yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Provinsi DKI Jakarta BPLHD DKI Jakarta, 2006.
Teluk Jakarta dipengaruhi oleh musim Barat hujan dari bulan Desember- Februari dan musim Timur dari bulan Juni-Agustus, serta dua musim peralihan,
yaitu musim peralihan satu dari penghujan ke musim kemarau Maret-Mei dan peralihan dua dari musim kemarau ke musim hujan September-November.
Pada musim Barat angin berhembus kencang dan arus kuat bergerak dari barat daya hingga barat laut disertai hujan yang cukup deras. Arus yang kuat dengan
kecepatan mencapai 4-5 knot miljam dan tinggi gelombang dapat mencapai 2 meter mengakibatkan kejernihan air laut berkurang. Pada musim Timur angin
bertiup dari arah timur sampai tenggara dengan kecepatan 0,7-15 knotjam. Pada musim peralihan kondisi laut berubah-ubah namun relatif tenang Sub Balai
Konservasi SDA DKI Jakarta, 1995.
2.2. Total Padatan Tersuspensi TSS
TSS terdiri atas material anorganik dan organik, material anorganik berasal dari proses pelapukan batuan yang ditranspor melalui sungai dan udara dan yang
berasal dari dalam laut itu sendiri. Burton dan Liss 1976 dalam Sanusi 2006 mengatakan bahwa produk pelapukan dari darat yang ditranspor ke laut melalui
sungai mencapai jumlah 1,8 x 10
16
gramtahun, sedangkan melalui udara sebesar 1 – 5 x 10
14
gramtahun. Batas diameter padatan tersuspensi adalah 0,45 m, terlarut jika diameternya 0,2 m dan koloid jika diameternya diantara 0,2 m -
0,45 m Sanusi, 2006. Adapun material organik berasal dari partikel planktonik fito- dan zooplankton, bakteri, dan detritus. Disamping itu, ada pula material
sisa kejadian vulkanik, hasil reaksi kimia mangan; besi oksida; alumunium;
silika Clark, 2002 in Sutherland, 2006. Tinggi rendahnya konsentrasi TSS akan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari pada kolom air, sehingga
selanjutnya berdampak terhadap proses fotosintesis sehingga fotosintesis tidak berlangsung sempurna. Sebaran zat padat tersuspensi di laut antara lain
dipengaruhi oleh masukan yang berasal dari darat melalui aliran sungai, ataupun dari udara dan perpindahan karena resuspensi endapan akibat pengikisan Tarigan
dan Edward, 2003.
2.3. Klorofil-a
Klorofil adalah kelompok pigmen fotosintesis yang menyerap cahaya biru, dan merah, serta merefleksikan cahaya hijau. Sebaran klorofil-a di laut bervariasi
secara geografis maupun berdasarkan kedalaman perairan Clark, 2002 in Sutherland, 2006. Di perairan laut, konsentrasi klorofil-a lebih tinggi pada
perairan pantai dan pesisir, serta menjadi rendah di perairan lepas pantai karena adanya suplai nutrien dalam jumlah besar melalui run-off dari daratan melalui
sungai, namun pasokan nutrien tersebut semakin berkurang seiring menjauhi pantai. Walaupun demikian, pada daerah-daerah tertentu di perairan lepas pantai
dapat pula dijumpai klorofil-a dalam konsentrasi tinggi yang disebabkan adanya fenomena up-welling, dimana massa air dari lapisan dalam yang mengandung
nutrien tinggi naik ke lapisan permukaan Septiawan, 2006. Fitoplankton memiliki klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis untuk
menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air yang kemudian berperan sebagai dasar mata rantai pada siklus makanan di laut. Namun fitoplankton
tertentu dapat pula menurunkan kualitas perairan laut apabila jumlahnya sangat berlebih blooming, dimana selanjutnya dapat menyebabkan berbagai akibat
negatif bagi ekosistem perairan, seperti berkurangnya oksigen di dalam air yang dapat menyebabkan kematian berbagai makhluk air lainnya Wiadnyana, 1996.
2.4. Marak Alga Marak alga algae blooms adalah suatu fenomena meledaknya populasi
fitoplankton di suatu perairan yang dapat menyebabkan penurunan drastis kadar oksigen 2 mgl, sehingga menyebabkan kematian massal biota air. Jika
ledakan populasi fitoplankton yang diikuti dengan keberadaan jenis fitoplankton beracun akan menimbulkan ledakan populasi alga berbahaya Harmful Algae
Blooms . HABs merupakan fenomena alami yang saat ini terus meningkat di
berbagai perairan dunia. Terjadinya HABs di suatu wilayah biasanya membahayakan lingkungan dan menurunkan perekonomian akibat toksin yang
dihasilkan Sidharta, 2005. Toksin yang dihasilkan HABs dapat mengkontaminasi manusia melalui perantara kerang dan ikan Aunurohim et al.,
2008. Toksin yang dihasilkan oleh organisme penyebab HABs dikenal dengan nama phycotoxin. Phycotoxin sendiri diproduksi oleh alga sebagai mekanisme
pertahanan biologi terhadap predator Sidharta, 2005. Faktor yang dapat memicu ledakan populasi fitoplankton berbahaya antara
lain karena adanya eutrofikasi, upwelling yang mengangkat massa air kaya unsur- unsur hara, adanya hujan lebat dan masuknya air ke laut dalam jumlah yang besar
Wiadnyana, 1996. Banyaknya nutrien dapat memicu HABs, termasuk kotoran dan buangan hewan, deposisi atmosfer, dan masukan air tanah dari aktifitas
pertanian dan pupuk. Sumber lain yaitu adanya industri akuakultur tambak yang banyak terdapat di pesisir laut Anderson et al., 2002.
2.5. MODIS