4. Infeksi jamur berulang di kulit, mulut dan tenggorokan.
5. Infeksi gastrointestinal Cryptosporidiosis
6. Diare kronis dengan penurunan berat badan.
7. Infeksi neurologik Cryptococcal atau meningitis sub akut.
8. Demam tanpa sebab yang jelas
9. Kelainan neurologis
2.1.6. Cara Penularan HIVAIDS
Penularan HIVAIDS dapat melalui : 1.
Hubungan seksual dengan seorang yang sudah terinfeksi HIV tanpa alat pengaman kondom.
2. Transfusi darah atau produk darah yang tercemar HIV.
3. Penggunaan alat suntik dan alat medis lainnya yang tidak steril, alat tusuk lainnya
misal: jarum tindik, jarum tato, akupunktur, yang tercemar HIV. 4.
Transplantasi organ atau jaringan tubuh dari seseorang yang sudah terinfeksi HIV Dep.Kes. RI, 2003.
5. Risiko penularan HIV dari ibu positif kepada bayinya sekitar 30. Penularan ini
dapat terjadi pada saat janin dalam kandungan, semasa partus atau menyusui. Risiko terbesar terjadi pada masa partus. Risiko penularan pada masa menyusui
sekarang mendapat perhatian yang lebih karena pengamatan terakhir menunjukkan risiko penularan pada masa menyusui cukup besar yaitu sekitar
14 sampai 29 Maryunani, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7. Cara Pencegahan HIVAIDS Depkes RI, 2003 ; 2007
1. Cara mencegah penularan HIVAIDS lewat hubungan seks
a. Abstinensia tidak melakukan hubungan seks.
b. Melakukan prinsip monogami, yaitu tidak berganti pasangan dan saling setia
kepada pasangannya. c.
Untuk yang melakukan hubungan seksual yang mengandung risiko dianjurkan menggunakan kondom
2. Cara mencegah penularan HIVAIDS melalui bermacam alat yang tercemar darah
HIV a.
Semua alat yang menembus kulit dan darah jarum suntik, jarum tato, pisau cukur harus disterilisasi.
b. Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian
dengan orang lain 3.
Cara mencegah penularan HIVAIDS lewat transfusi darah adalah dengan melakukan skrining terhadap semua darah yang akan ditransfusikan.
4. Pencegahan penularan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada janinnya.
2.1.8. Testing HIV
Prinsip testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaannya. Testing dimaksud untuk menegakkan diagnosis. Terdapat serangkaian testing yang berbeda-
beda karena perbedaan prinsip metode yang digunakan. Testing yang digunakan adalah testing serologis untuk mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma.
Universitas Sumatera Utara
Spesimen adalah darah klien yang diambil secara intravena, plasma atau serumnya. Pada saat ini belum digunakan spesimen lain seperti saliva, urin, dan spot darah
kering. Penggunaan metode testing cepat rapid testing memungkinkan klien mendapatkan hasil testing pada hari yang sama. Tujuan testing HIV ada 4 yaitu untuk
membantu menegakkan diagnosis, pengamanan darah donor skrining, untuk surveilens, dan untuk penelitian. Hasil testing yang disampaikan kepada klien adalah
benar milik klien. Petugas laboratorium harus menjaga mutu dan konfidensialitas. Hindari terjadinya kesalahan, baik teknis maupun manusia dan administratif. Petugas
laboratorium perawat mengambil darah setelah klien menjalani konseling pra testing Depkes RI, 2006.
2.1.9. Penanggulangan HIVAIDS
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang mampu membunuh HIV maupun vaksin untuk mencegah penularan. Obat-obatan yang ada dan digunakan saat ini lebih
upaya melemahkan daya progresivitas virus, memperlambat perkembangbiakan virus, memperkuat daya tahan tubuh dengan meningkatkan antibodi yang akan
meningkatkan kualitas hidup ODHA. Terapi yang dikenal sebagai terapi Anti Retro Viral ARV seperti Nevirapine, Efavirens, Tenovir dan lain-lain dapat diperoleh di
rumah sakit tertentu dan terbukti sangat menolong ODHA Dep.Kes.RI, 2003. Penanggulangan HIVAIDS yang perlu diprioritaskan adalah upaya
pencegahan melalui komunikasi, informasi dan edukasi KIE. Pendidikan kesehatan
Universitas Sumatera Utara
reproduksi, program pendidik sebaya peer educator merupakan komponen penting dalam KIE disamping upaya lainnya seperti penanggulangan NAPZA, konseling,
pendamping dan perawatan ODHA. 2.2. Komite HIVAIDS Loly, 2007
Komite HIVAIDS adalah salah satu organisasi peduli AIDS yang didirikan HKBP sebagai wujud perhatian gereja dalam penanganan HIVAIDS. Komite ini
dibentuk dengan tujuan : 1.
Meningkatkan kualitas spiritual anggota gereja untuk mampu memelihara dirinya mencegah penularan HIVAIDS sehingga tidak terinfeksi HIVAIDS dan
penyalahgunaan NAPZA. 2.
Merawat, mengobati dan mendukung meningkatkan kualitas hidup ODHA dan penyalahgunaan NAPZA.
3. Mengupayakan RS HKBP Balige sebagai pusat rujukan penanggulangan
HIVAIDS dan penyalahgunaan NAPZA untuk daerah sekitarnya. 4.
Memotivasi pelayan dan anggota gereja atau masyarakat bertekad menghentikan suasana penolakan dan kebisuan breaking silence ditengah gereja dan
masyarakat. 5.
Mengembangkan fungsi Komite Penanggulangan HIVAIDS dan penyalahgunaan NAPZA di tingkat pusat dan Distrik dalam bentuk koordinasi.
6. Mengembangkan institusi Komite Penanggulangan HIVAIDS dan
penyalahgunaan NAPZA HKBP untuk mandiri dalam sumber daya.
Universitas Sumatera Utara
Komite HIVAIDS memiliki program-program strategis : a.
Mengembangkan pola-pola KIE yang sesuai dengan sasaran b.
Memperjuangkan akses yang sama untuk ODHA dalam care dan treatment sesuai dengan kebutuhan.
c. Memberdayakan RS HKBP memberikan pelayanan kesehatan yang holistik
bagi ODHA. d.
Mengadakan program membangun jaringan kerja untuk Komunikasi Informasi Edukasi mempunyai sasaran kelompok pendeta Kristen dan
Katholik di Kabupaten Toba Samosir. e.
Melakukan advokasi terhadap pengambil kebijakan yang akhirnya dapat membela ODHA.
f. Mengadakan program meningkatkan mobilisasi sumber daya manusia.
g. Membangun kelembagaan yang permanen ditingkat pusat dan distrik.
h. Membangun sistem koordinasi antara pusat dan distrik.
7. Capacity Building, meliputi :
a. Pelatihan kelompok pendeta dan konselor pendamping ODHA.
b. Pelatihan untuk pendidik sebaya.
c. Mendidik tenaga medis untuk meningkatkan kewaspadaan universal dan
ketrampilan dalam merawat ODHA. 8. Advokasi, meliputi :
a. Mengadvokasi pimpinan gereja untuk keperdulian gereja akan masalah HIVAIDS.
Universitas Sumatera Utara
b. Advokasi kepada penentu kebijakan untuk akses ARV. c. Memotivasi pendeta, anggota gereja dan masyarakat untuk menghentikan
suasana penolakan dan kebisuan breaking silence di tengah gereja dan masyarakat.
9. Pengembangan Community Support, berupa :
a. Menyediakan pelatihan dan dukungan bagi mereka yang menderita
HIVAIDS dengan cara mendengarkan mereka dan mengikutsertakan mereka dalam program.
b. Memberdayakan ODHA dan pengguna dalam berbagai kegiatan ketrampilan.
c. Refleksi teologis mendalam tentang pertanyaan-pertanyaan terkait dengan
HIVAIDS dengan ODHA dan OHIDA. 10. Komunikasi, Informasi dan Edukasi, meliputi :
a. Mengadakan program anti AIDS kepada pendeta di tingkat resort, distrik dan
masyarakat b.
Mengadakan program KIE tentang kesehatan reproduksi di seluruh jemaat. c.
Mengadakan program KIE tentang penyakit menular seksual di gereja dan penanggulangannya.
d. Pengembangan mekanisme kerjasama lintas sektor dan lintas program dalam
rangka penanggulangan NAPZA terhadap pemakai NAPZA. e.
Penyampaian KIE tentang bahaya HIVAIDS dan penyalahgunaan NAPZA serta penanggulangannya.
Universitas Sumatera Utara
f. Menyebarluaskan informasi melalui media HKBP yaitu: Kelompok Imanuel,
Kelompok Ina, Suara Pemuda, Berita Pengabaran Injil. g.
Menerbitkan brosur, poster, leaflet, modul. 11.
Program Infra struktur, berupa : a.
Pengadaan ARV. b.
Pengembangan sarana, prasaran dan prosedur untuk pengadaan darah yang steril.
c. Peningkatan kemampuan RS HKBP menangani HIVAIDS.
d. Pengembang VCT.
12. Mitra, dengan usaha–usaha meliputi :
a. Mendukung gereja-gereja dalam menjalin jaringan dengan kelompok lain.
b. Peningkatan kerja sama antara gereja dengan lembaga di dalam dan diluar
negeri.
2.2.1. Voluntary Counselling Test Loly, 2007 1. Defenisi VCT