45
A3S2W2. Hasil maping scan EDX Lampiran 4 menunjukkan bahwa unsur yang terdapat dalam tempurung, arang dan arang aktif tersebar secara tidak
merata. Perbedaan kadar unsur anorganik lebih disebabkan oleh kondisi sampel, dimana pada sample tempurung belum mengalami degradasi oleh panas,
sementara arang dan arang aktif sudah melalui tahapan pemanasan pada suhu yang tinggi. Degradasi oleh suhu tinggi menyebabkan deposit atau endapan unsur
anorganik lebih banyak menempel pada bahan. Sementara itu unsur oksigen mengalami penurunan konsentrasi yang
cukup besar dari tempurung, arang dan arang aktif. Hal ini diduga disebabkan oleh terdegradasinya sejumlah senyawa kimia seperti phenol, carboxylic acid, dan
carbonyl group yang merupakan grup fungsional oksigen Guo et al. 2007 pada
saat proses karbonisasi dan aktivasi. Ini dibuktikan dari hasil analisis FTIR, yaitu hilangnya beberapa bilangan gelombang dalam tempurung nyamplung setelah di
karbonisasi dan di aktivasi Table 2. Demikian juga hasil GCMS Pyrolisis Lampiran 3 yang menunjukkan semakin berkurangnya senyawa kimia yang
teridentifikasi pada arang aktif, dibandingkan pada tempurung biji nyamplung.
5. Kadar Karbon
Kadar karbon terikat setelah aktivasi berkisar antara 73,48-90,49. Nilai tersebut memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995 BSN 1995, karena kadarnya
lebih dari 65. Kadar karbon tertinggi diperoleh pada perlakuan aktivasi H
3
PO
4
10, suhu 800
o
C selama 60 menit dan terendah diperoleh pada perlakuan aktivasi H
3
PO
4
0, suhu 800
o
C selama 60 menit. Terdapat kecendrungan dengan meningkatnya suhu dan lama aktivasi, kadar karbonnya semakin turun,
tetapi semakin meningkatnya konsentrasi H
3
PO
4
kadar karbon arang aktif semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudaradjat dan Suryani
2002 bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan pengaktif H
3
PO
4
kadar karbon arang aktif yang dihasilkan akan semakin besar.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar karbon dipengaruhi oleh aktivator, suhu, waktu dan interaksi aktivator-suhu, sedangkan interaksi
aktivator-waktu dan interaksi aktivator-suhu-waktu tidak berpengaruh nyata Lampiran 9. Selanjutnya dari hasil uji beda Duncan menunjukkan bahwa kadar
46
karbon yang diaktivasi dengan H
3
PO
4
5 dan 10 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan tanpa H
3
PO
4.
Kemudian uji Duncan terhadap suhu dan waktu menunjukkan tidak ada perbedaan antara suhu 700
o
C dengan 800
o
C, dan waktu 60 menit dengan 120 menit. Sementara itu interaksi aktivator-suhu
menunjukkan bahwa interaksi H
3
PO
4
0 dan suhu 800
o
C menghasilkan karbon terikat berbeda dengan aktivator-suhu lainnya.
6. Daya Serap Terhadap Iodin
Daya serap arang aktif terhadap iodin berkisar antara 662,11-1038,03 mgg. Secara umum nilai tersebut sudah memenuhi SNI-06-3730-1995 BSN
1995, karena lebih dari 750 mgg, kecuali pada beberapa perlakuan Tabel 6. Daya serap iodin tertinggi diperoleh pada perlakuan Aktivasi H
3
PO
4
5, suhu 800
o
C selama 120 menit dan terendah diperoleh pada perlakuan aktivasi H
3
PO
4
5, suhu 700
o
C selama 60 menit. Besarnya daya serap iodin berkaitan dengan terbentuknya pori pada arang aktif yang semakin banyak Pari 2004.
Hasil analisis sidik ragam Lampiran 10 menunjukkan bahwa aktivator, suhu, interaksi aktivator-suhu, interaksi suhu-waktu dan interaksi aktivator –suhu-
waktu berpengaruh nyata, sedangkan waktu dan interaksi aktivator-waktu tidak berbeda nyata. Selanjutnya hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan
konsentrasi H
3
PO
4
5 tidak berbeda nyata dengan 10, tetapi berbeda nyata dengan konsentrasi 0. Peningkatan konsentrasi H
3
PO
4
sampai 5 dapat meningkatkan daya serap iod, tapi kemudian menurun pada konsentrasi 10
terutama pada suhu 800
o
C. Hal ini diduga disebabkan pada konsentrasi 10 dan suhu 800
o
C, terbentuk lebih banyak oksida logam hasil interaksi H
3
PO
4
dengan tungku aktivasi, sehingga menutupi pori-pori arang aktif.
7. Daya Serap Terhadap Benzena Besarnya daya serap arang aktif terhadap benzena berkisar antara 10,59 –
19,12. Nilai tersebut tidak ada yang memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995 BSN 1995, karena nilainya kurang dari 25.
Hasil analisis sidik ragam Lampiran 11 menunjukkan bahwa suhu, waktu, interaksi aktivator-suhu, aktivator-waktu dan interaksi aktivator-suhu-
47
waktu, memberikan hasil yang tidak nyata, sedangkan faktor aktivator dan interaksi suhu-waktu memberikan hasil yang berbeda nyata. Selanjutnya hasil uji
Duncan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara aktivator H
3
PO
4
0, 5 dan 10. Demikian juga dengan perlakuan suhu-waktu, memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap daya serap benzena. Walaupun demikian
terdapat kecenderungan dengan meningkatnya konsentrasi H
3
PO
4,
serta meningkatnya suhu dan lama aktivasi akan meningkatkan daya serap benzena.
Benzena digunakan untuk menguji sifat kepolaran arang aktif, dimana benzena lebih bersifat non polar Pari 2004. Rendahnya daya serap benzena
mengindikasikan bahwa arang aktif tempurung nyamplung yang dihasilkan lebih cenderung bersifat polar. Polaritas arang aktif dapat disebabkan oleh proses
aktivasi menggunakan bahan kimia H
3
PO
4.
Asam phosfat akan menghasilkan bahan terdekomposisi berupa P
2
O
5
yang menempel dan terikat pada permukaan arang aktif sehingga akan bersifat lebih polar Pari et al. 2006. Ini dibuktikan
dari hasil analisis EDX yang mendeteksi adanya unsur phospor dalam arang aktif Lampiran 4. Kemudian hasil analisis FTIR Tabel 2, menunjukkan bahwa
arang aktif yang dihasilkan memiliki pola serapan dengan jenis ikatan OH, C-H, C-O, dan C=C, serta hasil GCMS Lampiran 3, yang mendeteksi adanya senyawa
carbamic acid dan propinoic acid yang bersifat polar.
4.4. Kondisi Optimum Pembuatan Arang Aktif
Menurut Hartoyo
et al . 1990, kondisi optimum didefinisikan sebagai
perlakuan yang dapat memberikan hasil arang aktif terbaik yang didasarkan pada rendemen dan daya serap iodium atau disebut total bilangan iodin total iodine
index . Total bilangan iodin mgg merupakan perkalian rendemen dengan
daya serap iodium mgg. Dari hasil perhitungan total bilangan iodin Tabel 9 menunjukkan bahwa kondisi optimum pembuatan arang aktif dari tempurung biji
nyamplung adalah arang aktif yang dibuat pada aktivasi 10 H
3
PO
4
, suhu 700
o
C selama 120 menit dengan total bilangan iodin sebesar 436,335 mgg. Selain itu
dari hasil analisis terhadap sifat fisika-kimia, semua parameternya memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995 BSN 1995.
48
Tabel 9. Hasil perhitungan terhadap total bilangan iodium arang aktif tempurung nyamplung
Perlakuan Rendemen Daya serap Iod
mgg Total bilangan iodin
mgg A1S1W1 51,5
729,07 375,471
A1S1W2 22,5 728,24
163,854 A2S1W1 56
662,11 370,781
A2S1W2 51 787,83
409,669 A3S1W1 60,5
705,19 426,645
A3S1W2 52 839,11
436,335 A1S2W1 18
770,73 138,731
A1S2W2 9,5 774,13
73,543 A2S2W1 29,5
1034,03 305,037
A2S2W2 14 1060,79
148,512 A3S2W1 39,5
905,09 357,513
A3S2W2 19 805,01
152,952 Keterangan :
A1 = Konsentrasi H
3
PO
4
S1 = Suhu 700
o
C W1 = Waktu aktivasi 60 menit
A2 = Konsentrasi H
3
PO
4
5 S2 = Suhu 800
o
C W2 = Waktu aktivasi 120 menit
A3 = Konsentrasi H
3
PO
4
10
4.5. Aplikasi Arang Aktif pada Minyak Nyamplung
Minyak nyamplung yang digunakan dalam penelitin ini berasal dari pengrajin minyak nyamplung di Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen Jawa
Tengah. Hasil analisis sifat fisiko kimia minyak nyamplung sebelum dan setelah perlakuan pemurnian dengan arang aktif dan bentonit tersebut disajikan Tabel 10.
1. Kadar Air
Kadar air minyak nyamplung sebelum perlakuan adalah 0,367 dan setelah perlakuan, diperoleh kadar air yang bervariasi yaitu berkisar 0,239 –
0,324 dengan kadar air terendah dihasilkan dari perlakuan menggunakan arang aktif tempurung nyamplung 20 yaitu sebesar 0,239 dan kadar air tertinggi
dihasilkan dari penggunaan bentonit 20.
49
Tabel 10. Sifat fisiko kimia minyak nyamplung sebelum dan setelah perlakuan
Konsen trasi
adsorben Kadar
air Bilangan
asam mg
KOHg Bilangan
Penyabunan mg KOHg
Bilangan Iod
mgg Bilangan
Peroksida mg
100 g
Kejerni han
T
1
0,367 45,756 203,189 90,915 0,853 22,55
2
5 0,323 43,284 201,090 88,216 0,696 75,53
10 0,287 41,752 201,424 88,417 0,593 87,07
15 0,271 41,45 201,957 87,619 0,526 90,06 20 0,239
40,413 200,424 85,295 0,466 95,81
3
5 0,273 43,864 203,189 87,994 1,319 94,17
10 0,254 43,656 202,99 86,813 1,303 94,14
15 0,265 42,861 201,557 86,822 1,259 94,14
20 0,324 42,969 200,124 84,469 0,996 90,02
Keterangan : 1. Minyak sebelum perlakuan kontrol 2. Minyak setelah perlakuan arang aktif
3. Minyak setelah perlakuan bentonit
Hasil analisis sidik ragam Lampiran 12 menunjukkan bahwa penggunaan adsorben berpengaruh nyata terhadap kadar air minyak. Hasil uji Duncan
menunjukkan bahwa pemberian arang aktif sebesar 20 memberikan hasil yang berbeda dengan perlakuan arang aktif 5, 10, kontrol dan bentonit 20 tetapi
tidak berbeda dengan arang aktif 15, bentonit 5, 10 dan 15. Kadar air minyak cenderung menurun dengan meningkatnya konsentrasi
arang aktif yang digunakan, sedangkan pada pemberian bentonit 5-10 cenderung menurunkan kadar air tetapi pada konsentrasi 15 – 20 cenderung
meningkatkan kadar air. Hal ini sesuai dengan penelitian Darmawan 2006, yang meneliti minyak kemiri bahwa kadar air minyak cenderung meningkat dengan
bertambahnya konsentrasi bentonit.
2. Bilangan asam