145
BAB V PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti menyimpulkan bahwa teknik pewarnaan didesa Tunahan menggunakan alat dan bahan yang
sederhana dan mudah didapatkan. Nilai estetis warna tokoh wayang terdapat pada kombinasi dan keserasian dalam memadukan warna serta pemilihan warna yang
tepat dan tidak bertumbukan dan disesuaikan dengan kararter masing-masing tokoh. Makna simbolis yang ada pada pewarnaan wayang kulit purwa terdapat
pada pewarnaan muka dan hanya beberapa tokoh wayang yang memiliki makna simbolis selain pada pewarnaan muka. Warna wayang kulit purwa karya perajin
wayang desa Tunahan, terutama dikaji dari segi teknik sunggingan, nilai estetis, dan nilai simbolisnya. Secara rinci simpulan dideskripsikan sebagai berikut:
a. Perajin wayang desa Tunahan membagi tahapan proses menyungging wayang dalam 15 tahapan yang terdiri atas: 1 mewarna dasar, 2 mengerjakan prada, 3
gradasi warna merah, 4 mewarna kuning, 5 gradasi warna hijau, 6 gradasi warna biru, 7 gradasi warna jingga, 8 gradasi ungu, 9 mewarna hitam, 10
mengerjakan cawi dan drenjeman, 11 menggembleng, 12 pewarnaan muka wayang, 13 pengerjaan perwajahan, 14 memandikan wayang, dan 15
membubuhkan air tinta hitam. Alat sungging wayang kulit yang digunakan oleh perajinan desa Tunahan dalam proses menyungging wayang ada 6 macam yakni,
kuas dasaran, kuas sungging, palet, pena kodok, kuas edus, dan alat pemadatan kulit. Bahan warna yang digunakan menggunakan cat “Paragon” berupa warna
merah, biru, kuning, hitam, dan putih yang dapat dicampurkan menjadi warna baru lainnya.
b. Nilai estetis warna wayang kulit di desa Tunahan, terdapat pada kombinasi warna yang digunakan. Mekipun ada beberapa pewarnaan yang bertumbukan
yakni penyusunan warna yang salah seperti warna merah di dampingkan warna jingga, atau kombinasi warna merah, hijau, dan biru. Hal ini mengurangi nilai
estetis yang ada pada pewaranaan tokoh wayang kulit. Pada pewarnaan atribut dan busana, lebih banyak menggunakan warna datar tanpa corak atau motif, seperti
tanpa tlancapan, drenjem, atau cawi pada sembuliyan, jamang, dan sebagainya. Warna-warna badan dan muka wayang berwarna hitam, merah, putih, dan
kebanyakan berwarna prada. Sunggingannya pun masih terlihat agak kasar dan kurang rapi. Warna-warna yang digunakan kebanyakan menggunakan warna
komplementer seperti sorot hijau dan merah pada irah-irahan, sembuliyan, kelat bahu, gelang, kroncong,dan sebagainya. Gradasi warna biru dengan dasaran putih
terdapat pada tepi kain, busanadodot, jamang, dan sebagainya. Terlepas dari hal tersebut, wayang karya perajin wayang desa Tunahan Kabupaten Jepara, tetap
memiliki keindahan warna tersendiri. Keindahan warna-warna ini terletak pada penggunaan warna yang lengkap dan kombinasi warna yang berseling emas
prada, sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan mengagumkan. c. Warna rias wajah serta tubuh wayang pada wayang kulit memang mempunyai
arti simbolis, akan tetapi tidak ada ketentuan umum yang tetap di sini. Terkadang pewarnaan muka pada wayang karya perajin desa Tunahan lebih disesuaikan pada
karakter yang ingin digambarkan pada tiap tokoh wayangnya. Warna hitam pada
wayang kulit purwa yang dikerjakan perajin wayang di desa Tunahan kebanyakan melambangkan kesaktian dan kedewasaan. Muka putih melambangkan kesucian
dan kehalusan budi, muka kuning melambangkan kebagusan dan kewibawaan. Muka merah melambangkan sikap brangasan dan bengis. Pada busana Bima
memiliki makna lain yakni, lauwamah hitam sifat angkara murka, amarah merah sifat brangasan, lekas naik darah. Supiah kuning kesenangan pada
sesuatu kebendaan yang bersifat merusak, sedangkan mutmainah putih adalah sifat murni dan jujur.Jadi karakter wayang tidaklah ditentukan oleh warna rias
muka saja, tetapi juga ditentukan oleh unsur lain, seperti misalnya bentuk patron wayang itu sendiri.
2. Saran