Analisis Evapotranspirasi Analisis Tank Model

5.4 Analisis Evapotranspirasi

Data evapotranspirasi ET merupakan salah satu parameter yang digunakan sebagai input data Tank Model. Dalam input Tank Model tidak ada yang penjelasan mengenai evapotraspirasi potensial Etp atau evapotraspirasi aktual Eta. Perhitungan evapotranspirasi yang digunakan adalah metode Penman-Monteith dengan hasil berupa Etp. Cara perhitungan menggunakan metode ini telah dijelaskan pada persamaan 1 dalam metode pengolahan data. Berdasarkan hasil pengoperasian data evapotranspirasi diperoleh total Etp tahun 2009 sebesar 1986,25 mmtahun, dengan Etp harian rata-rata sebesar 5,44 mmhari. Pada tahun 2010 jumlah evapotranspirasi yang terjadi sebesar 1922,3 mmtahun, rata-rata evapotranspirasi harian rata-rata sebesar 5,26 mmhari. Data Etp yang dihasilkan merupakan hasil perhitungan, sehingga untuk mengoptimalisasikan hasil pada aplikasi Tank Model digunakan beberapa kemungkinan 10 hingga 100. Hasil optimasi menunjukan bahwa nilai ET yang dapat menghasilkan nilai koefisien korelasi Tank Model paling tinggi adalah 75 dari Etp.

5.5 Analisis Tank Model

Data masukan yang digunakan dalam software Tank Model adalah data curah hujan harian dalam satuan mili meter mm, data debit aliran harian dalam satuan mm, dan data evapotranspirasi harian dalam satuan mili meter mm. Hasil keluaran output dari Tank Model berupa debit aliran digunakan untuk menghitung laju sedimen di MDM Curah Clumprit, SPAS Jedong, DAS Brantas bagian hulu. Optimasi Tank Model dalam penelitian ini dilakukan mulai dari musim kemarau, sehingga tidak berpengaruh besar pada bagian atas permukaan tanah yang digambarkan dengan Tank A surface flow dan Tank B intermediate flow. Hal ini dilakukan guna memperoleh hasil kofisien determinasi yang optimal dibandingkan musim hujan. Berdasarkan hasil optimasi Tank Model dihasilkan 12 parameter yang menggambarkan pergerakan distribusi aliran air baik vertikal maupun horizontal, dengan kondisi biofisik hutan yang memiliki kelas kelerengan curam dan formasi geologi vulkanik muda. Parameter Tank Model di MDM Curah Clumprit disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Parameter hasil optimasi Tank Model di SPAS Jedong Sumber : Hasil optimasi Tank Model di SPAS Jedong Parameter-parameter Tank Model dapat dikelompokan menjadi 3 jenis yaitu: 1. Koefisien laju aliran run-off coefficient, menunjukkan besarnya laju aliran, a1= 0,520, a2= 0,4158, b1= 0,2674, c1= 0,0015, dan d1= 0,0008. Parameter yang menunjukkan laju aliran terbesar adalah pada tank pertama. 2. Koefisian Infiltrasi infiltration coefficient, menunjukkan besarnya laju infiltrasi a0= 0,1328, b0= 0,6685, dan c0= 0,0003. Parameter menunjukkan laju infiltrasi terbesar adalah pada lubang outlet vertikal tank kedua. 3. Parameter simpanan storage parameter, menunjukkan tinggi lubang outlet horizontal masing-masing tank, Ha= 5,9950, Ha2= 133,8770, Hb1= 15,1891, dan Hc1= 28,1024. Parameter menunjukkan bahwa lubang outlet horizontal tank yang pertama adalah yang tertinggi. Parameter keandalan dalam optimasi Tank Model yang utama dapat dilihat dari nilai R dan R 2 yang mendekati 1. Tank Model yang telah divalidasi dan diuji keabsahannya dengan tolak ukur koefisien determinasi R 2 dapat dilanjutkan untuk analisis hidrologi salah satunya adalah simulasi perubahan tata guna lahan dan kaitannya terhadap ketersediaan air atau debit sungai Harmailis et al. 2001 dalam Wulandari 2008. Hasil optimasi Tank Model diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,60, angka tersebut dinyatakan kuat untuk menggambarkan kondisi distribusi aliran di lapangan yang seringkali sulit diduga karena banyak No. Parameter Tank Model Solusi 1. a0 0,1328 2. a1 0,0520 3. a2 0,4158 4. Ha1 5,9950 5. Ha2 113,8770 6. b0 0,6685 7. b1 0,2674 8. Hb1 15,1891 9. c0 0,0003 10. c1 0,0015 11. Hc1 28,1024 12. d1 0,0008 dipengaruhi faktor alam Sugiono 2005. Nilai 60 yang diperoleh dalam penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, sehingga perlu dilakukan kajian atau penelitian lebih lanjut mengenai faktor biofisik yang terdapat pada area kajian seperti tutupan lahan, topografi, jenis tanah ataupun batuan. Hal ini karena Tank Model belum mampu untuk menganalisis lebih jauh keadaan tersebut. Tingkat hubungan koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel 6 dan Hubungan debit aliran observasi dengan debit aliran hasil optimasi Tank Model dapat dilihat pada Gambar 12. Tabel 6 Tingkat hubungan koefisien korelasi hasil Tank Model Interval Koefisien Tingkat hubungan 0,00 – 0,199 0,20 – 0,299 0,40 – 0.599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000 Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat Sumber: Sugiono 2005 Gambar 12 Hubungan debit observasi dengan debit hasil Tank Model. Berdasarkanhasil optimasi Tank Model menghasilkan beberapa komponen berupa keseimbangan air, tinggi muka air, dan total aliran . Hasil kalkulasi keseimbangan aliran Sub DAS Melamon satu tahun terhitung Juni 2009 – Mei 2010, terdapat curah hujan sebesar 2.317 mm dan evapotranspirasi sebesar 1.166 Observed Calculated Time May1 Apr1 Mar1 Feb1 Jan1 Dec1 Nov1 Oct1 Sep1 Aug1 Jul1 Jun1 40 35 30 25 20 15 10 5 100 80 60 40 20 mm, diduga total aliran air yang mengalir baik vertikal dan horizontal sebesar 651 mm, total aliran dari keempat tank yakni dibagi dalam surface flow Ya2 sebesar 119 mm 18, intermediate flow Yb1 sebesar 247 mm 38, sub-base flow Yc1 sebesar 208 mm 32, dan base flow Yd1 yakni sebesar 77 mm 12. Sisanya tersimpan pada setiap segmen tank sebesar 499 mm dan dapat menjadi simpanan air tanah. Komponen Tank Model dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Komponen Tank Model hasil optimasi Sumber : Hasil optimasi Tank Model di SPAS Jedong Berdasarkan Tabel 7, dapat terlihat bahwa simpanan air terbesar terdapat pada Tank C. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi ketinggian muka air pada setiap tank atau reservoir seperti topografi area, tutupan lahan, jenis tanah dan batuan, serta iklim sehingga terkait pada jumlah air yang mengalir baik di permukaan maupun di dalam tanah. Pada MDM Curah Clumprit, sebagian besar tutupan lahannya adalah hutan, lahan pertanian, dan perkebunan campuran. Kondisi hutan yang mendominasi berpengaruh pada kemampuan menyimpan air pada tanah, kerapatan tajuk dapat memperkecil evapotranspirasi, perakaran yang banyak mampu menyerap air lebih banyak, dan serasah serta akar-akar pada permukaan tanah dapat memperkecil laju koefisien limpasan. Kondisi ini menunjukan hutan berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan. Komponen Satuan Nilai Persen Keseimbangan air Inflow R mm 2317,15 Outflow Observation mm 653,38 Outflow Calculation mm 650,86 ETP Calculation mm 1166,30 Stored mm 499,25 Tinggi Muka Air Ha mm 0,476 Hb mm 30,765 Hc mm 824,423 Hd mm 590,862 Total Aliran Surface flow mm 118,567 18,216 Intermediate flow mm 247,238 37,986 Sub-base flow mm 207,746 31,918 Base flow mm 77,309 11,878 Ketinggian Air di Tank A Ketinggian Air di Tank B Ketinggian Air di Tank C Ketinggian Air di Tank D Gambar 13 Ketinggian Air di Tank A, B, C dan D. Gambar 13 menyajikan ketinggian air pada masing-masing tank. Tank A merupakan reservoir paling atas surface flow dan subsurface flow, bagian ini bersentuhan langsung dengan hujan dan terdapat pada zona perakaran sehingga pergerakan air di Tank A sangat dipengaruhi oleh curah hujan, laju infiltrasi, dan tutupan lahan lahan. Ketinggian air di Tank A sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Peningkatan dan penurunan curah hujan akan berpengaruh cepat terhadap tinggi aliran air di Tank A dapat terlihat pada musim kemarau atau pada saat curah hujan relativ rendah terdapat keadaan dimana terjadi defisit air. Disamping itu, sebesar 18 air hujan menjadi limpasan, diduga nilai limpasan ini dapat dipengaruhi oleh faktor topografi area kajian yang memiliki kelerengan dominan curam. Dalam Tank A tutupan lahan dominan berupa hutan dan formasi batuan vuklanik muda dengan jenis tanah andosol serta batuan pasir menyebabkan infiltrasi yang cukup besar atau mampu meloloskan air dalam jumlah besar. Ketinggian air di Tank B intermediate flow terdapat di zona bawah perakaran dan diduga masih dipengaruhi faktor topografi. MDM Curah Clumprit berada pada kelas lereng III hingga IV atau termasuk dalam kategori kecuraman sedang hingga sangat curam, sehingga dapat mampu mengalirkan air dalam jumlah besar. Pada Tank B terjadi infiltrasi yang besar sehingga menyebabkan ketinggian air di Tank C meningkat tinggi hal tersebut diduga karena sifat tanah dan faktor geologi pada area kajian yang berupa vulkanik muda, debu dan pasir sehingga bersifat meloloskan air. Air di Tank C sub-base flow tidak langsung dipengaruhi oleh curah hujan, hal ini dapat dilihat pada saat terjadi hujan maksimum tidak berpengaruh langsung pada tinggi aliran air di Tank C. Pada Tank C faktor tutupan lahan area kajian yang didominasi hutan diduga penyebab ketinggian air sangat mencolok di Tank C dibandingkan reservoir lain serta didukung oleh faktor tanah dan geologi yang bersifat dapat meloloskan air dari reservoir sebelumnya. Untuk itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut di area kajian dikarenakan Tank Model belum mampu menduga sejauh itu. Ketinggian air di Tank D base flow letaknya paling dasar dan berada pada ground water. Air yang sampai pada ground water biasanya membutuhkan waktu yang lama dan proses yang cukup panjang untuk nantinya dapat keluar sebagai mata air di beberapa tempat yang memungkinkan. Ketinggian air di Tank D mengalami keadaan yang cendrung tidak berfluktuatif konstan, karena tidak dipengaruhi oleh fluktuasi curah hujan dan posisinya berada di dasar. Berdasarkan hasil optimasi Tank Model di MDM Curah Clumprit yang dimulai pada musim kemarau tanggal Juni 2009 – Mei 2010, pada curah hujan tertinggi tahun 2010 tanggal 16 April yakni 97 mm, nilai Qobserved lapangan sebesar 26,63 mmhari dan evapotranspirasi dengan nilai 75 sebesar 2,94 mmhari sebagai data masukan input menghasilkan keluaran output berupa Qcalculated prediksi hasil model sebesar 27,161 mmhari yang terbagi dalam surface flow sebesar 119 mm, intermediate flow sebesar 247 mm, sub-base sebesar 208 mm, dan base flow sebesar 77 mm dengan ketinggian air pada masing-masing tank adalah Tank A= 0,476 mm, Tank B= 30,765 mm, Tank C= 824,423 mm, dan Tank D= 590,862 mm. Hal tersebut menunjukkan adanya proses optimasi penyebaran debit pada setiap lapisan formasi geologi.

5.6 Analisis Hubungan Laju Sedimen dengan Debit Aliran