21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment
Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok dipilih karena merupakan biomasa limbah
pertanian yang dapat dijadikan model biomassa lainnya sebab onggok yang merupakan hasil samping proses pengolahan ubi kayu menjadi tapioka masih memiliki kandungan bahan organik yang cukup
tinggi, berbentuk padatan, dan jumlahnya yang melimpah. Onggok ini berbentuk serbuk dengan warna cokelat keputihan dan memiliki tekstur yang kasar serta berserabut karena terdiri atas serat-serat yang
tidak hancur secara sempurna.
Gambar 14. Onggok Kering Onggok yang dijadikan bahan dalam penelitian ini dianalisis karakteristiknya sesuai prosedur
analisa proksimat seperti kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat, serta analisis van soest, yaitu metode yang digunakan untuk mengetahui kandungan senyawa ligniselulosa
yang terdiri atas kadar lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Tujuan analisa proksimat adalah untuk menentukan komponen dan kadar bahan yang terkandung didalamnya. Hal tersebut terkait dengan
perlakuan yang akan dilakukan pada penelitian ini sehingga perlu menentukan ada atau tidaknya bahan tambahan serta dapat mengikuti perubahan karakteristik onggok baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Tabel 5. Hasil Analisa Karakteristik Onggok
Komponen Hasil Penelitian
BK
Air 7 Abu 1,44
Protein 0,42 Lemak 1,17
Karbohidrat 68.93 Selulosa 64,03
Hemiselulosa 16,11 Lignin 17,53
Pengujian kadar air dilakukan untuk menentukan banyaknya air yang terkandung dalam suatu bahan karena kadar air berpengaruh terhadap daya tahan, kesegaran, penampakan, tekstur, dan
cita rasa. Hasil dari pengujian diketahui bahwa onggok mengandung sebanyak 7 air dari bobot keringnya. Hal itu menandakan bahwa onggok memiliki daya tahan yang baik karena berada dalam
22 kondisi yang kering sehingga tidak terjadi pembusukan oleh mikroba. Penampakannya pun kasar dan
teksturnya keras karena masih mengandung serat dan serabut dari pengolahan tapioka yang tidak hancur sempurna. Hasil pengukuran kadar air ini digunakan untuk menghitung seberapa banyak air
yang ditambahkan dalam proses pretreatment hingga kadar airnya meningkat menjadi 85 seperti pada metode penelitian.
Jika kadar air onggok sebesar 7, maka didapatkan persentasi total padatan sebesar 93 karena total padatan dalam suatu bahan terdiri atas air dan padatan, sedangkan kadar abu onggok yang
diuji sebesar 1.44. Pengujian ini erat kaitannya dengan banyaknya bahan organik pada onggok. Abu yang ada merupakan senyawa unsur mineral bukan organik sementara bobot yang hilang adalah
senyawa organiknya sehingga jika kadar abu rendah maka hal itu menunjukkan bahwa tingginya bahan organik pada onggok. Kadar protein diujikan untuk mengetahui kadar nitrogen pada onggok
sehingga dapat menentukan banyaknya nutrien yang ditambahkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Berdasarkan hasil pengujian kadar protein sebesar 0.42. Rendahnya kadar tersebut
merupakan indikator bahwa ketika onggok akan diolah menjadi biogas perlu penambahan nutrisi yang sesuai dengan pertumbuhan mikroorganisme. Sementara itu, komposisi dan kadar senyawa
ligniselulosa onggok yang diuji, digunakan untuk mengetahui jenis pemilihan mikroorganisme yang sesuai dan memiliki kemampuan dalam merombak senyawa tersebut. Oleh karena itu, harus dilakukan
pretreatment untuk menguraikan sejumlah padatan tersebut agar menghasilkan senyawa yang mudah larut dan dapat dijadikan sebagai sumber karbon untuk substrat pengolahan onggok selanjutnya seperti
pembuatan biogas. Selain itu, diketahui pula persentasi volatile solid yang menjadi parameter ukur untuk
menyatakan seberapa besar beban pencernaan yang harus dilakukan oleh bakteri Parlina, 2009. Volatile solid yang terdapat dalam onggok tapioka ini sebesar 92. Menurut Parlina 2009,
konsentrasi padatan volatil yang cukup tinggi akan menambah beban pretreatment atau penguraian bakteri sehingga harus dilakukan peningkatan kadar air dari padatan yang ada sehingga menurunkan
konsentrasi padatan volatil. Dengan menurunnya konsentrasi padatan volatil, maka semakin berkurang pula beban pencernaan yang dilakukan oleh mikroorganisme dalam melakukan penguraian senyawa
ligniselulosanya. Serat terdiri atas bagian yang dapat larut dalam air dan tidak dapat larut dalam air. Serat yang
larut dalam air antara lain terdiri atas pektin, getah tanaman, dan gum sedangkan serat yang tidak larut dalam air antara lain terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Umumnya, tanaman mengandung
kedua-duanya tetapi lebih didominasi oleh serat yang tidak larut. Kandungan selulosa dan hemiselulosa pada onggok diduga berasal dari lapisan mesocarp yang merupakan lapisan paling tebal
pada ubi kayu, sebagian besar kandungan gizi ubi kayu terdapat pada bagian ini. Sedangkan kandungan lignin berasal dari lapisan endocarp yang merupakan lapisan keras dan strukturnya seperti
kayu. Serat tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia maupun hewan. Kandungan serat kasar pada onggok, yaitu sebesar 10,87 Siagian, 2011. Besarnya kandungan serat kasar pada
limbah onggok ini menunjukkan bahwa onggok merupakan limbah ligniselulosa. Kandungan ligniselulosa yang terdapat dalam onggok harus dilakukan pretreatment sebelum dilakukan proses
selanjutnya. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan lignin yang melindungi selulosa dan hemiselulosa sehingga menyebabkan sulit diurai. Dengan adanya penambahan campuran inokulum
mikroorganisme, maka lignin akan tedegradasi sehingga selulosa dan hemiselulosa akan terpecah menjadi gula-gula sederhana monosakarida sehingga dapat masuk ke dalam sel bakteri tertentu
untuk diproses menjadi produk yang diinginkan.
23
4.2 Karakteristik Onggok Setelah Pretreatment