Pengaruh Demografi Dan Pengetahuan Pekerja Seks Komersial Tentang HIV/AIDS Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Klinik VCT Komite Penanggulangan HIV/AIDS Di Kabupaten Toba Samosir

(1)

PENGARUH DEMOGRAFI DAN PENGETAHUAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL TENTANG HIV/AIDS TERHADAP

PEMANFAATAN PELAYANAN KLINIK VCT KOMITE PENANGGULANGAN HIV/AIDS

DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

TESIS

Oleh

SUZANNE C. HUTAGALUNG 057023019/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH DEMOGRAFI DAN PENGETAHUAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL TENTANG HIV/AIDS TERHADAP

PEMANFAATAN PELAYANAN KLINIK VCT KOMITE PENANGGULANGAN HIV/AIDS

DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUZANNE C. HUTAGALUNG 057023019/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


(3)

Judul Tesis : PENGARUH DEMOGRAFI DAN PENGETAHUAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL

TENTANG HIV/AIDS TERHADAP PEMANFAATAN PELAYANAN KLINIK VCT KOMITE PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

Nama Mahasiswa : Suzanne C. Hutagalung Nomor Induk Mahasiswa : 057023019

Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui : Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, MSi) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, MSi Anggota : 1. dr. Ria Masniari Lubis, MSi


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH DEMOGRAFI DAN PENGETAHUAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL TENTANG HIV/AIDS TERHADAP

PEMANFAATAN PELAYANAN KLINIK VCT KOMITE PENANGGULANGAN HIV/AIDS

DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Agustus 2009

Suzanne C. Hutagalung 057023019/IKM


(6)

ABSTRAK

Penderita Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

Syndrome (HIV/AIDS) di Kabupaten Toba Samosir menduduki peringkat kedua setelah Medan di Propinsi Sumatera Utara. Sampai 2007 di Kabupaten Toba Samosir terdapat 61 kasus HIV/AIDS, dengan rincian 53 orang laki-laki dan 8 orang perempuan. Pekerja Seks Komersial (PSK) merupakan salah satu kelompok yang memiliki risiko tinggi untuk menularkan HIV/AIDS.

Telah dilakukan penelitian survei dengan tipe explanatory research terhadap 55 PSK dengan tujuan untuk menganalisis pengaruh demografi dan pengetahuan

tentang HIV/AIDS PSK terhadap pemanfaatan pelayanan klinik VCT HKBP di

Kabupaten Toba Samosir. Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan

kuesioner. Data diolah dengan menggunakan analisis regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berpengaruh terhadap pemanfaatan Klinik VCT KPAD Balige adalah variabel umur, lama kerja, pendapatan, dan pengetahuan tentang HIV/AIDS. Adapun variabel yang tidak berpengaruh adalah variabel pendidikan. Variabel yang paling dominan memengaruhi pemanfaatan Klinik VCT KPAD Balige adalah variabel pengetahuan tentang HIV/AIDS. Dari variabel pengetahuan tentang HIV/AIDS yang memiliki pengaruh terbesar terhadap pemanfaatan Klinik VCT KPAD Balige adalah pengetahuan tentang risiko tinggi penyakit HIV/AIDS.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir untuk membentuk suatu kelompok komunitas ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dan melakukan pendekatan secara intensif kepada PSK, sehingga penyampaian informasi yang menyeluruh tentang HIV/AIDS dan pemanfaatan Klinik VCT KPAD Balige dapat dimengerti dengan baik dan benar.


(7)

ABSTRACT

The number of people with Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) in Toba Samosir District is the second biggest after Medan in the Province of Sumatera Utara. Up to 2007, there were 61 HIV/AIDS casses in Toba Samosir District consisting of 53 men and 8 women. Prostitute is one of the groups with high risk to spread HIV/AIDS.

A survey study with explanatory research type was conducted to 55 prostitutes to analyze the influence of demography and their knowledge about HIV/AIDS on the utilization of the KPAD VCT Clinic in Toba Samosir District. The data for this study were obstained through questionnaire–based interview and then were analyzed through multiple linier regression test.

The result of this study showed that the influencing variables were age, length of service, income, and knowledge on HIV/AIDS while the variable of education did not have any influence. The most dominant variable influencing the utilization of Balige KPAD VCT Clinic was the knowledge on HIV/AIDS. From the variable of knowledge on HIV/AIDS, the knowledge on high risk had the biggest influence on the utilization of Balige KPAD VCT Clinic.

It is suggested that Toba Samosir District Health Office to establish a community which is contains people with HIV/AIDS and intensively doing approach to the prostitutes that the comprehensives conveyance of information on HIV/AIDS and the utilization of Balige KPAD VCT Clinic can be understand correctly.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan izin

dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul : “Pengaruh

Demografi dan Pengetahuan Pekerja Seks Komersial tentang HIV/AIDS terhadap Pemanfaatan Pelayanan Klinik VCT Komite Penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Toba Samosir”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan yang harus penulis penuhi guna dapat menyelesaikan Pendidikan Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K).

Selanjutnya kepada dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, MSi, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan


(9)

penulisan tesis ini dan dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku anggota Komisi Pembimbing yang penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dra. Syarifah, MS dan Drs. Amru Nasution, MKes, selaku Penguji Tesis yang penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Terima kasih kepada Bupati Toba Samosir St.Drs.Monang Sitorus,SH,MBA dan Kepala Kepegawaian Daerah Kabupaten Toba Samosir Drs.Herrijon Panjaitan yang memberikan saya tugas belajar di Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat USU, sehingga penelitian ini bisa terlaksana.

Terima kasih kepada dr. Viktor, MKes, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir yang telah memberikan kesempatan dan bantuan dalam penelitian kepada penulis.

Selanjutnya terima kasih juga kepada dr.F.L.P. Sitorus, MMR, yang telah membantu dalam penelitian ini dan seluruh Staf Yayasan Klinik VCT KPAD Balige yang banyak membantu dalam penelitian ini.

Secara khusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta dr. Jules Hutagalung, MPH dan A.C.C Lumban Tobing yang dengan penuh kasih dan sayang telah membesarkan,


(10)

mendidik, dan memberikan pandangan serta dukungan kepada penulis, tak lupa penulis ucapkan terima kasih atas doa dan dukungan adik-adik tercinta.

Suamiku dr. Parlindungan Sitorus, dan anak-anakku: Bintang Sitorus dan Baskara Sitorus adalah sumber inspirasi dan pemberi dorongan dalam menjalani penelitian ini.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Agustus 2009 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Suzanne C. Hutagalung, lahir pada tanggal 17 April 1969 di Medan, anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan dr.Jules Hutagalung, MPH dan ibu A.C.C. Lumban Tobing.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar St.Antonius selesai tahun 1982, Sekolah Menengah Pertama St.Thomas I di Medan selesai tahun 1985, SMA St.Thomas I di Medan selesai tahun 1988, Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia di Medan selesai tahun 1998.

Tahun 1998 sampai dengan tahun 2001 bekerja sebagai dokter PTT di Puskesmas Seribu Dolok Kabupaten Simalungun, tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 bekerja sebagai Kepala Puskesmas di Puskesmas Silaen Kabupaten Toba Samosir. Tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 bekerja sebagai Staf di Bidang P2P dan PL di Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir dan tahun 2009 sampai dengan sekarang bekerja sebagai Kepala Bidang Informasi dan Sumber Daya kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir.

Pada tanggal 5 Agustus 1995 penulis menikah dengan dr.Parlindungan Sitorus, anak dari Almarhum Letkol P.Sitorus dan Ibu E.Br.Naibaho, dan penulis dikaruniai dua orang putra.

Tahun 2005 penulis mengikuti pendidikan lanjutan S2 pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR... viii

RIWAYAT HIDUP ... xi

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. HIV/AIDS ... 9

2.1.1 Pengertian HIV... 9

2.1.2 Pengertian AIDS ... 10

2.1.3 Masa Inkubasi ... 10

2.1.4 Perjalanan Penyakit AIDS... 10

2.1.5 Gejala AIDS ... 10

2.1.6 Cara Penularan HIV/AIDS... 12

2.1.7 Cara Pencegahan HIV/AIDS ... 13

2.1.8 Testing HIV... 13

2.1.9 Penanggulangan HIV/AIDS... 14

2.2. Komite HIV/AIDS ... 15

2.3. Demografi Masyarakat... 27

2.4. Pengetahuan Masyarakat ... 28

2.5. Pekerja Seks Komersial (PSK) ... 30


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 40

3.1. Jenis Penelitian... 40

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.3. Populasi dan Sampel ... 40

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 40

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 43

3.5.1 Variabel Independen ... 43

3.5.2 Variabel Dependen... 45

3.6 Metode Pengukuran ... 45

3.6.1 Pengukuran Variabel Pemanfaatan Klinik VCT KPAD Balige ... 46

3.7. Metode Analisis Data... 47

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 48

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 48

4.2. Gambaran Penduduk ... 48

4.3. Gambaran Pekerja Seksual Komersial (PSK) ... 49

4.4. Deskripsi Tentang Klinik VCT ... 49

4.5. Deskripsi Responden... 51

4.5.1 Deskripsi Demografi Responden ... 51

4.5.2 Deskripsi Pengetahuan Tentang HIV/AIDS ... 53

4.5.3 Pengetahuan Tentang HIV/AIDS... 56

4.5.4 Pemanfaatan Klinik VCT... 57

4.6. Analisis Bivariat... 58

4.7. Analisis Multivariat... 60

BAB 5 PEMBAHASAN ... 63

5.1. Hubungan Variabel Independent dengan Pemanfaatan Klinik VCT KPAD Balige ... 63

5.1.1 Umur ... 63

5.1.2 Tingkat Pendidikan ... 64

5.1.3 Lama Kerja... 65

5.1.4 Tingkat Pendapatan... 66

5.2 Pengaruh Pengetahuan tentang HIV/AIDS Terhadap Pemanfaatan Klinik VCT KPAD Balige ... 67

5.3. Keterbatasan Peneliti... 70

5.3.1 Aspek Desain Penelitian ... 70

5.3.2 Aspek Penelitian ... 70

5.3.3 Recall Bias... 71


(14)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

6.1. Kesimpulan ... 72 6.2. Saran... 72


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas Kuesioner ... 42 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Independen (Demografi dan Pengetahuan

Responden Tentang Penyakit)... 45 3.3 Aspek Pengukuran Variabel Terikat (Pemanfaatan Klinik VCT KPAD Balige)... 46 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur PSK di Kabupaten Toba Samosir

Tahun 2009... 52 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan PSK di Kabupaten

Toba Samosir Tahun 2009 ... 52 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bekerja Sebagai PSK di

Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009... 53 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Sebagai PSK di

Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009... 53 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Kuesioner tentang

Pengetahuan Sebagai PSK di Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009 ... 54 4.6 Distribusi Hasil Kuesioner tentang Pengetahuan Tentang HIV/AIDS di

Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009... 55 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang

HIV/AIDS di Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009 ... 57 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Kuesioner tentang

Pemanfaatan Klinik VCT HIV/AIDS Daerah di Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009... 57 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan tentang Katetegori Pemanfaatan

Pelayanan Klinik VCT KPAD Di Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009 ... 58 4.10 Analisis Bivariat Antara Variabel Independent terhadap Variabel

Dependent di Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009 ... 59 4.11 Indentifikasi Variabel Dominan Mempengaruhi Pemanfaatan Klinik VCT

KPAD Balige di Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009 ... 61 4.12 Indentifikasi Variabel Pengetahuan Tentang HIV AIDS terhadap

Pemanfaatan Klinik VCT KPAD Balige di Kabupaten Toba Samosir


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Landasan Teori... 37 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 38


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 77

2 Hasil Uji Validitas... 80

3 Hasil Uji Reliabilitas ... 82

4 Hasil Uji Bivariat ... 83


(18)

ABSTRAK

Penderita Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

Syndrome (HIV/AIDS) di Kabupaten Toba Samosir menduduki peringkat kedua setelah Medan di Propinsi Sumatera Utara. Sampai 2007 di Kabupaten Toba Samosir terdapat 61 kasus HIV/AIDS, dengan rincian 53 orang laki-laki dan 8 orang perempuan. Pekerja Seks Komersial (PSK) merupakan salah satu kelompok yang memiliki risiko tinggi untuk menularkan HIV/AIDS.

Telah dilakukan penelitian survei dengan tipe explanatory research terhadap 55 PSK dengan tujuan untuk menganalisis pengaruh demografi dan pengetahuan

tentang HIV/AIDS PSK terhadap pemanfaatan pelayanan klinik VCT HKBP di

Kabupaten Toba Samosir. Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan

kuesioner. Data diolah dengan menggunakan analisis regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berpengaruh terhadap pemanfaatan Klinik VCT KPAD Balige adalah variabel umur, lama kerja, pendapatan, dan pengetahuan tentang HIV/AIDS. Adapun variabel yang tidak berpengaruh adalah variabel pendidikan. Variabel yang paling dominan memengaruhi pemanfaatan Klinik VCT KPAD Balige adalah variabel pengetahuan tentang HIV/AIDS. Dari variabel pengetahuan tentang HIV/AIDS yang memiliki pengaruh terbesar terhadap pemanfaatan Klinik VCT KPAD Balige adalah pengetahuan tentang risiko tinggi penyakit HIV/AIDS.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir untuk membentuk suatu kelompok komunitas ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dan melakukan pendekatan secara intensif kepada PSK, sehingga penyampaian informasi yang menyeluruh tentang HIV/AIDS dan pemanfaatan Klinik VCT KPAD Balige dapat dimengerti dengan baik dan benar.


(19)

ABSTRACT

The number of people with Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) in Toba Samosir District is the second biggest after Medan in the Province of Sumatera Utara. Up to 2007, there were 61 HIV/AIDS casses in Toba Samosir District consisting of 53 men and 8 women. Prostitute is one of the groups with high risk to spread HIV/AIDS.

A survey study with explanatory research type was conducted to 55 prostitutes to analyze the influence of demography and their knowledge about HIV/AIDS on the utilization of the KPAD VCT Clinic in Toba Samosir District. The data for this study were obstained through questionnaire–based interview and then were analyzed through multiple linier regression test.

The result of this study showed that the influencing variables were age, length of service, income, and knowledge on HIV/AIDS while the variable of education did not have any influence. The most dominant variable influencing the utilization of Balige KPAD VCT Clinic was the knowledge on HIV/AIDS. From the variable of knowledge on HIV/AIDS, the knowledge on high risk had the biggest influence on the utilization of Balige KPAD VCT Clinic.

It is suggested that Toba Samosir District Health Office to establish a community which is contains people with HIV/AIDS and intensively doing approach to the prostitutes that the comprehensives conveyance of information on HIV/AIDS and the utilization of Balige KPAD VCT Clinic can be understand correctly.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immun Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan masalah yang harus mendapatkan perhatian yang lebih serius oleh semua pihak, bukan saja pemerintah tetapi seluruh lapisan masyarakat. Hal ini mengingat HIV/AIDS masih tetap menjadi hal yang pelik, tidak tersembuhkan dan menghancurkan individu, masyarakat dan bangsa (Depkes RI, 2006).

Sejak awal epidemi HIV/AIDS, sekitar 60 juta orang telah terinfeksi HIV/AIDS dan sekitar 20 juta di antaranya meninggal dan menjadikannya sebagai penyakit paling mematikan dalam sejarah. World Health Organization (WHO) tahun 2005 melaporkan bahwa lebih dari 150 negara di dunia mengalami epidemi HIV/AIDS. Dari angka kejadian HIV/AIDS, diketahui jumlah orang yang hidup dengan penderita HIV/AIDS (ODHA) sebanyak 40,3 juta jiwa, sedangkan jumlah yang terinfeksi HIV/AIDS baru sebanyak 4,9 juta jiwa (Berhane, 2006).

Di Asia Tenggara, proporsi prevalensi HIV/AIDS orang dewasa Asia Tenggara mencapai 0,7%, yang tersebar di Negara Kamboja, Thailand, Myanmar dan beberapa bagian negara India yang penduduknya padat, seperti Maharashtra dan Tamil Nadu. Di Indonesia, epidemi HIV/AIDS saat ini sangat memprihatinkan. Indonesia bahkan sudah tergolong sebagai negara dengan tingkat epidemi


(21)

(>5%) pada daerah dan kelompok masyarakat tertentu. Jumlah kumulatif pengidap infeksi HIV/AIDS di seluruh Indonesia pada akhir Desember 2007 telah mencapai 17207 kasus, yang terdiri dari 6066 HIV dan 11141 AIDS dengan jumlah kematian sebanyak 2369 orang (Depkes RI, 2007).

Jika penanggulangan AIDS di Indonesia tidak berjalan dengan efektif dapat menjadikan Indonesia sangat terancam bencana nasional HIV/AIDS pada tahun 2010. Para ahli epidemiologi Indonesia dalam kaitannya tentang kecenderungan epidemi HIV/AIDS memproyeksikan bila tidak ada peningkatan upaya penanggulangan yang bermakna, maka pada tahun 2010 jumlah kasus AIDS dapat menjadi 400.000 orang dengan kematian 100.000 orang dan pada tahun 2015 menjadi 1.000.000 orang dengan kematian 350.000 orang (Basaria, 2007).

HIV/AIDS telah menyebar dengan cepat dalam suatu sub populasi tertentu namun belum menyebar di populasi umum. Tingkat epidemi ini menunjukkan tingkat perilaku berisiko yang cukup aktif menularkan di dalam suatu sub-populasi tertentu. Hampir semua provinsi pada kelompok risiko tinggi prevalensi HIV/AIDS cenderung meningkat terus, hal ini dapat dilihat pada wanita pekerja seks terutama di beberapa kota di Indonesia (Karimun-Riau, Kota Batam-Riau, Sorong-Papua, Jakarta Barat), yang sebenarnya bisa dicegah dengan meningkatkan penggunaan kondom. Adapun prevalensi HIV/AIDS di kalangan darah donor yang merupakan representasi masyarakat umum pada tahun 2000 sebesar 16/100.000, meningkat 8 kali dibanding 10 tahun yang lalu. Demikian juga prevalensi HIV/AIDS pada pengguna NAPZA dari jenis suntikan di Indonesia terus meningkat tajam dari tahun ke tahun yaitu


(22)

berkisar antara 24,5% sampai 53% yaitu DKI Jakarta 40%, Denpasar 53% dan Bogor 24,5%. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelompok lain yang membutuhkan perhatian karena perilaku berisiko seperti seks tidak aman dan pengguna NAPZA adalah penghuni penjara, Anak Buah Kapal (ABK) dan supir jarak jauh (Dep.Kes. RI, 2006).

Berdasarkan data terakhir, sebagian besar pengidap HIV/AIDS berada di antara para narapidana pengguna NAPZA, sehingga seroprevalens HIV/AIDS dapat digunakan sebagai proxy tren/kecenderungan HIV/AIDS di sub-populasi pengguna NAPZA. Peningkatan HIV/AIDS pada pengguna NAPZA sebenarnya dapat dicegah dengan tidak menggunakan jarum suntik bersama atau menggunakan jarum suntik yang steril. Pada kelompok risiko tinggi lainnya yaitu laki-laki yang melakukan hubungan seksual yang tidak aman dengan wanita pekerja seksual menyebabkan diri mereka berisiko tinggi untuk tertular HIV. Proporsi penularan infeksi HIV melalui heteroseksual meningkat, demikian pula penularan pada pengguna NAPZA suntik. (Dep.Kes. RI, 2006).

Di Provinsi Sumatera Utara sampai Desember 2007, jumlah kumulatif penderita HIV/AIDS berdasarkan kabupaten/kota adalah sebagai berikut : Medan (285 orang), Toba Samosir (61 orang), Deli Serdang (14 orang), Simalungun (13 orang), Pematang Siantar (11 orang), Labuhan Batu (8 orang), Karo (6 orang), Binjai (6 orang), Tapanuli Utara (3 orang), Tapanuli Selatan (3 orang), Tebing Tinggi (3


(23)

adalah sebagai berikut : hetero seksual (194 orang), pengguna suntikan narkoba (153 orang), transfusi darah (14 orang), ibu rumah tangga (8 orang), perinatal (8 orang), homo seksual (4 orang) dan tidak diketahui penyebabnya (36 orang) (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2007).

Berdasarkan data tersebut, jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Toba Samosir menduduki peringkat kedua setelah Medan. Sampai dengan 2007 di Kabupaten Toba Samosir terdapat 61 kasus HIV/AIDS, dengan rincian 53 orang laki-laki terdiri dari 32 orang laki–laki HIV, 21 orang AIDS; 8 orang perempuan terdiri dari 7 orang perempuan HIV dan 1 orang AIDS (Loly, 2007).

Berdasarkan kelompok umur, penderita HIV/AIDS tersebut, yang berumur 1-4 tahun sebanyak 3 orang, 10-19 tahun sebanyak 1 orang, 20-29 tahun sebanyak 31 orang, 30-39 tahun sebanyak 22 orang, 40-49 tahun sebanyak 3 orang dan lebih dari 50 tahun sebanyak 1 orang. Dengan demikian, kelompok umur penderita yang terbesar adalah kelompok umur 20-29 tahun dan 30-39 tahun atau kelompok usia produktif. Berdasarkan faktor penularan, penderita HIV/AIDS pemakai narkoba suntik (penasun) sebanyak 37 orang, heteroseksual 21 orang, perinatal 3 orang (Loly, 2007).

Sebagian besar penderita HIV/AIDS berdomisili di Kabupaten Toba Samosir yaitu kecamatan Balige, Laguboti, Porsea, Lumban Julu dan Ajibata. Tetapi beberapa penderita ada yang berdomisili di luar Kabupaten Toba Samosir yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Kota Cibinong Bekasi dan Kalimantan. Penderita yang dari luar Kabupaten Toba Samosir tersebut datang ke Klinik VCT Komite penanggulangan


(24)

HIV/AIDS daerah karena malu menggunakan Klinik VCT di tempat tinggalnya (Loly, 2007).

Untuk menanggulangi masalah HIV/AIDS di Kabupaten Toba Samosir dibentuk Komite HIV/AIDS oleh Gereja HKBP sebagai wujud kepedulian HKBP terhadap penanggulangan HIV/AIDS. Klinik Voluntary Counseling Test (VCT) merupakan bagian dari Komite tersebut. Kegiatan Komite HIV/AIDS yang berpusat di Balige ini dimulai tahun 2003, dengan kegiatan di antaranya melatih pendeta Kristen Protestan di seluruh Kabupaten Toba Samosir, bahkan Tapanuli Utara dan Simalungun untuk meningkatkan pengetahuan tentang HIV/AIDS dan menambah kepedulian pendeta terhadap penanggulangan HIV/AIDS (Loly, 2007).

Pelayanan VCT penting untuk penderita HIV/AIDS dan orang yang berisiko terinfeksi HIV/AIDS. Studi-studi menunjukkan bahwa VCT dapat mengubah perilaku seksual untuk mencegah penularan HIV. Dengan memberikan pelayanan VCT terdapat penurunan morbiditas ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). VCT juga dapat mengurangi stigma dan penyangkalan serta mempromosi normalisasi. Makin luas ketersediaan pelayanan VCT, maka makin meningkat orang yang sadar akan status HIV-nya, sehingga mengurangi penularan secara cepat(Depkes RI, 2006).

Data kunjungan yang terdapat di Klinik VCT KPAD Balige sejak dibuka pada bulan Juni 2007 sampai dengan Mei 2008, pengunjungnya berjumlah 111 kunjungan: Juni 2007 sebanyak 2 kunjungan, Juli 2007 sebanyak 17 kunjungan, Agustus 2007


(25)

sebanyak 3 kunjungan, Januari 2008 sebanyak 1 kunjungan, Februari 2008 sebanyak 18 kunjungan, Maret 2008 sebanyak 9 kunjungan, April 2008 sebanyak 3 kunjungan, sedangkan Mei 2008 tidak ada kunjungan. Berdasarkan data tersebut jumlah kunjungan Klinik VCT berfluktuasi, mulai dari tidak ada kunjungan sampai maksimal 23 kunjungan per bulan. Dan dapat disimpulkan bahwa kunjungan terhadap Klinik VCT KPAD Balige ini masih rendah (Loly, 2007).

Pekerja Seks Komersial (PSK) merupakan salah satu kelompok yang memiliki risiko tinggi untuk menularkan HIV/AIDS. PSK diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri pada umum untuk melakukan hubungan seksual dengan mendapat upah (Pratomo, 2002).

Data Klinik VCT KPAD Balige yang melakukan kegiatan di luar gedung menemukan PSK yang berada di Kecamatan Porsea dan Kecamatan Balige berjumlah 55 orang (Loly, 2007).

Alasan peneliti meneliti PSK karena PSK adalah risiko tinggi dan sangat mudah menularkan HIV/AIDS kepada pasangannya.

Data kunjungan PSK pada Klinik VCT KPAD Balige sejak dibuka bulan Juni 2007 sampai dengan Mei 2008 berjumlah 77 kunjungan, dengan rincian kunjungan berturut-turut: Juli 2007 sebanyak 17 kunjungan, Agustus 2007 sebanyak 11 kunjungan, November 2007 sebanyak 13 kunjungan, Desember 2007 sebanyak 1 kunjungan, Januari 2008 sebanyak 3 kunjungan, Februari 2008 sebanyak 19 kunjungan, Maret 10 kunjungan, April 2008 sebanyak 2 kunjungan dan Mei 2008 sebanyak 1 kunjungan (Loly, 2007).


(26)

Menurut Andersen (2005) pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh komponen predisposisi, komponen pemungkin, dan komponen kebutuhan. Pemanfaatan bergantung pada: 1) penyebab dari keluarga untuk menggunakan layanan; 2) kemampuan mereka untuk mengamankan pelayanan; dan 3) kebutuhan mereka untuk setiap pelayanan. Ke depannya, pentingnya tiap komponen tergantung pada pertimbangan yang dicoba oleh masyarakat dalam menggunakan layanan.

Penelitian dari Mayhood tahun 2003 - 2006 menemukan bahwa karakteritik keluarga berhubungan dengan cepat tidaknya lelaki remaja melakukan hubungan seksual dengan PSK. Karakteristik keluarga itu adalah ras, kedua orang tuanya bekerja atau tidak dan riwayat perceraian orang tua.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui lebih dalam Pengaruh Demografi dan Pengetahuan tentang HIV/AIDS Pekerja Seks Komersial terhadap Pemanfaatan Pelayanan Klinik VCT KPAD Balige di Kabupaten Toba Samosir.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan penelitian: bagaimana pengaruh demografi dan pengetahuan tentang HIV/AIDS Pekerja Seks Komersial terhadap Pemanfaatan Pelayanan Klinik VCT KPAD Balige di Kabupaten Toba Samosir.


(27)

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh demografi dan pengetahuan tentang HIV/AIDS Pekerja Seks Komersial terhadap pemanfaatan pelayanan klinik VCT KPAD Balige di Kabupaten Toba Samosir.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh demografi dan pengetahuan tentang HIV/AIDS Pekerja Seks Komersial terhadap pemanfaatan pelayanan Klinik VCT KPAD Balige di Kabupaten Toba Samosir.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat teoritik dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam penanggulangan HIV/AIDS, sehingga menjadi referensi pada diskusi dan penelitian yang lebih mendalam dan terperinci dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.

1.5.2. Manfaat praktis sebagai sumbangan pemikiran yang dapat dipergunakan oleh Pemerintah Daerah, Dinas Kesehatan, LSM dan instansi terkait serta masyarakat yang menaruh perhatian dan berkeinginan untuk berpartisipasi dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.HIV/AIDS

2.1.1. Pengertian HIV

HIV adalah kependekan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus ini

merupakan kelompok retrovirus yaitu kelompok virus yang mempunyai kemampuan mengkopi cetak materi genetika diri di dalam materi genetika sel-sel yang ditumpanginya (Dep.Kes. RI, 1997). Virus HIV termasuk golongan virus RNA yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik (Dep.Kes. RI, 2003).

HIV sangat lemah dan muda mati di luar tubuh manusia. Virus ini merusak salah satu jenis sel imun yang dikenal dengan sel T helper dan sel tubuh lainnya, antara lain sel otak, sel usus, dan sel paru. Sel T helper merupakan titik pusat pertahanan tubuh, sehingga infeksi HIV menyebabkan daya tahan tubuh menjadi rusak (PPNI, 2004). Virus HIV ditemukan dan diisolasikan dari sel limposit T, Limposit B, sel makrofag (di otak dan paru) dan berbagai cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu ibu. Akan tetapi sampai saat ini hanya darah dan air mani yang jelas terbukti sebagai sumber penularan serta ASI yang mampu menularkan HIV dari ibu ke bayinya (Yayasan Spiritia, 2005).


(29)

2.1.2. Pengertian AIDS

AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus HIV sehingga pasien AIDS mudah diserang oleh infeksi opportunistik dan kanker (Dep.Kes. RI, 2003).

2.1.3. Masa Inkubasi

Masa inkubasi antara 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun. Rata-rata masa inkubasi adalah 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa (PPNI, 2004).

2.1.4. Perjalanan Penyakit AIDS

Orang yang mengalami AIDS dengan adanya transmisi virus, kemudian dilanjutkan dengan masuknya kuman HIV primer, setelah terinfeksi selama 1–8 minggu disebut sindrom retroviral akut. Apabila dilakukan tes antibodi, HIV akan positif/serokonversi, hal ini terjadi pada waktu 6-8 minggu karena adanya penurunan CD4 dan peningkatan kadar RNA–HIV dalam plasma. Selanjutnya terjadi infeksi kronik asimtomatik, yang apabila tidak diberikan terapi antiretroviral akan cepat menjadi infeksi kronik simtomatik dan akhirnya terjadi AIDS (PPNI, 2004).

2.1.5. Gejala AIDS

Seorang dewasa (lebih dari 12 tahun) dianggap AIDS apabila menunjukkan test HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang sesuai dengan sekurang–kurangnya


(30)

didapatkan 2 gejala mayor yang berkaitan dan 1 gejala minor serta gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV (PPNI, 2004). a. Gejala minor yang mungkin akan timbul adalah :

1. Batuk kronis selama lebih dari satu bulan. 2. Dermatitis generalisata.

3. Adanya herpes zooster multi segmental dan herpes zooster berulang. 4. Kandidiasis orofaringeal.

5. Herpes simpleks kronis progresif. 6. Limpadenopati generalisata.

7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita. 8. Retinitis virus sitomegalo.

b. Gejala mayor yang muncul setelah sistem kekebalan tubuh menurun yaitu : 1. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam satu bulan.

2. Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan.

3. Diare kronis lebih dari satu bulan baik secara berulang maupun terus-menerus. 4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.

5. Demensial/HIV ensefalopaty.

c. Gejala AIDS yang lengkap adalah gejala minor dan mayor disertai satu atau lebih penyakit oportunistik, yaitu :


(31)

4. Infeksi jamur berulang di kulit, mulut dan tenggorokan. 5. Infeksi gastrointestinal (Cryptosporidiosis)

6. Diare kronis dengan penurunan berat badan.

7. Infeksi neurologik (Cryptococcal atau meningitis sub akut). 8. Demam tanpa sebab yang jelas

9. Kelainan neurologis

2.1.6. Cara Penularan HIV/AIDS

Penularan HIV/AIDS dapat melalui :

1. Hubungan seksual dengan seorang yang sudah terinfeksi HIV tanpa alat

pengaman (kondom).

2. Transfusi darah atau produk darah yang tercemar HIV.

3. Penggunaan alat suntik dan alat medis lainnya yang tidak steril, alat tusuk lainnya misal: jarum tindik, jarum tato, akupunktur, yang tercemar HIV.

4. Transplantasi organ atau jaringan tubuh dari seseorang yang sudah terinfeksi HIV (Dep.Kes. RI, 2003).

5. Risiko penularan HIV dari ibu positif kepada bayinya sekitar 30%. Penularan ini dapat terjadi pada saat janin dalam kandungan, semasa partus atau menyusui. Risiko terbesar terjadi pada masa partus. Risiko penularan pada masa menyusui sekarang mendapat perhatian yang lebih karena pengamatan terakhir menunjukkan risiko penularan pada masa menyusui cukup besar yaitu sekitar 14% sampai 29% (Maryunani, 2009).


(32)

2.1.7. Cara Pencegahan HIV/AIDS (Depkes RI, 2003 ; 2007)

1. Cara mencegah penularan HIV/AIDS lewat hubungan seks a. Abstinensia (tidak melakukan hubungan seks).

b. Melakukan prinsip monogami, yaitu tidak berganti pasangan dan saling setia kepada pasangannya.

c. Untuk yang melakukan hubungan seksual yang mengandung risiko dianjurkan menggunakan kondom

2. Cara mencegah penularan HIV/AIDS melalui bermacam alat yang tercemar darah HIV

a. Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tato, pisau cukur) harus disterilisasi.

b. Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian

dengan orang lain

3. Cara mencegah penularan HIV/AIDS lewat transfusi darah adalah dengan

melakukan skrining terhadap semua darah yang akan ditransfusikan. 4. Pencegahan penularan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada janinnya.

2.1.8. Testing HIV

Prinsip testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaannya. Testing dimaksud untuk menegakkan diagnosis. Terdapat serangkaian testing yang berbeda-beda karena perberbeda-bedaan prinsip metode yang digunakan. Testing yang digunakan


(33)

Spesimen adalah darah klien yang diambil secara intravena, plasma atau serumnya. Pada saat ini belum digunakan spesimen lain seperti saliva, urin, dan spot darah kering. Penggunaan metode testing cepat (rapid testing) memungkinkan klien mendapatkan hasil testing pada hari yang sama. Tujuan testing HIV ada 4 yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis, pengamanan darah donor (skrining), untuk surveilens, dan untuk penelitian. Hasil testing yang disampaikan kepada klien adalah benar milik klien. Petugas laboratorium harus menjaga mutu dan konfidensialitas. Hindari terjadinya kesalahan, baik teknis maupun manusia dan administratif. Petugas laboratorium (perawat) mengambil darah setelah klien menjalani konseling pra testing (Depkes RI, 2006).

2.1.9. Penanggulangan HIV/AIDS

Sampai saat ini belum ditemukan obat yang mampu membunuh HIV maupun vaksin untuk mencegah penularan. Obat-obatan yang ada dan digunakan saat ini lebih upaya melemahkan daya progresivitas virus, memperlambat perkembangbiakan virus, memperkuat daya tahan tubuh dengan meningkatkan antibodi yang akan meningkatkan kualitas hidup ODHA. Terapi yang dikenal sebagai terapi Anti Retro Viral (ARV) seperti Nevirapine, Efavirens, Tenovir dan lain-lain dapat diperoleh di rumah sakit tertentu dan terbukti sangat menolong ODHA (Dep.Kes.RI, 2003).

Penanggulangan HIV/AIDS yang perlu diprioritaskan adalah upaya pencegahan melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Pendidikan kesehatan


(34)

reproduksi, program pendidik sebaya (peer educator) merupakan komponen penting dalam KIE disamping upaya lainnya seperti penanggulangan NAPZA, konseling, pendamping dan perawatan ODHA.

2.2. Komite HIV/AIDS (Loly, 2007)

Komite HIV/AIDS adalah salah satu organisasi peduli AIDS yang didirikan HKBP sebagai wujud perhatian gereja dalam penanganan HIV/AIDS. Komite ini dibentuk dengan tujuan :

1. Meningkatkan kualitas spiritual anggota gereja untuk mampu memelihara dirinya mencegah penularan HIV/AIDS sehingga tidak terinfeksi HIV/AIDS dan penyalahgunaan NAPZA.

2. Merawat, mengobati dan mendukung meningkatkan kualitas hidup ODHA dan

penyalahgunaan NAPZA.

3. Mengupayakan RS HKBP Balige sebagai pusat rujukan penanggulangan

HIV/AIDS dan penyalahgunaan NAPZA untuk daerah sekitarnya.

4. Memotivasi pelayan dan anggota gereja atau masyarakat bertekad menghentikan suasana penolakan dan kebisuan (breaking silence) ditengah gereja dan masyarakat.

5. Mengembangkan fungsi Komite Penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan

NAPZA di tingkat pusat dan Distrik dalam bentuk koordinasi.


(35)

Komite HIV/AIDS memiliki program-program strategis : a. Mengembangkan pola-pola KIE yang sesuai dengan sasaran

b. Memperjuangkan akses yang sama untuk ODHA dalam care dan treatment

sesuai dengan kebutuhan.

c. Memberdayakan RS HKBP memberikan pelayanan kesehatan yang holistik

bagi ODHA.

d. Mengadakan program membangun jaringan kerja untuk Komunikasi

Informasi Edukasi mempunyai sasaran kelompok pendeta Kristen dan Katholik di Kabupaten Toba Samosir.

e. Melakukan advokasi terhadap pengambil kebijakan yang akhirnya dapat

membela ODHA.

f. Mengadakan program meningkatkan mobilisasi sumber daya manusia. g. Membangun kelembagaan yang permanen ditingkat pusat dan distrik. h. Membangun sistem koordinasi antara pusat dan distrik.

7. Capacity Building, meliputi :

a. Pelatihan kelompok pendeta dan konselor pendamping ODHA. b. Pelatihan untuk pendidik sebaya.

c. Mendidik tenaga medis untuk meningkatkan kewaspadaan universal dan

ketrampilan dalam merawat ODHA. 8. Advokasi, meliputi :

a. Mengadvokasi pimpinan gereja untuk keperdulian gereja akan masalah HIV/AIDS.


(36)

b. Advokasi kepada penentu kebijakan untuk akses ARV.

c. Memotivasi pendeta, anggota gereja dan masyarakat untuk menghentikan suasana penolakan dan kebisuan (breaking silence) di tengah gereja dan masyarakat.

9. Pengembangan Community Support, berupa :

a. Menyediakan pelatihan dan dukungan bagi mereka yang menderita

HIV/AIDS dengan cara mendengarkan mereka dan mengikutsertakan mereka dalam program.

b. Memberdayakan ODHA dan pengguna dalam berbagai kegiatan/ ketrampilan. c. Refleksi teologis mendalam tentang pertanyaan-pertanyaan terkait dengan

HIV/AIDS dengan ODHA dan OHIDA. 10. Komunikasi, Informasi dan Edukasi, meliputi :

a. Mengadakan program anti AIDS kepada pendeta di tingkat resort, distrik dan masyarakat

b. Mengadakan program KIE tentang kesehatan reproduksi di seluruh jemaat. c. Mengadakan program KIE tentang penyakit menular seksual di gereja dan

penanggulangannya.

d. Pengembangan mekanisme kerjasama lintas sektor dan lintas program dalam rangka penanggulangan NAPZA terhadap pemakai NAPZA.


(37)

f. Menyebarluaskan informasi melalui media HKBP yaitu: Kelompok Imanuel, Kelompok Ina, Suara Pemuda, Berita Pengabaran Injil.

g. Menerbitkan brosur, poster, leaflet, modul. 11.Program Infra struktur, berupa :

a. Pengadaan ARV.

b. Pengembangan sarana, prasaran dan prosedur untuk pengadaan darah yang steril.

c. Peningkatan kemampuan RS HKBP menangani HIV/AIDS.

d. Pengembang VCT.

12.Mitra, dengan usaha–usaha meliputi :

a. Mendukung gereja-gereja dalam menjalin jaringan dengan kelompok lain. b. Peningkatan kerja sama antara gereja dengan lembaga di dalam dan diluar

negeri.

2.2.1. Voluntary Counselling Test (Loly, 2007) 1. Defenisi VCT

VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/ AIDS.


(38)

2. Peran VCT

Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal sebagai Voluntary Counselling and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS berkelanjutan. a. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien

mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik dan ARV.

b. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV/AIDS, mempelajari status dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat. c. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan, segera

setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi dan risiko.

3. Prinsip Pelayanan VCT

a. Sukarela dalam melaksanakan testing HIV


(39)

Kecuali testing HIV pada darah donor di unit transfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel. Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja seksual, IDU, rekrutmen pegawai/tenaga kerja Indonesia dan asuransi kesehatan.

b. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas

Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari diri klien dapat diketahui.

c. Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif

Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk untuk mengurangi perilaku beresiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif. d. Testing merupakan salah satu komponen dari VCT

WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang disetujui oleh klien.


(40)

4. Klinik VCT AIDS Daerah

Sejak 15 Januari 2007 komite AIDS Daerah memiliki klinik VCT (Test HIV secara sukarela). Berlokasi di kompleks RS HKBP Balige. Pembiayaan klinik ini difasilitasi oleh Evangelical Luteran Church, FHI-ASA (Famili Health Internasional-aksi Stop AIDS) dan HKBP dengan stake holder Yayasan Bina Insani, KPAD Tobasa, Dinas kesehatan Tobasa dan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (Loly, 2007).

Klinik VCT KPAD Balige dilayani oleh staf penuh waktu bersertifikat nasional yang terdiri dari :

a. Kepala Klinik VCT

1) Bertanggungjawab akan keberhasilan program secara keseluruhan.

2) Bertanggungjawab akan pelaksanaan program dimulai dari perencanaan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi.

b. Dokter

1) Memfasilitasi berbagai kegiatan termasuk pertemuan rutin. 2) Bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di Klinik.

3) Berkoordinasi dengan RS HKBP Balige dalam melakukan pemeriksaan

dan mendiagnosa, menterapi serta konseling pada pasien.

4) Mengontrol petugas klinik lainnya untuk mencapai kinerja yang baik.


(41)

7) Bersama dengan koordinator lapangan merencanakan dan memberikan bimbingan kepada petugas lapangan dalam pelaksanaan kegiatan.

8) Menjamin kualitas kegiatan dan pelaporan.

9) Memastikan hasil yang direncanakan dicapai sesuai dengan jadwal.

10)Bertanggungjawab kepada Direktur RS HKBP Balige dan Direktur

Program.

c. Manager Program

1) Bertanggungjawab terhadap seluruh pelaksanaan kegiatan program.

2) Berkoordinasi dengan koordinator lapangan dan petugas lapangan dalam mengembangkan rencana tindak lanjut suatu kegiatan.

3) Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

4) Memastikan rencana telah sesuai dengan rencana dan tepat waktu.

5) Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program

melalui kunjungan lapangan dan mereview laporan rutin kegiatan.

6) Melaporkan perkembangan program dan hasil monitoring/evaluasi kepada Direktur Program.

d. Keuangan dan Administrasi

1) Merencanakan sistem keuangan dan membukukan seluruh aliran dana. 2) Membantu Program Direktur dalam membuat laporan keuangan rutin. 3) Membantu Direktur mengelola keuangan untuk keseluruh program.

4) Bertanggungjawab terhadap semua kegiatan administrasi di Klinik mulai dari pendaftaran pasien, penyimpanan file dan kelengkapan formulir klinik.


(42)

5) Menjamin terpenuhinya segala kebutuhan administrasi di Klinik.

6) Bertanggungjawab terhadap kesiapan pelaksanaan segala macam

pertemuan dan pelatihan.

7) Bertanggungjawab terhadap urusan surat menyurat. 8) Menjamin kelancaran laporan kegiatan.

e. Entri Data Program

1) Merekap, mengolah dan menganalisa semua data lapangan. 2) Bertanggungjawab menyelesaikan laporan.

3) Memberikan feed back terhadap hasil lapangan.

4) Bersama-sama dengan staf klinik mencari solusi penyelesaian masalah berdasarkan rekap data.

5) Memasukkan dan mengolah data pasien setiap minggu dua kali. 6) Membuat laporan bulanan kegiatan klinik.

f. Bidan

1) Melakukan pemeriksaan pada pasien.

2) Mendiagnosa dan menterapi pasien di dampingi dokter. 3) Melakukan kunjungan di lapangan.

4) Melaksanakan tugas konseling pasien. g. Petugas Laboratorium


(43)

3) Mencatat hasil testing HIV dan sesuaikan dengan nomor identifikasi klien. 4) Menjaga kerahasiaan hasil testing HIV.

5) Melakukan pencatatan, menjaga kerahasiaan dan merujuk ke laboratorium rujukan.

h. Konselor

1) Merupakan staf yang sudah dilatih sesuai dengan pelatihan standar

konseling.

2) Bertanggungjawab melakukan konseling sebelum dan sesudah tes HIV

untuk klien.

3) Bertanggungjawab dalam mengelola dan menyimpan dokumentasi

konseling VCT.

4) Berpartisipasi dalam kegiatan rutin promosi VCT.

5) Mengikuti pelaksanaan VCT sesuai standar minimum konseling.

6) Berpartisipasi dalam supervisi dan monitoring terjadwal dalam

pelaksanaan konseling VCT.

i. Manajemen Kasus

1) Merupakan staf yang sudah mengikuti pelatihan penuh manajemen kasus HIV/AIDS.

2) Bekerjasama dengan staf VCT dan tim medis dalam penyediaan

perawatan, dukungan dan pengobatan untuk pasien HIV.

3) Bertanggungjawab untuk pengalihan kebutuhan klien, terkait dengan

kebutuhan psikologis, sosial dan mengkoordinasi pelayanan komprehensif.


(44)

4) Berpartisipasi dalam penanganan kegiatan advokasi yang sesuai. 5) Mengadakan kunjungan ke rumah pasien sesuai dengan kebutuhan.

6) Menyiapkan pasien/keluarga dengan informasi HIV/AIDS dan dukungan dengan tepat dan sesuai.

7) Mengikuti standar minimum manajemen kasus.

Sasaran adalah mereka yang diduga memiliki resiko tinggi dalam penularan HIV yaitu pekerja seks komersial dan pelanggannya yang ada di Tobasa. Walaupun demikian klinik ini tidak menutup pelayanan VCT bagi pemakai narkoba suntik dan masyarakat umum lainnya yang juga memiliki resiko tinggi dalam penularan HIV.

Layanan yang di berikan oleh klinik VCT ini adalah :

1. Pencegahan berupa penyuluhan-penyuluhan hingga penanggulangan HIV. 2. Pemeriksaan dan pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS).

3. Konseling dan test HIV.

4. Pengadaan obat IMS dan infeksi Oppurtonistik dan Anti Retroviral (ARV).

5. Rujukan ARV.

6. Rujukan Pasien. 7. Mobile Klinik.

8. Pendampingan ODHA dan keluarga.

Kegiatan- kegiatan Klinik VCT adalah : Capacity Building :


(45)

2. Satu orang staf klinik mengikuti pelatihan Program Manager di Cirebon 3. Satu orang staf klinik mengikuti pelatihan Laboratorium di Surabaya 4. Pelatihan administrasi dan keuangan di Parapat.

5. Pelatihan Konselor dan manajemen kasus di Kediri, Jawa Timur 6. Pelatihan data manager di Berastagi

Komunikasi, informasi dan edukasi :

1. Penyuluhan HIV dan AIDS di lembaga permasyarakatan Padang Sidempuan.

2. Penyuluhan HIV dan AIDS Padang Sidempuan.

3. Penyuluhan infeksi menular seksual di Rumah Tahanan Balige.

4. Sosialisasi tentang HIV dan AIDS kepada kelompok dampingan di Perumahan

Ganda Uli II Onan Raja, Balige.

5. Penyebaran brosur ke masyarakat yang ada di pasar, supir,dan supir becak.

6. Promosi tentang VCT KPAD Balige kepada kelompok dampingan yang

dilaksanakan di Losmen Carolina.

7. Promosi tentang VCT KPAD Balige kepada kelompok dampingan di Sihail-hail, Balige.

8. Kampanye hari AIDS se Dunia. 9. Pengumpulan tanda tangan di Balige.

10. Pembagian stiker, pembagian brosur, di Soposurung dan di Balige. 11. Malam renungan di Balige.


(46)

Hambatan dari Klinik VCT adalah berhentinya dana dari FHI-ASA dan kurangnya komitmen dari pimpinan-pimpinan distrik HKBP dalam mensukseskan program Klinik VCT.

2.3. Demografi Masyarakat

Demografi adalah ciri khusus yang mempunyai sifat sesuai dengan perwatakan tertentu. Dalam suatu penelitian, demografi merupakan variabel ‘universal’, yang amat sering memiliki relevansi pada penelitian kelompok atau populasi, sehingga pemasukan variabel tersebut harus selalu dipertimbangkan. Jenis kelamin, usia, paritas, etnis, agama, status perkawinan, status sosial yang meliputi pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kepadatan rumah, tempat tinggal yang meliputi desa-kota dan morbiditas merupakan variabel-variabel universal yang sering diperhitungkan untuk diikutsertakan dalam suatu penelitian meskipun tidak secara otomatis digunakan sebagai variabel penelitian (Abramson, 1997).

Menurut Kotler (1996), demografi dari masyarakat yang berpengaruh terhadap perilaku pembelian terdiri dari faktor kultural (kultur, subkultur, kelas sosial), faktor sosial (kelompok referensi, keluarga, aturan dan situasi), faktor pribadi (umur dan tahap pengalaman hidup), pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup dan kepribadian, dan faktor psikologi (motivasi, persepsi, pengetahuan, sikap dan keyakinan).


(47)

faktor geografis (wilayah, ukuran daerah, kepadatan dan iklim), faktor demografi (umur, jenis kelamin, besar keluarga, siklus hidup keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras dan kewarganegaraan), faktor-faktor psikografis (kelas sosial, gaya hidup dan kepribadian) dan perilaku (peristiwa, manfaat, status pemakai, tingkat pemakaian, status kesetiaan, tahap kesiapan membeli dan sikap terhadap produk (Kotler, 1996).

Variabel karateristik, ikut menentukan kepuasan masyarakat, antara lain: umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup masyarakat. Dengan kata lain kepuasan masyarakat dipengaruhi oleh demografi masyarakat. (Chriswardani, 2004).

2.4. Pengetahuan Masyarakat

Notoatmodjo (1997) pengetahuan adalah hasil tahu yang berasal dari proses penginderaan manusia terhadap suatu obyek dan pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut.

Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman dan dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, buku dan surat kabar, pengetahuan sangat berhubungan dengan pendidikan, sedangkan pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk


(48)

mengembangkan diri, semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi, sehingga meningkat produktifitas dan kesejahteraan keluarga (Notoatmojo, 1997).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Menurut Notoatmodjo (1997), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif ini mempunyai 6 tingkat, yaitu : 1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.


(49)

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluasi)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.

2.5. Pekerja Seks Komersial (PSK)

Pekerja Seks Komersial (PSK) dapat diartikan suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri pada umum untuk melakukan hubungan seksual dengan mendapatkan upah. Pada masyarakat pekerja seks komersial (PSK) sering disebut pelacur atau kupu-kupu malam, yakni perempuan yang pekerjaannya menjual diri kepada siapa saja yang membutuhkan kepuasan hubungan seksual dengan pemberian bayaran (Pratomo, 2002)

Berdasarkan cara menjalankan pekerjaannya PSK dibedakan menjadi 4 kategori antara lain :


(50)

1. Brothel prostitution (PSK Bordil), yaitu praktek PSK yang sebagian penghasilannya diserahkan kepada seseorang yang mengkoordinirnya/ Germo.Biasanya PSK kategori ini telah memiliki tempat tertentu atau biasa disebut lokalisasi. Namun dalam kenyataannya PSK kategori ini beroperasi tidak hanya pada lokalisasi yang resmi melainkan juga pada lokalisasi tidak resmi seperti rumah makan, kafe, pantai pijat, salon dan sebagainya.

2. Call girl prostitution (PSK Panggilan) yaitu PSK yang melayani seseorang dengan cara dipanggil ke suatu tempat atau biasanya hotel dan pada umumnya dipanggil lewat telpon.

3. Street Prostitution (PSK Jalanan) yaitu PSK yang mencari pelanggannya di jalan atau tempat umum kemudian pergi ke tempat tertentu untuk melakukan hubungan seksual.

4. Unorganized proffesional prostitute (PSK Profesional), yaitu PSK yang menjalankan pekerjaannya di tempat-tempat yang disewanya, memiliki pelindung dan perantara khusus atau melalui sopir-sopir taksi sebagai perantara.

2.6. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Kebutuhan kesehatan (health need) pada dasarnya bersifat obyektif dan karena itu untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat, upaya untuk memenuhinya bersifat mutlak. Tuntutan kesehatan (health demands) bersifat subjektif. Tuntutan kesehatan banyak


(51)

Tuntutan kesehatan ada kaitannya dengan tersedia tidaknya pelayanan kesehatan. Perkembangan teknologi harus selalu diperhatikan untuk kemajuan pelayanan kesehatan, karena kemajuan teknologi dapat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tuntutan kesehatan (Azwar, 1996).

Menurut Azwar (1996) yang mengutip pendapat Levey dan Loomba, pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok dan masyarakat. Agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu : tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient) dan bermutu (quality).

Karakteristik pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat dikategorikan berdasarkan jenis, tujuan maupun unit kesehatan. Pelayanan kesehatan berdasarkan jenis/tipe pelayanan di rumah sakit, psikolog, dokter gigi, perawat dan lain-lain. Pelayanan kesehatan juga dikategorikan berdasarkan tujuan, seperti pelayanan primer, sekunder, tersier maupun custodian. Karakteristik terakhir menggambarkan pemanfaatan kesehatan berdasarkan unit kesehatan seperti jumlah pertemuan dengan tenaga kesehatan selama periode waktu tertentu (Andersen, 1974).

Menurut Sorkin (1997), faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh :


(52)

1. Sosial budaya

2. Organisasi penyedia pelayanan kesehatan

3. Faktor konsumen, meliputi persepsi sakit, mobilitas, kecacatan, sosiodemografi: umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pendapatan, pekerjaan dan faktor sosio psikologi yang terdiri dari persepsi terhadap penyakit, kepercayaan dan agama.

4. Organisasi dan proses pelayanan kesehatan (kemampuan institusi menciptakan kebutuhan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, perilaku provider, keragaman pelayanan, peralatan dan teknologi canggih).

5. Faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain adalah pendapatan, harga, lokasi dan mutu pelayanan.

Menurut Dever (1984) pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Faktor sosiokultural, yang terdiri dari faktor teknologi pengobatan dan norma atau nilai yang berlaku di masyarakat.

2. Faktor organisasi, yang terdiri dari ketersediaan sumber daya, akses geografis, akses sosial, karakteristik proses dan struktur organisasi pelayanan kesehatan.

3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen, yang terdiri dari : (a) faktor

sosiodemografis yaitu umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa, status perkawinan dan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan) dan (b) faktor


(53)

4. Faktor yang berhubungan dengan produsen, yang terdiri dari faktor ekonomi dan karakteristik provider.

Menurut Smet (1994) keyakinan masyarakat awam tentang kesehatan dan kesakitan lebih spesifiknya mengenai etiologi juga akan mempengaruhi perilaku mencari bantuan, yaitu apakah orang akan mencari bantuan atau tidak serta pegawai kesehatan mana yang akan dimintai konsultasi oleh si sakit. Selain itu ciri-ciri karakteristik seperti jenis kelamin, ras, umur yang sering ditetapkan dalam berbagai literatur menjadi variabel yang penting dalam hubungannya dengan perilaku mencari bantuan. Perbedaan karakteristik seperti : orang yang lebih tua (umur), wanita (jenis kelamin), tidak menikah atau diceraikan (status perkawinan), orang yang hidup sendiri (status kediaman), pengangguran (status pekerjaan), tingkat pendidikan dan pendapatan yang lebih tinggi, melaporkan lebih banyak gejala penyakit.

Menurut Sarwono (2007) yang mengutip pendapat Mechanic proses yang terjadi dalam diri individu sebelum dia menentukan untuk mencari upaya pengobatan, antara lain : (a) dikenalinya atau dirasakannya gejala-gejala/ tanda-tanda yang menyimpang dari keadaan biasa, (b) banyaknya gejala yang dianggap serius dan diperkirakan menimbulkan bahaya (c) dampak gejala itu terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan kerja dan dalam kegiatan sosial lainnya, (d) frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak dan persistensinya, (e) nilai ambang dari mereka yang terkena gejala (susceptibiliy) atau kemungkinan individu untuk diserang penyakit, (f) informasi pengetahuan dan asumsi budaya tentang penyakit itu, (g) perbedaan interpretasi terhadap gejala yang dikenal, (h) adanya kebutuhan untuk bertindak/


(54)

berperilaku mengatasi gejala sakit, (i) tersedianya sarana kesehatan, kemudahan mencapai sarana tersebut, tersedianya biaya dan kemampuan untuk mengatasi stigma dan jarak sosial (rasa malu, takut dan sebagainya). Dari faktor di atas dapat dibuat kategorisasi faktor pencetus perilaku sakit, yaitu faktor persepsi yang dipengaruhi oleh orientasi medis dan sosio budaya : faktor intensitas gejala (menghilang atau terus menetap); faktor motivasi individu untuk mengatasi gejala yang ada serta faktor sosial psikologis yang mempengaruhi respons sakit.

Berdasarkan gejala yang dirasakan, faktor-faktor yang membuat seseorang mencari pelayanan kesehatan adalah : (a) gejala penyakit terasa mengerikan sedangkan perawatannya tersedia, (b) orang biasanya akan berobat terhadap gejala penyakit diperkirakan akan menyebabkan akibat yang serius, (c) merasa cemas, hal ini terkait dengan krisis interpersonal, (d) gejala penyakit yang timbul dapat mengancam hubungan dengan orang lain, dan (e) ada dukungan dari orang lain seperti teman untuk mencari pelayanan kesehatan (Folland, 1997).

Menurut Engel (1994) yang mengutip pendapat Arrow, hubungan antara keinginan sehat dan permintaan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks. Penyebab utamanya adalah karena misalnya persoalan informasi yang umumnya dilakukan oleh para ahli kesehatan kepada masyarakat. Dari informasi yang mereka sebarkan itulah masyarakat kemudian terpengaruh untuk melakukan permintaan dan penggunaan pelayanan


(55)

Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Becker perilaku yang berkaitan dengan tindakan seseorang yang sedang sakit untuk mencari penyembuhan disebut perilaku sakit. Dalam hal ini ada beberapa tindakan yang timbul adalah : (a) Didiamkan saja, artinya sakit tersebut diabaikan dan tetap menjalankan kegiatan sehari-hari, (b) Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri, baik obat tradisionil maupun dengan beli obat di warung, (c) Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas kesehatan.

Seseorang baru akan mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman atau dari informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan itu dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut (Sarwono, 2007).

2.7. Landasan Teori

Konsep umum yang dijadikan sebagai landasan teori dalam penulisan ini adalah konsep Andersen (1974) dimana pemanfaatan pelayanan kesehatan didasari pada tiga tahap model terdiri dari komponen predisposisi, komponen pemungkin dan tingkat penyakit. Seperti tergambar pada kerangka teori berikut :


(56)

Diagram Skematis Individual Determinants of Health Service Utilization rvice Utilization Faktor Predisposisi Faktor Pemungkin Tingkat kesakitan Demografi - Umur

- Jenis kelamin - Status Marital - Riwayat penyakit

Keluarga

- Pendapatan - Asuransi

kesehatan - Jenis sumber

reguler - Akses ke

sumber reguler

Dugaan

- Ketidakmampuan - Gejala penyakit - Diagnosis - Keadaan Umum

Struktur Sosial

- Pendidikan - Ras

- Pekerjaan - Ukuran keluarga - Etnis

- Agama

- Mobilitas tempat tinggal

Keyakinan

- Fokus keyakinan kesehatan dan kesakitan - Perilaku

berhubungan dengan pelayanan kesehatan pengetahuan tentang penyakit. Komunitas

- Perbandingan fasilitas dan petugas kesehatan terhadap populasi

- Nilai pelayanan kesehatan negara

- Karakter kota desa

Evaluasi - Gejala-gejala -


(57)

2.8. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian dan studi kepustakaan dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel Independen ndependen Variabel Variabel Dependen Dependen Demografi - Umur

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

- Tingkat Pendidikan

- Lama kerja

- Pendapatan

Pengetahuan HIV/AIDS

- Pengetahuan tentang penularan - Pengetahuan tentang pengobatan - Pengetahuan tentang penanganan

oleh VCT

- Pengetahuan tentang kelompok risiko tinggi

- Pengetahuan tentang kerentanan

Pemanfaatan Pelayanan Klinik KPAD


(58)

Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dijelaskan bahwa defenisi konsepnya adalah sebagai berikut :

1. Variabel independen adalah segala hal yang berperan pada : a. Demografi masyarakat, meliputi :

1) Umur

2) Tingkat Pendidikan 3) Lama Kerja

4) Pendapatan

b. Pengetahuan responden tentang HIV/AIDS, meliputi : 1) Pengetahuan tentang penularan

2) Pengetahuan tentang pengobatan

3) Pengetahuan tentang penanganan oleh VCT 4) Pengetahuan tentang kelompok risiko tinggi 5) Pengetahuan tentang kerentanan

2. Variabel Dependennya adalah :


(59)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei explanatory research untuk menjelaskan pengaruh antara variabel penelitian melalui pengujian hipotesa pada penelitian yaitu pengaruh variabel demografi dan pengetahuan tentang HIV/AIDS terhadap pemanfaatan pelayanan klinik VCT KPAD Balige di Kabupaten Toba Samosir.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Toba Samosir dengan alasan bahwa Kabupaten Toba Samosir menjadi peringkat dua tertinggi jumlah penderita HIV/AIDS di Propinsi Sumatera Utara. Pelaksanaan penelitian direncanakan pada bulan Desember 2008 di dua lokalisasi Balige dan Porsea.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah Pekerja Seks Komersial (PSK) yang tercatat di Dinas Sosial Kabupaten Toba Samosir sebanyak 55 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara secara langsung


(60)

3.4.2. Data sekunder dikumpulkan dari laporan atau registrasi Komite HIV/AIDS KPAD Balige dan Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum dilakukan penelitian kepada responden, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dan reliabilitas merupakan uji kualitas kuesioner terhadap penggunaan kuesioner kepada 30 PSK dari Kabupaten Toba Samosir. Uji validitas menunjukkan sejauh mana ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang ingin diukur.

Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara masing-masing item pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus korelasi Pearson product moment (r), dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka pertanyaan valid dan jika nilai r hitung < r tabel, maka pertanyaan tidak valid (Riduwan, 2002).

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode Cronbach Aplha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur lebih dari satu kali pengukuran dengan ketentuan jika r Cronbach’s Alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel dan jika nilai r Cronbach’s Alpha < r tabel, maka dinyatakan tidak reliabel (Riduwan, 2002).

Hasil uji reliable dan validitas kuesioner yang dilakukan terhadap 30 orang responden dapat di lihat pada tabel berikut :


(61)

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas Kuesioner Scale Scale Corrected

Uraian Mean Variance Item- Alpha

if Item if Item Total if Item Keterangan Deleted Deleted Correlation Deleted

TULAR1 35.4667 313.6368 .5552 .9620 Valid TULAR2 35.4000 312.3172 .6357 .9617 Valid TULAR3 35.4667 313.9816 .5357 .9621 Valid TULAR4 35.3667 315.2747 .4732 .9623 Valid TULAR5 35.4667 310.8092 .7154 .9614 Valid TULAR6 35.5333 313.9126 .5447 .9621 Valid TULAR7 35.4333 311.6333 .6701 .9616 Valid TULAR8 35.4000 314.3862 .5178 .9621 Valid TULAR9 35.5000 313.0172 .5915 .9619 Valid TULAR10 35.5333 312.1195 .6470 .9617 Valid OBAT1 35.4000 311.9724 .6554 .9617 Valid OBAT2 35.5000 311.0862 .7012 .9615 Valid VCT1 35.5000 315.3621 .4592 .9623 Valid VCT2 34.8000 311.7517 .4121 .9628 Valid VCT3 34.8000 311.7517 .4121 .9628 Valid VCT4 34.8000 311.7517 .4121 .9628 Valid RISTI1 35.2667 312.4092 .6839 .9616 Valid RISTI2 35.5667 313.7023 .5634 .9620 Valid RENTAN1 35.3667 310.6540 .7397 .9614 Valid RENTAN2 35.4000 310.9379 .7147 .9615 Valid HIV1 34.9333 302.5471 .7803 .9608 Valid HIV2 34.9667 305.2057 .6989 .9613 Valid HIV3 34.9667 304.9989 .7071 .9612 Valid HV4 34.9333 303.0989 .8108 .9607 Valid HIV5 34.9000 303.3345 .7768 .9609 Valid HIV6 34.9000 311.8172 .4135 .9628 Valid HIV7 34.9333 303.0989 .8108 .9607 Valid HIV8 34.8000 303.5448 .7608 .9609 Valid HIV9 34.8667 305.1540 .7331 .9611 Valid HIV10 34.9333 304.6851 .6975 .9613 Valid HIV11 34.8000 303.2000 .7281 .9611 Valid HIV12 34.9333 304.8230 .6922 .9613 Valid HIV13 35.0333 304.8609 .7157 .9612 Valid HIV14 35.0667 312.4092 .3819 .9630 Valid HIV15 35.1000 307.9552 .5310 .9622 Valid HIV16 35.0667 308.4092 .5262 .9622 Valid HIV17 35.1000 312.7828 .3829 .9630 Valid HIV18 34.9000 308.3000 .5434 .9621 Valid HIV19 34.8667 305.6368 .6664 .9614 Valid HIV20 34.8000 304.0966 .7389 .9611 Valid HIV21 34.9000 304.8517 .7689 .9610 Valid HIV22 34.9667 309.2057 .5412 .9621 Valid HIV23 34.9667 312.5851 .4096 .9628 Valid


(62)

Berdasarkan tabel harga kritik r product-moment diketahui rtabel = 0,361, rtabel

didapatkan karena kuesioner dilakukan uji coba terhadap 30 orang responden. Item kuesioner dikatakan valid jika rhitung > rtabel. Rhitung dapat dilihat pada nilai corrected

item-total correlation.

Dalam penentuan item kuesioner reliable dapat diketahui berdasarkan ketentuan, jika ralpha > rtabel. Berdasarkan hasil uji statistic reliable diketahui nilai ralpha

= 0,9626. Hal ini berarti ralpha > rtabel = 0,9626 > 0,361.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Independen

1. Demografi Responden

a. Umur adalah usia responden yang dihitung sejak kelahirannya sampai dengan tahun saat di wawancara dan dihitung dengan angka tahun.

b. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah dicapai oleh responden, dibedakan atas : SMP ke bawah dan SMA ke atas. c. Lama bekerja adalah masa kerja Pekerja Seks Komersial di lokalisasi yang

dihitung dari pertama kali responden menjadi Pekerja Seks Komersial.

d. Pendapatan adalah Penghasilan Pekerja Seks Komersial dari hasil pekerjaan utama maupun tambahan (dalam rupiah).

e. Pekerja Seks Komersial (PSK) dapat diartikan suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri pada umum untuk melakukan hubungan seksual dengan


(63)

2. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu yang berasal dari proses penginderaan manusia terhadap suatu obyek dan pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber (Notoatmodjo,1997).

Dalam penelitian ini pengetahuan yang diteliti adalah pengetahuan tentang penyakit, pengetahuan tentang penularan, pengetahuan tentang pengobatan, pengetahuan tentang penanganan oleh VCT, pengetahuan tentang kelompok risiko tinggi dan pengetahuan tentang kerentanan.

a. Pengetahuan tentang penularan adalah tahu yang berasal dari proses

penginderaan manusia tentang cara penularan.

b. Pengetahuan tentang pengobatan adalah tahu yang berasal dari proses

penginderaan manusia tentang bagaimana cara berpindahnya virus HIV dari sumber penularan ke orang lain.

c. Pengetahuan tentang penanganan oleh VCT adalah tahu yang berasal dari proses penginderaan manusia tentang bagaimana VCT KPAD Balige menemukan penderita HIV dan AIDS, pengobatan dan pengelolaan selanjutnya.

d. Pengetahuan tentang kelompok risiko tinggi adalah tahu yang berasal dari proses penginderaan manusia tentang kelompok masyarakat yang mudah tertular HIV.

e. Pengetahuan tentang kerentanan adalah tahu yang berasal dari proses


(64)

3.5.2. Variabel Dependen

Pemanfaatan pelayanan Klinik VCT KPAD Balige adalah pernyataan kesediaan responden secara verbal untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan Klinik VCT KPAD Balige bila memerlukan pelayanan.

3.6. Metode Pengukuran

1. Aspek Pengukuran Variabel Independen

Metode pengukuran yang digunakan untuk variabel demografi dan pengetahuan tentang penyakit yaitu dengan melakukan wawancara kepada responden tentang penilaiannya terhadap penyakit HIV/AIDS dengan panduan kuesioner terstruktur, kemudian dilakukan skoring sesuai jawaban. Hasil pengukuran dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Independen (Demografi dan Pengetahuan Responden Tentang Penyakit)

Variabel Jumlah

Indikator Kategori

Bobot Nilai

Skala Pengukuran

Umur 1

Dewasa tua : > 30 tahun Dewasa muda : 21-30 tahun Remaja : 16-20 tahun (Sturges) 2 1 0 Ordinal Tingkat Pendidikan

1 Tinggi : SMP ke atas Rendah : SD ke bawah

1 0

Ordinal Lama kerja 1 Lama : > 2 tahun

Baru : < 2 tahun (Hurlock, 1980)

1 0

Ordinal

Pendapatan 1 Diatas UMP/UMK > Rp. 765.000,- Dibawah UMP/UMK< Rp.


(65)

Tabel 3.2. (Lanjutan)

Variabel Jumlah

Indikator

Kategori Bobot

Nilai Skala Pengukuran Pengetahuan tentang penularan

10 Tahu > 65% Tidak Tahu ≤ 35% (Riduwan, 2002) 1 0 Ordinal Pengetahuan tentang pengobatan

2 Tahu > 65% Tidak Tahu ≤ 35% (Riduwan, 2002) 1 0 Ordinal Pengetahuan tentang kelompok risti

2 Tahu > 65% Tidak Tahu ≤ 35% (Riduwan, 2002) 1 0 Ordinal Pengetahuan tentang kerentanan

2 Tahu > 65% Tidak Tahu ≤ 35% (Riduwan, 2002) 1 0 Ordinal Pengetahuan tentang penanganan oleh VCT

4 Tahu > 65% Tidak Tahu ≤ 35% (Riduwan, 2002) 1 0 Ordinal Pengetahuan tentang HIV/AIDS

23 Baik : > 75% Sedang : 40% - 75% Kurang : < 40% (Pratomo)

2 1 0

Ordinal

3.6.1. Pengukuran Variabel Pemanfaatan Klinik VCT KPAD Balige

Untuk tingkat pemanfaatan Klinik VCT KPAD Balige di ukur melalui 1 pertanyaan, dengan jawaban memanfaatkan atau tidak memanfaatkan Klinik VCT KPAD Balige apabila memerlukan.

Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Terikat (Pemanfaatan Klinik VCT KPAD Balige)

Variabel Jumlah

Indikator Kriteria Bobot Nilai Skala Pengukuran Pemanfaatan Klinik VCT KPAD

Balige

1 Memanfaatkan

Tidak memanfaatkan

1


(66)

3.7. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah uji regresi linier berganda berganda yaitu salah satu pendekatan model matematis yang digunakan untuk menganalisis hubungan satu atau beberapa variabel independent dengan sebuah variabel dependent kategori yang bersifat dikotomi/binary, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh demografi dan pengetahuan responden tentang penyakit HIV/AIDS terhadap pemanfaatan klinik VCT komite penanggulangan AIDS daerah.


(67)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kabupaten Toba Samosir berada pada 2°03´-2°40´ LU dan 98°56´-99°40´ Bujur Timur dengan luas wilayah 2.021,8 Km². Kabupaten Toba Samosir berada diantara lima kabupaten yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Simalungun, sebelah timur berbatasan dengan Labuhan Batu dan Asahan, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Samosir.

Kabupaten Toba Samosir terletak pada wilayah dataran tinggi dengan ketinggian antara 300 – 2.200 meter di atas permukaan laut, dengan topografi dan kontour tanah yang beraneka ragam yaitu datar, landai, miring dan terjal.

Kabupaten Tobasa dengan jumlah penduduk sebanyak 171.375 jiwa dengan jumlah rumah tangga 37.581 KK. Wilayah administrasi Kabupaten Tobasa terdiri dadri 14 Kecamatan, 179 desa, dan 13 kelurahan. Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Balige dan Kecamatan Porsea dengan jumlah penduduk masing-masing sebanyak 43.334 jiwa, 8.008 KK dan 19.709 jiwa, 4.552 KK.

4.2. Gambaran Penduduk

Kabupaten Tobasa dengan jumlah penduduk sebanyak 171.375 jiwa dengan jumlah rumah tangga 37.581 KK. Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Balige dan Kecamatan Porsea dengan jumlah penduduk masing-masing sebanyak 43.334 jiwa, 8.008 KK dan 19.709 jiwa, 4.552 KK.


(1)

Logistic Regression

Case Processing Summary

55 100,0

0 ,0

55 100,0

0 ,0

55 100,0

Unweighted Cases a

Included in Analysis Missing Cases Total Selected Cases

Unselected Cases Total

N Percent

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

a.

Dependent Variable Encoding

0 1 Original Value

Tidak Memanfaatkan Memanfaatkan

Internal Value

Categorical Variables Codings

26 1,000 ,000

16 ,000 1,000

13 ,000 ,000

Kurang < 40% Sedang 40% - 75% Baik > 75% Pengetahuan

Tentang Penyakit HIV/AIDS

Frequency (1) (2)

Parameter coding

Block 0: Beginning Block

Classification Table a,b

35 0 100,0

20 0 ,0

63,6 Observed

Tidak Memanfaatkan Memanfaatkan Pemanfaatan Klinik

VCT HKBP Overall Percentage Step 0

Tidak Memanfa

atkan

Memanfa atkan Pemanfaatan Klinik

VCT HKBP

Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is ,500 b.

Variables in the Equation

-,560 ,280 3,985 1 ,046 ,571

Constant Step 0

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


(2)

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

11,800 2 ,003

11,800 2 ,003

11,800 2 ,003

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

60,303 ,193 ,264

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Classification Tablea

31 4 88,6

11 9 45,0

72,7 Observed

Tidak Memanfaatkan Memanfaatkan Pemanfaatan Klinik

VCT HKBP Overall Percentage Step 1

Tidak Memanfa

atkan

Memanfa atkan Pemanfaatan Klinik

VCT HKBP

Percentage Correct Predicted

The cut value is ,500 a.

Variables in the Equation

9,885 2 ,007

-2,515 ,810 9,638 1 ,002 ,081 ,017 ,396

-1,062 ,784 1,835 1 ,176 ,346 ,074 1,608

,811 ,601 1,821 1 ,177 2,250

HIVAIDS HIVAIDS( HIVAIDS(2 Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95,0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: HIVAIDS. a.


(3)

Crosstabs

Case Processing Summary

42 100.0% 0 .0% 42 100.0%

Pengetahuan Tentang Penyakit HIV/AIDS * Pemanfaatan Klinik VCT HKBP

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Pengetahuan Tentang Penyakit HIV/AIDS * Pemanfaatan Klinik VCT HKBP Crosstabulation

22 4 26

84.6% 15.4% 100.0%

71.0% 36.4% 61.9%

52.4% 9.5% 61.9%

9 7 16

56.3% 43.8% 100.0%

29.0% 63.6% 38.1%

21.4% 16.7% 38.1%

31 11 42

73.8% 26.2% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

73.8% 26.2% 100.0%

Count

% within Pengetahuan Tentang Penyakit HIV/AIDS

% within Pemanfaatan Klinik VCT HKBP % of Total Count

% within Pengetahuan Tentang Penyakit HIV/AIDS

% within Pemanfaatan Klinik VCT HKBP % of Total Count

% within Pengetahuan Tentang Penyakit HIV/AIDS

% within Pemanfaatan Klinik VCT HKBP % of Total Kurang < 40%

Sedang 40% - 75% Pengetahuan Tentang

Penyakit HIV/AIDS

Total

Tidak Memanfa

atkan

Memanfa atkan Pemanfaatan Klinik

VCT HKBP

Total

Chi-Square Tests

4.123b 1 .042

2.786 1 .095

4.048 1 .044

.070 .049

4.024 1 .045

42 Pearson Chi-Square

Continuity Correction a

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.19.

b.

Risk Estimate

4.278 1.001 18.288

Odds Ratio for Pengetahuan Tentang Penyakit HIV/AIDS (Kurang < 40% / Sedang 40% - 75%)

For cohort Pemanfaatan

Value Lower Upper

95% Confidence Interval


(4)

Lampiran 5

HASIL UJI MULTIVARIAT Logistic Regression

Case Processing Summary

55 100.0

0 .0

55 100.0

0 .0

55 100.0

Unweighted Cases a

Included in Analysis Missing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cases Total

N Percent

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

a.

Dependent Variable Encoding

0 1 Original Value

Tidak Memanfaatkan Memanfaatkan

Internal Value

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

35 0 100.0

20 0 .0

63.6 Observed

Tidak Memanfaatkan Memanfaatkan Pemanfaatan Klinik

VCT HKBP Overall Percentage Step 0

Tidak Memanfa

atkan

Memanfa atkan Pemanfaatan Klinik

VCT HKBP

Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is .500 b.

Variables in the Equation

-.560 .280 3.985 1 .046 .571

Constant Step 0


(5)

Variables not in the Equation

14.614 1 .000

6.941 1 .008

11.785 1 .001

7.759 1 .005

11.380 1 .001

30.686 5 .000

KERJA PDDK PDPTN UMUR HIVAIDS Variables

Overall Statistics Step

0

Score df Sig.

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

39.447 5 .000

39.447 5 .000

39.447 5 .000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

32.656 .512 .701

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Classification Tablea

30 5 85.7

3 17 85.0

85.5 Observed

Tidak Memanfaatkan Memanfaatkan Pemanfaatan Klinik

VCT HKBP Overall Percentage Step 1

Tidak Memanfa

atkan

Memanfa atkan Pemanfaatan Klinik

VCT HKBP

Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.


(6)

102

Variables in the Equation

2.092 1.013 4.261 1 .039 8.102 1.112 59.059

1.364 .924 2.180 1 .140 3.910 .640 23.903

1.982 .986 4.045 1 .044 7.260 1.052 50.119

1.471 .660 4.966 1 .026 4.354 1.194 15.877

1.402 .601 5.443 1 .020 4.063 1.251 13.195

-6.130 1.692 13.127 1 .000 .002

KERJA PDDK PDPTN UMUR HIVAIDS Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95.0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: KERJA, PDDK, PDPTN, UMUR, HIVAIDS. a.

Logistic Regression

Case Processing Summary

55 100.0

0 .0

55 100.0

0 .0

55 100.0

Unweighted Cases a

Included in Analysis Missing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cases Total

N Percent

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

a.

Dependent Variable Encoding

0 1 Original Value

Tidak Memanfaatkan Memanfaatkan

Internal Value


Dokumen yang terkait

Hubungan Sosiodemografi, Pengetahuan, dan Sikap Pekerja Seks Komersial (PSK) dengan Upaya Pencegahan HIV/AIDS di Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau

0 80 120

Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial (PSK) Tentanginfeksi Menular Seksual (IMS) Di Desa Naga Kesiangan Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010

4 49 92

Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) Tentang Kesehatan Reproduksi di Lokasi Pantai Nirwana Wilayah Kecamatan Puskesmas Tembilahan Kota (Riau) Tahun 2008

3 31 62

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN HIV/AIDS PADA PSK (PEKERJA SEKS KOMERSIAL) DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN DIRI DARI HIV/AIDS DI LOKALISASI ‘X’ KABUPATEN MALANG

5 36 22

PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI PANTI SOSIAL WANITA SURAKARTA

0 2 9

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP TENTANG HIV/AIDS PADA PEKERJA SEKS KOMERSIAL HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP TENTANG HIV/AIDS PADA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANAHAN SURAKARTA.

0 0 16

PENDAHULUAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP TENTANG HIV/AIDS PADA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANAHAN SURAKARTA.

0 0 7

Pengaruh edukasi tentang HIV/AIDS terhadap perilaku pekerja seks komersial jalanan Yogyakarta tahun 2006.

0 2 97

PENGETAHUAN TENTANG KONDOM SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN HIV AIDS PADA WANITA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI PASAR KEMBANG YOGYAKARTA TAHUN 2010 ¹

0 0 6

Pengaruh edukasi tentang HIV/AIDS terhadap perilaku pekerja seks komersial jalanan Yogyakarta tahun 2006 - USD Repository

0 0 95