22
Dengan demikian jelas bahwa asas yang dianut oleh undang-undang perkawinan bukanlah asas monogami mutlak melainkan asas monogami terbuka,
dimana poligami ditempatkan pada posisi hukum darurat emergency law, atau dalam keadaan yang luar biasa extra ordinary circumtance.
33
2. Menurut Kompilasi Hukum Islam
Intruksi Presiden No 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam KHI memberikan pengaturan tentang tatacara berpoligami bagi pemeluk agama
Islam. Sebagaimana diatur pada bab IX Kompilasi Hukum Islam yang terdiri dari Pasal 55 sampai Pasal 59. Pasal 55 Kompilasi Hukum Islam memuat syarat
substansial berpoligami yang melekat pada seorang suami, yakni terpenuhinya keadilan sebagimana yang telah ditetapkan. Pasal 55 Kompilasi Hukum Islam
mengemukakan bahwa: a.
Beristeri lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan, terbatas
hanya sampai empat orang isteri.
b. Syarat utama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku
adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
c. Apabila syarat utama yang disebut pada Ayat 2 tidak mungkin
dipenuhi, suami dilarang beristeri lebih dari seorang.
34
Syarat yang disebutkan Pasal 55 ayat 2 dua Kompilasi Hukum Islam tersebut diatas merupakan hal yang terpenting dari poligami, sebab apabila syarat
utama tersebut tidak mampu dipenuhi oleh suami, maka suami dilarang untuk berpoligami dan pengadilan agama pun tidak akan memberikan izin kepada suami
untuk berpoligami. Selanjutnya Pasal 56 Kompilasi Hukum Islam juga mengemukakan bahwa seorang suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang
33
Ibid.hlm. 188.
34
Achmad Kuzari, Op.Cit, hlm.21.
Universitas Sumatera Utara
23
harus mendapat izin dari Pengadilan Agama. Pasal 56 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan:
a. Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin
dari Pengadilan Agama.
b. Pengajuan permohonan izin dimaksud pada Ayat 1 dilakukan menurut
tata cara sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
c. Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga, atau keempat
tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
35
Pasal 56 Kompilasi Hukum Islam diatas merupakan syarat-syarat formal poligami yang harus dijalani seorang suami. Peraturan ini dibuat sebagai
perlindungan hukum bagi pelaku poligami, karena di Indonesia adalah negara hukum rechstaat sehingga segala urusan hubungan manusia, maka
pelaksanaannya harus diketahui oleh instansi yang berwenang. Selanjutnya Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam memberikan peluang bagi
seorang suami yang hendak berpoligami, manakala isteri tidak mampu menjalankan kewajibannya. Hal tersebut juga pada hakikatnya haruslah mendapat
izin dari Pengadilan Agama. Sebagaimana Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan:
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dan seorang apabila:
a.
Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri.
b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan.
c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
36
Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam diatas merupakan syarat-syarat substansial yang melekat pada seorang istri yaitu kondisi-kondisi nyata yang
35
Ibid.hlm. 23
36
M. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm.41.
Universitas Sumatera Utara
24
melingkupinya sehingga menjadi alasan logis bagi seorang suami untuk berpoligami. Selanjutnya dalam Pasal 58 Kompilasi Hukum Islam memberikan
syarat bahwa untuk memperoleh izin Pengadilan Agama harus pula memenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada Pasal 5 Undang-Undang No 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Pasal 58 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa: a.
Selain syarat utama yang disebut pada Pasal 55 Ayat 2 KHI, maka untuk memperoleh izin Pengadilan Agama harus pula dipenuhi syarat-
syarat yang ditentukan pada Pasal 5 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, yaitu:
1 Adanya persetujuan istri.
2 Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup
istri-istri dan anak-anak mereka. b.
Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 41 Huruf b Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang
No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, persetujuan istri atau istri-istri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah
ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan istri pada sidang Pengadilan Agama.
c. Persetujuan dimaksud pada Ayat 1 satu Huruf a tidak diperlukan bagi
seorang suami apabila istri atau istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau
apabila tidak ada kabar dari istri atau istri-istrinya sekurang-kurangnya 2 dua tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian
hakim.
37
Pasal 58 Kompilasi Hukum Islam diatas merupakan syarat-syarat formal yang diperankan seorang istri sebagai respon terhadap suami yang hendak
memadu dirinya yang melibatkan instansi yang berwenang. Aturan-aturan ini sebagai antisipasi untuk menjaga hubungan baik dalam keluarga setelah
berjalannya keluarga poligami.
Selanjutnya Pasal 59 Kompilasi Hukum Islam berbunyi:
Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan salah satu alasan yang
37
Achmad Kuzari, Op.Cit, hlm. 26.
Universitas Sumatera Utara
25
diatur dalam Pasal 55 Ayat 2 dua KHI dan Pasal 57 KHI. Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan
mendengar istri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan banding atau
kasasi.
38
Pasal 59 Kompilasi Hukum Islam diatas menjelaskan sikap Pengadilan Agama untuk bertindak dalam menghadapi perkara poligami dari istri yang saling
mempertahankan pendapatnya. Dengan demikian ketentuan poligami yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam KHI tidak bertentangan dengan hukum agama
Islam. Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa hukum perkawinan nasional
walaupun menganut kuat prinsip monogami tetapi membuka peluang bagi seorang pria untuk berpoligami dengan syarat dapat memenuhi ketentuan- ketentuan yang
telah ditentukan oleh perundang-undangan berlaku. Pada asasnya seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang istri hanya boleh mempunyai
seorang suami. Akan tetapi asas monogami dalam Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak bersifat mutlak, artinya hanya bersifat
pengarahan pada pembentukan perkawinan monogami dengan jalan mempersulit dan mempersempit praktek poligami, bukan sama sekali menghapus praktek
poligami. Ketentuan adanya asas monogami ini bukan hanya bersifat limitatif saja,
karena dalam Pasal 2 ayat 2 dua Undang-undang Perkawinan disebutkan dimana pengadilan dapat memberikan izin pada seorang suami untuk beristri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh para pihak yang bersangkutan. Ketentuan ini
38
Ibid, hlm. 27.
Universitas Sumatera Utara
26
membuka kemungkinan seorang suami dapat melakukan poligami dengan izin pengadilan.
Hal ini erat kaitannya dengan berbagai macam agama yang ada yang dianut oleh masyarakat karena ada agama yang melarang untuk berpoligami dan
ada agama yang membenarkan atau memperbolehkan seorang suami untuk melakukan poligami. Khusus yang beragama Islam harus mendapat izin dari
pengadilan agama sesuai dengan amanat Pasal 51 ayat 1 satu Kompilasi Hukum Islam KHI dan yang beragama selain Islam harus mendapat izin dari pengadilan
negeri. Jadi hal ini tergantung dari agama yang dianut dan pengadilan yang
berkompeten untuk itu. Untuk mendapatkan izin dari pengadilan harus memenuhi syarat-syarat tertentu disertai dengan alasan yang dapat dibenarkan. Tentang hal
ini lebih lanjut diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Perkawinan No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pengadilan baru dapat memberikan izin kepada suami untuk berpoligami apabila ada alasan yang
tercantum dalam Pasal 4 ayat 2 dua Undang-Undang Perkawinan. Jadi, apabila merujuk berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh
Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Intruksi Presiden No 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Perkawinan poligami yang tidak memenuhi prosedur, syarat-syarat dan
batas-batas yang telah ditetapkan oleh perundang-undangan berlaku, maka perkawinan dapat dibatalkan.
Universitas Sumatera Utara
27
C. Alasan-Alasan Poligami.