Pemisahan Dan Penentuan Kadar Nikotin Dari Tembakau Puntung Rokok Di Kodya Medan

(1)

PEMISAHAN DAN PENENTUAN KADAR NIKOTIN DARI TEMBAKAU PUNTUNG ROKOK DI KODYA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MARCEL R PASARIBU 060802017

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PEMISAHAN DAN PENENTUAN KADAR NIKOTIN DARI TEMBAKAU PUNTUNG ROKOK DI KODYA MEDAN

Kategori : SKRIPSI

Nama : MARCEL RAYMOND PASARIBU Nomor Induk Mahasiswa : 060802017

Program Studi : SARJANA ( S1 ) KIMIA Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui,

Medan, Juli 2011

Komisi Pembimbing :

Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing I

Dr. Tini Sembiring, MS Prof.Dr.Pina Barus, MS NIP. 194805131971072001 NIP. 194606041980031001

Diketahui / Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS NIP. 195408301985032001


(3)

PERNYATAAN

PEMISAHAN DAN PENENTUAN KADAR NIKOTIN DARI TEMBAKAU PUNTUNG ROKOK DI KODYA MEDAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan , Juli 2011

MARCEL R PASARIBU 060802017


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Selanjutnya penulis menyampaikan penghargaan dan cinta kasih yang tulus kepada seluruh keluarga yang senantiasa memberikan dorongan dan semangat, terutama kepada orangtua yang sangat saya sayangi B.Pasaribu dan H.Br Simanjuntak yang dengan doa serta kerja kerasnya mengorbankan banyak hal untuk mendidik saya dengan penuh cinta kasih. Terimakasih juga saya ucapkan kepada abangku tercinta Ramly Pasaribu Amd dan Gabriel Bernal Pasaribu ST serta kakak tersayang Juliana Ratnawati br Pasaribu, Ida Martina Br Pasaribu dan Martina Br Siregar yang banyak mendukung penulis baik secara moril maupun materil dalam menyelesaikan perkuliahan.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof.Dr.Pina Barus, MS selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Tini Sembiring MS selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam melakukana penelitian dengan sabar hingga terselesainya skripsi ini.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, M.S dan Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Dr. Mimpin Ginting, M.S selaku dosen Wali saya yang telah memberikan pengarahan dalam menyelesaikan studi selama perkuliahan dan penelitian berlangsung.

4. Seluruh dosen Departemen Kimia FMIPA USU yang telah memberikan waktunya untuk memberi bimbingan selama penulis mengikuti kuliah di Departemen Kimia F-MIPA USU

5. Seluruh teman stambuk 2006 tanpa terkecuali serta sahabat – sahabatku (Robi, Cevia, Jude, Aspri, Felbo, Agus ciling, Mery, Natalia) abang senior (B’Ronal, B’Amos colabren, B’Frans, B’Lintong, B’Bintang) yang banyak memberikan motivasi serta semangat dalam perkuliahan dan penelitian berlangsung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan penulis baik dalam literatur maupun pengetahuan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2011

MARCEL R PASARIBU

060802017


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pemisahan dan penentuan kadar nikotin dari tembakau puntung rokok di Kodya Medan. Tembakau mengandung nikotin yang dapat digunakan sebagai bahan baku insektisida.Dari 10 gram tembakau puntung rokok yang telah dilakukan dengan metode pemisahan secara ekstraksi menggunakan pelarut kloroform setelah penambahan HCl dan NaOH , kadar nikotin diuji dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 260 nm diperoleh 0,49% pada tembakau puntung rokor filter dan 0,96% pada tembakau puntung rokok non-filter.


(6)

DETERMINE THE CONTENT OF TOBACCO CIGARETTE STUBS THATS ARE A LOT OF QUANTITY IN THE CITY OF MEDAN

ABSTRACT

A study to determine the content of tobacco cigarette stubs thats are a lot of quantity in the city of Madya Medan has been done. Tobacco contain nicotine as a insectisida material. From 10 grams of tobacco cigarette stubs that have been done with the separation method of extraction with chloroform after addition of HCl and NaOH ,the percentage of nicotine measured by using UV spectrophotometer at a wavelength of 260 nm obtained 0.49% filter tobacco cigarette stubs and 0,96% non-filter tobacco cigarette stubs.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Lampiran x

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Lokasi Penelitian 4

1.7 Metode Penelitian 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5

2.1 Tembakau 5

2.1.1 Morfologi tanaman tembakau 5 2.1.2 Sistematika tanaman tembakau 6

2.2 Senyawa Alkaloida 6

2.2.1 Klasifikasi senyawa alkaloida 7 2.2.2 Sifat-sifat senyawa alkaloida 9 2.2.3 Senyawa-senyawa alkaloida dalam tembakau 9

2.3 Ekstraksi pelarut 11

2.3.1 Interaksi dalam distribusi cair-cair 12

2.4 Senyawa nikotin 13

2.5 Penentuan nikotin secara spektrofotometri 13

2.5.1 Spektrofotometer 14

2.5.2 Hukum Bouger dan Lambert 14

2.5.3 Hukum Beer 15

2.5.4 Hukum Lambert-Beer 16

2.6 Pestisida 17

2.6.1 Senyawa nikotin sebagai insektisida 18 2.6.2 Pengaruh nikotin terhadap lingkungan 18

Bab 3 Metodologi Penelitian 20

3.1 Alat-alat 20

3.2 Bahan-bahan 21

3.3 Prosedur Penelitian 21

3.3.1 Pembuatan Reagen 21

3.3.2 Penentuan massa rata-rata tembakau puntung rokok 22 3.3.3 penentuan panjang gelombang maksimum senyawa nikotin 22 3.3.3 Penentuan kurva kalibrasi konsentrasi vs absorbansi 22


(8)

3.3.4 Pemisahan nikotin dari tembakau puntung rokok 22

3.4 Bagan penelitian 24

3.4.1 Penentuan massa rata-rata tembakau puntung rokok 24

3.4.2 Penentuan kurva kalibrasi 25

3.4.3 Pemisahan nikotin dari tembakau puntung rokok 26

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 27

4.1 Hasil Penelitian 27

4.2 Pengolahan data 29

4.2.1 Penurunan persamaan garis regresi 29

4.2.2 Perhitungan koefisien korelasi 30

4.2.3 Perhitungan standar deviasi 31

4.2.4 Penentuan batas deteksi 31

4.2.5 Penentuan kadar nikotin dalam sampel 32

4.3 Pembahasan 34

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 36

5.1 Kesimpulan 36

5.2 Saran 36

Daftar Pustaka 37


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Data penimbangan massa tembakau puntung rokok Filter 27 Tabel 4.2 Data penimbangan massa tembakau puntung rokok Nonfilter 28

Tabel 4.3 Tabel penurunan persamaan garis regresi 29 Tabel 4.4 Tabel penentuan standar deviasi 31


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data penentuan panjang gelombang maksimum senyawa

Nikotin 40

Lampiran 2. Data pengukuran absorbansi nikotin standart pada

berbagai konsentrasi 41

Lampiran 3. Data pengukuran absorbansi nikotin dari ekstrak

Puntung rokok 42

Lampitan 4. Gambar kurva penentuan panjang gelombang maksimum

Senyawa nikotin 43


(11)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pemisahan dan penentuan kadar nikotin dari tembakau puntung rokok di Kodya Medan. Tembakau mengandung nikotin yang dapat digunakan sebagai bahan baku insektisida.Dari 10 gram tembakau puntung rokok yang telah dilakukan dengan metode pemisahan secara ekstraksi menggunakan pelarut kloroform setelah penambahan HCl dan NaOH , kadar nikotin diuji dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 260 nm diperoleh 0,49% pada tembakau puntung rokor filter dan 0,96% pada tembakau puntung rokok non-filter.


(12)

DETERMINE THE CONTENT OF TOBACCO CIGARETTE STUBS THATS ARE A LOT OF QUANTITY IN THE CITY OF MEDAN

ABSTRACT

A study to determine the content of tobacco cigarette stubs thats are a lot of quantity in the city of Madya Medan has been done. Tobacco contain nicotine as a insectisida material. From 10 grams of tobacco cigarette stubs that have been done with the separation method of extraction with chloroform after addition of HCl and NaOH ,the percentage of nicotine measured by using UV spectrophotometer at a wavelength of 260 nm obtained 0.49% filter tobacco cigarette stubs and 0,96% non-filter tobacco cigarette stubs.


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tembakau berasal dari Amerika Selatan dan Hindia Barat,walaupun tembakau digunakan pertama kali di Amerika Utara, Tembakau masuk ke Eropa melalui Spanyol.Tanaman tembakau di Indonesia diperkirakan dibawa oleh bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke -16. Dikatakan Rhumpius, tanaman tembakau pernah dijumpai di Indonesia di beberapa daerah yang belum pernah dijelajahi oleh bangsa Portugis atau Spanyol, tanaman tembakau baru ditanam di pulau jawa sekitar tahun1609 dan kemudian menyebar ke pulau-pulau lain di Indonesia. Tembakau merupakan suatu jenis tanaman yang berperan penting sebagai tanaman komersil dan memiliki arti sosial bagi masyarakat. Kegunaan dari tembakau adalah sebagai bahan dasar untuk pembuatan rokok dan ramuan untuk makan sirih (http://rokokaanjuniawan.blogspot.com/).

Rokok adalah hasil produksi yang berbentuk silinder dikonsumsi masyarakat untuk dihirup asapnya. Rokok merupakan hasil olahan tembakau yang terbungkus.Rokok dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas :

1. Rokok elekrik yaitu rokok yang dikonsumsi masyarakat tanpa tembakau tetapi mengunakan arus listrik untuk menghasilkan asap rokok.

2. Rokok Nonelektrik yaitu rokok yang dikonsumsi masyarakat dengan cara membakar tembakau pada rokok untuk menghasilkan asap. Rokok Nonelektrik ini dibagi menjadi:  Rokok berdasarkan bahan pembungkus

1. Klobot yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung 2. Kawung yang bahan pembungkusnya berupa daun aren 3. Sigaret yang bahan pembungkusnya berupa kertas

4. Cerutu yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau  Rokok berdasarkan bahan baku atau isi

1. Rokok putih yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau

2. Rokok kretek yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh 3. Rokok klembak yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau,cengkeh, dan


(14)

 Rokok berdasarkan proses pembuatannya

1. Sigaret Kretek Tangan (SKT): rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana 2. Sigaret Kretek Mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya menggunakan

mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok.Keluaran yang dihasilkan mesin pembuat rokok berupa rokok batangan.

 Rokok berdasarkan penggunaan filter

1. Rokok Filter (RF) : rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus

2. Rokok Non Filter (RNF) : rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus. Senyawa alkaloida utama dari daun tembakau adalah nikotin yang terikat dengan asam malat dan asam sitrat.Senyawa-senyawa lain yang terkandung dalam tembakau adalah Amin,Pirol,Piridin,serta alkaloida Nornikotin dan anabasin.sifat lain yang dimiliki oleh nikotin dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan insektisida.Kebutuhan insektisida dalam bidang pertanian mendorong untuk mencari bahan dasar pembuatan insektisida termasuk senyawa nikotin.

Kandungan nikotin dalam tembakau dapat mencapai 0,3% sampai dengan 5% bobot kering yang berasal dari biosintesis di akar dan diakumulasikan di daun.Pada penelitian sebelumnya dilakukan ekstraksi nikotin pada limbah tangkai daun tembakau dengan mendapatkan hasil maksimum nikotin yang diperoleh sebesar 5%. Nikotin dapat menjadi racun syaraf yang potensial dan digunakan sebagai bahan baku insektisida, contoh serangga yang dapat diatasi menggunakan insektisida nikotin adalah Afid. Nikotin murni dianggap beracun bagi mamalia dengan dosis letal 50mg/Kg (http://indowebster.web.id/).

Pertambahan penduduk di Indonesia khususnya daerah kota madya Medan terus meningkat diikuti juga oleh meningkatnya jumlah perokok sebagai konsumen produksi rokok.Jumlah penduduk Medan yang terhitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 berkisar 2.036.185 jiwa. Diperkirakan jumlah perokok mencapai 705.345 jiwa. Apabila setiap perokok menghabiskan 6 batang rokok setiap harinya dengan rata-rata berat tembakau puntung rokok yang dihasilkan per batangnya sekitar 0,45 gram maka dalam satu harinya dapat diperoleh tembakau puntung rokok sebanyak 1.142.658 gram atau 1,14 ton per harinya dan dalam sebulan dapat mencapai 34,28 ton. Menurut literatur kandungan nikotin dalam tembakau berkisar antara 2 % sampai 8% sesuai dengan spesies tembakau.


(15)

Dimana nikotin dalam pemanfaatannya sebagai insektisida untuk tikus hanya menggunakan 30 mg/kg dalam bentuk garam atau basa. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui kadar nikotin yg sebenarnya dalam tembakau puntung rokok yang sangat berpotensial sebagai sumber nikotin untuk bahan insektisida.

1.2 Permasalahan

- Berapa kadar nikotin yang terdapat pada tembakau puntung rokok . - Berapa banyak jumlah tembakau yang terdapat dalam puntung rokok.

1.3 Pembatasan masalah

- Sampel tembakau puntung rokok diperoleh dari sekitar kota Madya Medan tanpa membedakan merek dari jenis puntung rokok.

- Sampel dibatasi jenis puntung rokok Filter dan Non Filter.

1.4 Tujuan penelitian

- Mengetahui kadar nikotin dari tembakau puntung rokok - Mengetahui massa rata-rata dari tembakau puntung rokok

1.5 Manfaat Penelitian

- Memanfaatkan tembakau puntung rokok sebagai sumber nikotin untuk bahan baku insektisida

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (Puslit-SDAL) Universitas Sumatera Utara.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium dengan memisahkan tembakau dari bungkusan dan filter puntung rokok kemudian dengan penimbangan untuk mengetahui berat rata-rata tembakau sisa puntung rokok. Mengisolasi dan menentukan kadar nikotin dari tembakau puntung rokok dilakukan dengan metode ekstraksi menggunakan pelarut kloroform setelah di tambahkan HCl 0,1 N dan NaOH 10 % selanjutnya kloroform


(16)

diuapkan dengan menggunakan rotarievaporator sampai ekstrak bebas pelarut dan diuji kadar nikotin dengan alat spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 260 nm.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tembakau

Tembakau adalah termasuk genus Nicotiana yang mengandung lebih dari 60 spesies dan merupakan famili Solanaceae ( golongan terung-terungan ). Nicotiana adalah suatu spesies yang berkembang sangat luas seperti Nicotiana Tabacum dan Nicotiana Rustica.

Nicotiana Tabacum memiliki warna daun yang berubah dari hijau, kuning kecoklatan dimana bunganya memiliki tangkai yang pendek dan kuat. Bunganya mempunyai 5 (lima) benang sari, 1 (satu) putik dan berkembang biak sendiri.

Nicotiana Rustica merupakan tanaman tahunan yang memiliki tangkai yang lebih kecil, ukurannya tinggi, batangnya banyak dan daunnya lebar, sangat tebal dan berat. Daun dari tanaman tembakau memiliki nilai ekonomi yang sangat, dimana daun hasil panen digunakan untuk bahan pengisi dan sebagai sumber insektisida (nikotin) ( Akehurst B.C, 1968).

Tanaman tembakau dalam perkembangannya memperlihatkan banyak perbedaan morfologi yang nyata, terutama mengenai perkembangan batang dan daun.

2.1.1Morfologi Tanaman Tembakau

Daun :Daun tembakau bentuknya bulat panjang, ujungnya meruncing, tepi pinggirannya licin dan bertulang sirip. Proses penuaan (pemasakan) daun biasanya dimulai dari bagian ujungnya baru kemudian disusul bagian bawahnya. Hal ini diperhatikan oleh perubahan warna daun dari hijau – kuning– coklat.

Batang :Umumnya memiliki batang yang tegak dengan tinggi sekitar 2,5 meter.Batangnya berwarna hijau dan hampir seluruhnya ditumbuhi bulu-bulu halus bewarna putih. Bunga :Termasuk bunga majemuk yang berbentuk malar, masing-masing seperti terompet

dan mempunyai bagian-bagian seperti terompet dan mempunyai bagian-bagian berikut kelopak bunga, mahkota bunga, bakal buah dan kepala putik.


(18)

Biji :Biji tembakau sangat kecil sehingga dalam 1 cm3 dengan berat kurang lebih 0,5 gram berisi sekitar 6000 butir biji.

2.1.2 Sistematika Tanaman Tembakau

Sistematika tanaman tembakau (Nicotiana tabacum linn) sebagai berikut : - Devisio : Spermatophyta

- Sub Devisio : Angiospermae - Kelas : Dicotyledoneae - Sub Kelas : Sympetalae - Ordo : Pelemeniales - Famili : Solonaceae - Genus : Nicotiana

- Species : Nicotiana tabacum linn (Anonim, 1993). 2.2. Senyawa Alkaloida

Senyawa alkaloida adalah senyawa alam yang berasal dari tumbuh-tumbuhan mengandung paling sedikit sebuah atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklis nya.

Senyawa alkaloid yang terdapat pada tumbuhan sekitar 5500 jenis telah diketahui. Tidak ada satupun istilah alkaloid yang memuaskan, tetapi pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tak bewarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar.

Uji sederhana, tetapi yang sama sekali tidak sempurna , untuk alkaloid dalam daun atau buah segar adalah rasa pahitnya di lidah .misalnya, alkaloid kuinina adalah zat yang dikenal paling pahit dan pada konsentrasi molar 1X10-3 memberikan rasa pahit yang berarti (Harbone.J.B, 1973).


(19)

2.2.1 Klasifikasi Senyawa Alkaloida

Klasifikasi senyawa alkaloida didasarkan pada sifat dari gugus yang mengandung atom N pada cincin tertutup yang didapat pada struktur dasar molekulnya, maka alkaloida digolongkan atas 7 kelas menurut Robinson yaitu :

1. golongan fenil etil amin

C C N

2. golongan Piridin

N

3. golongan Pirolidin

N


(20)

N N

NH

5. golongan Quinolin

N

6. golongan Isoquinolin

N

7. golongan Phenantrene NH


(21)

2.2.2 Sifat-sifat dari Senyawa Alkaloida

1. Bersifat basa karena mengandung atom nitrogen di dalam inti heterosiklik

2. Dapat bereaksi dengan asam-asam anorganik encer menghasilkan garam-garam yang larut dalam air tetapi tidak larut dalam pelarut organik

3. Sebagai basa bebas dapat larut dalam pelarut organik, sedang dalam bentuk garam dapat larut dalam air

4. Umumnya memberikan efek fisiologis pada hewan dan manusia, sehingga sering digunakan sebagai obat-obat tradisionil

5. Secara umum senyawa alkaloida bersifat optis aktif sehingga dapat dipakai untuk memisahkan senyawa-senyawa yang rasemis

6. Umumnya mengandung atom nitrogen yang berkedudukan tertier pada sistem cincinnya

2.2.3 Senyawa-senyawa Alkaloida dalam Tembakau

Golongan alkaloida ini mempunyai cincin piridin dalam struktur dasarnya sehingga termasuk golongan pirolidin-piridin. Alkaloida-alkaloida dalam daun tembakau adalah;

a.Nikotin

N

N

CH3

Rumus molekul : C10H14N2 Berat molekul : 162,23 b. Nornikotin


(22)

N

N H

Rumus molekul : C9H12N2 Berat molekul : 148,23 c.Anabasin

N

Rumus molekul : C10H13N2 Berat molekul : 161,23 N

H

(Fergusson.N.M, 1956)

2.3 Ekstraksi Pelarut

Ekstraksi dengan air atau dalam suasana asam, alkohol atau air-alkohol untuk pembuatan ekstrak cair, biasanya dilakukan untuk memisahkan senyawa-senyawa alkaloida ekstrak dari bahan yang diekstraksi,akan tetapi banyak juga senyawa-senyawa yang bukan alkaloid ikut terekstraksi. Hal ini disebabkan oleh pelepasan sejumlah besar dari pigmen, bahan-bahan yang dapat tersabunkan dan bahan-bahan-bahan-bahan resin yang sulit untuk tersaring setelah teremulsi. Walaupun ekstraksi dengan air cukup sesuai bila diikuti dengan metode pemurnian secara kromatografi, ekstraksi dengan pelarut organik lebih disukai apabila pemurnian dilakukan dengan ekstraksi klasik cair-cair.

Pemilihan pelarut atau campuran pelarut pada ekstraksi alkaloida tergantung pada pertimbangan berikut:

1. Sifat fisik dan kimia dari alkaloida yang diekstraksi. Hal ini terpenting untuk ekstraksi yang efisien adalah koefisien partisi alkaloida diantara pelarut yang dipilih dan campuran air yang bersifat basa pada alkaloida tereksraksi.


(23)

2. Adanya sifat dasar dari bahan yang terektraksi. Sangat diperlukan bahwa bahan-bahan yang ikut terekstraksi ke dalam pelarut organik jumlahnya kecil.

3. Keselektifan pelarut.pelarut yang dipilih disesuaikan dengan sifat-sifat senyawa yang akan diekstraksi sehingga mengekstraksi satu atau lebih campuran alkaloida.

4. Metode ekstraksi. Tergantung pada metode yang digunakan maka diperlukan pelarut yang lebih ringan atau lebih berat atau pelarut yang memiliki titik didih rendah.

Penggunaan kloroform sebagai pelarut organik lebih luas digunakan karena memiliki titik didih rendah dan berat jenis yang lebih besar dari air. Akan tetapi kerugian dengan menggunakan pelarut ini adalah sangat mudah menguap sehingga diperlukan lebih banyak jumlahnya, sedangkan pelarut eter memiliki ketercampuran dengan air relatif tinggi (Higuchi&Hansen, 1961).

Ekstraksi pelarut merupakan proses pemisahan dimana suatu zat terbagi dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur

KD =

C1 C2

KD adalah koefisien distribusi atau koefisien partisi yang merupakan tetapan keseimbangan

yang merupakan kelarutan relatif dari suatu senyawa terlarut dalam dua pelarut yang tidak bercampur.C1 dan C2 adalah kadar senyawa terlarut didalam pelarut 1 dan pelarut 2. Sering

sekali sebagi pelarut pertama adalah air sedangkan pelarut kedua adalah pelarut organik yang tidak bercampur dengan air. Dengan demikian ion anorganik atau senyawa organik polar sebahagian besar akan terdapat dalam fasa air, sedangkan senyawa organik nonpolar sebahagian besar terdapat dalam fasa organik.

2.3.1 Interaksi dalam Distribusi Cair-Cair

Distribusi suatu senyawa diantara dua fasa cair yang tidak bercampur tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fasa, yaitu struktur molekul. Angka banding distribusi adalah ukuran kuantitatif relatif dan interaksi-interaksi ini.

Interaski molekul di bedakan dengan asal dan kekuatan interaksi bolak-balik dari karakter fisik utama merupakan cara pendekatan dari kenaikan kekuatan :


(24)

2. Interaksi orientasi dwikutub dan induksi

3. Ikatan Hidrogen atau interaksi pemberi-penerima elektron 4. Ikatan ionik dan dwikutub atau ion lain.

Biasanya tidak mungkin membuat penafsiran kuantitatif pengaruh dari semua faktor pada distribusi suatu senyawa terlarut dalam sistim cair-cair. Penafsiran penting sering dibuat dengan dasar pembahasan kualitatif yang mempertimbangkan karakter lipofil senyawa terlarut dan daya interaksi spesifik (Sudjudi, 1989).

2.4 Senyawa Nikotin

Pada tahun 1828 Pooselt dan Reimann berhasil mengisolasi nikotin dari daun tembakau. Nikotin atau β-pyridyl-α-methyl pyrolidin adalah salah satu dari kelompok besar senyawa-senyawa bersifat basa yang disebut alkaloida dan terdapat dalam tumbuhan Nicotiana Tabacum Linn. Selain nikotin dalam daun tembakau, juga terdapat alkaloida dalam jumlah yang lebih kecil yaitu N-metilanabasin, N-metilpirolidin, nornikotin, anabasin dan beberapa jenis alkaloida-alkaloida lain.

N

N CH3

+ HCl

-H+

N

N

CH3

H

Cl

-N

N

CH3

NaOH

+ NaCl + H2O

nikotin yang terikat dengan asam malat dan asam sitrat

nikotin :

+

Nikotin merupakan alkaloid utama dalam daun tembakau yang aktif sebagai insektisida dan terdapat dengan kadar 2 – 8 % bergantung paada spesiesnya. Nornikotin dan anabasin merupakan alkaloid yang sangat mirip dengan nikotin, yang ditemukan juga dalam daun tembakau dan ikut serta menjadikan tingginya aktivitas insektisida (Matsumura.F, 1989).


(25)

Metode yang paling sederhana dalam penentuan kadar nikotin dalam tembakau dengan cara Spektrofotometri UV pada panjang gelombang 260 nm, dimana ekstrak nikotin diperoleh dengan merendam daun tembakau dalam air, dengan penambahan HCl 0,1 N stuktur nikotin akan terprotonasi pada cincin pirolidinnya. Dalam keadaan terprotonasi, nikotin dapat dihidrolisa dengan basa.

Kadar nikotin yang diperoleh diuji kestabilannya dengan penambahan HCl 0,1 N untuk melihat pengaruh pH, dengan penyimpanan dalam beberapa hari.perubahan kadar terjadi diukur dengan cara Spektrofotometri UV pada panjang gelombang 260 nm (Simatupang.L, 1997).

2.5.1 Spektrofotometer

Spektrofotometer merupakan salah satu metode yang sangat penting dalam analisis kimia kuantitatif. Banyak kelebihan yang dimilikinya antara lain:

1. Dapat digunakan secara luas dalam berbagai pengukuran kuantitatif untuk senyawa-senyawa organik

2. Kepekaannya tinggi karena dapat mengukur dalam satuan ppm

3. Sangat selektif, bila suatu komponen X akan diperiksa dalam suatu campuran dengan mengetahui panjang gelombang maksimum hanya komponen X yang mengabsorbsi cahaya tersebut

4. Lebih teliti karena hanya mempunyai persen kesalahan 1-3 % bahkan mempunyai persen kesalahan 0,1%

5. Mudah dan cepat, hal ini terutama sangat bermanfaat untuk pengukuran cuplikan dalam jumlah besar (Day&Underwood, 1983).

Apa bila sinar polikromatis (sinar yang terdiri dari beberapa panjang gelombang) dilewatkan melalui suatu larutan, maka sinar dengan panjang gelombang yang lain dilewatkan dari larutan (Ewing.G.W, 1985).

Intensitas warna adalah salah satu faktor utama dalam penentuan konsentrasi suatu analit secara spektrofotometri. Pada analisa spektrokimia, spektrum radiasi elektromagnetik digunakan untuk menganalisa spesies kimia dan menelaah interaksinya dengan radiasi elektromagnetik. Radiasi dapat berinteraksi dengan spesies kimia, dan kita akan memperoleh informasi tentang spesies molekul zat tersebut, sehingga mengakibatkan beberapa panjang gelombang dari energi dapat diabsorbsi sedangkan panjang gelombang yang lain tidak ada (Srobel.H.A, 1973).


(26)

2.5.2 Hukum Bouger dan Lambert

Lambert (1760) mengemukakan hubungan antara intensitas warna dari larutan apabila dilalui seberkas sinar. Hukum yang sama telah dikemukakan oleh Bouger (1929). Menurut Lambert dan Bouger, kekuatan transmisi suatu larutan berkurang secara geometrik (eksponensial) dengan pertambahan konsentrasi larutan tersebut. Secara matematis hal ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

T = a-b

Dimana; T = transmitansi

a = konstanta karakteristik dari larutan dan panjang gelombang b = jarak yang ditempuh sinar di dalam larutan

persamaan ini dapat ditunjukkan secara logaritma : - log T = - log P

Po = a . b 2.5.3 Hukum Beer

Beer mengemukakan hukum hubungan antara besarnya transmitansi dan konsentrasi pada tahun 1852. Hukum ini menyatakan bahwa intensitas dari transmitansi sinar oleh larutan menurun secara geometrik (eksponensial).

Hal ini dapat dituliskan sebagai : T = a-c

Dimana T = transmitansi

a = konstanta karakteristik dari larutan dan panjang gelombang c = konsentrasi

persamaan ini dapat dinyatakan dalam bentuk logaritma sebagai berikut : - log T = - log P

Po = a . c 2.5.5 Hukum Lambert-Beer

Kombinasi Hukum Bouger – Lambert dan Beer dapat digabungkan sehingga diperoleh :

It = Io. 10-€.b.c Atau :


(27)

Log = Io It

= ฀฀฀€.b.c

Sehingga : A =

Atau dalam keadaan lain dapat dituliskan : A = a.b.c

Dimana : A = Absorbansi € = koefisien ekstingsi a = absorbsivitas

b = tebal larutan yang dilalui sinar c = konsentrasi (mg/L) atau mol/L

Tebal larutan yang dilalui oleh sinar (b) dan konsentrasi (c) adalah faktor yang sangat menentukan bagi harga absorbansi sehingga harus ditunjukkan secara jelas. Apabila konsentrasi dalam prosedur analisa dinyatakan dalam mol/L (molar), maka absorbansi dapat dinyatakan dengan koefisien ekstingsi molar (€). Akan tetapi bila konsentrasi dinyatakan dalam mg/L maka absorbansi dinyatakan dengan absorbsivitas (a) (Kenner&Busch,1979).

2.6 Pestisida

Pestisida digunakan petani untuk memberantas hama-hama pengganggu dan mencegah timbulnya tumbuhan baru yang dapat mengganggu tanaman.

Sebutan pestisida seakan-akan hanyalah racun untuk membunuh hama dan penyakit tanaman, padahal pengertian pestisida semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk :

a. Memberantas dan mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian.

b. Memberantas tanaman pengganggu

c. Mematikan atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman d. Memantikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan

e. Memberantas atau mencegah hama-hama air

Walaupun demikian, pestisida ini memiliki suatu dampak ekologis yang harus diperhitungkan dalam strategi pengelolaan hama.


(28)

Dampak lingkungan penggunaan pestisida berkaitan dengan sifat dasar terhadap efektivitasnya sebagai pestisida yaitu :

1. Pestisida cukup beracun untuk mempengaruhi seluruh kelompok taksonomi biota, termasuk makhluk bukan sasaran, sampai batas tertentu bergantung pada faktor fisiologis dan ekologis

2. Banyak pestisida perlu tahan terhadap degradasi lingkungan sehingga dapat tahan dalam daerah yang diberi perlakuan dan keefektifannya dapat diperkuan. Sifat ini dapat memberikan pengaruh jangka panjang dalam ekosistem alamiah.

Menurut fungsinya, pestisida dapat dibagi atas beberapa bagian yaitu : insektisida, herbisida, fungisida, dll. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa mematikan serangga dan nikotin termasuk salah satu jenis insektisida alami (Connel&Miller,1995).

2.6.1 Senyawa Nikotin sebagai Insektisida

Senyawa nikotin digunakan sebagai insektisida karena memiliki daya racun yang cukup tinggi. Daya racun yang cukup tinggi itu di sebabkan karena nikotin mempunyai 2 atom N pada struktur cincin heterosikliknya menyebabkan senyawa nikotin dalam reaksinya bersifat basa dan oleh sebab itu dengan asam membentuk garam nikotin bersifat non volatile ( stabil).

Hubungan struktur dan aktivitasnya juga mempengaruhi daya racun dari senyawa nikotin, dalam hal ini isomer optik dari strukturnya menunjukkan perbedaan aktivitas. Aktivitas dari senyawa-senyawa tersebut akan hilang dan berkurang bila nitrogen dihilangkan maupun mengalami perubahan posisi. Jadi pengaruh dari nitrogen sangat menentukan aktivitas senyawa nikotin tersebut.

Dalam keadaan murni senyawa nikotin mempunyai daya racun yang tinggi jika dibandingkan dengan daya racun insektisida nikotin hidroklorida atau nikotin sulfat. Nikotin sebagai bahan dasar insektisida digunakan dalam bentuk campuran yaitu sebagai larutan dalam air yang mengandung 40% nikotin dan sebagai garam sulfat sehingga dikenal dengan Black Leaf 40.

Sebagai insektisida kontak nikotin masuk ke dalam tubuh serangga melalui spirakel dalam sistem trakea. Uap dari nikotin menembus dinding tubuh serangga dan dilarutkan dengan cepat serta menembus jaringan vital dan menyebabkan paralisis terhadap sistem saraf serangga. Walaupun tekanan uap dari nikotin rendah pada temperatur kamar, semua


(29)

nikotin itu dapat aktif bahkan dalam konsentrasi uap yang rendah dapat bersifat insektisida (Siswandono&Soekardjo,1995).

2.6.2 Pengaruh Nikotin terhadap Lingkungan

Spesies dan makhluk hidup dalam lingkungan alamiah berbeda sekali dalam kepekaan terhadap pestisida apapun. Perbedaan dalam tanggapan ini berarti bahwa suatu pestisida dapat menghilangkan individu yang rentan dari suatu populasi atau suatu spesies yang rentan dari suatu komunitas makhluk hidup.

Nikotin merupakan racun yang bekerja cepat, terutama pada ganglia otonom. Disini nikotin melakukan efeknya mula-mula sebagai stimulan kemudian sebagai depresan, yang mengakibatkan kelumpuhan dan kegagalan fungsi organ penting. Nikotin sangat toksis terhadap mamalia setelah terhirup atau terkena pada kulit karena zat ini mudah terserap dari kulit. Untuk manusia, dosis letal median ( MLD) kira-kira 60 mg dan sebanyak 40 mg menyebabkan gejala-gejala berat. LD – 50 oral untuk tikus sebesar 30 mg/kg untuk bentuk


(30)

BAB 3

BAHAN DAN METODOLOGI

3.1 Alat – alat

- Labu takar Pyrex

- Gelas beaker Pyrex

- corong pisah Pyrex

- Kertas saring

- Corong Pyrex

- Gelas Erlenmeyer Pyrex

- Magnetic Stirer

- Hot plate stirer PMC

- Indikator universal

- Neraca analitis Mettler PM 400

- Rotarievaporator Heidolph VV2000

- Spektrofotometer UV-Vis 1240 Shimadzu

- pipet volume Fisher brand

- karet penghisap - Statif dan klem - pipet tetes

- gelas ukur Pyrex

3.2 Bahan – bahan

- Kloroform p.a(E.Merck)

- HCl p.a(E.Merck)

- NaOH p.a(E.Merck)

- Nikotin p.a(E.Merck)

- Tembakau puntung rokok - Akuades

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan reagen a. Larutan NaOH 10%


(31)

Ditimbang 10 gram kristal NaOH, kemudian dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml hingga garis tanda .

b. Larutan HCl 0,1 N

Sebanyak 4,166 ml HCl pekat diencerkan dengan akuades dalam labu takar 500 ml hingga garis tanda.

c. Larutan induk Nikotin 1000 ppm

Ditimbang sebanyak 1 gram kristal nikotin standar, kemudian diencerkan dengan akuades dalam labu takar 1 liter hingga volumenya tepat pada garis tanda.

d. Larutan seri standar Nikotin 100 ppm

Sebanyak 10 ml larutan induk 1000 ppm diencerkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml hingga garis tanda.

e. Larutan standar Nikotin untuk 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm

Sebanyak 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml larutan seri standar 100 ppm, kemudian di encerkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml hingga volumenya tepat garis tanda.

3.3.2 Penentuan massa rata-rata tembakau puntung rokok

Sebanyak 10 puntung rokok dipisahkan tembakaunya dari bungkusan kertas dan filter, kemudian ditimbang berat tembakau yang diperoleh dari sisa puntung rokok tersebut.

3.3.3 Penentuan panjang gelombang maksimum senyawa Nikotin

• Besar absorbansi ekstrak nikotin diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis 1240 pada pangjang gelombang 250,251,252,253,...dan 265 nm.

• Sebagai uji blanko digunakan dengan akuades bebas nikotin. 3.3.4 Penentuan kurva kalibrasi Konsentrasi vs Absorbansi

• larutan standar untuk 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm besar absorbansinya dari masing-masing larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis 1240 pada panjang gelombang 260 nm.

• Sebagai uji blanko dilakukan dengan akuades bebas nikotin

• Dilakukan pengukuran sebanyak 3 kali

3.3.5 Pemisahan Nikotin dari tembakau puntung rokok


(32)

• Ditimbang 10 gram bubuk tembakau puntung rokok dimasukkan ke dalam gelas beaker 500 ml

• Ditambahkan akuades sebanyak 100 ml

• Direndam selama 12 jam sambil diaduk dengan menggunakan magnetik stirer.

• Disaring kemudian filtratnya ditambahkan HCl 0,1 N sampai pH 6-7

• Ditambahkan 10 ml NaOH 10% kemudian diaduk perlahan-lahan hingga homogen,filtrat dimasukkan ke dalam corong pisah.

• Diekstraksi dengan menggunakan pelarut kloroform sebanyak 5 x 15 ml masing-masing selama 15 menit

• Didiamkan hingga terbentuk dua lapisan, diambil lapisan bawah (fasa kloroform), kemudian diuapkan dengan rotarievaporator hingga seluruh pelarut kloroform habis.

• Residu dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 ml dan kemudian diencerkan

• Ekstrak nikotin bebas pelarut ditentukan kadarnya dengan menggunakan Spekrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 260 nm


(33)

3.4 Bagan penelitian

3.4.1 Penentuan massa rata-rata tembakau puntung rokok

10 puntung rokok

dipisahkan tembakau dari bungkusan

dan filter

dimasukkan kedalam cawan penimbang

ditimbang beratnya


(34)

3.4.2 Penentuan kurva kalibrasi Konsentrasi vs Absorbansi 1 gr nikotin

dimasukkan ke dalam labu takar 1000 ml

diencerkan dengan aquades hingga volumenya tepat pada garis tanda

larutan induk 1000 ppm

sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml

diencerkan dengan aquadest hingga volumenya tepat pada garis tanda

larutan standart 100 ppm

sebanyak 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml masing-masing dimasukkan kedalam labu takar 100 ml

diencerkan dengan aquades hingga volumenya tepat pada garis tanda

diukur besar absorbansi masing-masing larutan standart dengan panjang gelombang 260 nm

larutan standar 1ppm, 2ppm, 3ppm, 4ppm, 5ppm


(35)

3.4.3 Pemisahan Nikotin dari tembakau puntung rokok (menurut L Simatupang)

10 gram tembakau puntung rokok

ditambahkan 100 ml akuades

direndam selama 12 jam sambil diaduk

filtrat tembakau residu tembakau sisa puntung

rokok ditambahkan HCl 0,1 N

diaduk hingga homogen diekstraksi dengan kloroform ditambahkan 10 ml NaOH 10% hingga pH 6-7

lapisan kloroform lapisan air

ekstrak nikotin bebas pelarut

diuapkan kloroform dengan rotarievaporator

diukur absorbansinya

pada panjang gelombang 260 nm

dimasukkan ke dalam gelas beaker

disaring

dipisahkan

residu

destilat

dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 ml dan diencerkan


(36)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil penelitian

1. Data pengukuran absorbansi nikotin standart pada berbagai konsentrasi dicantumkan dalam Lampiran II

2. Data pengukuran absorbansi nikotin dari ekstrak puntung rokok dicantumkan dalam Lampiran III

3. Gambar kurva penentuan panjang gelombang senyawa nikotin dicantumkan dalam Lampiran IV

4. Gambar Kurva kalibrasidicantumkan dalam lampiran V Tabel 4.1 Data hasil penimbangan massa tembakau puntung rokok Filter

No Massa tembakau puntung rokok (gram)

1. 0,2807 2. 0,3293 3. 0,3683 4. 0,1987 5. 0,2086 6. 0,3968 7. 0,2212 8. 0,1896 9. 0,2206 10. 0,1978 ∑ 2,6116 n Χ ∑ = Χ ok puntungrok gr / 2611 , 0 10 6116 , 2 = = Χ


(37)

Tabel 4.2 Data hasil penimbangan massa tembakau puntung rokok Nonfilter

No Massa tembakau puntung rokok (gram)

1. 0,4260

2. 0,7625

3. 0,7290

4. 0,5181

5. 0,7950

6. 0,6669

7. 0,6348

8. 0,7102

9. 0,5663

10. 0,7370

∑ 6,5458

n

Χ ∑ = Χ

Sehingga massa tembakau rata-rata puntung rokok nonfilter 0,6546gr/puntung rokok 4.2 Pengolahan data

4.2.1 Penurunan persamaan garis regresi

Tabel 4.3 Tabel penurunan persamaan garis regresi

No Xi Yi Xi-X Yi-Y (Xi-X)2 (Yi-Y)2 (Xi-X)(Yi-Y)

1 1 0,0242 -2 -0,0423 4 0,018 0,0845

2 2 0,0459 -1 -0,0205 1 0,0004 0,0206

ok puntungrok gr /

6546 , 0 10 5458 , 6

= =


(38)

3 3 0,0626 0 -0,0038 0 0,0000 0

4 4 0,0888 1 0,0223 1 0,0005 0,0223

5 5 0,1108 2 0,0443 4 0,0020 0,0887

∑ 15 0,3323 0 0 10 0,0047 0,2161

Keterangan : Xi : Konsentrasi Yi : Absorbansi

Dimana X rata – rata : 3 5 15 = = Χ ∑ = Χ n

Harga Y rata – rata : 0,0665 5 3323 , 0 = = Υ ∑ = n Y

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis : Y = aX + b

Dengan a = slope b = intersep

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least Square sebagai berikut :

Sehingga diperoleh harga slope (a) = 0,0216

Harga intersep (b) diperoleh melalui substitusi harga (a) ke persamaan berikut :

Sehingga diperoleh harga intersep (b) = 0,0017 Maka persamaan garis regresi yang diperoleh adalah : Y = 0,0216 X + 0,0017

{

}

0,0216 10 0,2161 ) ( ) ( ) ( 2 = = − − − =

a a X Xi Y Yi X Xi a 0,0017 0,0648 -0665 , 0 3) x 0,0216 ( 0,0665 = = − = − = + = b b b aX Y b b aX Y


(39)

4.2.2. Perhitungan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi (r) dapat ditentukan sebagai berikut

Sehingga diperoleh harga koefisien korelasi (r) : 0,9968

Setelah diperoleh persamaan garis regresi dan koefisien korelasi (r) pada pengukuran larutan standar maka absorbansi dari larutan standar diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar.

4.2.3. Perhitungan Standar Deviasi

Dengan mensubtitusikan nilai konsentrasi larutan standar (Xi) ke persamaan garis regresi

maka diperoleh nilai Y yang baru (

^

Y ), seperti yang tercantum pada tabel berikut ini : Tabel 4.4 Tabel penentuan standar deviasi

No Xi Yi Ŷ (Xi)2 │Yi – Ŷ│ (Yi – Ŷ)2

1 1 0,0242 0,0233 1 0,0009 0,81 x 10-6

2 2 0,0459 0,0449 4 0,0010 1 x 10-6

3 3 0,0626 0,0665 9 0,0019 3,61 x 10-6

4 4 0,0888 0,0881 16 0,0007 0,49 x 10-6 5 5 0,1108 0,1097 25 0,0011 1,21 x 10-6 ∑ 15 0,3323 0,3325 55 0,0056 7,12 x 10-6 Dari tabel di atas maka dapat ditentukan standar deviasi untuk intersep ( Sb ) yaitu :

Sb =

(

)

2 / 1 2

2

     − −

n Y Yi

{

}

{

}{

}

0,9968 2168 , 0 0,2161 0,0470 0,2161 ) 10)(0,0047 ( 0,2161 ) ( ) ( ) ( ) ( 2 2 = = = = − − − − =

Xi X Yi Y

Y Yi X Xi r


(40)

Sb = 2 / 1 6 2 5 10 12 , 7       − − x

Sb = 0,00154

4.2.4 Penentuan Batas Deteksi

Batas deteksi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : Y = 3 Sb + Yb

Dimana :

Y = Signal pada batas deteksi

Yb = Intersept dari kurva kalibrasi (= b ) Yb = 0,0017

Sb = Standar deviasi untuk Slope

Untuk nilai Yb dengan cara mensubtitusikan pada persamaan Y = 3 Sb + Yb, sehingga diperoleh nilai batas deteksi :

Y = 3 Sb + Yb

Y = 3 (0,00154 ) + 0,0017 Y = 0,00632

Batas deteksinya dapat dihitung dengan mengsubtitusikan harga Y terhadap persamaan garis regresi Y = 0,0216 X + 0,0017, maka didiperoh nilai X yaitu ;

X =     − 0216 , 0 0017 , 0 00632 , 0

X = 0,2139 mg/L

Jadi batas deteksi untuk penentuan konsentrasi nikotin dalam penelitian ini adalah 0,2139 mg/L

4.2.5 Penentuan kadar nikotin dalam sampel

Kadar nikotin dapat ditentukan dalam sampel dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubstitusi nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari pengukuran tabel terhadap persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi

Dari data hasil pengukuran nilai absorbansi akan diperoleh data sebagai berikut Tembakau puntung rokok filter : Y1 =0,0226 Y2 = 0,0228 Y3 = 0,0228

Tembakau puntung rokok Nonfilter : Y1 = 0,0432 Y2 = 0,0433 Y3 = 0,0430

Dengan mensubsitusikan Y terhadap persamaan garis regresi dari Y = 0,0216X + 0,0017 maka diperoleh :

1. Untuk Pengukuran nikotin tembakau puntung rokok filter

1000 500 0,0216 0017 , 0 0228 , 0 2 − = x X


(41)

mg/L 0,4869 3 0,4884 0,4884 0,04838 3 2

1+ + = + + =

= Χ n X X X

Faktor pengenceran = 100 kali , maka konsentrasi nikotin total = 100 x 0,4869 mg/L

= 48,69 mg/L

Persentasi nikotin dalam 10 gram tembakau puntung rokok filter

2. Untuk Pengukuran nikotin tembakau puntung rokok Nonfilter :

mg/L 0,9599 3 0,9560 0,9629 0,9606 3 2 1 = + + = + + = Χ n X X X

Faktor pengenceran = 100 kali , maka konsentrasi nikotin total = 100 x 0,9599 mg/L

= 95,99 mg/L

Persentasi nikotin dalam 10 gram tembakau puntung rokok nonfilter

4.3 Pembahasan

Nikotin dapat berfungsi sebagai insektisida karena memiliki atom N yang berada dalam inti heterosiklik sehingga dapat memberikan efek fisiologis.Nikotin dalam tembakau terikat dengan senyawa asam malat dan asam sitrat dengan perendaman dengan air untuk

mg/L 0,4838 1000 500 0,0216 0017 , 0 0226 , 0 1 1 = − = X x X mg/L 0,4884 1000 500 0,0216 0017 , 0 0228 , 0 3 3 = − = X x X mg/L 0,9606 1000 500 0,0216 0017 , 0 0432 , 0 1 1 = − = X x X mg/L 0,9629 1000 500 0,0216 0017 , 0 0433 , 0 2 2 = − = X x X mg/L 0,9560 1000 500 0,0216 0017 , 0 0430 , 0 3 3 = − = X x X 0,49% % 100 10000 69 , 48 3 3 = = X x mg mg X % 96 , 0 % 100 10000 99 , 95 = = x mg mg


(42)

melarutkan senyawa nikotin dalam tembakau dan penambahan HCl 0,1 N sampai pH 6-7 agar terprotonasi sempurna dan terbentuk garam nikotin adapun reaksi yang terjadi adalah:

N

N

CH3

+ HCl

-H+

N

N

CH3 H

Cl

-nikotin yang terikat dalam asam malat dan asam sitrat

pH 6-7 :

+

Kemudian ditambahkan NaOH 10% untuk menghidrolisa senyawa tersebut membentuk basa bebas dengan reaksi sebagai berikut:

N

N CH3 H

Cl

-N

N

CH3

NaOH

nikotin +

+ NaCl + H2O

Nikotin bebas diekstraksi dengan menggunakan pelarut kloroform yang selanjutnya dirotarievaporasi untuk mendapatkan ekstrak nikotin murni. Ekstrak nikotin yang diperoleh kemudian dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 500 ml sampai garis tanda. Kadar nikotin ditentukan setelah pengenceran 100 dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 260 nm.

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan metode least square untuk menurunkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.Dari persamaan garis regresi Y = 0,0216X + 0,0017 dapat diperoleh konsentrasi nikotin dari tembakau puntung rokok dengan mensubsitusikan nilai absorbansi sebagai Y sehingga diperoleh X yang merupakan


(43)

konsentrasinya. Sehingga diperoleh kadar nikotin dari tembakau puntung rokok filter 0,49% dan kadar nikotin dari tembakau puntung rokok nonfilter 0,96% .


(44)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari Hasil penelitian yang telah dilakukan didapat kadar nikotin dalam tembakau puntung rokok filter adalah 0,49 % dan kadar nikotin dalam tembakau puntung rokok nonfilter adalah 0,96 %

2. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat massa rata-rata tembakau puntung rokok filter adalah 0,2611gr/puntung rokok dan massa rata-rata tembakau puntung rokok nonfilter adalah 0,6546gr/puntung rokok

5.2 Saran

Mengingat banyaknya jumlah perokok di Indonesia khususnya kota Medan menjadi sumber puntung rokok sebagai bahan baku insektisida, disarankan untuk melakukan penelitian dengan skala besar sehingga puntung rokok dapat menjadi bahan komersial.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1993. Pembudidayaan,Pengolahan dan Pemasaran Tembakau. Cetakan pertama. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Akehurst,B.C. 1968. Tobacco. London: Longman, Green & Co. Ltd.

Connel,D.W.and Miller,J.G.1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaraan. (terjemahan). Cetakan pertama. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Day,R.A.and Underwood,A.L. 1983. Analisa Kimia Kuantitatif. (terjemahan). Edisi keempat. Jakarta: Erlangga.

Ewing,G.W. 1985. Instrumental Methods of Chemical Analysis. Fifth edition. New York: Mc Graw hill Co.

Fergusson,N.M. 1956. A Textbook of Pharmacognosy. New York: The mac Millan Publishing Co.

Harbone,J.B. 1987. Metode Fitokimia. (terjemahan). Terbitan kedua. Bandung: ITB press. Higuchi,T and Hansen,E. 1961. Farmaceutical Analysis. New York: John Wiley and Sons. http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=486128&page=1

http://www.rokokaanjuniawan.blogspot.com/2008/04/jenis-jenisrokok.html.

Karrer,P. 1950. Organic chemistry. Fourth edition. New York: Elsevier Publishing Co. Kenner,C.T and Busch,K.W. 1979. Quantitative Analysis. New York: Mac Millan

Publishing Co.

Matsumura,F. 1989. Toxicology of Insecticides. Second edition. New york and London: Plenum Press.

Simatupang,L. 1997. Pengaruh pH dan Lama Penyimpanan Perendaman Terhadap Pemisahan Nikotin dari Daun Tembakau. Medan: USU.

Siswandono,M.S and Soekardjo,B.S.U. 1995. Kimia Medisinal. Cetakan pertama. Surabaya: Airlangga Universitas Press.

Srobel,H.A. 1973. Chemical Instumentation. Second edition. England: Addison and Wesley Publishing Co.

Sudjudi. 1989. Metode Pemisahan. Yogyakarta: Fakultas Universitas Gajah Mada.

Willian,O.F. 1995. Prinsip-prinsip Kimia Medisinal. (terjemahan). Cetakan pertama. Yogyakarta: Gajah MadaUniversitas Press.


(46)

(47)

Lampiran 1. Data penentuan panjang gelombang maksimum senyawa Nikotin

No Panjang gelombang (nm) Absorbansi (A)

1. 250 0,2541

2. 251 0,2740

3. 252 0,3080

4. 253 0,3316

5. 254 0,3487

6. 255 0,3726

7. 256 0,3936

8. 257 0,4116

9. 258 0,4248

10. 259 0,4391

11. 260* 0,4534

12. 261 0,4509

13. 262 0,4526

14. 263 0,4522

15. 264 0,4436


(48)

Lampiran 2. Data pengukuran absorbansi nikotin standart pada berbagai konsentrasi

Konsentrasi Absorbansi Absorbansi

Rata-rata

A1 A2 A3

1 ppm 0,0244 0,0241 0,0241 0,0242

2 ppm 0,0461 0,0460 0,0457 0,0459

3 ppm 0,0625 0,0626 0,0627 0,0626

4 ppm 0,0886 0,0889 0,0889 0,0888

5 ppm 0,1105 0,1109 0,1110 0,1108

Lampiran 3. Data pengukuran absorbansi nikotin dari ekstrak puntung rokok

Sample Absorbansi

A1 A2 A3

Tembakau puntung Rokok filter

0,0226 0,0228 0,0228

Tembakau puntung Rokok nonfilter


(49)

(50)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1993. Pembudidayaan,Pengolahan dan Pemasaran Tembakau. Cetakan pertama. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Akehurst,B.C. 1968. Tobacco. London: Longman, Green & Co. Ltd.

Connel,D.W.and Miller,J.G.1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaraan. (terjemahan). Cetakan pertama. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Day,R.A.and Underwood,A.L. 1983. Analisa Kimia Kuantitatif. (terjemahan). Edisi keempat. Jakarta: Erlangga.

Ewing,G.W. 1985. Instrumental Methods of Chemical Analysis. Fifth edition. New York: Mc Graw hill Co.

Fergusson,N.M. 1956. A Textbook of Pharmacognosy. New York: The mac Millan Publishing Co.

Harbone,J.B. 1987. Metode Fitokimia. (terjemahan). Terbitan kedua. Bandung: ITB press. Higuchi,T and Hansen,E. 1961. Farmaceutical Analysis. New York: John Wiley and Sons. http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=486128&page=1

http://www.rokokaanjuniawan.blogspot.com/2008/04/jenis-jenisrokok.html.

Karrer,P. 1950. Organic chemistry. Fourth edition. New York: Elsevier Publishing Co. Kenner,C.T and Busch,K.W. 1979. Quantitative Analysis. New York: Mac Millan

Publishing Co.

Matsumura,F. 1989. Toxicology of Insecticides. Second edition. New york and London: Plenum Press.

Simatupang,L. 1997. Pengaruh pH dan Lama Penyimpanan Perendaman Terhadap

Pemisahan Nikotin dari Daun Tembakau. Medan: USU.

Siswandono,M.S and Soekardjo,B.S.U. 1995. Kimia Medisinal. Cetakan pertama. Surabaya: Airlangga Universitas Press.

Srobel,H.A. 1973. Chemical Instumentation. Second edition. England: Addison and Wesley Publishing Co.

Sudjudi. 1989. Metode Pemisahan. Yogyakarta: Fakultas Universitas Gajah Mada.

Willian,O.F. 1995. Prinsip-prinsip Kimia Medisinal. (terjemahan). Cetakan pertama. Yogyakarta: Gajah MadaUniversitas Press.


(2)

(3)

Lampiran 1. Data penentuan panjang gelombang maksimum senyawa Nikotin

No Panjang gelombang (nm) Absorbansi (A)

1. 250 0,2541

2. 251 0,2740

3. 252 0,3080

4. 253 0,3316

5. 254 0,3487

6. 255 0,3726

7. 256 0,3936

8. 257 0,4116

9. 258 0,4248

10. 259 0,4391

11. 260* 0,4534

12. 261 0,4509

13. 262 0,4526

14. 263 0,4522

15. 264 0,4436

16. 265 0,4306


(4)

Lampiran 2. Data pengukuran absorbansi nikotin standart pada berbagai konsentrasi

Konsentrasi Absorbansi Absorbansi

Rata-rata

A1 A2 A3

1 ppm 0,0244 0,0241 0,0241 0,0242

2 ppm 0,0461 0,0460 0,0457 0,0459

3 ppm 0,0625 0,0626 0,0627 0,0626

4 ppm 0,0886 0,0889 0,0889 0,0888

5 ppm 0,1105 0,1109 0,1110 0,1108

Lampiran 3. Data pengukuran absorbansi nikotin dari ekstrak puntung rokok

Sample Absorbansi

A1 A2 A3

Tembakau puntung Rokok filter

0,0226 0,0228 0,0228

Tembakau puntung Rokok nonfilter


(5)

Lampiran 4 . Gambar kurva penentuan panjang gelombang senyawa nikotin


(6)