Agama Pendidikan Keadaan Sosial dan Budaya

dalam perkembangan perekonomiannya. Kebanyakan masyarakat desa Tunahan adalah mereka yang tingkat perekonomiannya rendah, yakni kelas menengah ke bawah. Beberapa yang memiliki perekonomian tinggi adalah mereka yang berasal dari luar desa Tunahan atau pendatang yang membuka usaha di desa Tunahan.

3. Mata Pencaharian

Tunahan merupakan daerah pertanian yang memiliki lahan yang sangat subur dan iklim yang sesuai dengan tumbuhan tropis, sangat cocok untuk berbagai jenis tanaman pangan seperti cengkeh, palawija, dan sayuran. Ada 35 Rt dan 5 Rw yang ada di desa Tunahan. Sekitar 50 warga desa Tunahan bermata pencaharian sebagai Petani dan Peternak, 25 sebagai Pedagang, 20 sebagai wirausaha dan tukang, dan 5 sebagai PNSSumber:Data Statistik Penduduk desa Tunahan. Meskipun berprofesi beda-beda, namun masyarakat desa Tunahan hidup rukun dan saling berdampingan.

4. Agama

Secara keseluruhan penduduk desa Tunahan beragama Islam, sekitar 15 beragama Kristen dan BudhaSumber:Data Statistik Penduduk desa Tunahan. Seluruh warga bermukim di satu wilayah tanpa mempersoalkan perbedaan agama dan kepercayaan. Toleransi antar umat beragama sangat dijunjung tinggi di desa ini, hal ini terlihat dari banyaknya anak-anak yang bersekolah di sekolah negeri tanpa membedakan agama dan sekolah-sekolah islami yang hidup berdampingan. Penduduk desa Tunahan termasuk masyarakat yang agamis, hal ini terlihat banyaknya sekolah-sekolah bernafaskan islami dan anak-anak yang setiap sore belajar mengaji dan ilmu agama di sekolah islami atau pada pemuka agama.

5. Pendidikan

Seperti yang ada di banyak daerah pedesaan, warga di desa Tunahan masih belum bisa menerima perubahan-perubahan yang menuju modern, seperti kemajuan IPTEK. Di desa Tunahan, kesadaran akan pentingnya pendidikan masih sangat kurang. Mayoritas penduduk desa Tunahan adalah mereka yang tingkat SDMnya masih sangat rendah. Kebanyakan mereka tidak mementingkan pendidikan dan hanya menjalankan wajib belajar 9 tahun. Para orang tua lebih suka menyuruh anak mereka untuk mengaji dan memperdalam ilmu agama tanpa diimbangi dengan ilmu pengetahuan atau memilih bekerja di kota. Kebanyakan dari mereka lebih suka menjadi buruh atau tukang ukir di kota Jepara. Para orang tua lebih suka menikahkan anak mereka pada usia kurang dari 20tahun, sehingga dapat dikatakan bahwa desa Tunahan merupakan desa yang tertinggal dibanding desa-desa lain yang ada di Jepara.

6. Keadaan Sosial dan Budaya

Berdasarkan penjelasan Ki Hadi, dalam wawancara pada hari minggu, 7 November 2010, di dalam kehidupan masyarakat desa Tunahan masih menjunjung tinggi gotong royong dan kekeluargaan. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat desa Tunahan menggunakan bahasa Jawa ngoko kasar dan ngoko halus, serta bahasa krama inggil jika berkomunaksi dengan orang yang lebih tua, atau pangkatnya lebih tinggi. Pada kegiatan berkesenian masyarakat, penduduk desa Tunahan masih menjunjung tinggi kebudayaan Jawa seperti pertunjukan wayang, pentas musik seperti campur sari, dangdut, dan sebagainya. Kesenian yang menjadi favorit dan sering dipentaskan yakni dangdut. Meskipun demikian, tradisi Jawa kejawen, masih sangat terasa dalam kehidupan masyarakat desa Tunahan. Hal ini terlihat dari masih adanya kegiatan-kegiatan seperti acara selamatan, bubur abang-putih, acara sesajen serta tempat-tempat yang dikeramatkan, dan sebagainya. Kebudayaan yang masih ada di kehidupan masyarakat desa Tunahan salah satunya adalah wayang kulit. Wayang ini dipentaskan ketika acara pernikahan, sunatan, dan pesta lainnya. Masyarakat Tunahan, tidak pernah ketinggalan nanggap wayang kulit ketika ada acara ulang tahun atau hari jadi desa Tunahan. Hal ini memang sudah menjadi tradisi dan syarat yang harus dipenuhi di beberapa desa di Jepara. Berdasarkan apa yang telah dikemukakan Ki Hadi, seorang perajin sekaligus dalang wayang kulit di desa Tunahan, bahwa sebagai orang Jawa, masyarakat desa Tunahan tentu saja sangat menjunjung tinggi kesenian wayang. Selain bahwa cerita wayang adalah pandangan hidup orang Jawa, masyarakat desa Tunahan juga percaya bahwa wayang adalah ritual tradisi yang tidak bisa ditinggalkan, seperti contoh jika mempunyai anak onthang-anthing, atau anak satu-satunya harus diruwat dengan mengadakan pagelaran wayang semalam suntuk dan dengan syarat-syarat lainnya jika anak tersebut menikah. Masih menurut Ki Hadi, pertunjukan wayang kulit dalam masyarakat desa Tunahan diadakan pada waktu selamatan, untuk perayaan peristiwa penting, misalnya, kelahiran, sunatan, perkawinan, dan nazar yang pernah dijanjikan. Selamatan yang biasanya menggunakan pertunjukan wayang kulit adalah ruwatan, seperti yang telah disebutkan di atas dan bersih desa. Hal inilah yang membuat wayang sangat populer di desa Tunahan dan masyarakat Jepara pada umumnya. Selain dalam hal seni pertunjukan, wayang juga digemari karena perupaan peraga tokoh wayang yang sangat mengagumkan. Hal ini dikarenakan tatahan dan sunggingan wayang yang begitu indah dan rumit dari seorang perajin wayang kulit. Sunggingan wayang inilah yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini.

7. Perajin Wayang Hadi Prayitno.