15
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Oktober 2010 yang terdiri dari
tiga tahap yaitu pengambilan data insitu, pengolahan data dan penyusunan laporan. Pengambilan data in situ dilakukan pada 20 – 26 Maret 2010 Lampiran
3 dengan lokasi di Perairan Teluk Jakarta yang terletak pada koordinat 5° 43’ 3.6” LS – 6° 13’ 59.99” LS dan 106° 24’ 0” BT – 107° 21’ 49.3” BT Gambar 3.
Gambar 3. Lokasi Penelitian
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam proses pengolahan data dan penyusunan laporan adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak pengolahan
data geografis, HEGTool, Idrisi Andes dan MS Office. Bahan penelitian berupa data citra MODIS level 1B yang telah terkalibrasi nilai radiansnya diperoleh dari
NASA. Citra MODIS yang digunakan memiliki resolusi spasial 500 meter dan memiliki resolusi temporal dengan basis harian 2 hari. Pada penelitian ini hanya
digunakan 3 kanal pada panjang gelombang tampak, yaitu kanal merah MODIS band 1: 0,620-0,670 µm, biru MODIS band 3: 0,459-0,479 µm dan hijau
MODIS band 4: 0,545-0,645 µm. Akuisisi dan perolehan citra MODIS terlihat pada Tabel 2. Perekaman citra dilakukan pada tanggal yang sama dengan
pengambilan data in situ. Tabel 2. Perolehan Data Konsentrasi TSS Perairan dan Klorofil-a
No. Tanggal Akuisisi
Citra MODIS Perolehan Citra
Data in situ Keterangan P2O
LIPI Hasil Unduh
1 4 Februari 2010
- -
Aqua 2
22 Maret 2010 -
Terra 3
24 Maret 2010 -
Terra 4
7 April 2010 -
- Terra
5 9 April 2010
- -
Aqua 6
12 April 2010 -
- Terra
7 19 April 2010
- -
Aqua 8
21 April 2010 -
- Aqua
9 12 September 2010
- -
Terra 10 14 September 2010
- -
Terra 11 18 September 2010
- -
Terra Diperoleh dari website: http:rafidfire.sci.gsfc.nasa.govrealtime
Pengambilan data in situ dilakukan sekitar ± 2 - 3 jam dari waktu lintasan citra diatas Teluk Jakarta , yaitu sekitar pukul 07.30-12.00. Alat dan bahan yang
digunakan untuk pengambilan data in situ yaitu kapal, kertas saring whatman GFC, cool box, es batu, botol sampel plastik, vacuum pump, timbangan, oven dan
sampel air laut perairan Teluk Jakarta Lampiran 4.
3.3 Proses Pengolahan Data Citra
Pengolahan citra satelit MODIS hingga menghasilkan output yang akan dikaji secara umum dapat dilihat pada Gambar 4. Kanal-kanal yang akan digunakan
untuk memperoleh nilai radiansi pada padatan tersuspensi kaitannnya dengan marak alga
adalah kanal 1 merah, kanal 4 hijau dan kanal 3 biru.
Gambar 4. Diagram alir proses pengolahan data citra Data insitu
padatan tersuspensi
Peta sebaran padatan tersuspensi di Teluk
Jakarta Pengembangan
model Uji model
Seleksi model
Citra sebaran Padatan tersuspensi
Penerapan model algoritma padatan
tersuspensi
Klasifikasi Citra MODIS
kanal 1, 3, 4 Ekstraksi citra
Padatan tersuspensi
Klorofil-a
Citra sebaran Klorofil-a
Klasifikasi
Peta sebaran klorofil-a di Teluk
Jakarta
3.3.1 Ekstraksi Citra
Pengolahan citra diawali dengan dilakukannya koreksi geometrik, radiometrik dan atmosferik untuk mengurangi noise pada data.
Citra MODIS yang sudah terkoreksi kemudian di ekstraksi nilai digitalnya menjadi nilai
radiansi. Ekstraksi citra dibagi menjadi dua yaitu ektraksi untuk estimasi konsentrasi padatan tersuspensi TSS yang akan digunakan untuk pengembangan
model dan ekstraksi klorofil-a. Proses ekstraksi nilai digital menjadi nilai radiansi menggunakan persamaan berikut:
Radiansi = DNScale + Offset……………………………………………. pers.1 Nilai koefisien skala dan offset untuk mengubah digital number DN ke dalam
radiansi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai koefisien untuk mengubah DN ke radiansi W m
-2
µm
-1
sr
-1
di panjang gelombang sinar tampak dari satelit Terra dan Aqua MODIS Satelit
Kanal -1 merah Kanal - 4 hijau
Kanal - 3 biru Scale
offset Scale
offset Scale
offset Terra
0.0262678 0.0189215
0.0216817 Aqua
0.0286548 0.0188667
0.0219852 Sumber: NASA Goddart Space Flight Center
Nilai ekstrak radiansi citra MODIS untuk TSS digunakan bersama dengan data in situ TSS untuk membuat model algoritma yang sesuai untuk estimasi TSS.
Model percobaan kemudian di uji dengan uji-uji statistik dan diseleksi untuk mencari model algoritma yang paling baik digunakan.
Sebaran klorofil-a dipetakan dengan menggunakan algoritma yang sudah ada yaitu algoritma Wouthuyzen dkk 2006:
y = 250.09x
3
- 106.92x
2
+ 11.781x + 0.0776……………………………… pers.2 dimana: y adalah sebaran klorofil-a
x adalah kromatisiti merah = ND band merahND band merah +
ND band hijau + ND band biru
3.3.2 Pengembangan Model
Pengembangan model empiris pendugaan total padatan tersuspensi dilakukan dengan cara mengkorelasikan nilai ekstrak radiansi citra MODIS pada koordinat
yang sama dengan menggunakan berbagai bentuk persamaan regresi Tabel 4. Pengembangan model algoritma untuk estimasi konsentrasi padatan tersuspensi
perairan dilakukan dengan komposit nilai radiansi pada kanal 1, kanal 3, dan kanal 4 yang dapat menggambarkan distribusi blooming alga Kahru et al. 2005.
Perbandingan radiansi yang digunakan untuk menduga parameter padatan tersuspensi dapat berupa radiansi pada kanal tunggal, rasio antar kanal, ataupun
transformasi kromatisiti antar kanal dari citra MODIS. Berdasarkan Wouthuyzen et al
. 2008 in Lestari 2009, transformasi radiansi pada kanal 1 merah, kanal 4
hijau dan kanal 3 biru pada citra MODIS adalah sebagai berikut: 1. Rasio kanal merah biru =
3 1
kanal kanal
2. Rasio kanal merah hijau = 4
1 kanal
kanal
3. Rasio kanal biru hijau = 4
3 kanal
kanal
4. Kromatisiti merah = 4
3 1
1 kanal
kanal kanal
kanal +
+
5. Kromatisiti biru = 4
3 1
3 kanal
kanal kanal
kanal +
+ 6. Kromatisiti hijau =
4 3
1 4
kanal kanal
kanal kanal
+ +
Persamaan yang akan dicoba untuk membuat model algoritma yaitu bentuk persamaan regresi pada Tabel 4. Variabel x adalah nilai radiansi citra setiap
kanal, sedangkan y adalah nilai konsentrasi padatan tersuspensi pada koordinat dan tanggal yang sama.
Tabel 4. Bentuk Persamaan Regresi No.
Model Persamaan Bentuk Model
1 Linear
y = ax + b 2
Eksponensial y = a exp
bx
3 Polinomial orde 2
y = ax
2
+ bx + c 4
Polinomial orde 3 y = ax
3
+ bx
2
+ cx + d 5
Logaritmik y = alnx + b
6 Power
y = a x
b
Model algoritma yang akan dikembangkan menggunakan persamaan regresi antara konsentrasi TSS in situ dengan nilai radiansi kanal tunggal, rasio antar
kanal, dan transformasi kromatisiti kanal merah, hijau atau biru. Algoritma yang telah dihasilkan selanjutnya diaplikasikan pada citra untuk digunakan dalam
estimasi padatan tersuspensi dan divalidasi dengan nilai in situ. Dari beberapa model algoritma pendugaan nilai TSS yang dihasilkan kemudian dipilih yang
terbaik dengan koefisien determinasi R
2
tertinggi dan RMS error Root mean square error
terkecil, untuk melihat keeratan hubungan antara nilai data in situ dan hasil dugaan. Bila R
2
mendekati +1 hubungan antara kedua peubah tersebut kuat, maka terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya. Sebaliknya jika R
2
mendekati nol, hubungan linear keduanya sangat lemah Walpole, 1995.
Sedangkan nilai RMS error yang mendekati nilai nol 0 akan menunjukkan model algoritma semakin baik.
RMS error = 2
2
− −
n dugaan
nilai insitu
nilai …………………………… pers.3
Keterangan: Nilai insitu adalah konsentrasi TSS hasil pengukuran Nilai dugaan adalah konsentrasi TSS hasil pengembangan model
n adalah jumlah data
3.3.3 Pengujian Model
Pengujian model bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara nilai dugaan konsentrasi TSS dari pengembangan model dengan data in situ konsentrasi TSS.
Pengujian model ini dilakukan setelah mendapatkan nilai R
2
dan RMS error yang paling baik. Untuk pengujian model digunakan uji beda nilai tengah dua arah
uji-t, uji residual analisis dan uji dua variabel uji-F. Uji-t adalah uji hipotesis yang menolak hipotesis nol jika statistik sampel
secara signifikan lebih tinggi atau lebih rendah daripada nilai parameter yang diasumsikan. Hipotesis tersebut diharapkan nilai tengah konsentrasi TSS in situ
dengan nilai tengah konsentrasi TSS dugaan tidak berbeda nyata µ
1
= µ
2
atau terima
H sehingga model yang digunakan tervalidasi dengan baik untuk menduga
konsentrasi TSS. Hipotesis nol H dan hipotesis alternatifnya H
1
adalah Harinaldi, 2005:
H : µ
1
= µ
2
H
1
: µ
1
µ
2
Keterangan: H adalah bila nilai tengah konsentrasi TSS in situ sama dengan nilai
tengah konsentrasi TSS dugaan. H
1
adalah bila nilai tengah konsentrasi TSS in situ tidak sama dengan nilai tengah konsentrasi TSS dugaan.
µ
1
adalah nilai tengah konsentrasi TSS in situ. µ
2
adalah nilai tengah konsentrasi TSS dugaan. Uji residual analisis merupakan uji perbedaan antara parameter dugaan yang
berasal dari hasil pemodelan dengan parameter insitu sebagai validasinya. Residual memberikan tampilan porsi validasi data yang tidak dapat dijelaskan
oleh model Mathworks, 2010. Uji residual analisis ini bertujuan untuk mengetahui selisih antara nilai TSS hasil dugaan dengan nilai data TSS insitu.
Dari hasil uji tersebut dapat diketahui besar ketepatan antara TSS dugaan dengan TSS insitu yang dibatasi antara kedua parameter tersebut. Hasil yang akan
diperoleh dari uji ini adalah: Ketepatan hubungan ± kesalahan duga bias
Uji-F digunakan untuk pengujian dua sampel atau lebih yang berbeda. Dalam uji-F parameter dan hipotesisnya berbeda dibandingkan dengan uji-t.
Parameter yang diujikan dalam uji-F adalah antara konsentrasi TSS hasil pendugaan dengan klorofil dari model hubungan yang terbentuk. Uji-F dilakukan
untuk membuktikan ada tidaknya hubungan saling mempengaruhi antara konsentrasi TSS dengan klorofil. Hipotesis yang digunakan dalam uji-F adalah
Walpole, 1995: H
: = 0 H
1
:
dimana: H adalah bila ada hubungan yang nyata antara TSS dan klorofil-a.
H
1
adalah bila tidak ada hubungan yang nyata antara TSS dan klorofil-a. adalah nilai pendugaan TSS dan klorofil-a.
3.4 Proses Pengolahan Data in situ
Data total padatan tersuspensi in situ dihitung dengan metode gravimetri. Prinsip dari metode ini adalah melewatkan sampel melalui media saring berpori,
semua zat padat yang tersuspensi akan tertahan pada permukaan media saring. Padatan tersuspensi dapat dihitung dengan menimbang bobot kering. Kertas
saring yang akan digunakan sebelumnya dikeringkan di oven dengan suhu 80
o
C selama 30 menit, kemudian ditimbang berat kering filter. Pengambilan sampel air
dilakukan di perairan Teluk Jakarta sesuai dengan stasiun yang telah ditentukan sebelumnya. Air sampel dimasukkan kedalam botol polietilen dan disimpan
didalam coolbox berisi es batu. Proses penyaringan menggunakan kertas saring GFC dan vacuum pump. Bagian yang tersaring dikeringkan dengan suhu 80°C
selama ± 18 jam untuk mendapatkan berat keringnya. Nilai padatan tersuspensi dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut :
TSS mgl = l
disaring yang
air volume
Wo Wt −
Keterangan: Wt = Berat kering sampel dan filter mg Wo
= Berat kering filter mg Data lapang dibutuhkan untuk pengujian akurasi data total padatan tersuspensi
hasil olahan citra.
24
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengembangan Model Estimasi TSS
Hasil pengembangan model estimasi TSS di Teluk Jakarta menggunakan beberapa persamaan regresi, yaitu eksponensial, linear, logaritmik, polynomial
orde 2, polynomial orde 3, dan power untuk nilai radiansi rasio antar kanal merah dan biru K1K3, rasio kanal merah dan hijau K1K4, serta rasio kanal biru dan
hijau K3K4 disajikan dalam Tabel 5, sedangkan transformasi radiansi kromatisiti kanal biru K3K1+K3+K4, radiansi kromatisiti kanal hijau K4
K1+K3+K4 dan radiansi kromatisiti kanal merah K1 K1+K3+K4 disajikan
pada Tabel 6. Dari Tabel 5 terlihat bahwa persamaan logaritmik rasio antara kanal merah
terhadap hijau K1K4 , yaitu :
TSS mgl = 6.332lnK1K4 + 92.55 .................................................... Pers. 4
adalah merupakan model pendugaan TSS yang terbaik dari kelompok transformasi rasio dengan nilai R
2
tertinggi 0.547 dan RMS error yang rendah 0.021. Dari Tabel 6 terlihat pula bahwa persamaan regresi linier radiansi
kromatisiti kanal merah K1 K3+K4+K1 dengan persamaan, yakni:
TSS mgl = 44.06 K1 K1+K3+K4 + 80.26
…………..……….. Pers. 5 merupakan model pendugaan TSS yang terbaik dari kelompok transformasi
kromatisiti dengan nilai R
2
termasuk yang tertinggi 0.594 dan RMS error yang rendah 0.019, selain itu model tersebut memiliki nilai bias cukup rendah yang
dapat dibuktikan dengan uji residual analisis Gambar 8.