64
hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
Jadi jika suatu perkawinan dibatalkan maka harta yang diperoleh selama perkawinan yang merupakan harta bersama pembagiannya diatur menurut
hukumnya masing-masing. Akan tetapi di dalam Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bagi janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak atas
setengan bagian dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
2. Pertimbangan Hakim
Adapun yang menjadi inti dari pertimbangan terhadap pembatalan perkawinan ini adalah Pasal 71 a Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam, yaitu “Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama.
Dalam hal ini Tergugat II juga memalsukan identitas Tergugat I tanpa sepengetahuan tergugat I sehingga hal ini diluar tanggung jawab tergugat I.
Pengadilan Agama juga sudah memanggil tergugat II untuk menghadiri persidangan dengan baik, layak dan benar sebagaimana semestinya namun
tergugat II tidak pernah menghadiri persidangan, dengan ketidak hadiran tergugat II maka secara tidak langsung tergugat II diaggap mengakui perbuatannya.
Mencermati pembatalan perkawinan dalam kasus ini dibatalkan karena adanya beberapa syarat perkawinan yang tidak terpenuhi, untuk membuktikan hal
tersebut para pihak yang bersangkutan sudah menghadirkan saksi-saksi untuk menguatkan dugaan tersebut. Hasil dari kesaksian para saksi bahwa benar tergugat
Universitas Sumatera Utara
65
I menikahi tergugat II tanpa adanya izin poligami dari Pengadilan Agama yang berwenang, selain itu tergugat II telah terbukti melakukan tindakan pemalsuan
identitas terhadap tergugat I dimana tergugat I mengakui dan membenarkan tentang ketidak jujuran status Tergugat I ketika menikah dengan Tergugat II,
dimana ketika itu Tergugat I mengaku sebagai Duda, padahal masih mempunyai siteri yang sah, selanjutnya Tergugat I serahkan keputusannya kepada Majelis
Hakim, sementara jawaban Tergugat II dan turut Tergugat tidak dapat diperoleh karena tidak hadir dipersidangan.
Dari beberapa penjelas diatas sudah jelas perkawinan ini dapat batal demi hukum karena adanya syarat atau rukun sah perkawinan yang tidak terpenuhi.
Sebagaimana Pasal 71 a,e dan f Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam yang telah mempertegas ketidak absahan perkawinan ini
sehingga hakim memberikan putusan pembatalan perkawinan. Perkawinan antara Tergugat I dengan Tergugat II adalah perkawinan
poligami tanpa melalui prosedur yang benar karena tidak ada persetujuan dari isteri pertama dan tanpa izin dari Pengadilan Agama. Meskipun pada dasarnya
pernikahan Tergugat I dengan Tergugat II telah diakui secara sah oleh hukum, akan tetapi sahnya pernikahan tersebut karena Tergugat I melakukan rekayasa
dengan cara memalsukan status Tergugat I yang sebenarnya, oleh karenanya Majelis berpendapat secara materil Tergugat I belum memenuhi syarat
administrasi untuk melakukan poligami. Dengan demikian sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, bahwa
perkawinan dengan isteri kedua tanpa izin dari Pengadilan Agama tidak
Universitas Sumatera Utara
66
mempunyai kekuatan hukum, maka berdasarkan Pasal 56 ayat 3 Kompilasi hukum islam cukup alasan bagi Majelis Hakim untuk mengabulkan gugatan
Penggugat pada petitum angka 3 dengan menyatakan Akta Nikah Nomor 1708120X2011 tertanggal 31 Oktober 2011 yang dikeluarkan oleh Kepala
Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciputat Tangerang, tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak mengikat kepada Tergugat I dan Tergugat II.
Pertimbangan hakim mengenai pembatalan perkawinan dapat dilihat dari putusan Nomor : 255Pdt.G2012PA.Mdn. Dimana dalam memutus perkara ini
majelis hakim telah berupaya untuk mendamaikan pemohon dengan para tergugat dengan melalui proses mediasi oleh mediator yaitu Drs. Abdul Hamid Ritonga.
MA yang telah ditujukan oleh pihak-pihak tersebut sebagaimana mestinya, akan tetapi tidak berhasil. Ketidak hadiran tergugat II dalam persidangan dan tidak
menyuruh orang lain hadir sebagai wakil atau kuasanya meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut, maka perkara ini dapat diproses lebih lanjut.
Penggugat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan terhadap tergugat I dan tergugat II dengan dalil-dalil pada pokoknya bahwa pemohon
dengan tergugat I adalah suami isteri sah. Tergugat I telah melangsungkan perkawinan dengan tergugat II tanpa persetujuan dari pemohon dan tanpa izin
poligami dari Pengadilan Agama, karena tidak sesuai dengan Pasal 71 a Kompilasi Hukum Islam dan perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan
hukum sesuai dengan Pasal 56 ayat 3 Kompilasi Hukum Islam. Tergugat I membantah telah menyembunyikan identitas diri kepada
tergugat II serta keluarganya maupun kepada pihak yang melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
67
perkawinan dan segala persyaratan yang terkait dengan pelaksanaan perkawinan tergugat I dengan tergugat II, hal tersebut dilakukan dan dilaksanakan oleh
tergugat II, sehingga hal tersebut diluar tanggung jawab tergugat I. Dengan penuh kesadaran tergugat I menyatakan bersedia menerima putusan pembatalan
perkawinan tersebut oleh Pengadilan Agama sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Pemohon menguatkan dalil-dalil permohonannya dengan mengajukan bukti berupa surat-surat dan saksi, masing-masing memberikan keterangan
dibawah sumpah. Berdasarkan bukti surat-surat tersebut, bukti tersebut adalah akta otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Setelah diteliti, majelis
hakim menilai telah memenuhi syarat formil dan materil sehingga dapat dipertimbangkan sebagai alat bukti yang sah.
Selain itu kedua orang saksi pemohon menerangkan secara terpisah atas pengetahuannya dan keterangannya bersesuaian antara satu dengan yang lain,
dengan demikian dalil permohonan pemohon telah memenuhi syarat formil dan materil suatu pembuktian. Oleh karena itu keterangan saksi-saksi tersebut dapat
dipertimbangkan sebagai bukti dalam perkara a quo, sesuai dengan ketentuan Pasal 309 R.Bg.
Dengan memperhatikan dalil-dalil pemohon dan jawaban tergugat I, maka yang menjadi pokok masalah dalam perkara a quo adalah apakah status hukum
perkawinan tergugat I dengan tergugat II tersebut tidak sesuai dengan perundang- undangan yang berlaku sehingga dapat dibatalkan atau sebaliknya. Selain itu
keterangan tergugat I dalam jawabannya bahwa tergugat I tidak bertanggung
Universitas Sumatera Utara
68
jawab terhadap Kutipan Akta Nikah tersebut, karena semua pengurusan penyelesaian segala persyaratan yang terkait dengan pelaksanaan pernikahan
tergugat I dengan tergugat II dilakukan dan dilaksanakan oleh tergugat II, tanpa setahu dan sepengetahuan tergugat I.
Tidak hadirnya tergugat II maka keterangan atau tanggapannya tidak dapat didengar karena tidak pernah menghadiri persidangan tanpa alasan yang sah,
meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut. Dengan demikian, patut diduga pemalsuan identitas tergugat I tersebut dilakukan oleh tergugat II yang dapat
dianalogikan bahwa perkawinan tersebut dilaksanakan dengan paksaan. Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas, ada beberapa syarat-syarat yang
tidak dipenuhi atau pelanggaran dalam pelaksanaan perkawinan tergugat I dengan tergugat II. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 71 a,e dan f bahwa suatu
perkawinan dapat dibatalkan apabila : a seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama, e perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau
dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak dan f perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, majelis hakim berpendapat perkawinan tergugat I dengan tergugat II terbukti telah menyalahi
ketentuan Pasal 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan ketentuan Pasal 19 Kompilasi Hukum Islam. Surat permohonan
tersebut diajukan sebelum lewat waktu 6 bulan, oleh karena itu permohonan pembatalan perkawinan tergugat I dan tergugat II dapat dikabulkan.
Universitas Sumatera Utara
69
Mengenai status Duplikat Kutipan Akta Nikah dan Kutipan Akta Nikah akta nikah tergugat I dan tergugat II majelis hakim menilai cacat hukum dan
sesuai dengan kompetensi Pengadilan Agama, maka Duplikat Kutipan Akta Nikah dan Kutipan Akta Nikah tersebut dinyatakan tidak berkekuatan hukum. Selain itu
perkara a quo menyangkut bidang perkawinan maka berdasarkan Pasal 89 ayat 1 Undang-Undang No.7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang
No.3 Tahun 2006 dan Undang-Undang No.50 Tahun 2009 maka biaya perkara dibebankan kepada pemohon.
Universitas Sumatera Utara
70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.