106 persamaan simultan memberikan informasi yang lengkap mengenai keterkaitan
antara satu variabel ekonomi dengan variabel lainnya bahkan yang memiliki hubungan dua arah sekalipun.
Metode pendugaan model yang digunakan adalah two stage least squares 2SLS, karena setiap persamaan struktural dalam model bersifat over identified.
Metode 2SLS dilakukan dengan dua tahap yaitu pertama menduga setiap persamaan dengan semua variabel eksogen yang ada dalam model, sehingga
diperoleh nilai dugaan setiap variabel endogen. Kedua, nilai dugaan variabel endogen
tersebut selanjutnya
dimasukkan sebagai
variabel penjelas
menggantikan nilai aktual variabel tersebut dalam persamaan-persamaan yang relevan. Nilai perkiraan dari variabel endogen diperoleh dengan memasukkan
nilai observasi dari variabel eksogen ke dalam persamaan bentuk sederhana reduced form
. Nilai perkiraan dari variabel endogen tidak berkorelasi dengan kesalahan pengganggu, sehingga 2SLS menghasilkan perkiraan parameter
struktural yang konsisten. Keuntungan menggunakan 2SLS antara lain menawarkan model yang
konsisten dan efisien. Konsisten artinya bila sampel semakin besar mendekati tak terhingga, nilai perkiraan mendekati nilai parameter, sedangkan untuk sampel
yang kecil perkiraan tidak akan bias dan mempunyai minimum variance. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer SAS versi
9.2.
4.10. Pengujian Hipotesis
Untuk menguji apakah variabel-variabel penjelas explanatory variables secara bersama-sama menjelaskan keragaman variabel endogen pada masing-
107 masing persamaan digunakan uji statistik F, dengan taraf signifikan
sebesar 1 persen. Kemudian untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas
secara individual berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen pada masing-masing persamaan digunakan uji statistik t, dengan taraf signifikan
sebesar 20 persen.
4.11. Validasi Model
Untuk mengetahui apakah model cukup valid digunakan untuk simulasi kebijakan dan ekonomi eksternal, maka validasi nilai pendugaan model
ekonometrika yang digunakan adalah proporsi bias UM dan Theil’s Inequality
Coeficient U Theil. Nilai dan koefisien ketidaksamaan U Theil bernilai antara 0
dan 1. Jika U = 0, maka pendugaan model adalah sempurna, dan jika U = 1, maka pendugaan model adalah naif. Pada hakekatnya semakin kecil nilai U Theil,
semakin baik pendugaan model, sedang proporsi bias UM mengindikasikan error sistematis, nilai yang diinginkan adalah nol. Indikator lain yang digunakan
untuk validasi model adalah nilai koefisien determinasi R
2
. Semakin besar nilai R
2
menunjukkan semakin besar variasi perubahan variabel endogen yang dapat dijelaskan oleh variabel penjelas, berarti model semakin baik Pindyck dan
Rubinfeld, 1991.
4.12. Simulasi Model
Dalam studi empiris ini, dilakukan simulasi historis ex-post simulation. Adapun skenario simulasi adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan sebesar 20 persen. 2. Peningkatan pengeluaran pemerintah untuk kesehatan sebesar 20 persen.
108 3. Peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan
masing-masing sebesar 10 persen. 4. Peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan sebesar 20 milyar
rupiah. 5. Peningkatan pengeluaran pemerintah untuk kesehatan sebesar 20 milyar
rupiah. 6. Peningkatan pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur sebesar 20 milyar
rupiah. 7. Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan sebesar 20 persen dari belanja
daerah. 8. Kombinasi simulasi 7 dan peningkatan pengeluaran kesehatan 10 persen.
9. Kombinasi simulasi 7 dan peningkatan pengeluaran infrastruktur 10 persen.
10. Kombinasi simulasi 7 dan peningkatan pengeluaran kesehatan serta infrastruktur masing-masing sebesar 5 persen.
109
V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH
Tenaga kerja terampil merupakan modal yang sangat dibutuhkan dalam
proses pembangunan menyongsong era globalisasi dan otonomi daerah. Berdasarkan data statistik daerah Provinsi Jawa Tengah 2010, bahwa komposisi
pegawai negeri sipil PNS bila dilihat dari tingkat pendidikan cenderung mengalami peningkatan. Pegawai pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan
tingkat pendidikan S1 meningkat dari 20.1 persen pada tahun 2001 menjadi 28.6 persen pada tahun 2009. Sedangkan PNS yang berpendidikan S2 dan S3 juga
mengalami peningkatan dari 1.7 persen pada tahun 2001, menjadi 8.6 persen pada tahun 2009.
Semenjak otonomi daerah tahun 2001, ditengah kecenderungan pemekaran wilayah berbagai daerah di Indonesia, jumlah kabupaten kota di Jawa Tengah
tidak mengalami perubahan. Secara administrasi, Provinsi Jawa Tengah terdiri dari 35 daerah kabupaten kota, dengan 29 kabupaten dan 6 kotamadya yang
terdiri dari 573 kecamatan, meliputi 7 807 desa dan 767 kelurahan. Meskipun demikian pemekaran terjadi pada tingkat kecamatan dan desa kelurahan. Selama
periode 2001-2009, jumlah kecamatan bertambah sebanyak 20 kecamatan, sementara itu jumlah desa berkurang sebanyak 62 desa. Hal ini disebabkan oleh
perubahan status dari desa menjadi kelurahan. Dalam periode ini jumlah kelurahan bertambah sebanyak 86 kelurahan. Selengkapnya tentang pembagian
wilayah administrasi kabupaten dan kota di Jawa Tengah, tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini: