Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Karakteristik Onggok

2

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan pengaruh antara proses pretreatment menggunakan mikroorganisme sebagai katalis dan air sebagai kontrol serta pengaruh variasi konsentrasi yang ditambahkan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mendegradasi onggok.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini menjelaskan bahwa pengolahan biomassa yang mengandung senyawa ligniselulosa membutuhkan pretreatment atau perlakuan pendahuluan untuk meningkatkan kinerja penguraian sumber karbon yang terkandung didalamnya menjadi senyawa yang lebih sederhana Kelanjutan dari hasil pretreatment biomassa dapat digunakan sebagai substrat pada proses pengolahan selanjutnya sebagai sumber energi alternatif seperti pembuatan biogas. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Onggok

Onggok merupakan limbah padat agroindustri pembuatan tepung tapioka. Onggok dapat dijadikan sebagai sumber karbon karena masih mengandung pati sebanyak 75 dari bobot kering yang tidak terekstrak. Akan tetapi, kandungan protein kasarnya tergolong rendah, yaitu 1.04 dari bobot kering. Banyaknya onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan tepung tapioka berkisar 15- 30 dari bobot bahan bakunya dengan kadar air 20 Nuraini, Sabrina, dan Latif, 2008. Onggok juga termasuk limbah organik yang banyak mengandung karbohidrat, protein, dan gula seperti glukosa, arabinosa, xilosa, dekstran, dan manosa. Senyawa organik tersebut dapat dijadikan sebagai substrat bakteri penghasil gas metan untuk proses fermentasi menjadi biogas. Berikut ini beberapa pengujian karakteristik onggok dari penelitian terdahulu yang dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi Onggok Berat Kering Komponen Tjiptadi 1982 Anonim 1984 Sjofjan 1996 Air 16.7 13.4 17.3 Abu 8.5 4.9 1.8 Serat kasar 8.1 11.1 12.1 Protein 6.4 0.6 2.8 Lemak 0.3 0.2 4.5 Karbohidrat 71.1 79.8 75.6 Komposisi atau karakteristik onggok berbeda antara yang satu dengan lainnya. Perbedaan hasil analisis proksimat ini sangat bergantung pada varietas dan mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, efisiensi proses ekstraksi pati tapioka, dan penanganan onggok. Sedangkan banyaknya jumlah limbah industri tapioka atau onggok dipengaruhi oleh kategori industri semakin modern semakin besar pula onggok yang dihasilkan jika dibandingkan dengan yang tradisional, proses pengolahan dilakukannya pengupasan kulit atau tidak, pola pembuangan onggok melalui kolam penampungan atau langsung dibuang ke lingkungan, serta pemanfaatan onggok mengalami proses pengolahan selanjutnya atau tidak. Pemanfaatan kembali limbah padat oleh industri tradisional sebesar 21.14 sedangkan pemanfaatan onggok oleh industri modern sebesar 2.60 . Anonim, 1984. Onggok relatif tahan lama dalam keadaan kering dibandingkan dalam keadaan basah yang sangat mudah ditumbuhi oleh kapang dan terjadi pembusukan Damarjati, 1985. Gambar 1. Struktur Sel Ligniselulosa. Sumber : http:www.sigmaaldrich.comenzymes.html 4 Sifat fisik onggok hasil samping tepung tapioka diantaranya adalah sukar larut dalam air dan sulit dicerna oleh pencernaan manusia. Hal itu dikarenakan onggok mengandung senyawa partikel yang disebut ligniselulosa. Ligniselulosa merupakan senyawa polimer sakarida kompleks semi kristal yang tersusun atas lignin, hemiselulosa, dan selulosa. Senyawa tersebut membentuk satu kesatuan yang kuat dan menjadi bahan dasar dinding sel suatu tumbuhan. Lignin merupakan senyawa yang menyelimuti dan mengeraskan dinding sel, sedangkan hemiselulosa bagian senyawa matriks yang berada diantara mikrofibril-mikrofibril selulosa, dan selulosa merupakan senyawa kerangka yang menyusun hingga 50 bagian kayu. Peran ketiga komponen ini saling bersinergi sebagai bahan penguat yang saling memperbaiki ikatan satu sama lainnya. Kandungan komponen senyawa ligniselulosa berbeda-beda bergantung pada sumber biomassanya seperti pada tabel 2 yang menunjukkan kandungan senyawa ligniselulosa pada limbah pertanian. Tabel 2. Kandungan Ligniselulosa Pada Beberapa Biomassa Limbah Pertanian Berat kering. Sumber : Sun dan Cheng 2002 Lignin memiliki struktur molekul yang sangat berbeda dengan polisakarida karena tersusun atas senyawa aromatik dari unit monomer fenil propana yang diantaranya terdapat monolignol sinapil, koniferil alkohol, dan p-komaril alkohol dengan ikatan yang berbeda pula antar karbonnya. Gugus Arylgycerol-B-aryl ether sebagai ikatan utama, sedangkan gugus phenolic-hydroxyl, methoxyl, hydroxyl, dan benzyl alcohol sebagai ikatan tambahan yang mempengaruhi reaktifitas lignin dalam berinteraksi dengan mikrofibril selulosa sehingga lignin memiliki bobot molekul yang tinggi, struktur bercabang membentuk tiga dimensi, dan bersifat hidrofobik atau tidak larut dalam air Ermawar, Yanto, Fitria, dan Hermiati, 2006. Konsentrasi lignin terbesar terdapat pada lamela tengah dan akan semakin mengecil pada lapisan dinding sekunder atau membran plasma. Gambar 2. Gugus Struktur dan Fungsional Polimer Lignin Del Campo, 2006 Jenis Limbah Lignin Hemiselulosa Selulosa Bagasse 25.0 25.0 50.0 Tongkol Jagung 15.0 35.0 45.0 Jerami 15.0 50.0 30.0 Tandan Kosong Kelapa Sawit 32.5 33.8 46.5 Onggok 25.0 25.0 45.0 5 Polimerisasi lignin terjadi karena bergabungnya satu monomer dengan monomer lainnya yang sedang tumbuh atau disebut polimerisasi ekor. Radikal penoksi yang bermacam-macam menyebabkan lignin bercabang dan membentuk struktur tiga dimensi. Polimerisasi lignin diawali oleh dehidrogenasi enzimatik monolignol. Monolignol dioksidasi oleh peroksida lakase menjadi radikal penoksi yang sangat reaktif tetapi dapat distabilkan dengan penambahan air atau gugus hidroksil. Reaksi tersebut menghasilkan banyak tipe ikatan dengan ikatan yang paling dominan adalah gugus Arylgycerol-B-aryl ether Gullichcen dan Paulapuro, 2004. Monolignol tersebut disintesis melalui jalur fenil-propanoid yang diinisiasi dari deaminasi fenilalanin oleh enzim fenilalanin ammonia-liase. Gambar 3. Unit Fenil Propana Penyusun Lignin. 1 p-komaril alkohol, 2 koniferil alkohol, 3 sinapil alkohol Gullichcen dan Paulapuro, 2004 Enzim-enzim yang berkaitan dengan biosintesis lignin diantaranya phenylalanine ammonia– lyase PAL,CoA-o-methyltransferase CoAoMT, 4-coumarate CoA ligase 4CL, cinnamoyl-CoA reductase CCR, dan cinnamyl alcohol dehydrogenase CAD Hambali, 2007. Enzim-enzim tersebut terlibat di dalam jalur biosintesis lignin yang dimulai dari konversi fenilalanin hingga pembentukan monolignol seperti pada gambar 4. Gambar 4. Jalur Biosintesis Monolignol Lignin Fengel dan Wegener, 1995 1 2 3 Phenyilalanine Thyrosine 6 Hemiselulosa merupakan istilah yang umum bagi senyawa polisakarida yang larut dalam alkali. Empat gula utama, yaitu glukosa, mannosa, xilosa, dan arabinosa merupakan komponen utama penyusun senyawa hemiselulosa. Rantai utamanya terdiri atas satu jenis homopolimer, yaitu xilan. Xilan merupakan polimer dari xilosa yang diikat oleh ikatan β-1,4-glikosidik. Rantai xilan dapat bercabang dan berbentuk amorf sehingga mudah dimasuki pelarut. Dengan demikian, molekul hemiselulosa memiliki karakteristik senyawa yang lebih mudah menyerap air, tidak tahan panas, bersifat plastis, mempunyai permukaan kontak antar molekul yang lebih luas dari selulosa, dan ikatannya lemah sehingga mudah dihidrolisis Oshima, 1965. Gambar 5. 1 Monomer Penyusun Hemiselulosa, 2 Struktur Hemiselulosa Sjostrom, 1995 Reaksi yang terjadi untuk mendegradasi xilan, dibutuhkan kerja sama dari beberapa enzim hidrolitik. Dua enzim yang berperan penting untuk memecah xilan menjadi xilosa adalah endo-1,4- β- xylanase dan xylan 1,4- β-xylosidase. Endo-1,4-β-xylanase bekerja dalam merusak ikatan non kovalen pada struktur polimer hemiselulosa sehingga diperoleh xilan individu kemudian xilan tersebut kembali dipecah menjadi monosakarida dengan bantuan enzim xylan 1,4- β-xylosidase sehingga menghasilkan xilosa dan arabinosa. Jika reaksi masih terjadi maka akan dihasilkan turunan dari xilosa, yaitu furfural seperti pada gambar 6. Furfural merupakan produk yang tidak diharapkan karena dapat menghambat proses degradasi senyawa lainnya. Hal itu dapat terjadi jika proses degradasi dilakukan melalui hidrolisis asam Fengel dan Wegener, 1995. . Gambar 6. Struktur Hemiselulosa dan Turunannya Fengel dan Wegener, 1995 1 2 7 Selulosa merupakan polimer linear glukan dengan struktur rantai yang seragam karena setiap glukosanya diikat oleh β-1,4-glikosidik dengan gugus hidroksil. Keteraturan ini menyebabkan adanya ikatan hidrogen yang kuat antar molekulnya sehingga selulosa memiliki kekuatan tarik yang tinggi serta tidak larut dalam kebanyakan pelarut. Proses polimerisasi yang terjadi pada senyawa ini adalah selobiosa atau dua molekul glukosa menyatu dengan mengeliminasi satu molekul air diantara gugus hidroksil pada atom karbon 1 dan 4 yang memiliki sifat pereduksi. Beberapa molekul selobiosa tersebut bergabung menjadi mikrofibril berbentuk kristal kemudian mikrofibril bersatu menjadi fibril yang akhirnya menjadi serat selulosa. Gambar 7. Struktur Selulosa. Sumber : http:www.sigmaaldrich.comenzymes.html Gugus hidroksil yang membentuk selulosa dapat berinteraksi dengan gugus -O, -S, dan -N membentuk ikatan hidrogen sehingga senyawa ini bersifat hidrofilik. Hal ini lah yang dapat menjelaskan bahwa walaupun strukturnya keras dan kuat, selulosa dapat dipecah menjadi senyawa sederhana melalui proses selulolitik. Selulolitik adalah proses pemecahan selulosa menjadi senyawa atau unit-unit glukosa yang lebih kecil. Karena molekul selulosa terikat kuat antar satu molekul dengan molekul lainnya, selulolitik relatif sulit bila dibandingkan dengan pemecahan polisakarida lainnya. Proses selulolitik terjadi pada sistem pencernaan sebagian hewan memamah biak ruminansia untuk mencerna makanan mereka yang mengandung selulosa. Proses selulolitik dapat terjadi dengan bantuan enzim selulase. Reaksi yang terjadi dalam pemecahan selulosa melibatkan tiga tahap, yaitu pemotongan ikatan non-kovalen struktur kristal selulosa menjadi selulosa individu, penghidrolisisan selulosa individu menjadi selobiosa, dan penghidrolisisan selobiosa menjadi glukosa Astuti, 2003. 8

2.2 Perlakuan Pendahuluan Pretreatment