Kita berhak membuat hidup kita yang akan datang bahagia

Buku Guru Pendidikan Hindu dan Budi Pekerti 187 alami sekarang adalah sebagai akibat perbuatan kita terdahulu. Penderitaan itu suatu saat pasti akan berakhir, dan diganti dengan kebahagiaan. Kita berhak membuat hidup kita mendatang bahagia, dengan selalu berbuat baik walaupun dalam keadaan menderita. Perbuatan yang baik sekarang pasti akan mendatangkan kebaikan dan kebahagiaan di masa yang akan datang, karena hukum Karmaphala itu ada tiga macamnya yaitu: 1 Sancita Karmaphala, adalah hasil perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu belum habis dinikmati, dan merupakan benih yang menentukan kehidupan kita yang sekarang. 2 Prarabda Karmaphala, adalah akibat dari perbuatan kita sekarang langsung dinikmati tanpa ada sisanya. 3 Kriyamana Karmaphala, adalah hasil perbuaan yang tidak sempat dinikmati pada saat berbuat, sehingga harus diterima pada kehidupan yang sekarang. Dengan demikian kita tidak perlu menyesal dan sedih akan penderitaan yang kita terima dalam kehidupan sekarang ini, karena itu sudah merupakan hukum yang harus kita terima sebagai akibat perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu. Kebahagiaaan hidup sekarang maupun yang akan datang kita sendiri yang menentukan, asalkan kita selalu berbuat baik dalam keadaan menderita maupun dalam keadaan beruntung. Kita juga tidak boleh lupa untuk selalu sujud bakti kepada Sang Hyang Widhi, karena Sang Hyang Widhi yang menentukan phala dari karma yang telah kita perbuat, macam phala dan kapan memetiknya sama Kelas VI SD 188 ditentukan oleh Sang Hyang Widhi. Kita hendaknya menggunakan kesempatan pada hidup yang sekarang ini untuk berbuat baik agar hidup kita bahagia di masa yang akan datang. Dalam terjemahan seloka kitab suci Sarasamuscaya 4,9, disebutkan sebagai berikut : “ Sebab menjadi manusia sungguh utama juga, karena itu, ia dapat menolong dirinya dari keadaan samsara dengan jalan karma yang baik, demikian keistimewaan menjadi manusia.” Kajeng, 2005:9 “Menjelama menjadi manusia itu, sebentar sifatnya, tak beda dengan kerdipan petir, sungguh sulit, karenanya pergunakanlah itu untuk melakukan dharma sadhana yang menyebabkan musnahnya penderitaan, surgalah pahalanya itu.” Kajeng, 2005:13

4. Contoh keyakinan terhadap adanya kelahiran kembali Punarbhawa Tatwa

Sraddha yang ke empat dari agama Hindu adalah percaya adanya Punarbhawa, yaitu kelahiran yang berulang-ulang dari satu kehidupan ke kehidupan yang lain. Secara rasio sangat sulit dibuktikan Punarbhawa itu, karena berada di luar batas pemikiran kita. Oleh karena itu ajaran Punarbhawa itu harus diyakini dengan keimanan. Buku Guru Pendidikan Hindu dan Budi Pekerti 189 Kelahiran yang berulang-ulang di dunia ini menimbul- kan suka dan duka. Adanya kelahiran berulang-ulang disebabkan karena Jiwatma masih dipengaruhi oleh kenikmatan duniawi, dan kematian selalu diikuti oleh kelahiran, demikian sebaliknya kelahiran selalu diikuti oleh kematian. Kelahiran, hidup dan mati secara berulang-ulang sesungguhnya itu adalah penderitaan, yang disebabkan oleh perbuatan kita pada kehidupan terdahulu. Karma atau perbuatan yang kita lakukan terdahulu akan menimbulkan bekas wasana yang melekat pada badan astral jiwatma, dan inilah yang menimbulkan adanya Punarbhawa. Jika bekas-bekas itu adalah keduniawian misalnya kemewahan, dendam dan yang lainnya maka jiwatma akan gampang ditarik oleh hal-hal duniawi itu, dan jiwatma mengalami kelahiran kembali.

a. Ikatan keduniawian menimbulkan Punarbhawa

“ Setelah Bhisma memenangkan sayembara maka dia menyerahkan Dewi Amba dan Dewi Ambalika kepada Citrangada, dan Dewi Ambalika kepada Citrawrya. Dewi Amba menolak diserahkan kepada Citrangada, karena Bhismalah yang memenangkan sayembara, maka Bhismalah yang berhak mengambilnya menjadi istri. Tetapi Bhisma menolak, dan menjelaskan bahwa ia telah bersumpah sukla brahmacari. Dia menyarankan Dewi Amba untuk memilih salah satu dari adiknya. Dewi Amba tetap menolak memilih salah satu adik Bhisma, dan bersikeras menuntut Bisma untuk mengawininya.