Klasifikasi Senyawa Alkaloida Sifat-sifat dari Senyawa Alkaloida Spektrofotometer

2.2.1 Klasifikasi Senyawa Alkaloida

Klasifikasi senyawa alkaloida didasarkan pada sifat dari gugus yang mengandung atom N pada cincin tertutup yang didapat pada struktur dasar molekulnya, maka alkaloida digolongkan atas 7 kelas menurut Robinson yaitu : 1. golongan fenil etil amin C C N 2. golongan Piridin N 3. golongan Pirolidin N 4. golongan Pirolidin-piperidin Nikotin Universitas Sumatera Utara N N NH 5. golongan Quinolin N 6. golongan Isoquinolin N 7. golongan Phenantrene NH Karrer.P, 1950 Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Sifat-sifat dari Senyawa Alkaloida

1. Bersifat basa karena mengandung atom nitrogen di dalam inti heterosiklik 2. Dapat bereaksi dengan asam-asam anorganik encer menghasilkan garam-garam yang larut dalam air tetapi tidak larut dalam pelarut organik 3. Sebagai basa bebas dapat larut dalam pelarut organik, sedang dalam bentuk garam dapat larut dalam air 4. Umumnya memberikan efek fisiologis pada hewan dan manusia, sehingga sering digunakan sebagai obat-obat tradisionil 5. Secara umum senyawa alkaloida bersifat optis aktif sehingga dapat dipakai untuk memisahkan senyawa-senyawa yang rasemis 6. Umumnya mengandung atom nitrogen yang berkedudukan tertier pada sistem cincinnya

2.2.3 Senyawa-senyawa Alkaloida dalam Tembakau

Golongan alkaloida ini mempunyai cincin piridin dalam struktur dasarnya sehingga termasuk golongan pirolidin-piridin. Alkaloida-alkaloida dalam daun tembakau adalah; a.Nikotin N N CH 3 Rumus molekul : C 10 H 14 N 2 Berat molekul : 162,23 b. Nornikotin Universitas Sumatera Utara N N H Rumus molekul : C 9 H 12 N 2 Berat molekul : 148,23 c.Anabasin N Rumus molekul : C 10 H 13 N 2 Berat molekul : 161,23 N H Fergusson.N.M, 1956

2.3 Ekstraksi Pelarut

Ekstraksi dengan air atau dalam suasana asam, alkohol atau air-alkohol untuk pembuatan ekstrak cair, biasanya dilakukan untuk memisahkan senyawa-senyawa alkaloida ekstrak dari bahan yang diekstraksi,akan tetapi banyak juga senyawa-senyawa yang bukan alkaloid ikut terekstraksi. Hal ini disebabkan oleh pelepasan sejumlah besar dari pigmen, bahan- bahan yang dapat tersabunkan dan bahan-bahan resin yang sulit untuk tersaring setelah teremulsi. Walaupun ekstraksi dengan air cukup sesuai bila diikuti dengan metode pemurnian secara kromatografi, ekstraksi dengan pelarut organik lebih disukai apabila pemurnian dilakukan dengan ekstraksi klasik cair-cair. Pemilihan pelarut atau campuran pelarut pada ekstraksi alkaloida tergantung pada pertimbangan berikut: 1. Sifat fisik dan kimia dari alkaloida yang diekstraksi. Hal ini terpenting untuk ekstraksi yang efisien adalah koefisien partisi alkaloida diantara pelarut yang dipilih dan campuran air yang bersifat basa pada alkaloida tereksraksi. Universitas Sumatera Utara 2. Adanya sifat dasar dari bahan yang terektraksi. Sangat diperlukan bahwa bahan- bahan yang ikut terekstraksi ke dalam pelarut organik jumlahnya kecil. 3. Keselektifan pelarut.pelarut yang dipilih disesuaikan dengan sifat-sifat senyawa yang akan diekstraksi sehingga mengekstraksi satu atau lebih campuran alkaloida. 4. Metode ekstraksi. Tergantung pada metode yang digunakan maka diperlukan pelarut yang lebih ringan atau lebih berat atau pelarut yang memiliki titik didih rendah. Penggunaan kloroform sebagai pelarut organik lebih luas digunakan karena memiliki titik didih rendah dan berat jenis yang lebih besar dari air. Akan tetapi kerugian dengan menggunakan pelarut ini adalah sangat mudah menguap sehingga diperlukan lebih banyak jumlahnya, sedangkan pelarut eter memiliki ketercampuran dengan air relatif tinggi HiguchiHansen, 1961. Ekstraksi pelarut merupakan proses pemisahan dimana suatu zat terbagi dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur K D = C 1 C 2 K D adalah koefisien distribusi atau koefisien partisi yang merupakan tetapan keseimbangan yang merupakan kelarutan relatif dari suatu senyawa terlarut dalam dua pelarut yang tidak bercampur.C 1 dan C 2 adalah kadar senyawa terlarut didalam pelarut 1 dan pelarut 2. Sering sekali sebagi pelarut pertama adalah air sedangkan pelarut kedua adalah pelarut organik yang tidak bercampur dengan air. Dengan demikian ion anorganik atau senyawa organik polar sebahagian besar akan terdapat dalam fasa air, sedangkan senyawa organik nonpolar sebahagian besar terdapat dalam fasa organik.

2.3.1 Interaksi dalam Distribusi Cair-Cair

Distribusi suatu senyawa diantara dua fasa cair yang tidak bercampur tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fasa, yaitu struktur molekul. Angka banding distribusi adalah ukuran kuantitatif relatif dan interaksi-interaksi ini. Interaski molekul di bedakan dengan asal dan kekuatan interaksi bolak-balik dari karakter fisik utama merupakan cara pendekatan dari kenaikan kekuatan : 1. Interaksi dispersi Universitas Sumatera Utara 2. Interaksi orientasi dwikutub dan induksi 3. Ikatan Hidrogen atau interaksi pemberi-penerima elektron 4. Ikatan ionik dan dwikutub atau ion lain. Biasanya tidak mungkin membuat penafsiran kuantitatif pengaruh dari semua faktor pada distribusi suatu senyawa terlarut dalam sistim cair-cair. Penafsiran penting sering dibuat dengan dasar pembahasan kualitatif yang mempertimbangkan karakter lipofil senyawa terlarut dan daya interaksi spesifik Sudjudi, 1989.

2.4 Senyawa Nikotin

Pada tahun 1828 Pooselt dan Reimann berhasil mengisolasi nikotin dari daun tembakau. Nikotin atau β-pyridyl-α-methyl pyrolidin adalah salah satu dari kelompok besar senyawa- senyawa bersifat basa yang disebut alkaloida dan terdapat dalam tumbuhan Nicotiana Tabacum Linn. Selain nikotin dalam daun tembakau, juga terdapat alkaloida dalam jumlah yang lebih kecil yaitu N-metilanabasin, N-metilpirolidin, nornikotin, anabasin dan beberapa jenis alkaloida-alkaloida lain. N N CH 3 + HCl -H + N N CH 3 H Cl - N N CH 3 NaOH + NaCl + H 2 O nikotin yang terikat dengan asam malat dan asam sitrat nikotin : + Nikotin merupakan alkaloid utama dalam daun tembakau yang aktif sebagai insektisida dan terdapat dengan kadar 2 – 8 bergantung paada spesiesnya. Nornikotin dan anabasin merupakan alkaloid yang sangat mirip dengan nikotin, yang ditemukan juga dalam daun tembakau dan ikut serta menjadikan tingginya aktivitas insektisida Matsumura.F, 1989.

2.5 Penentuan Nikotin secara Spektrofotometri

Universitas Sumatera Utara Metode yang paling sederhana dalam penentuan kadar nikotin dalam tembakau dengan cara Spektrofotometri UV pada panjang gelombang 260 nm, dimana ekstrak nikotin diperoleh dengan merendam daun tembakau dalam air, dengan penambahan HCl 0,1 N stuktur nikotin akan terprotonasi pada cincin pirolidinnya. Dalam keadaan terprotonasi, nikotin dapat dihidrolisa dengan basa. Kadar nikotin yang diperoleh diuji kestabilannya dengan penambahan HCl 0,1 N untuk melihat pengaruh pH, dengan penyimpanan dalam beberapa hari.perubahan kadar terjadi diukur dengan cara Spektrofotometri UV pada panjang gelombang 260 nm Simatupang.L, 1997.

2.5.1 Spektrofotometer

Spektrofotometer merupakan salah satu metode yang sangat penting dalam analisis kimia kuantitatif. Banyak kelebihan yang dimilikinya antara lain: 1. Dapat digunakan secara luas dalam berbagai pengukuran kuantitatif untuk senyawa-senyawa organik 2. Kepekaannya tinggi karena dapat mengukur dalam satuan ppm 3. Sangat selektif, bila suatu komponen X akan diperiksa dalam suatu campuran dengan mengetahui panjang gelombang maksimum hanya komponen X yang mengabsorbsi cahaya tersebut 4. Lebih teliti karena hanya mempunyai persen kesalahan 1-3 bahkan mempunyai persen kesalahan 0,1 5. Mudah dan cepat, hal ini terutama sangat bermanfaat untuk pengukuran cuplikan dalam jumlah besar DayUnderwood, 1983. Apa bila sinar polikromatis sinar yang terdiri dari beberapa panjang gelombang dilewatkan melalui suatu larutan, maka sinar dengan panjang gelombang yang lain dilewatkan dari larutan Ewing.G.W, 1985. Intensitas warna adalah salah satu faktor utama dalam penentuan konsentrasi suatu analit secara spektrofotometri. Pada analisa spektrokimia, spektrum radiasi elektromagnetik digunakan untuk menganalisa spesies kimia dan menelaah interaksinya dengan radiasi elektromagnetik. Radiasi dapat berinteraksi dengan spesies kimia, dan kita akan memperoleh informasi tentang spesies molekul zat tersebut, sehingga mengakibatkan beberapa panjang gelombang dari energi dapat diabsorbsi sedangkan panjang gelombang yang lain tidak ada Srobel.H.A, 1973. Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Hukum Bouger dan Lambert