Mampu terbang + -

Mampu melompat - +

Bersayap + -


(77)

(33) Brayan : “Ini kodok” (menunjuk gambar belalang)

Peneliti : “Kalau ini gambar apa, Bang?” (menunjuk gambar katak)

Brayan : “Gak ahu” ‘tidak tahu’

Percakapan di atas menunjukkan bahwa Brayan menangkap fitur belalang

menjadi katak, sehingga menggelembungkan belalang menjadi katak dan belum mampu mengenal gambar katak dengan jelas. Ciri Semantis katak dan belalang, yaitu

Komponen Makna Leksem

Katak Belalang

Serangga - +

Berwarna hijau + +

Amfibi + -

Hidup di darat + +

Hidup di air + -

Mampu melompat + +


(78)

(34) Peneliti : “Ini buah apa Chio?” (Menunjukkan gambar Melon)

Cio : “Bimbing” ‘belimbing’

Peneliti : “Buka n Cio tapi melon.”

Percakapan di atas menunjukkan bahwa Cio menganggap bulan melon menjadi belimbing. Cio mengalami penggelembungan makna karena mengidentifikasi ciri semantis yang sama antara melon dan belimbing yaitu warnanya. Ciri semantis melon dan belimbing yaitu

Komponen Makna Leksem

Melon Belimbing

Berbentuk bulat + -

Berbentuk bintang - +

Berwarna kehijauan 0 0

Berkeping dua + +

(35) Peneliti: “Mana jari manis ya, Jo?

Jonatan : “Ni” (sambil menunjuk jari tengah)


(79)

Jonatan : (Berusaha menunjukkan jari manis)

Jonatan belum mampu mengenali antara jari tengah dan jari manis, tetapi setelah ditanya jari jempol, telunjuk, dan kelingking anak tersebut sudah mampu menyebutkannya dengan tepat. Jonatan menggalami penggelembungan karena masih sulit membedakan jari tengah dan jari manis. Jari tengah [+ lebih panjang].

(36) Peneliti : “Yang mana bahu dek?”

Brayan : “Ini” (menunjuk dada)

Dari percakapan di atas brayan belum mampu menunjukkan dengan benar antara bahu dan dada.

(37) Peneliti : “Kalau ini gambar apa ya, Dek?”

Jonatan : “Tor-tor”

(38) Peneliti : “Kalau ini gambar apa, Bang?”


(80)

Jonatan dan Brayan menanggapi gambar yang sama dengan respon yang berbeda. Jonatan sudah mampu menangkap dengan benar makna gambar tersebut, yaitu para wanita yang sedang menari. Jonatan berasal suku Batak, sehingga adat-istiadatnya menari disebut tor-tor. Brayan mengidentifikasi gambar dengan orang yang sedang berpesta, karena menggunakan perhiasan dan pakaian yang dipakai juga berbeda dengan pakaian sehari-hari.

Ciri-Ciri semantis menari adalah [+ pakaian tari], [+perhiasan tari], [gerakan], [+ riasan wajah], [+perempuan], [+laki-laki].

Dari penelitian ini diketahui bahwa penggelembungan makna terjadi disebabkan oleh fitur-fitur semantik banyak memiliki persamaan antara dua gambar yang dibandingkan. Anak menyampaikan makna suatu kosakata ditentukan juga oleh faktor lingkungan di sekitarnya. Fitur-fitur semantik dapat dibedakan berdasarkan bentuk, ukuran, warna, aktivitas, dan suara yang dihasilkan dari suatu aktivitas.


(81)

4.2.2 Penciutan Makna Kosakata Bahasa Indonesia Anak 2−3 Tahun

Penciutan makna lebih jarang terjadi pada proses pemerolehan kosakata. Penciutan makna adalah konsep yang digunakan untuk membatasi makna hanya pada referen yang telah dirujuk dan dikonsep dalam pikiran anak sebelumnya. Konsep pertama yang diperkenalkan pada anak adalah konsep yang selalu melekat dalam pemikiran anak dalam (Dardjowijojo, 2000: 245).

Penelitian ini menggunakan teknik gambar, cara ini digunakan untuk melihat pemerolehan dan pemahaman anak tentang pemerolehan kosakata, baik kosakata hewan, buah, kegiatan, penyakit, peralatan rumah tangga, peralatan elektronik, kendaraan, makanan, dan warna.

(39) Peneliti: “Ini gambar apa, Chio?” (menunjukkan kedua gambar secara bersamaan)

Chio : “Adek bayi”

Peneliti : “ Adek bayi lagi ngapain ya?”

Chio : “Main-main.”


(82)

Chio : “Ini, ini. ” (menunjuk kedua gambar)

Percakapan tersebut menunjukkan bahwa Chio belum memeroleh kosakata telungkup dan merangkak. Chio menciutkan kedua aktivitas tersebut, Chio belum mengenal kata telungkup dan merangkak. Chio menciutkannya menjadi bermain. Ciri semanris merangkak dan telungkup adalah

Komponen Makna Leksem

Merangkak Telungkup

Verba + +

Menggunakan kaki + -

Menggunakan perut - -

Berpindah tempat + -

Tetap di tempat - +

(40) Peneliti: “Suka makan ini dek” (Menunjuk gambar apel) Sachio: “ya”

Peneliti: “ini gambar apa ya?” (menunjuk gambar apel) Sachio: “ini omat” (ini tomat)

Peneliti: “Ini apel, buka n tomat”.


(83)

Hasil percakapan ini menunjukkan bahwa Sachio mengalami penciutan makna. Sachio hanya menangkap fitur-fitur semantik pada buah tomat yang sering dijumpainya di rumah, sedangkan buah apel masih jarang ditemuinya di rumah. Sachio mengidentifikasi buah apel menjadi tomat berdasarkan bentuk dan warnanya.

Komponen Makna Leksem

Tomat Apel

Nomina + +

Buah-buahan + +

Bentuknya bulat atau oval + +

Biasanya berwarna merah + +

Sayuran + -

Bumbu dapur + -

(41) Peneliti: “Pernah lihat gambar ini dirumah dek?” (menunjuk gambar komputer)

Elisabeth: “Iya, ada umah ini” (iya, ada seperti ini dirumah) Peneliti: “Ini apa namanya?” (menunjuk gambar computer)


(1)

80

LAMPIRAN

1.Nama : Elisabeth Zhisu Sinaga

Usia : 3 tahun

Nama orang tua : Suryaman Sinaga

Pekerjaan : Pegawai BUMN

2.Nama : Edgina Intan Gultom

Usia : 3 tahun

Nama orang tua : Edy Gultom

Pekerjaan : Pegawai swasta

3.Nama : Joyce Ester Lumban tobing

Usia : 2 tahun

Nama orang tua : Tony Lumban Tobing

Pekerjaan : Wiraswasta


(2)

4.Nama : Jonatan Justitio Naibaho

Usia : 3 tahun

Nama orang tua : Masfan Naibaho

Pekerjaan : Polri

5. Nama : Michael Job Tambun

Usia : 3 tahun

Nama orang tua : Pungu Tambunan

Pekerjaan : Wiraswasta

6.Nama : Reecha Frizchilla Sinaga

Usia : 3 tahun

Nama orang tua : Rikho Herbet Sinaga


(3)

82 7.Nama : Sachio Monica Gavrilia

Usia : 3 tahun

Nama orang tua : Heriyanto Muthia

Pekerjaan : Pegawai Swasta

8.Nama : Zahira Adwa Insan Lubis

Usia : 3 tahun

Nama orang tua : K. Insan Lubis

Pekerjaan : Wiraswasta

9.Nama : Mawrine Pebriani Sinaga

Usia : 2 tahun

Nama orang tua : M. Sinaga

Pekerjaan : Wiraswasta


(4)

10.Nama : Brayan Johan Abel Sinaga

Usia : 3 tahun

Nama orang tua : L. Sinaga

Pekerjaan : Wiraswsta

11. Nama : Olivia Theofani Hutasoit

Usia : 3 tahun

Nama orang tua : Pangkirapan Hutasoit


(5)

84

LAMPIRAN


(6)