Karakteristik Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn) dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung

(1)

   

KARAKTERISTIK ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI

NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum Linn) DAN

APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MINYAK NYAMPLUNG

SANTIYO WIBOWO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Karakteristik Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn) dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2009

Santiyo Wibowo


(3)

ABSTRACT

SANTIYO WIBOWO. The Properties of Activated Carbons from Nyamplung Shell (Calophyllum inophyllum Linn) as Adsorbent of Nyamplung Oil. Under direction of WASRIN SYAFII and GUSTAN PARI

The waste of nyamplung shell could be converted to be activated carbons as gaseous and liquid adsorbent. Nyamplung shell was carbonized into charcoal, then activated by using 0%, 5% and 10% H3PO4 at two temperatures (700 and 800oC) and

two duration (60 and 120 minutes). The nyamplung shell, charcoal and activated carbons structure were analized by using infrared spectrometer, X-ray difractometer (XRD), scaning electron microscope (SEM), and GCMS Pyrolisis. The quality of charcoal and activated carbons were tested by using SNI 01-1682-1996 and SNI 06-3703-1995. The optimum activated carbons was applied as adsorbent for purification of nyamplung oil at four levels; 5, 10, 15, 20% and 0% (control). The result showed that carbonization and activation caused alteration of functional group, pore opening, chemical reduction, and increasing of cristalinity degree of the charcoal and activated carbons. The optimum condition to produced activated carbons were soaking in H3PO4 10% at temperature 700 oC for 120 minutes. The

better treatment for purification of nyamplung oil was by using 20% activated carbons.


(4)

SANTIYO WIBOWO. Karakteristik Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn) dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung. Dibimbing oleh WASRIN SYAFII dan GUSTAN PARI.

Arang aktif merupakan salah satu bahan yang diperlukan industri dalam proses poduksi, baik industri pangan maupun non pangan. Arang aktif digunakan sebagai bahan penjerap (adsorbsi) untuk menghilangkan bau, gas beracun, dan warna, atau sebagai bahan penyaring/penjenih air, pemurni dan pemucat, misalnya pada industri pemurnian gula, gas, minyak dan lemak, minuman, pengolahan pulp, pupuk, kimia, dan farmasi.

Tempurung nyamplung merupakan limbah dari pengusahaan minyak biji nyamplung yang belum digali pemanfaatannya. Salah satu kemungkinan pemanfaatannya adalah dikonversi menjadi arang aktif yang akan diaplikasikan pada penjernihan minyak nyamplung. Saat ini minyak nyamplung hanya dimanfaatkan sebagai bahan campuran pembuatan batik dan batu bata atau sebagai bahan bakar alternatif. Di pihak lain minyak nyamplung mempunyai potensi sebagai bahan obat dan kosmetik. Untuk memperoleh minyak yang berkualitas baik terutama sebagai bahan obat dan kosmetik, minyak perlu dimurnikan terlebih dahulu. Pemurnian bertujuan untuk menghilangkan rasa, bau, warna, kotoran, dan memperpanjang umur simpan. Salah satu cara pemurnian minyak adalah menggunakan bahan penyerap arang aktif.

Pada penelitian ini dilakukan pengkajian yang bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik arang aktif tempurung biji nyamplung, mendapatkan kondisi yang optimal dalam pembuatan arang aktif tempurung biji nyamplung, dan mengetahui pengaruh arang aktif terhadap sifat fisiko-kimia minyak nyamplung.

Tempurung biji nyamplung dikarbonisasi pada suhu 500 oC selama 5 jam. Arang yang dihasilkan kemudian diberi perlakuan perendaman dengan 0, 5 dan 10% H3PO4, selanjutnya diaktivasi pada suhu 700 dan 800 oC, selama 60 dan 120 menit.

Analisis pola struktur dilakukan terhadap tempurung, arang dan arang aktif menggunakan FTIR, XRD, SEM, EDX dan GCMS Pyrolisis. Mutu arang diuji dengan SNI 01-1682-1996 dan arang aktif diuji dengan SNI 06-3703-1995. Kondisi optimal pembuatan arang aktif dihitung menggunakan index bilangan iod. Selanjutnya diaplikasikan dalam pemurnian minyak nyamplung dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15 dan 20%.


(5)

Hasil analisis pola struktur menunjukkan terjadinya perubahan pola pada tempurung, arang dan arang aktif nyamplung. Ini dilihat dari perubahan gugus fungsi, derajat kristalinitas, penampakan permukaan, perubahan unsur dan senyawa kimia.

Kondisi optimal untuk memproduksi arang aktif tempurung nyamplung dihasilkan pada proses menggunakan aktivator H3PO4 10%, suhu aktivasi 700 oC dan

lama aktivasi 120 menit. Arang aktif tersebut sudah memenuhi persyaratan SNI 06-3703-1995. Penggunaan arang aktif tempurung biji nyamplung berpengaruh nyata terhadap kadar air, bilangan asam, bilangan iod, bilangan peroksida dan kejernihan minyak nyamplung tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan penyabunan dan iod. Arang aktif sebesar 20% memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya karena menghasilkan minyak dengan kadar air, bilangan asam, peroksida terendah, kejernihan tertinggi, dan meningkatkan pH minyak.


(6)

© Hak cipta milik IPB tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar pihak IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

KARAKTERISTIK ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI

NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum Linn) DAN

APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MINYAK NYAMPLUNG

SANTIYO WIBOWO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Science

pada Mayor Ilmu Teknologi Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(8)

Judul Tesis : Karakteristik Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn) dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung

Nama : Santiyo Wibowo NRP : E251070084

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr Dr. Gustan Pari, M.Si, APU

Ketua Anggota

Diketahui:

Kordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Teknologi Hasil Hutan

Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc Prof.Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(9)

   

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, atas Rahmat dan Ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesakan karya ilmiah berjudul Karakteristik Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn) dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Selama persiapan dan pelaksaaan penelitian sampai selesainya karya ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dengan setulus hati dan penghargaan kepada :

− Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr selaku Ketua Komisi Pembimbing,

− Dr. Gustan Pari, M.Si, APU selaku Anggota Komisi Pembimbing.

− Ir. Deded Syarif Nawawi, M.Sc atas kesediaanya selaku dosen penguji,

− Ketua dan Sekretaris Program Mayor Ilmu Teknologi Hasil Hutan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

− Kepala Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli.

− Kepala Pusat Penelitian Hasil Hutan, Ketua Kelompok Peneliti Pengolahan Kimia dan Energi Hasil Hutan dan Kepala Laboratorium Terpadu Puslitbang Hasil Hutan Bogor yang telah memberikan ijin dan penggunaan fasilitas laboratorium.

− Seluruh Laboran di Lab. Pengolahan Kimia dan Energi Hasil Hutan Bogor.

− Rekan-rekan Research School Angkatan 2007 atas bantuan dan kebersamaannya.

− Kepada orang tua (Sanly Suratman dan Ratna Komala Sari), mertua (Gafar BA dan Djanewar), istri tercinta (Rozza Tri Kwatrina) dan buah hati tersayang (Nurul Afiyah dan Alya Zahra Nazifah).

− Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan doa dan materi yang diberikan.

Akhir kata semoga karya tulis ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2009


(10)

   

Penulis dilahirkan di Teluk Betung pada tanggal 24 Agustus 1973 sebagai anak pertama dari pasangan Sanly Suratman dan Ratna Komala Sari.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Teladan, Rawa Laut, Bandar Lampung pada tahun 1986, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Tanjung Karang, Lampung pada tahun 1989 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Tanjung Karang, Lampung pada tahun 1992. Pada tahun 1992, penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung dan berhasil memperoleh gelar Sarjana pada tahun 1997.

Pada tahun 1998, penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Departemen Kehutanan. Pada tahun 2007, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Pascasarjana IPB pada program mayor Ilmu Teknologi Hasil Hutan.

Penulis menikah dengan Rozza Tri Kwatrina, S.Si dan dikaruniai oleh ALLAH SWT dua orang putri bernama Nurul Afiyah dan Alya Zahra Nazifah.


(11)

   

KARAKTERISTIK ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI

NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum Linn) DAN

APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MINYAK NYAMPLUNG

SANTIYO WIBOWO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(12)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Karakteristik Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn) dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2009

Santiyo Wibowo


(13)

ABSTRACT

SANTIYO WIBOWO. The Properties of Activated Carbons from Nyamplung Shell (Calophyllum inophyllum Linn) as Adsorbent of Nyamplung Oil. Under direction of WASRIN SYAFII and GUSTAN PARI

The waste of nyamplung shell could be converted to be activated carbons as gaseous and liquid adsorbent. Nyamplung shell was carbonized into charcoal, then activated by using 0%, 5% and 10% H3PO4 at two temperatures (700 and 800oC) and

two duration (60 and 120 minutes). The nyamplung shell, charcoal and activated carbons structure were analized by using infrared spectrometer, X-ray difractometer (XRD), scaning electron microscope (SEM), and GCMS Pyrolisis. The quality of charcoal and activated carbons were tested by using SNI 01-1682-1996 and SNI 06-3703-1995. The optimum activated carbons was applied as adsorbent for purification of nyamplung oil at four levels; 5, 10, 15, 20% and 0% (control). The result showed that carbonization and activation caused alteration of functional group, pore opening, chemical reduction, and increasing of cristalinity degree of the charcoal and activated carbons. The optimum condition to produced activated carbons were soaking in H3PO4 10% at temperature 700 oC for 120 minutes. The

better treatment for purification of nyamplung oil was by using 20% activated carbons.


(14)

SANTIYO WIBOWO. Karakteristik Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn) dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung. Dibimbing oleh WASRIN SYAFII dan GUSTAN PARI.

Arang aktif merupakan salah satu bahan yang diperlukan industri dalam proses poduksi, baik industri pangan maupun non pangan. Arang aktif digunakan sebagai bahan penjerap (adsorbsi) untuk menghilangkan bau, gas beracun, dan warna, atau sebagai bahan penyaring/penjenih air, pemurni dan pemucat, misalnya pada industri pemurnian gula, gas, minyak dan lemak, minuman, pengolahan pulp, pupuk, kimia, dan farmasi.

Tempurung nyamplung merupakan limbah dari pengusahaan minyak biji nyamplung yang belum digali pemanfaatannya. Salah satu kemungkinan pemanfaatannya adalah dikonversi menjadi arang aktif yang akan diaplikasikan pada penjernihan minyak nyamplung. Saat ini minyak nyamplung hanya dimanfaatkan sebagai bahan campuran pembuatan batik dan batu bata atau sebagai bahan bakar alternatif. Di pihak lain minyak nyamplung mempunyai potensi sebagai bahan obat dan kosmetik. Untuk memperoleh minyak yang berkualitas baik terutama sebagai bahan obat dan kosmetik, minyak perlu dimurnikan terlebih dahulu. Pemurnian bertujuan untuk menghilangkan rasa, bau, warna, kotoran, dan memperpanjang umur simpan. Salah satu cara pemurnian minyak adalah menggunakan bahan penyerap arang aktif.

Pada penelitian ini dilakukan pengkajian yang bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik arang aktif tempurung biji nyamplung, mendapatkan kondisi yang optimal dalam pembuatan arang aktif tempurung biji nyamplung, dan mengetahui pengaruh arang aktif terhadap sifat fisiko-kimia minyak nyamplung.

Tempurung biji nyamplung dikarbonisasi pada suhu 500 oC selama 5 jam. Arang yang dihasilkan kemudian diberi perlakuan perendaman dengan 0, 5 dan 10% H3PO4, selanjutnya diaktivasi pada suhu 700 dan 800 oC, selama 60 dan 120 menit.

Analisis pola struktur dilakukan terhadap tempurung, arang dan arang aktif menggunakan FTIR, XRD, SEM, EDX dan GCMS Pyrolisis. Mutu arang diuji dengan SNI 01-1682-1996 dan arang aktif diuji dengan SNI 06-3703-1995. Kondisi optimal pembuatan arang aktif dihitung menggunakan index bilangan iod. Selanjutnya diaplikasikan dalam pemurnian minyak nyamplung dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15 dan 20%.


(15)

Hasil analisis pola struktur menunjukkan terjadinya perubahan pola pada tempurung, arang dan arang aktif nyamplung. Ini dilihat dari perubahan gugus fungsi, derajat kristalinitas, penampakan permukaan, perubahan unsur dan senyawa kimia.

Kondisi optimal untuk memproduksi arang aktif tempurung nyamplung dihasilkan pada proses menggunakan aktivator H3PO4 10%, suhu aktivasi 700 oC dan

lama aktivasi 120 menit. Arang aktif tersebut sudah memenuhi persyaratan SNI 06-3703-1995. Penggunaan arang aktif tempurung biji nyamplung berpengaruh nyata terhadap kadar air, bilangan asam, bilangan iod, bilangan peroksida dan kejernihan minyak nyamplung tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan penyabunan dan iod. Arang aktif sebesar 20% memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya karena menghasilkan minyak dengan kadar air, bilangan asam, peroksida terendah, kejernihan tertinggi, dan meningkatkan pH minyak.


(16)

© Hak cipta milik IPB tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar pihak IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(17)

KARAKTERISTIK ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI

NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum Linn) DAN

APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MINYAK NYAMPLUNG

SANTIYO WIBOWO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Science

pada Mayor Ilmu Teknologi Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(18)

Judul Tesis : Karakteristik Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn) dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung

Nama : Santiyo Wibowo NRP : E251070084

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr Dr. Gustan Pari, M.Si, APU

Ketua Anggota

Diketahui:

Kordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Teknologi Hasil Hutan

Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc Prof.Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(19)

   

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, atas Rahmat dan Ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesakan karya ilmiah berjudul Karakteristik Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn) dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Selama persiapan dan pelaksaaan penelitian sampai selesainya karya ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dengan setulus hati dan penghargaan kepada :

− Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr selaku Ketua Komisi Pembimbing,

− Dr. Gustan Pari, M.Si, APU selaku Anggota Komisi Pembimbing.

− Ir. Deded Syarif Nawawi, M.Sc atas kesediaanya selaku dosen penguji,

− Ketua dan Sekretaris Program Mayor Ilmu Teknologi Hasil Hutan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

− Kepala Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli.

− Kepala Pusat Penelitian Hasil Hutan, Ketua Kelompok Peneliti Pengolahan Kimia dan Energi Hasil Hutan dan Kepala Laboratorium Terpadu Puslitbang Hasil Hutan Bogor yang telah memberikan ijin dan penggunaan fasilitas laboratorium.

− Seluruh Laboran di Lab. Pengolahan Kimia dan Energi Hasil Hutan Bogor.

− Rekan-rekan Research School Angkatan 2007 atas bantuan dan kebersamaannya.

− Kepada orang tua (Sanly Suratman dan Ratna Komala Sari), mertua (Gafar BA dan Djanewar), istri tercinta (Rozza Tri Kwatrina) dan buah hati tersayang (Nurul Afiyah dan Alya Zahra Nazifah).

− Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan doa dan materi yang diberikan.

Akhir kata semoga karya tulis ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2009


(20)

   

Penulis dilahirkan di Teluk Betung pada tanggal 24 Agustus 1973 sebagai anak pertama dari pasangan Sanly Suratman dan Ratna Komala Sari.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Teladan, Rawa Laut, Bandar Lampung pada tahun 1986, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Tanjung Karang, Lampung pada tahun 1989 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Tanjung Karang, Lampung pada tahun 1992. Pada tahun 1992, penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung dan berhasil memperoleh gelar Sarjana pada tahun 1997.

Pada tahun 1998, penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Departemen Kehutanan. Pada tahun 2007, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Pascasarjana IPB pada program mayor Ilmu Teknologi Hasil Hutan.

Penulis menikah dengan Rozza Tri Kwatrina, S.Si dan dikaruniai oleh ALLAH SWT dua orang putri bernama Nurul Afiyah dan Alya Zahra Nazifah.


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arang ... 5

2.2 Arang Aktif ... 6

2.2.1 Aktivasi Arang Aktif Secara Kimia ... ... 6

2.2.2 Aktivasi Arang Aktif Secara Fisika ... ... 7

2.3 Sifat Adsorpsi Arang Aktif ... ... 8

2.4 Pemanfaatan Arang Aktif ... ... 9

2.5 Tanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum) ... 10

2.6 Pemanfaatan Minyak Nyamplung ... 11

2.7 Penjernihan Minyak ... 12

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... ... 13

3.2 Bahan dan Alat ... ... 13

3.3 Metode Penelitian ... ... 13

3.3.1 Analisa Tempurung Biji ... 13

3.3.2 Pembuatan Arang ... 14

3.3.3 Pembuatan Arang Aktif ... ... 16

3.3.4 Karakteristik pola struktur arang dan arang aktif ... 18

3.3.5 Aplikasi Arang Aktif pada minyak bintangur ... 19

3.3.6 Pengujian Mutu Minyak Nyamplung ... 19


(22)

4.1 Analisis Kimia Tempurung Biji Nyamplung... .... 26 4.2 Struktur Tempurung Nyamplung, Arang dan Arang Aktif ... .... 27 4.3 Mutu Arang dan Arang Aktif Tempurung Nyamplung ... 39 4.4 Kondisi Optimum Pembuatan Arang Aktif ... 47 4.5 Aplikasi Arang Aktif pada Minyak Nyamplung ... 48 V. KESIMPULAN ... 57 DAFTAR PUSTAKA ... .... 58 LAMPIRAN ... .... 64


(23)

   

   

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Rataan sifat fisiko kimia tempurung biji nyamplung ... 26 2. Bilangan gelombang tempurung nyamplung, arang dan

arang aktif ... ... 30 3. Struktur kristalin dan lapisan aromatik pada bahan baku,

arang dan arang aktif tempurung nyamplung ... 32 4. Derajat kristalinitas beberapa bahan berlignoselulosa ... 35 5. Diameter pori tempurung nyamplung, arang dan arang aktif ... 36 6. Sifat arang tempurung biji nyamplung ... 39 7. Mutu arang dan arang aktif tempurung nyamplung ... 41 8. Analisis EDX tempurung nyamplung, arang dan arang aktif ... 44 9. Hasil perhitungan terhadap total bilangan iodium arang aktif

tempurung nyamplung ... 48 10. Sifat fisiko kimia minyak nyamplung sebelum dan sesudah

perlakuan ... 49 11. Komponen senyawa minyak nyamplung ... 56


(24)

 

 

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pohon, buah dan tempurung biji nyamplung ... 11 2. Retort pyrolisis listrik ... 14 3. Bagan Alur Penelitian ... 23 4. Spektrum serapan FT-IR tempurung, arang dan arang aktif

tempurung nyamplung ... 28 5. Difraksi sinar x tempurung nyamplung, arang dan arang aktif .... 33 6. Struktur permukaan tempurung nyamplung, arang dan arang

aktif pada penampang atas dengan pembesaran 2000x ... 38 7. Kejernihan minyak nyamplung menggunakan arang aktif


(25)

   

 

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Analisa kimia tempurung biji nyamplung ... 64 2. Absorban FTIR tempurung nyamplung, arang dan arang aktif.... ... 66 3. Komponen kimia tempurung nyamplung, arang dan arang aktif .. 69 4. Analisis Energy Dispersive X Ray Analyzer (EDX) tempurung

nyamplung ... 73 5. Rekapitulasi analisis keragaman dan uji kelompok wilayah

Duncan hasil pengamatan pengaruh aktivator, suhu dan waktu

aktivasi terhadap rendemen arang aktif tempurung nyamplung... 76 6. Rekapitulasi analisa keragaman pengaruh aktivator, suhu dan

waktu terhadap kadar air arang aktif tempurung nyamplung ... ... 77 7. Rekapitulasi analisa keragaman pengaruh aktivator, suhu dan

waktu terhadap zat terbang arang aktif tempurung nyamplung ... 78 8. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah

Duncan hasil pengamatan pengaruh aktivator, suhu dan waktu

terhadap kadar abu arang aktif tempurung nyamplung ... ... 79 9. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah

Duncan hasil pengamatan pengaruh aktivator, suhu dan waktu

terhadap karbon terikat arang aktif tempurung nyamplung ... 80 10. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah

Duncan hasil pengamatan pengaruh aktivator, suhu dan waktu

terhadap daya jerap iod arang aktif tempurung nyamplung ... .... 81 11. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah

Duncan hasil pengamatan pengaruh aktivator, suhu dan waktu

terhadap daya jerap benzene arang aktif tempurung nyamplung ... 82 12. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah

Duncan hasil pengamatan pengaruh jenis dan konsentrasi

adsorben terhadap kadar air minyak nyamplung ... 83 13. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah

Duncan hasil pengamatan pengaruh jenis dan konsentrasi

adsorben terhadap bilangan asam minyak nyamplung ... ... 84 14. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah

Duncan hasil pengamatan pengaruh jenis dan konsentrasi

adsorben terhadap bilangan penyabunan minyak nyamplung ... 85 15. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah

Duncan hasil pengamatan pengaruh jenis dan konsentrasi


(26)

 

  16. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah

Duncan hasil pengamatan pengaruh jenis dan konsentrasi

adsorben terhadap bilangan peroksida minyak nyamplung ... 86 17. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah

Duncan hasil pengamatan pengaruh jenis dan konsentrasi


(27)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan berkembangnya industri di berbagai bidang, kebutuhan arang aktif juga semakin meningkat. Arang aktif diperlukan industri dalam proses poduksi, baik industri pangan maupun non pangan. Umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan penyerap untuk menghilangkan bau, gas beracun, warna, atau sebagai bahan penjenih air, pemurni dan pemucat, misalnya pada industri pemurnian gula, pemurnian gas, minyak lemak, minuman, pengolahan pulp, pupuk, kimia, dan farmasi (Djatmiko et al. 1985).

Kebutuhan arang aktif nasional cukup tinggi, lebih dari 200 ton per bulan atau 2.400 ton per tahun, dimana sebagian diantaranya masih di impor untuk keperluan khusus seperti industri pengolahan emas dan farmasi (Fitriani 2008). Sementara itu Indonesia merupakan negara yang cukup banyak sumber bahan baku arang dan arang aktif. Bahan baku pembuatan arang aktif berasal dari bahan yang mengandung karbon baik organik maupun bahan anorganik. Beberapa diantaranya adalah kayu, limbah kayu, tempurung kelapa, batu bara, dan limbah pertanian seperti kulit buah kopi, sabut buah coklat, sekam padi, jerami, tongkol dan pelepah jagung, bahkan bahan polimer seperti poliakrilonitril, rayon dan resin fenol (Asano et al. 1999). Selain itu telah diteliti arang aktif dari ampas limbah daun teh, kulit kayu Acacia mangium, tempurung biji kemiri, kayu dan tempurung biji jarak pagar, sekam padi dan serbuk gergaji dari beberapa jenis kayu (Sudradjat dan Suryani 2002; Pari et al. 2000; Sudradjat et al. 2005).

Bahan baku lainnya yang dapat dikembangkan sebagai arang aktif adalah tempurung biji nyamplung (Calopyllum inophyllum Linn) yang merupakan limbah dari pengolahan minyak nyamplung dan belum dimanfaatkan. Arang aktif tersebut dapat dimanfaatkan sebagai penjernih minyak atau sebagai penyerap (adsorben) gas dan bahan cairan lainnya.

Pengusahaan minyak nyamplung atau dikenal juga sebagai tamanu oil, sudah dilakukan di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah dengan kapasitas produksi sekitar 300 kg/hari atau ± 100 liter perhari dan digunakan sebagai bahan campuran pembuatan genteng. Beberapa daerah bahkan sudah mulai menanam


(28)

 

nyamplung dalam jumlah besar, seperti dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi Papua yang telah menanam 15 (lima belas) ribu bibit tanaman nyamplung (Anonim 2008a), kemudian KPH Banyumas Barat menanam nyamplung seluas ± 1000 ha (Anonim 2008c). Selanjutnya Departemen Kehutanan melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor, ikut berperan serta dalam pengembangan energi alternatif biodiesel dari minyak biji tanaman nyamplung dan pembuatan produk turunannya (Sudradjat 2007). Biji nyamplung mengandung minyak yang cukup tinggi yaitu 71,4% (Heyne 1987), dan 75% (Dweck dan Meadows 2002), berpotensi sebagai sumber pembuatan biodiesel, pelumas, bio-oil dan oleo kimia seperti surfaktan, epoxy, polyurethane, bahan obat dan kosmetik.

Untuk memperoleh minyak yang berkualitas baik terutama sebagai bahan obat dan kosmetik, minyak perlu dimurnikan terlebih dahulu. Pemurnian bertujuan untuk menghilangkan rasa, bau, warna dan kotoran, untuk mempermudah proses pengolahan minyak selanjutnya dan memperpanjang umur simpan (Ketaren 1986). Salah satu cara pemurnian minyak adalah menggunakan bahan penyerap arang aktif. Menurut Jacob (1958) dalam Pari et al. (2000), arang aktif dapat digunakan sebagai bahan pemucat atau penjernih minyak kasar (crude oil) yang masih mengandung kotoran, yang dapat mempercepat terjadinya kerusakan minyak. Pada penelitian ini dilakukan kajian pembuatan arang aktif tempurung biji nyamplung yang diaplikasikan pada pemurnian minyak nyamplung.

1.2 Perumusan Masalah

Dampak dari pengusahaan minyak biji nyamplung adalah limbah tempurung biji yang diperkirakan mencapai sekitar 30 – 40% tempurung biji dan belum digali pemanfaatannya. Salah satu kemungkinan pemanfaatannya adalah dikonversi menjadi arang aktif sebagai bahan penjernih minyak. Pemanfaatan minyak nyamplung di masyarakat masih terbatas sebagai campuran bahan pembuatan batik dan sebagai bahan perendam genteng atau batu bata agar tidak retak ketika dibakar. Saat ini, pemanfaatan minyak lebih diarahkan sebagai bahan bakar alternatif biodiesel non pangan yang potensial.


(29)

3   

Di lain pihak minyak juga mempunyai potensi dikembangkan sebagai bahan obat dan kosmetik. Menurut Kilham (2004), beberapa penelitian telah membuktikan bahwa minyak nyamplung dapat bermanfaat sebagai antineuralgic, antiinflammatory, antimicrobial, dan antioxidant serta digunakan untuk pengobatan luar (topical healing) misalnya pada gangguan penyakti kulit, kulit kering atau bersisik, luka diabetes, luka bakar, luka iris, arthritis (radang sendi), rheumatism, neuralgia (sakit saraf otot), muscle aches (sakit otot) dan lainnya. Di beberapa negara Eropa dan Amerika, tamanu oil sudah dijual dengan merk dagang True Tamanu dengan harga $29,95 per 1 oz (setara dengan 29,5 ml) (Anonim 2008b).

Dari uraian di atas, permasalah yang ingin dijawab adalah:

1. Apakah tempurung biji nyamplung dapat dikonversi menjadi arang aktif dan bagaimana pola struktur dan karakteristik mutunya?

2. Apakah arang aktif tempurung nyamplung dapat digunakan sebagai bahan adsorben pemurni minyak nyamplung dan bagaimana pengaruhnya terhadap sifat fisiko-kimia minyak nyamplung?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik arang aktif tempurung biji nyamplung.

2. Mendapatkan kondisi yang optimal dalam pembuatan arang aktif tempurung biji nyamplung.

3. Mengetahui pengaruh arang aktif terhadap sifat fisiko-kimia minyak nyamplung.

1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Tempurung biji nyamplung dapat dikonversi menjadi arang aktif.


(30)

 

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah limbah tempurung biji nyamplung dan mendukung usaha industri tanpa limbah (zero waste), serta menyediakan informasi pemanfaatan arang aktif tempurung biji nyamplung sebagai adsorben minyak nabati.


(31)

   

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Arang

Arang adalah suatu bahan padat berpori yang mengandung 85-98% karbon, yang dihasilkan dari pembakaran pada suhu tinggi dengan proses pirolisis yaitu proses pembakaran bahan yang mengandung karbon komplek tanpa adanya oksigen atau pembakaran tidak sempurna, sehingga bahan hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi menjadi karbondioksida. Sebagian besar pori-pori pada arang masih tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa organik lainnya. Bahan yang digunakan adalah bahan yang mengandung karbon baik organik maupun anorganik yang berasal dari tumbuhan, hewan dan bahan tambang (Goldberg 1985; Djatmiko et al. 1985; Heygreen & Bowyer 1996; Kinoshita 2001).

Pirolisis merupakan proses pemanasan tanpa adanya oksigen (Heygreen & Bowyer 1996). Kinoshita (2001), menyatakan bahwa pirolisis adalah proses pembakaran tidak sempurna bahan yang mengandung karbon komplek yang tidak teroksidasi menjadi CO2. Pada saat pirolisis terjadi, energi panas mendorong

terjadinya oksidasi sehingga molekul karbon yang komplek terurai sebagian besar menjadi karbon atau arang. Berdasarkan tingkatannya, pirolisis terbagi menjadi dua yaitu pirolisi primer dan sekunder. Pirolisis primer terbagi menjadi proses lambat yaitu pada suhu 150-300oC yang menghasilkan arang, H2O, CO dan CO2

dan proses cepat, terjadi pada suhu 300-400oC, yang menghasilkan arang, gas dan H2O. Pirolisis sekunder terjadi pada suhu di atas 600oC yang menghasilkan

karbon monoksida, gas hidrogen dan gas hidrokarbon (Paris et al. 2005 dalam

Gani 2007).

Hambali et al. (2007), menyatakan bahwa apabila digunakan pirolisis cepat (fast pyrolysis) yaitu pemanasan dengan lama 0,5 – 2 detik pada suhu 400 – 600oC dan proses pemadaman yang cepat pada akhir proses, selain dihasilkan arang, juga dihasilkan gas dan cairan yang disebut bio-oil yang merupakan salah satu bahan bakar alternatif.


(32)

 

   

Proses pengarangan atau karbonisasi terbagi menjadi empat tahap yaitu: 1. Tahap penguapan air, yang terjadi pada suhu 100-150oC

2. Tahap penguraian hemiselulosa dan selulosa pada suhu 200 – 240oC menjadi larutan piroglinat yang merupakan asam organik dengan titik didih rendah misalnya asam asetat, formiat dan metanol.

3. Tahap proses depolimerisasi dan pemutusan ikatan C-O dan C-C, pada suhu 240 – 400oC. Selain itu lignin mulai terurai menghasilkan ter, menurunnya larutan piroglinat dan CO serta meningkatnya gas CO, CH4

dan gas hidrogen.

4. Tahap pembentukan lapisan aromatik, yang terjadi pada suhu lebih dari 400oC dan lignin masih terus terurai sampai suhu 500oC, sedangkan pada suhu lebih dari 600oC terjadi proses pembesaran luas permukaan arang. Selanjutnya arang dapat dimurnikan atau dijadikan arang aktif pada suhu 500 – 1000oC (Djatmiko et al. 1985).

2.2 Arang Aktif

Menurut Sudradjat dan Soleh (1994), arang aktif adalah arang hasil proses lanjutan dimana konfigurasi atomnya dibebaskan dari ikatan unsur lain dan pori dibersihkan dari senyawa atau kotoran lainnya (hidrokarbon, ter dan senyawa organik lainnya) sehingga luas permukaannya bertambah besar menjadi sekitar 300 sampai 2000 m2/g yang menyebabkan daya adsorpsinya meningkat. Perbedaan antara arang dengan arang aktif adalah pada bagian permukaannya. Bagian permukaan arang masih ditutupi oleh deposit hidrokarbon yang menghalangi keaktifannya, sementara bagian permukaan arang aktif relatif bebas dari deposit dan permukaannya lebih luas serta pori-pori yang terbuka, sehingga dapat melakukan penjerapan (adsorption) (Smisek & Cerny 1970). Untuk mengaktifkan arang menjadi arang aktif dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara kimia dan fisika.

2.2.1 Aktivasi Arang Aktif Secara Kimia

Proses pengaktifan arang dengan cara kimia adalah dengan menggunakan bahan kimia seperti Ca(OH)2, CaCl2, Ca2(PO4)2, HCN, HNO3, H3PO4, NaOH,


(33)

7   

   

NaSO4, SO2, ZnCl2, Na2SO3, (NH4)2S2O8 (Kirk & Othmer 1940 dalam Djatmiko et al. 1985; Jagtoyen & Derbyshire 1998; Castila et al. 2000; Sabio et al. 2003). Pada cara kimia, sebelum dipanaskan arang direndam dalam larutan larutan kimia selama 24 jam lalu ditiriskan, selanjutnya dipanaskan pada suhu 600-900oC selama 1 – 2 jam. Dengan suhu tinggi tersebut diharapkan bahan pengaktif dapat masuk di antara lapisan atau plat heksagonal kristalit arang dan membuka permukaan arang yang tertutup (Tanaike & Inagaki 1999).

Menurut Pari (2004), cara kimia sering menyebabkan pengotoran pada produk arang aktif. Hal ini disebabkan bahan pengaktif kimia meninggalkan sisa oksida yang tidak larut air pada saat proses pencucian. Untuk mengikat kembali sisa bahan kimia atau abu yang menempel biasanya dilakukan pelarutan HCL pada arang aktif.

2.2.2 Aktivasi Arang Aktif Secara Fisika

Aktivasi arang aktif secara fisika adalah proses untuk memperluas dimensi struktur molekul dan memperluas permukaan produk arang dengan menggunakan perlakuan panas pada temperatur 800-1000oC dengan mengalirkan gas oksidasi seperti uap air dan CO2 (ACS 1996 dalam Manocha 2003) atau

hanya dengan pemanasan saja tanpa dialirkan uap air atau CO2 (Gani 2007).

Proses aktivasi dengan uap air atau gas CO2 pada suhu di bawah 800oC,

akan berlangsung sangat lambat, sedangkan pada suhu di atas 1000oC dapat menyebabkan kerusakan struktur kisi-kisi heksagonal arang. Menurut Pari (2004) prinsip pembuatan arang aktif secara fisika adalah dengan mengalirkan uap air atau CO2 pada arang yang dipanaskan. Reaksi ini berjalan secara endotermis

sehingga proses aktivasinya kurang efektif. Untuk meningkatkan efektifitas aktivasi dapat dilakukan pemanasan permukaan luar unit aktivasi untuk meratakan distribusi panas.

2.3 Sifat Adsorpsi Arang Aktif

Adsorbsi adalah pembentukan lapisan berupa gas atau cairan oleh molekul dalam fasa fluida pada permukaan padatan oleh gaya tarik Van Der Waals. Dimana terjadi perubahan kepekatan molekul, ion atau atom antar permukaan dalam dua fase. Bila ke dua fase saling berinteraksi, maka akan terbentuk suatu


(34)

 

   

fase baru yang berbeda dengan masing-masing fase sebelumnya (Manocha 2003; Pari 2004).

Faktor yang mepengaruhi daya serap (adsorpsi) arang aktif (Sembiring & Sinaga 2003) yaitu :

1. Sifat arang aktif sebagai adsorben, yaitu ukuran dan kehalusan pori, semakin kecil pori-pori arang aktif, luas permukaan semakin besar dan kecepatan adsorpsi bertambah.

2. Sifat komponen yang diserap (adsorbat), yaitu ukuran dan polaritas molekul, gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan.

3. Sifat larutan, yaitu temperatur dan pH, pada asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan (dengan penambahan asam mineral) yang mengurangi ionisasi asam organik tersebut, sedangkan bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.

4. Lamanya proses adsorbsi atau waktu kontak.

Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah arang yang digunakan. Selain ditentukan oleh dosis arang aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama.

2.4 Pemanfaatan Arang Aktif

Terdapat tiga kelompok penggunaan arang aktif dalam industri (LIPI 1999), yaitu:

1) Penggunaan untuk gas seperti;

pemurnian gas (desulfurisasi, menghilangkan gas beracun, bau busuk dan asap), pengolahan LNG (desulfurisasi dan penyaringan bahan mentah), katalisator (katalisator reaksi/pengangkut vinil klorida dan vinil asetat), pengunaan lain (mengilangkan bau pada kamar pendingin atau mobil).


(35)

9   

   

2) Penggunaan untuk cairan;

Industri obat dan makanan (menyaring dan menghilangkan warna), industri minuman ringan dan keras (menghilangkan warna dan bau), kimia perminyakan (zat perantara dan penyulingan bahan mentah), pembersih air (menyaring dan menghilangkan warna, bau zat pencemar dalam air, sebagai alat pelindung dan penukar resin dalam alat penyulingan air), pembersih air buangan (membersihkan air buangan dari pencemar, warna, bau dan logam berat), penambakan udang dan benur (pemurnian, menghilangkan bau dan warna air tambak), pelarut yang digunakan kembali (penarikan kembali berbagi pelarut, sisa metanol, etil asetat dan lainnya).

3) Penggunaan lainnya;

Industri pengolahan pulp (pemurnian dan penghilangan bau), industri pengolahan pupuk (pemurnian), pengolahan emas (pemurnian), penyaringan minyak makan dan glukosa (menghilangkan warna, bau dan rasa tidak enak). Menurut Fitriani (2007), arang digunakan sebagai penghantar zat antikanker pada tubuh manusia. Karbon aktif diubah menjadi sejenis batang berukuran sepersejuta meter atau disebut nanohorn, yang salah satu ujung silindernya meruncing. Pada ujung silinder tersebut, disempalkan atau dimasukkan butiran 1-2 obat kanker berukuran nanometer bernama cisplatin. Selanjutnya disuntikkan ke tubuh pasien, dimana nanohorn masuk ke peredaran darah dan hanya terakumulasi dalam sel kanker, tidak menyebar ke seluruh tubuh. Hal ini karena sifat sel kanker lebih mudah menyerap benda berukuran 100 nanometer dibandingkan sel tubuh lainnya. Setelah berkumpul di dalam sel kanker, obat dalam kapsul nanohorn itu perlahan lepas untuk mematikan sel kanker. Sistem penghantar obat itu lebih efektif untuk pemusnahan kanker dan tumor serta tanpa efek samping.

Penelitian yang dilakukan Richard C. Kaufman, Ph.D dari National Health Federation, Minessota Amerika Serikat. Arang terbukti bersifat antipenuaan dan memperpanjang umur sebanyak 40% hewan percobaan. Hal ini disebabkan arang menjaga sensitivitas tubuh dari bahan kimia dan racun yang merusak sel tubuh. Arang juga menyeimbangkan metabolisme lemak, menurunkan kinerja sintesis protein pemicu penuaan, penurunan RNA, penghambat arteriosklerosis dan


(36)

 

   

fibrosis. Selain itu arang sebagai pereduksi kolesterol dimana sejumlah pasien berkolesterol tinggi yang diberi konsumsi 8 g arang per hari turun 25% dari total kolesterol, 41% kolesterol jahat LDL (low density lipoprotein), serta melipatgandakan rasio HDL/LDL kolesterol. Hal ini karena arang menyerap penyumbat jantung dan melancarkan peredaran darah koroner (British Journal of Nutrition dalam Fitriani 2007).

2.5 Tanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum L)

Nyamplung atau bintangur termasuk dalam famili Guttiferae. Nama daerah nyamplung di Sumatera adalah bintangor, bintol, mentangur, punaga, di Jawa dikenal sebagai bunut, nyamplung, sulatri, di Kalimatan; bataoh, bentangur, butoo, jempelung, jinjit, mahadingan, maharunuk, di Sulawesi; betau, bintula, dinggale, pude, wetai, di Maluku; balitoko, bintao, biatur, petaule dan di NTT; bentango, gentangir, matau, samplong (Martawijaya et al. 1981). Daerah penyebaran di Indonesia adalah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, NTT (Martawijaya et al. 1981).

Pohon nyamplung dapat mencapai tinggi 20 m, diameter 150 cm, batang agak pendek, bercabang rendah dekat permukaan tanah (Gambar 1). Kayu nyamplung dengan batang yang lurus digunakan sebagai kayu perkapalan, tiang layar dan dayung, kayu yang berat digunakan untuk balok, tiang, papan lantai dan perumahan, kayu yang ringan digunakan untuk papan, peti dan konstruksi di bawah atap, roda dan sumbu gerobak, kano, bantalan, tong dan kepala pemukul golf (Martawijaya et al. 1981).

Tanaman nyamplung merupakan tanaman multi guna, selain sebagai penghasil kayu, juga menghasilkan buah yang dimanfaatkan sebagai penghasil minyak nyamplung, dimana daging bijinya mengandung minyak mencapai 71,4% (Nijverheid dan Handel dalam Heyne 1987) dan 75% (Dweek dan Meadowsi 2002). Selain itu kulit batang dan akar diketahui mengandung bahan bioaktif yang berkasiat obat bahkan pada getah daun bintangur telah ditemukan senyawa bioaktif costatolide A yang terbukti dapat menekan pertumbuhan virus HIV (Anonim 2003).


(37)

11   

   

Gambar 1. Pohon, buah dan tempurung biji nyamplung

2.6 Pemanfaatan Minyak Nyamplung

Meskipun penelitian minyak nyamplung atau dikenal sebagai minyak tamanu sudah dilaksanakan sejak tahun 1918, akan tetapi pemanfaatan minyaknya baru berkembang pada sepuluh tahun/dekade terakhir terutama sebagai bahan baku obat (Kilham 2008). Lebih lanjut Dweck dan Meadows (2002) melaporkan bahwa minyak nyamplung dapat digunakan untuk pengobatan penyakit kulit, menyembuhkan luka kecil seperti tergores juga efisien untuk luka serius seperti luka bakar oleh api atau bahan kimia atau luka pasca operasi dan telah dikaji secara klinis pada sejumlah kasus. Selain itu untuk alergi kulit, jerawat, gatal, psoriasis, luka diabetes, infeksi kulit, untuk mengobati arthritis (radang sendi),

rheumatism, neuralgia (sakit safaf otot), muscle aches (sakit otot), serta sebagai bahan kosmetik (Anonim 2008b). Tanaman nyamplung mengandung banyak komponen kimia yang telah terbukti membantu perbaikan dan regenerasi jaringan kulit. Kandungan terbesar adalah calophylloloide dan asam calophyllic, benzoic

dan oxi-benzoic acids dengan jumlah yang signifikan.

Di Indonesia, selama ini minyak nyamplung dimanfaatkan oleh masyarakat di daerah Kebumen Jawa Tengah, hanya sebagai campuran bahan pembuatan batik dan bahan perendam genteng atau batu bata sebelum dibakar, yang bertujuan agar genteng atau batu bata tidak retak dan pecah pada waktu pembakaran dengan suhu tinggi (Sahirman 2008).

Kemungkinan pemanfaatan lainnya adalah sebagai bahan baku energi alternatif biodiesel, pelumas, bio-oil dan oleo kimia seperti surfaktan, epoxy,


(38)

 

   

polyurethane (Sudradjat 2007). Hasil penelitian Sahirman (2008) melaporkan bahwa biodiesel dari minyak nyamplung sebagian besar sudah memenuhi persyaratan SNI 04-7182-2006 yaitu massa jenis, angka setana, titik nyala, korosi kepngan tembaga, air dan sedimen, kandungan belerang, kandungan fosfor, kadar gliserol, kadar alkil ester dan angkan iodium. Meskipun bilangan asam, viscositas, residu karbon dan titik kabut beberapa parameter masih belum memenuhi syarat.

Di beberapa negara Eropa dan Amerika, saat ini minyak nyamplung sudah dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan dan sudah diperjualbelikan secara bebas. Salah satu merk dagang yang menggunakan minyak nyamplung adalah True Tamanu dengan harga $29,95 per 1 oz (setara dengan 29,5 ml). Menurut Soerawidjaja (2008), minyak nyamplung mengandung koumarin, diantaranya;

calophyllolide, inofilolid dan calophyllic acid yang berkhasiat sebagai anti radang (anti inflammatory), anti koagulan, anti bakteri, serta 4-phenylcoumarin yang berkhasiat sebagai canser chemopreventive agent.

2.7 Penjernihan Minyak

Penjernihan minyak dilakukan untuk menghilangkan rasa dan bau tidak enak, warna yang tidak menarik, meningkatkan kualitas dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri. Penjernihan minyak dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah adsorben ke dalam minyak. Jenis adsorben yang digunakan antara lain tanah pemucat (bleaching earth), lempung aktif (activated cley) dan arang (bleaching carbon), arang aktif atau bahan kimia (Ketaren 1986). Kemampuan karbon aktif sebagai bahan penjernih/pemucat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; ukuran partikel, porositas, kadar mineral yang terikut pada karbon aktif dan berat atau ringannya senyawa molekul zat yang diserap misalnya bilangan iod yang bermolekul ringan akan mudah diserap karbon aktif. Bila adsorben memiliki berat jenis tinggi, ukuran partikel halus dan pH mendekati normal akan lebih efektif dalam mengadsorbsi warna (Ketaren 1986).


(39)

13   

   

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Kayu dan Energi Biomasa Puslitbang Hasil Hutan Bogor, Lab. Kimia Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Kimia FMIPA UPI Bandung, Lab. Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2009.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempurung biji nyamplung dan minyak nyamplung kasar yang diperoleh dari Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Bahan kimia yang digunakan antara lain iodin, benzena, Na2S2O3, larutan kanji 1%, KOH, H3PO4 dan bahan kimia analisis lainnya.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah; reaktor pirolisis untuk pengarangan, retort listrik untuk pembuatan arang aktif, timbangan analitik, oven, spektrofotometer FTIR (Fourier Transform Infra Red) merk Shimadzu 8400, SEM (Scaning Electron Microscopy) merk Evo 50, dan XRD (X-ray Difractometer) merk Shimadzu 7000 series, GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) Pyrolisis merk dan GCMS merk Shimadzu QP 5050 A, spektroskopi UV-VIS 1700 series dan peralatan gelas untuk analisa kimia.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Analisa Tempurung Biji

Sebelum dikarbonisasi tempurung biji nyamplung dianalisa sifat fisiko kimianya meliputi kadar air, kadar abu, kadar holoselulosa, lignin, pentosan dan ekstraktif (Lampiran 1).


(40)

 

   

3.3.2 Pembuatan Arang

Tempurung biji nyamplung yang sudah kering diarangkan dalam retort pirolisis listrik (Gambar 2). Tempurung biji nyamplung ditempatkan di dalam tabung wadah silinder, kemudian dipasang di tengah retort. Selanjutnya labu berleher tiga dipasang pada pipa pembuangan gas dan alat destilasi untuk menampung senyawa hidrokarbon berberat molekul tinggi, tar dan cuka tempurung. Tahap berikutnya listrik dihidupkan dan proses berjalan selama sekitar 5 jam. Hasil arang kemudian dianalisa rendemen, kadar air, zat terbang, abu, karbon terikat, daya jerap terhadap iodin dan benzena menggunakan standar BSN (SNI 01-1682-1996).

Gambar 2. Retort pyrolisis listrik 1. Rendemen arang

Rendemen arang ditetapkan dengan menghitung perbandingan berat arang terhadap berat bahan baku awal.

Rendemen (%) = Berat arang x 100 Berat bahan baku

2. Kadar air

Contoh sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 24 jam. Setelah didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang sampai beratnya tetap.

Kadar air (%) = Berat contoh awal – berat contoh akhir x 100


(41)

15   

   

3. Kadar zat terbang

Contoh kering oven ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya, lalu dimasukkan ke dalam tanur listrik pada suhu 950 oC selama 10 menit. Setelah didinginkan dalam desikator ditimbang sampai beratnya tetap.

Kadar zat terbang (%) = Berat contoh awal – berat contoh sisa x 100

Berat contoh awal

4. Kadar abu

Contoh kering oven ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang sudah diketahui beratnya, kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik pada suhu 700 oC selama 5 jam. Setelah didinginkan dalam desikator ditimbang sampai beratnya tetap.

Kadar abu (%) = Berat contoh sisa x 100 Berat contoh awal 5. Kadar karbon terikat

Kadar karbon terikat dihitung dengan cara pengurangan dari kadar abu dan zat terbangnya.

Kadar karbon terikat (%) = 100% - (% kadar abu + % kadar zat terbang) 6. Nilai kalor

Contoh kering oven ditimbang 1 gram, lalu diikat dengan kawat halus. Kemudian dimasukkan ke dalam tempat pembakaran pada alat kalorimeter dan ditutup dengan rapat agar tidak ada udara yang masuk. Dicatat perubahan kalor yang terjadi. Percobaan diulang sebanyak 3 kali.

7. Daya jerap terhadap iodin

Contoh kering oven ditimbang 1 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup dan ditambahkan 25 ml larutan iod 0,1 N dan dikocok selama 15 menit pada suhu kamar, selanjutnya larutan disaring. Larutan hasil saringan dipipet 10 ml dan dititer dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai berwarna kuning,

lalu ditambahkan larutan kanji 1% sebagai indikator sehingga larutan berwarna biru. Selanjutnya larutan dititer kembali sampai warna biru hilang.

Daya jerap iod (mg/g) = [10 – (ml contoh x N Na2S2O3)] x 126,93 x fp


(42)

 

8. Daya jerap terhadap uap benzena

Contoh kering oven ditimbang 1gram dan dimasukkan ke dalam petridish, lalu ditimbang lagi, kemudian diletakkan di dalam eksikator yang berisi uap benzena. Diamati pada jam ke-24 dan 48 dengan cara mengangkat petridish, lalu dibiarkan ± 15 menit lalu ditimbang.

Daya jerap uap benzena (%) = Berat contoh akhir – berat contoh awal x 100

Berat contoh awal

3.3.3 Pembuatan Arang Aktif

Arang tempurung biji nyamplung kemudian diaktivasi dengan retort aktivasi kapasitas 300 g. Sebelumnya arang direndam dalam asam phosfat teknis sesuai perlakuan yaitu 0, 5 dan 10% (b/v). Kemudian arang di aktivasi dengan suhu 700 oC dan 800 oC selama 60 dan 120 menit. Arang aktif yang dihasilkan kemudian dianalisis meliputi rendemen, kadar air, zat terbang, abu, karbon terikat, daya jerap iodin dan benzena sesuai standar BSN (SNI 06-3730-1995). 1. Rendemen arang aktif

Rendemen arang aktif ditetapkan dengan menghitung perbandingan berat arang aktif hasil aktivasi terhadap berat arang sebelum aktivasi.

Rendemen (%) = Berat arang hasil aktivasi x 100 Berat arang sebelum aktivasi

2. Kadar air

Contoh sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 24 jam. Setelah didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang sampai beratnya tetap.

Kadar air (%) = Berat contoh awal – berat contoh akhir x 100

Berat contoh awal

3. Kadar zat terbang

Contoh kering oven ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya, lalu dimasukkan ke dalam tanur listrik pada suhu 950 oC selama 10 menit. Setelah didinginkan dalam desikator ditimbang sampai beratnya tetap.


(43)

17   

   

Kadar zat terbang (%) = Berat contoh awal – berat contoh sisa x 100

Berat contoh awal

4. Kadar abu

Contoh kering oven ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang sudah diketahui beratnya, kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik pada suhu 700 oC selama 5 jam. Setelah didinginkan dalam desikator ditimbang sampai beratnya tetap.

Kadar abu (%) = Berat contoh sisa x 100 Berat contoh awal 5. Kadar karbon terikat

Kadar karbon terikat dihitung dengan cara pengurangan dari kadar abu dan zat terbangnya.

Kadar karbon terikat (%) = 100% - (% kadar abu + % kadar zat terbang)

6. Daya jerap terhadap iodin

Contoh kering oven ditimbang 1 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup dan ditambahkan 25 ml larutan iod 0,1 N dan dikocok selama 15 menit pada suhu kamar, selanjutnya larutan disaring. Larutan hasil saringan dipipet 10 ml, dan dititer dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai berwarna kuning,

lalu ditambahkan larutan kanji 1% sebagai indikator sehingga larutan berwarna biru. Selanjutnya larutan dititer kembali sampai warna biru hilang.

Daya jerap iod (mg/g) = [10 – (ml contoh x N Na2S2O3)] x 126,93 x fp

Berat contoh (g)

7. Daya jerap terhadap uap benzena

Contoh kering oven ditimbang 1gram dan dimasukkan ke dalam petri dish, lalu ditimbang lagi, kemudian diletakkan di dalam eksikator yang berisi uap benzena. Diamati pada jam ke-24 dan 48 dengan cara mengangkat petridish, lalu dibiarkan ± 15 menit lalu ditimbang.

Daya jerap uap benzena (%) = Berat contoh akhir – berat contoh awal x 100


(44)

 

   

3.3.4 Karakteristik pola struktur arang dan arang aktif

Untuk mengetahui pola struktur arang dan arang aktif aktif digunakan peralatan:

1. FTIR (Fourier Transform Infra Red); digunakan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi contoh akibat kenaikan suhu pada proses pirolisis dan aktivasi. Caranya adalah dengan mencampur serbuk arang dengan KBr menjadi bentuk pelet. Selanjutnya diukur serapannya pada bilangan gelombang 60-4000 cm-1 2. SEM (Scaning Electron Microscopy); digunakan untuk mengetahui topografi

permukaan dan ukuran pori contoh.

3. XRD (X-ray Difractometer); untuk mengetahui derajat kristalinitas, tinggi, lebar, jarak dan jumlah lapisan aromatik yang dilakukan dengan cara menginterpretasikan pola difraksi dari hamburan sinar X pada contoh. Penetapan derajat kristalinitas, tinggi (Lc), lebar (La), jarak (d) dan jumlah lapisan aromatik (N) dilakukan menurut Kercher & Nagle (2003); Schukin et al. (2002) yaitu:

Derajat kristalinitas (X) = Bagian kristalin x 100% Bagian kristalin + bagian amorf

Jarak antar lapisan aromatik d(002) : = 2 d sin θ dan d =

Tinggi lapisan aromatik (Lc) pada θ 24-25: Lc (002) =

Lebar lapisan aromatik (La) pada θ 43 : La (100) =

Jumlah lapisan aromatik (N) : N =

= 0,15406 nm (panjang gelombang dari radiasi sinar Ca)

β = intensitas ½ tinggi dan lebar intensitas difraksi (radian) K = Tetapan untuk lembaran graphene (0,89)

θ = sudut difraksi X = derajat kristalinitas


(45)

19   

   

3.3.5 Aplikasi Arang Aktif pada pemurnian minyak nyamplung

Sampel arang aktif yang memiliki nilai analisa fisiko-kimia terbaik diuji cobakan pada minyak nyamplung. Arang aktif terlebih dahulu dicuci dengan air suling sampai pH air cuciannya netral, lalu ditiriskan dan dihaluskan hingga lolos saringan 120 mesh, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 °C.

Penjernihan minyak dilakukan dengan mencampur arang aktif dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15 dan 20% (b/b) ke dalam 100 g minyak lalu diaduk dengan shaker selama 1 jam. Minyak hasil pencampuran didiamkan selama ± 24 jam kemudian disaring dengan kertas saring. Minyak sebelum dan sesudah perlakuan dianalisa sifat fisiko-kimianya yaitu; kadar air, bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan iod dan kejernihan minyak serta kandungan senyawa minyak. Kemudian dilakukan penelitian pemurnian minyak menggunakan bentonit sebagai pembanding dengan konsentrasi 5%, 10%, 15% dan 20%.

3.3.6 Pengujian Mutu Minyak Nyamplung

a. Penentuan Bilangan Asam dan Asam Lemak Bebas (AOAC 1999a)

Minyak ditimbang sebanyak 5 gram dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 50 ml alkohol netral 95%, lalu dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air sambil diaduk. Setelah ditambahkan 3-5 tetes indikator phenolphalein 1%, larutan kemudian dititrasi dengan NaOH atau KOH 0,1 N sampai berwarna merah jambu yang tidak hilang dalam 15 detik, dan dihitung jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam satu gram atau lemak.

Bilangan Asam = V x N x 56,1 m

Kadar asam lemak bebas (FFA, %) = V x N x BM

10 x m

V = volume NaOH atau KOH yang diperlukan dalam titrasi contoh (ml) N = normalitas NaOH/KOH

m = berat contoh (gram)


(46)

 

   

b. Penentuan Bilangan peroksida (AOAC 1999b)

Contoh minyak sebanyak 5 ± 0,005 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan 30 ml larutan campuran kloroform dan asam asetat glasial (2:3) dikocok sampai larut. Kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh dan dikocok selama satu menit, selanjutnya erlenmeyer dibilas dengan 30 ml air destilata. Kelebihan iod dititrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N sampai warna kuning hampir hilang, kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan kanji 1% dan titrasi dilanjutkan sampai titik akhir (warna biru tepat hilang). Jika Natrium tiosulfat 0,1 N yang digunakan kurang dari 0,5 ml, penentuan bilangan peroksida diulangi dengan menggunakan Natrium tiosulfat 0,01 N.

Bilangan Peroksida = (mg O2/100 g minyak) = (S-B) N x 100

G Dimana : S = jumlah titrasi contoh (ml)

B = jumlah blanko (ml)

N = normalitas natrium tiosulfat G = bobot contoh

c. Bilangan Iod (SNI 01-3555-1994)

Contoh minyak yang sudah disaring ditimbang sebanyak 0,1 – 0,5 gram dalam labu erlenmeyer 250 ml yang tertutup. Sebanyak 20 ml khoroform dan 25 larutan Wijs ditambahkan ke dalam contoh menggunakan pipet dengan hati-hati. Erlenmeyer kemudian disimpan ditempat gelap selama 1 jam kemudian ditambahkan 20 ml KI 15% dan 100 ml aquades. Titrasi dilakukan dengan larutan tiosulfat 0,1 N dengan indikator kanji. Dengan cara yang sama dilakukan juga titrasi blanko.

Bilangan Iod = (B – A) x N x 12,69 berat contoh

dimana : A = ml natrium tiosulfat untuk titrasi contoh B = ml natrium tiosulfat untuk titrasi blanko N = normalitas titer


(47)

21   

   

d. Bilangan Penyabunan (SNI 01-3555-1994)

Contoh minyak ditimbang sejumlah 5 gram di dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan 50 ml larutan KOH beralkohol 0,5 N. Selanjutnya erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak dan contoh didihkan dengan hati-hati sampai semua contoh tersabunkan dengan sempurna, yaitu jika diperoleh larutan yang bebas dari butir-butir lemak. Larutan kemudian didinginkan, lalu dititrasi dengan larutan HCL 0,5 N dengan indikator phenolphtalein 1%, sampai warna merah jambu hilang. Dengan cara yang sama dilakukan juga titrasi blanko. Bilangan penyabunan = (A-B) x N x 56,1

G

dimana : A = jumlah ml HCL 0,5 N untuk titrasi blanko B = jumlah ml HCL 0,5 N untuk titrasi sampel N = normalitas titer HCL

G = berat sample

e. Kejernihan Minyak (Ozcan and Ozcan 2004)

Kejernihan minyak dapat diukur dari persen transmitan dengan alat spektrofotometer UV pada panjang gelombang tertentu. Semakin jernih minyak maka semakin besar nilai persen transmitannya, yang menunjukkan semakin banyak cahaya yang dapat diteruskan pada panjang gelombang tertentu. Tahap pertama, spektrofotometer dan komputer yang terintegrasi dinyalakan. Kemudian dilakukan scanning panjang gelombang minyak nyamplung sebelum diberi perlakuan (adsorban 0% atau kontrol), lalu dipilih panjang gelombang masksimum, sampai diperoleh nilai persen terendah. Setelah nilai panjang gelombang maksimum diperoleh, larutan banko (etanol) dimasukkan dalam kuvet dan ditempatkan pada tempat sampel, selanjutnya program dijalankan untuk mendapatkan nilai persen transmisi 100. Setelah itu sampel minyak dimasukkan ke dalam kuvet dan diukur persen transmisinya.

e. Analisis Kandungan Senyawa Minyak Nyamplung

Minyak nyamplung sebelum dan sesudah perlakuan (yang mempunyai sifat yang terbaik) dianalisis kandungan senyawa kimianya menggunakan GCMS


(48)

 

   

Shimadzu QP 5050 A. Kondisi alat memakai suhu kolom 60 oC, suhu detector 300 oC, suhu injector 280 oC dan waktu analisa 35 menit. Minyak nyamplung disaring dengan kertas saring, kemudian minyak diijeksikan ke dalam GC sejumlah 0,2 μL sehingga terkromatografi dengan komponen yang terpisah. Selanjutnya spektrum puncak kromatogram dari sampel akan dicocokkan oleh spektrum yang ada dalam Library yang menyimpan berbagai jenis senyawa. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.


(49)

23   

   

Gambar 3. Bagan alir penelitian Tempurung biji

bintangur

Pengarangan (karbonisasi) (± 500 oC, 5 jam)

Perlakuan perendaman dalam H3PO4 (0%, 5%, 10% v/b) 24 jam 

Aktivasi pada suhu 700 oC dan 800 oC selama 1 dan 2jam

Uap panas (Steam) ± 125 oC ± 0,27 kg/jam

0,025 mbar

Arang

Ditiriskan

Arang aktif dihaluskan (lolos ayakan 100 mesh) Analisa mutu

Arang aktif

Mutu terbaik

Minyak nyamplung kasar

Analisa arang 

Pencampuran Arang aktif 0, 5, 10, 15, 20 % (b/b) dan bentonit

Pengadukan, pemanasan (± 80

oC, 1 jam), pengendapan, dan

penyaringan

Minyak Analisa

Analisa


(50)

 

   

3.4 Rancangan Percobaan Dan Analisa Data

1. Pembuatan Arang Aktif

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua kali ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah:

A = Konsentrasi H3PO4 0% (A1), 5% (A2) dan 10% (A3).

B = Suhu aktivasi, yaitu; 700 oC (B2), dan 800 oC (B3)

C = Waktu aktivasi, yaitu; 1 jam (C1) dan 2 jam (C2)

Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yijkl = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Ck + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + εijk

Yijkl = Pengamatan karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A, taraf ke- j

faktor B, dan taraf ke-k faktor C, yang terdapat pada ulangan ke-l µ = nilai rataan umum

Ai = Pengaruh perlakuan A pada taraf ke-i

Bj = Pengaruh sebenarnya perlakuan B pada taraf ke-j Ck = Pengaruh sebenarnya perlakuan C pada taraf ke-k

ABij = Pengaruh sebenarnya interaksi antara taraf ke-i faktor A dengan taraf

ke-j faktor B

ACik= Pengaruh sebenarnya interaksi antara taraf ke-i faktor A dengan taraf

ke-k faktor C

BCjk= Pengaruh sebenarnya interaksi antara taraf ke-j faktor B dengan taraf

ke-k faktor C

ABCijk = Pengaruh sebenarnya interaksi antara taraf ke-i faktor A, taraf ke-j

faktor B dan taraf ke-k faktor C

εijkl = Pengaruh sebenarnya daripada unit eksperiment ke- l dikarenakan

oleh kombinasi perlakuan.

Jika hasil analisis sidik ragam menunjukkan perbedaan nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (Sudjana 1980).


(51)

25   

   

2. Aplikasi Arang Aktif pada Minyak Nyamplung

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang membandingkan arang aktif dan bentonit dengan perlakuan masing-masing 0, 5, 10, 15, dan 20%.

Model rancangan yang digunakan adalah;

Yij = µ + τi + εij

Yij = mutu minyak ke- j oleh karena perlakuan ke- i (i = 0,5,10,15,20) µ = Pengaruh rata-rata sebenarnya

τi = Pengaruh konsentrasi rata-rata arang aktif pada taraf ke-i


(52)

 

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kimia Tempurung Biji Nyamplung

Hasil analisis kimia tempurung biji nyamplung dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan sifat fisiko kimia tempurung biji nyamplung

Parameter Konsentrasi (%)

Kadar Air 9,97

Kadar Abu 0,61

Kadar Ekstraktif 2,59

Kadar Holoselulosa 87,64

Kadar Alpha selulosa 48,66

Kadar Pentosan 24,82

Kadar Lignin 36,69

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa tempurung nyamplung yang digunakan dalam penelitian ini cukup kering dengan kadar air 9,97%. Kadar holoselulosa tempurung adalah 87,64%. Holoselulosa merupakan karbohidrat dalam kayu yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan pektin. Hasil ini lebih besar dari polisakarida kayu pada umumnya yang berkisar antara 65-75% (Fengel dan Wegener 1995). Hal ini menunjukkan bahwa tempurung nyamplung dapat dikonversi menjadi arang atau arang aktif. Hal ini sesuai dengan pendapat Asano

et al. (1999), bahwa bahan baku pembuatan arang adalah bahan yang mengandung karbon baik organik maupun anorganik.

Tempurung nyamplung mempunyai α selulosa sebesar 48,66% dan kadar hemiselulosa yang ditentukan sebagai pentosan sebesar 24,82%. Selulosa α digunakan sebagai penduga atau penentu tingkat kemurnian selulosa. Hemiselulosa merupakan heteropolisakarida yang tersusun dari 5 jenis gula yaitu 3 heksosa (glukosa, manosa dan galaktosa) dan 2 pentosa (xilosa dan arabinosa) (Ahmadi 1990).


(53)

27   

Kandungan abu tempurung biji nyamplung cukup rendah yaitu 0,61%. Sementara itu kadar ekstraktif tempurung nyamplung yang larut dalam alkohol benzena adalah 2,59%. Zat ekstraktif terdiri dari berbagai jenis komponen senyawa organik seperti minyak atsiri, terpenoid, steroid, lemak, lilin, fenol (stilben, lignan, tanin terhidrolisis, tanin kondensasi, flavonoid) (Sjostrom 1998), beberapa zat ekstaktif tempurung nyamplung yang teridentifikasi dapat dilihat pada Lampiran 3.

Lignin merupakan zat organik polimer yang penting dan banyak terdapat dalam tumbuhan tingkat tinggi. Terdapat dalam lamela tengah dan dinding sel primer. Lignin dapat meningkatkan sifat kekuatan mekanik pada tumbuhan untuk berdiri kokoh (Fengel dan Wagener 1995). Kadar lignin dalam tempurung nyamplung adalah 36,69 %. Kadar lignin tersebut lebih tinggi dari kadar lignin dalam kayu pada umumnya yang berkisar antara 20 – 25%. Adanya lignin yang cukup tinggi dalam tempurung menyebabkan tempurung berstruktur kokoh dan keras.

4.2. Struktur Tempurung Nyamplung, Arang dan Arang Aktif 4.2.1. Gugus fungsi

Gugus fungsi tempurung nyamplung dianalisa menggunakan Fourier Transform Infra Red (FT-IR). Perubahan gugus fungsi tempurung, arang dan arang nyamplung yang disebabkan oleh pengaruh suhu karbonisasi, dan lama aktivasi arang dapat dilihat pada Gambar 4 dan Tabel 2.


(54)

 

 

Bilangan Gelombang (Cm -1) Keterangan :

A1 = Konsentrasi H3PO4 0% S1 = Suhu 700 oC W1 = Waktu aktivasi 60 menit

A2 = Konsentrasi H3PO4 5% S2 = Suhu 800 oC W2 = Waktu aktivasi 120 menit

A3 = Konsentrasi H3PO4 10%

Gambar 4. Spektrum FT-IR tempurung nyamplung, arang dan arang aktif Berdasarkan Gambar 4 dan Tabel 2, dapat dilihat bahwa spektrum FTIR tempurung nyamplung mempunyai pita serapan pada bilangan gelombang 3430 cm-1 yang merupakan gugus fungsi OH, yang diperkuat dengan adanya pita serapan pada 1323 cm-1 yang merupakan OH bending dan 1109 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi C-O dari OH sekunder. Serapan pada 2922 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi C-H (stretching/regangan) alifatik, juga serapan pada bilangan gelombang 1462 dan 896 cm-1 yang menunjukkan vibrasi asimetris C-H. Pita serapan pada 1741 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi regangan gugus C=O. dan diperkuat pita serapan 1251 cm-1 yang merupakan gugus C-O. Kemudian


(55)

29   

terdapat ikatan C=C cincin aromatik pada bilangan gelombang 1511 cm-1, dan terdapat vibrasi C=C alifatik yang ditunjukkan dengan adanya pita serapan pada bilangan gelombang 1624 cm-1 dan pita serapan 1161 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi C-O-C yang merupakan struktur eter yang mempunyai 6 cincin. Selanjutnya pita serapan pada 1034 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi C-O dari C-OH primer. Hasil ini sesuai dengan penelitian Bilba dan Quensanga (1996); Serrano et al (1999); dan Pari (2004).

Tempurung nyamplung banyak mengandung senyawa kimia yang mempunyai ikatan hidroksil OH, seperti dibuktikan dari besarnya serapan absorban pada bilangan gelombang 3430, 1323 dan 1109 cm-1 (Lampiran 2) serta hasil analisis GC-MS Pyrolisis yang menunjukkan adanya senyawa asam asetat, furfuryl alkohol, keton, cyclopentanadion, senyawa phenol, pyrocatechol dan senyawa lainnya (Lampiran 3).

Sementara itu hasil analisi FT-IR pada arang tempurung nyamplung dapat dilihat bahwa telah terjadi perubahan pola spektrum serapan infra red (IR) dari tempurung nyamplung menjadi arang yaitu terjadi pergeseran bilangan gelombang dari 3430 cm-1 ke 3429 cm-1, 2922 cm-1 ke 2920 cm-1 , 1377 cm-1 ke 1378 cm-1, 1251 cm-1 ke 1256 dan bilangan gelombang 896 cm-1 ke 871 cm-1. Kemudian terdapat bilangan gelombang yang hilang yaitu pada 1741, 1624, 1462, 1323, 1161, 1109, 1034 cm-1, dan terbentuknya serapan baru pada bilangan gelombang 2855 cm-1 yang merupakan vibrasi C-H regangan dari gugus metil (CH3) dan

metilen (CH2), serta munculnya serapan baru pada 810 dan 751 cm-1 yang

merupakan C-H aromatik. Proses karbonisasi dan aktivasi juga telah membentuk ikatan C=C aromatik di sekitar 1558-1580 cm-1. Hal ini membuktikan bahwa karbonisasi dan aktivasi akan meningkatkan senyawa aromatik. Senyawa tersebut merupakan penyusun struktur heksagonal arang dan arang aktif (Pari 2004).

Berdasarkan analisis besaran absorban (Lampiran 2), dapat diketahui bahwa tingkat serapan (absorban) arang pada bilangan gelombang 3429 cm-1 hanya sekitar 1,619, lebih rendah dari absorban tempurung nyampung pada bilangan gelombang 3430 cm-1 yang mempunyai absorban 2. Sementara itu pada bilangan gelombang sekitar 2900 cm-1 terjadi kecenderungan peningkatan serapan (absorban) pada arang dan arang aktif. Hal ini membuktikan bahwa


(56)

 

karbonisasi dengan suhu yang semakin tinggi akan mengakibatkan perubahan gugus fungsi yaitu terjadinya pergeseran, hilangnya bilangan gelombang serapan atau tingkat serapannya berkurang dan terbentuknya senyawa radikal tidak stabil yang selanjutnya bereaksi membentuk senyawa baru (Pari 2004; Demirbas 2005). Tabel 2. Bilangan gelombang tempurung nyamplung, arang dan arang aktif

No Bahan baku Bilangan gelombang (cm-1)

1 Tempurung 3430 2922 1741 1624 1511 1462 1377 1323 1251 1161 1109 1034 896

2 Arang 3429 2920 2855 2366 2341 1580 1378 1256 871 810 751

Arang Aktif

3 A1S1W2 3431 2920 2853 2361 2337 1630 1459 1160 1059 874 671

4 A1S2W1 3433 2921 2853 2361 2337 1631 1559 1461 1161 1058 899 873 670 615

5 A1S2W2 3428 2920 2854 2361 2337 1630 1558 1461 1162 1057 874 708 671

6 A2S2W2 3420 2919 2850 2361 2337 1630 1560 1057 672 7 A3S1W1 3429 2919 2853 2361 2337 1632 1559 1112 670 8 A3S1W2 3429 2921 2852 2388 2346 1623 1561 1107 880

616

9 A3S2W2 3416 2918 2849 2360 2325 1563 1094 1066 604 Keterangan :

A1 = Konsentrasi H3PO4 0% S1 = Suhu 700 oC W1 = Waktu aktivasi 60 menit

A2 = Konsentrasi H3PO4 5% S2 = Suhu 800 oC W2 = Waktu aktivasi 120 menit

A3 = Konsentrasi H3PO4 10%

Adanya uap air pada proses aktivasi arang aktif dan pada saat penghalusan arang aktif untuk persiapan sampel, ternyata masih berperan dengan teridentifikasinya gugus OH pada arang aktif. Gugus tersebut dapat berasal dari reaksi antara uap air dengan senyawa bebas pada permukaan arang yang diaktivasi dan bukan berasal dari bahan baku tempurung nyamplung. Hal ini dibuktikan dengan tingkat serapan arang aktif pada bilangan gelombang sekitar


(57)

31   

3400 cm-1 yang cenderung kembali meningkat dari absorban 1,619 (arang) menjadi 2 pada arang aktif, meskipun beberapa diantaranya berfluktuatif (Lampiran 2).

Arang aktif yang dihasilkan memiliki pola serapan dengan jenis ikatan OH, C-H, C-O, dan C=C. Adanya ikatan OH dan C-O serta hasil GCMS (Lampiran 3), yang mendeteksi adanya senyawa carbamic acid dan propinoic acid yang mengandung gugus karbonil (C=O) dan gugus hidroksil (OH), maka arang aktif akan cenderung bersifat lebih polar, meskipun masih terdapat ikatan C=C yang bersifat non polar.

4.2.2 Identifikasi Pola Struktur Kristalit

Analisis X-ray Difraktometer (XRD) bertujuan untuk mengetahui struktur kristalit suatu bahan yaitu derajat kristalinitas (X), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), lebar (La) antar lapisan aromatik dan jumlah (N) lapisan aromatiknya. Prinsip X-ray diffraction adalah; pada waktu suatu material dikenai sinar X, maka intensitas sinar yang diteruskan atau ditranmisikan akan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam meterial tersebut. Berkas sinar X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Hasil analisis XRD tempurung, arang dan arang aktif tempurung nyamplung disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 5.

Dari Tabel 3 dapat diketahui derajat kristalit tempurung nyamplung lebih rendah dari kristalit arang yaitu 18,92% dan 20,21%, selain itu terjadi pergeseran intensitas sudut difraksi dari θ 22,5 menjadi θ 22,8 serta terbentuknya sudut baru di θ 44,2. Ini menunjukkan bahwa karbonisasi tempurung nyamplung dapat meningkatkan derajat kristalinitas dengan struktur kristalit yang berbeda. Menurut Pari (2004) pada bahan baku, struktur kristalit didominasi oleh struktur kristalit selulosa, sedangkan pada arang, struktur kristalit terbentuk dari senyawa karbon yang membentuk lapisan heksagonal.


(58)

 

Tabel 3. Struktur kristalin dan lapisan aromatik pada bahan baku, arang dan arang aktif tempurung nyamplung

No Perlakuan X (%)

θ(002)

(o)

d (nm)

θ(100)

(o)

d (nm)

Lc (nm)

N La (nm) 1 Tempurung 18,92 22,50 0,3948 - - - - - 2 Arang 20,21 22,80 0,3896 44,20 0,2047 1,412 6,90 25,964 3 A1S1W1 23,49 25,43 0,3500 42,95 0,2104 1,548 7,36 7,755 4 A1S1W2 24,36 24,50 0,3630 43,00 0,2101 1,674 7,97 6,712 5 A2S1W1 23,72 24,98 0,3561 43,86 0,2062 1,554 7,54 9,592 6 A2S1W2 23,86 25,56 0,3482 43,98 0,2057 1,779 8,65 8,542 7 A3S1W1 24,62 24,47 0,3635 43,13 0,2095 1,312 6,26 7,847 8 A3S1W2 23,33 24,41 0,3643 44,01 0,2055 1,737 8,45 8,868 9 A1S2W1 30,89 25,55 0,3483 42,93 0,2105 1,678 7,97 6,979 10 A1S2W2 29,65 25,64 0,3471 42,77 0,2112 1,611 7,63 6,643 11 A2S2W1 24,95 24,03 0,3700 44,05 0,2054 1,614 7,86 8,758 12 A2S2W2 26,14 24,77 0,3591 42,99 0,2102 1,693 8,05 7,756 13 A3S2W1 28,08 24,45 0,3637 43,89 0,2061 1,786 8,67 8,336 14 A3S2W2 27,66 24,75 0,3594 44,25 0,2045 1,693 8,28 8,249

Keterangan :

A1 = Konsentrasi H3PO4 0% S1 = Suhu 700 oC W1 = Waktu aktivasi 60 menit

A2 = Konsentrasi H3PO4 5% S2 = Suhu 800 oC W2 = Waktu aktivasi 120 menit

A3 = Konsentrasi H3PO4 10%

Dari data pada Tabel 3, dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi suhu aktivasi cenderung semakin meningkatkan derajat kristalinitas diikuti semakin tingginya lapisan aromatik (Lc) tetapi menyebabkan lebar antara lapisan aromatik (La) semakin rendah. Semakin lama waktu aktivasi menyebabkan derajat kristalinitas semakin berkurang diikuti semakin tingginya tinggi (Lc) dan lebar antar lapisan aromatik (La).


(59)

33   

 

Keterangan :

A1 = Konsentrasi H3PO4 0% S1 = Suhu 700 oC W1 = Waktu aktivasi 60 menit

A2 = Konsentrasi H3PO4 5% S2 = Suhu 800 oC W2 = Waktu aktivasi 120 menit

A3 = Konsentrasi H3PO4 10%

Gambar 5. Difraksi sinar x tempurung nyamplung, arang dan arang aktif

           

Tempurung 

 

Arang  A1S1W1  A1S1W2  A2S1W1  A2S1W2  A3S1W1  A3S1W2  A2S2W1  A2S2W2  A3S2W1  A3S2W2 

   

A1S2W1  A1S2W2 


(60)

 

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Schukin et al. (2002); Pari (2004) dan Gani (2007) yang menyimpulkan bahwa peningkatan suhu karbonisasi akan meningkatkan derajat kristalinitas arang aktif. Peningkatan kristalinitas terjadi karena adanya penyusutan struktur kristalit arang yang semakin teratur, dimana akan menghasilkan celah diantara kristalit semakin lebar dan pori yang terbentuk bertambah besar (Pari 2004).

Sementara itu aktivasi arang tanpa H3PO4 menunjukkan kecendrungan

peningkatan derajat kristalinitas sejalan dengan meningkatnya suhu aktivasi, tetapi cenderung turun dengan semakin lamanya waktu aktivasi. Aktivasi arang dengan H3PO4 5% menunjukkan kecenderungan peningkatan derajat kristalinitas

sejalan dengan meningkatnya suhu dan waktu aktivasi. Aktivasi arang dengan H3PO4 10% menunjukkan kecendrungan yang sama dengan aktivasi tanpa H3PO4

yaitu derajat kristalinitas meningkat bila suhu naik, tetapi turun bila waktunya semakin lama. Derajat kristalinitas tertinggi diperoleh pada perlakuan aktivasi tanpa H3PO4 atau 0%, suhu 800 oC dan waktu aktivasi 60 menit yaitu sebesar

30,89%, dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Lebih rendahnya derajat kristalinitas arang aktif yang menggunakan H3PO4 5% dan 10% dapat terjadi

karena adanya reaksi oksidasi dan reduksi antara bahan baku dengan asam fosfat dimana asam fosfat tereduksi menjadi fosfat anhidrida yang bersifat dapat menarik uap air (Sudradjat dan Suryani 2002). Sifat higroskopis tersebut diduga lebih memudahkan penyerapan uap air dari ketel uap sehingga lebih melindungi arang aktif dari panas.

Hasil analisis XRD menunjukkan derajat kristalinitas tempurung nyamplung lebih rendah dibandingkan dengan bahan berlignoselulosa lainnya (Tabel 4). Rendahnya kristalit diduga dipengaruhi oleh kadar lignin yang cukup tinggi yaitu sebesar 36,59%. Hal ini dimungkinkan karena lignin merupakan senyawa aromatik dengan struktur dasar bersifat amorf, kaku dan rapuh (Pari 2004; Tarmansyah 2007). Sehingga adanya kandungan lignin diduga dapat menurunkan derajat kristalinitas dalam bahan. Tabel 4 berikut menyajikan feneomena tersebut.


(61)

35   

Tabel 4. Derajat kristalinitas beberapa bahan berlignoselulosa

Karakteristik (%)

Sengon Jati Rami Pulp bambu

Selulosa Murni

Lignin murni

Tempurung Nyamplung Selulosa 49,4a 47,5a 80-90d 40-50 - - 48,66 Holoselulosa 75,76b 77,46

b

- - - - 87,64

Lignin 26,8a 29,9a 0,5-1d - - - 36,69 Pentosan 15,6a 14,4a 3-4d - - - 24,82 Derajat

kristalinitas

38,8c 34,9c 72d 59,9e 51,7c 4,3c 18,92

Keterangan : a. Martawijaya et al. 1981, b. Irawaty 2006, c. Pari 2004, d. Tarmansyah 2007, e. Fengel dan Wegener 1995.

Tabel 4 memperlihatkan bahwa kayu sengon dengan kadar selulosa 49,4% dan lignin 26,8 % mempunyai derajat kristalinitas sebesar 38,8%, sementara itu pada pulp bambu dengan lignin yang sudah dihilangkan mempunyai derajat kristalinitas sebesar 59,9%. Hal ini menunjukkan bahwa bahan yang mengandung selulosa relatif tinggi dan mempunyai kadar lignin yang juga relatif tinggi, dapat mempunyai derajat kristalinitas yang lebih rendah, dibandingkan bahan dengan kandungan selulosa yang sama, tetapi kadar ligninnya relatif rendah.

4.2.3 Struktur Pori Tempurung Nyamplung, Arang dan Arang Aktif

Analisis struktur permukaan pori dilakukan menggunakan Scaning Electron Microscope (SEM). Analisis ini bertujuan untuk mengetahui topografi permukaan suatu bahan akibat perubahan suhu karbonisasi dan aktivasinya. Hasil analisi SEM dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 6.

Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa tempurung nyamplung yang belum dikarbonisasi tidak menunjukkan adanya pori-pori yang terbuka (Gambar 6). Setelah proses karbonisasi tempurung menjadi arang, mulai terbentuk pori-pori dengan diameter 0,667 – 4,444 μ, tetapi masih didominasi pori beridiameter < 5 μ.


(1)

Bebas Tengah 5%

Perlakuan .040 8 .005 11.066 .000 2,5

Galat .008 18 .000452

Total .048 26

 

Uji Duncan perlakuan adsorbansi terhadap kadar air minyak

Perlakuan Rata-rata Grup Duncan

Kontrol A0 0,366 A

Bentonit 20% A8 0,324 BC

Arang aktif 5% A1 0,324 BC

Arang aktif 10% A2 0,287 BC

Bentonit 5% A5 0,273 DE

Arang aktif 15% A3 0,271 DE

Benonit 15% A7 0,265 DE

Benonit 10% A6 0,254 DE

Arang aktif 20% A4 0,239 E

 

Lampiran 13. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah Duncan

hasil pengamatan pengaruh perlakuan adsorben terhadap bilangan

asam minyak nyamplung


(2)

Kuadrat Bebas Tengah 5%

Perlakuan 62.159 8 7.770 5.663 .001 2,5

Galat 24.695 18 1.372

Total 86.854 26

 

Uji Duncan perlakuan adsorbansi terhadap bilangan asam minyak

 

Perlakuan

 

 

Rata

rata

 

Grup

 

Duncan

 

Kontrol

 

A0

 

45,756

A

 

Bentonit

  

5%

 

A8

 

43,864

AB

 

Bentonit

 

10%

 

A1

43,656

BCD

Arang

 

aktif

  

5%

 

A2

 

43,284

CD

 

Bentonit

 

205%

 

A5

 

42,969

CD

 

Bentonit

  

15%

 

A3

42,861

CD

Arang

 

aktif

 

10%

 

A7

 

41,752

CD

 

Arang

 

aktif

 

15%

 

A6

 

41,45

DE

 

Arang

 

aktif

 

20%

 

A4

 

40,413

E

 

Lampiran 14. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah Duncan

hasil pengamatan pengaruh perlakuan adsorben terhadap bilangan

penyabunan minyak nyamplung


(3)

Kuadrat Bebas Tengah 5%

Perlakuan 32.125 8 4.016 1.802 .143 2,5

Galat 40.114 18 2.229

Total 72.239 26

Lampiran 15. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah Duncan

hasil pengamatan pengaruh perlakuan adsorben terhadap bilangan

iod minyak nyamplung


(4)

Kuadrat Bebas Tengah 5%

Perlakuan 84.470 8 10.559 69.551 .000 2,5

Galat 2.733 18 .152

Total 87.202 26

Uji Duncan perlakuan adsorbansi terhadap bilangan iod minyak

Perlakuan Rata-rata Grup Duncan

Kontrol 90,915 A

Arang aktif 10% 88,417 B Arang aktif 5% 88,216 BC

Bentonit 5% 87,994 BC

Arang aktif 15% 87,619 C

Bentonit 15% 86,822 D

Bentonit 10% 86,813 D

Arang aktif 20% 85,295 E

Bentonit 20% 84,469 F

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 16. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah Duncan

hasil pengamatan perlakuan adsorben terhadap bilangan peroksida


(5)

Kuadrat Bebas Tengah 5%

Perlakuan 2.825 8 .353 275.792 .000 2,5

Galat .023 18 .001

Total 2.848 26

Uji Duncan perlakuan adsorbansi terhadap bilangan peroksida minyak

Perlakuan

 

Rata

rata

 

Grup

 

Duncan

 

Bentonit 5%

1,319

 

A

 

Bentonit 10%

1,302

 

A

 

Bentonit 15%

1,259

A

Bentonit 20%

0,996

 

B

 

Kontrol

0,853

 

C

 

Arang aktif 5%

0,696

 

D

 

Arang aktif 10%

0,583

E

Arang aktif 15%

0,526

 

EF

 

Arang aktif 20%

0,466

 

F

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 17. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah Duncan

hasil pengamatan pengaruh perlakuan adsorben terhadap

kejernihan minyak nyamplung

 


(6)

Kuadrat Bebas Tengah 5%

Perlakuan 13085.046 8 1635.631 1870163.061 .000 2,5

Galat .016 18 .00088889

Total 13085.062 26

Uji Duncan perlakuan adsorbansi terhadap kejernihan minyak

Perlakuan  Rata‐rata Grup Duncan

Arang aktif 20% 95,81 A

Bentonit 5% 94,17 B

Bentonit 10% 94,14 B

Bentonit 15% 94,14 B

Arang aktif 15% 90,06 C

Bentonit 20% 90,02 C

Arang aktif 10% 87,07 D

Arang aktif 5% 75,53 E

Kontrol 22,55 F