Meditasi Kelas 06 SD Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Siswa

Kelas VI SD 60

E. Godaan Mara

Pada saat Petapa Siddharta melakukan meditasi muncullah Mara, dewa hawa nafsu. Mara bermaksud menghalang-halangi Petapa Siddharta memperoleh Penerangan Agung. Kemunculan Mara juga disertai dengan balatentaranya yang mahabesar. Balatentara itu ke depan, ke kanan, dan ke kiri lebarnya 12 league dan ke belakang sampai ke ujung cakrawala, sedangkan tingginya 9 league. Mara sendiri membawa berbagai macam senjata dan duduk di atas gajah Girimekhala yang tingginya 150 league. Melihat balatentara yang demikian besar datang, semua dewa yang sedang berkumpul di sekeliling Petapa Siddharta seperti Maha-Brahma, Sakka, Rajanaga Mahakala, dan lain-lain, segera menyingkir dari tempat itu. Petapa Siddharta ditinggal sendirian dengan hanya berlindung kepada sepuluh kesempurnaan kebajikan Paramita yang sejak lama dilatihnya. Mara berusaha untuk menakut-nakuti Petapa Siddharta dengan hujan besar disertai angin kencang dan halilintar yang berbunyi tak henti-hentinya. Lalu, diikuti dengan pemandangan-pemandangan lain yang mengerikan. Namun demikian, usaha Mara tersebut ternyata gagal semua. Akhirnya Mara menyambit dengan Cakkavudha, yang ternyata berubah menjadi payung yang dengan tenang bergantung dan melindungi kepala Petapa Siddharta. Mara kehabisan akal dan tidak tahu apa yang harus dilakukan lagi. Dengan perasaan panik serta marah, ia meneriakkan perintah kepada pasukannya, “Mengapa kalian hanya berdiri diam di sana? Jangan biarkan Pangeran Siddhattha ini mencapai cita-cita-Nya menjadi Buddha; tangkap Dia, bunuh Dia, tusuk, dan hancurkan Dia. Jangan biarkan Dia melarikan diri. ”Ia sendiri mendekati Bodhisatta, duduk di punggung gajah Girimekhala. Sambil melambai-lambaikan sebatang anak panah, ia berkata kepada Bodhisatta, “O Pangeran Siddhattha, menjauhlah dari singgasana permata itu.” Pada saat itu, prajurit- prajurit Màra terlihat dalam wujud yang menakutkan, dan mengancam dengan tindakan- tindakan yang menakutkan. Yang dilakukan Petapa Siddharta adalah bagaikan seorang ayah yang penuh welas asih. Beliau tidak menunjukkan kemarahan sedikit pun kepada putranya yang nakal, bahkan sebaliknya ia akan merangkulnya, memangkunya dan menidurkannya di pangkuannya dengan cinta kasih dan welas asih. Demikian pula Bodhisatta mulia, Petapa Siddharta memperlihatkan kesabaran terhadap semua perbuatan buruk dari Màra yang jahat. Petapa Siddharta tidak sedikit pun merasa sedih, ataupun merasa takut. Bahkan Petapa Siddharta melihat Mara dengan penuh cinta kasih dan welas asih. Bumi telah menjadi saksi, bahwa Petapa Siddharta lulus dari semua percobaan dan layak untuk menjadi Buddha. Gajah Girimekhala berlutut di hadapan Petapa Siddharta dan Mara menghilang, lari bersama-sama dengan balatentaranya. Para dewa yang Sumber: ratnakumara.wordpress.com Gambar 4.6 Godaan Mara Agama Buddha dan Budi Pekerti 61 menyingkir sewaktu Mara tiba dengan balatentaranya, datang kembali dan semua bersuka cita dengan keberhasilan Petapa Siddharta. Setelah berhasil mengalahkan Mara, Petapa Siddharta memperoleh kebijaksanaan-kebijaksanaan. Selain itu, Petapa Siddharta juga mampu menembus tiga pengetahuan sebelum matahari terbenam pada hari purnama di bulan Vesàkha. Tiga pengetahuan tersebut adalah sebagai berikut. Waktu Jenis Kebijaksanaan Pukul 18.00 - 22.00 Waktu Jaga Pertama Kebijaksanaan untuk dapat melihat dengan jelas kelahiran - kelahirannya yang dulu Pubbeni-vasanussatinana. Pukul 22.00 - 02.00 Waktu jaga kedua Kebijaksanaan untuk dapat melihat dengan terang kematian dan tumimbal lahir makhluk-makhluk sesuai dengan karmanya Cutupapatanana. Pukul 02.00 - 04.00 Waktu jaga ketiga Kebijaksanaan untuk dapat menyingkirkan secara menyeluruh semua kekotoran batin yang halus sekali Asavakkhayana. Petapa Siddharta mencapai Kebuddhaannya di jaga terakhir di malam purnama bulan Vesàkha itu juga. Dengan demikian, beliau mengerti sebab dari semua keburukan dan juga mengerti cara untuk menghilangkannya. Dengan ini beliau telah menjadi orang yang paling bijaksana dalam dunia yang dapat menjawab pertanyaan yang disampaikan kepadanya. Sekarang beliau dapat menjawab cara untuk mengakhiri penderitaan, kesedihan, usia tua, dan kematian. Batinnya menjadi tenang sekali dan penuh kedamaian, karena sekarang beliau mengerti semua persoalan hidup dan menjadi Buddha. Dengan muka bercahaya terang, penuh kebahagiaan, beliau dengan suara lantang mengeluarkan pekik kemenangan sebagai berikut. “Dengan sia-sia aku mencari Pembuat Rumah ini Berlari berputar-putaran dalam lingkaran tumimbal lahir Menyakitkan, tumimbal lahir yang tiada habis-habisnya O, Pembuat Rumah, sekarang telah kuketahui Engkau tak akan dapat membuat rumah lagi Semua atapmu telah kurobohkan Semua sendi-sendimu telah kubongkar Batinku sekarang mencapai keadaan Nibbana Dan berakhirlah semua nafsu keinginan.”