Uji-t Uji Residual Analisis

4.3. Pengujian dan Validasi Data TSS

Terdapat dua pengujian data yang akan dilakukan, yaitu uji-t dan uji residual analisis. Uji-t dan uji residual analisis dilakukan pada variabel yang tidak memiliki keterikatan saling mempengaruhi.

4.3.1. Uji-t

Uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai tengah µ antara konsentrasi TSS dugaan dari nilai radiansi transformasi kromatisiti kanal merah dengan konsentrasi TSS insitu Lampiran 1. Hasil yang diharapkan adalah antara nilai tengah TSS in situ dengan nilai tengah TSS dugaan tidak berbeda nyata µ 1 = µ 2 atau terima H sehingga model hubungan yang terbentuk tervalidasi dengan baik dan dapat digunakan. Hasil uji-t antara kedua variabel ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Uji-t Variabel t-hitung t-tabel Keterangan TSS insitu dengan TSS hasil pendugaan 0.0035 2.0484 Terima H Hasil dari uji-t dari variabel TSS insitu dan TSS dugaan menunjukkan t-hitung berada pada selang ± t-tabel Gambar 7, sehingga dapat dikatakan terima H . Terima H memiliki arti tidak ada perbedaan yang nyata antara nilai tengah konsentrasi TSS insitu dan TSS dugaan . Jadi model algoritma dari transformasi kromatisiti kanal merah dapat digunakan untuk mengestimasi konsentrasi TSS. Gambar 7. Selang wilayah penerimaan atau penolakan hipotesis. -6 -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 5 10 15 20 R e si d u m g l Data ke-

4.3.2. Uji Residual Analisis

Uji residual analisis dilakukan dengan variabel yang berbeda dari uji-F tetapi sama dengan uji-t, yaitu antara konsentrasi TSS insitu dengan TSS dugaan. Hasil yang diharapkan dari uji residual analisis adalah besarnya persentase ketepatan hubungan antara konsentrasi TSS insitu dengan TSS dugaan dengan suatu nilai selisih yang ditentukan dalam kajian ini nilai yang ditentukan adalah ± 3 mgl. Pada plot residual analisis, semakin banyak nilai residu yang mendekati nilai nol 0 maka semakin tinggi nilai ketepatannya Gambar 8 dan semakin menjauhi nilai nol 0 semakin rendah nilai ketepatan duga antara konsentrasi TSS insitu dengan TSS dugaan. Hasil uji residual analisis menunjukkan bahwa nilai ketepatan duganya yaitu 80 ± 3 mgl, hasil tersebut diperoleh dari Gambar 8. Gambar 8. Plot residual analisis Hasil residual analisis menunjukkan bahwa untuk selang kisaran ± 3 mgl hanya ada 3titik yang berada diluar kisaran tersebut dari 15 titik, atau 80 titik berada pada kisaran ketepatan duga ± 3 mgl. Batas residu ± 3 mgl menyatakan selang selisih antara hasil konsentrasi TSS dugaan dan konsentrasi TSS in situ. Dari nilai selisih tersebut, nilai hasil konsentrasi TSS dugaan tidak berbeda jauh dengan TSS in situ. Ketepatan 80 dihitung dari banyaknya data yang masuk dalam selang residu ± 3 mgl per jumlah data. Jadi dapat dikatakan bahwa model pendugaan empiris konsentrasi TSS memiliki tingkat ketepatan sebesar 80 pada kisaran bias ± 3 mgl. 4.4. Pemetaan Konsentrasi TSS Distribusi konsentrasi TSS di perairan Teluk Jakarta terbagi menjadi 8 kelas. Pembagian menjadi sembilan kelas tersebut untuk melihat sebaran variasi konsentrasi TSS yang didasarkan pada histogram perolehan hasil pendugaan konsentrasi TSS yang berkisar antara 80 mgl sampai 100 mgl Gambar 9. Kelas-kelas untuk distribusi konsentrasi TSS adalah: 1. Kelas 2: 80-85 mgl berwarna biru tua 2. Kelas 3: 85-88 mgl berwarna biru 3. Kelas 4: 88-91 mgl berwarna biru muda 4. Kelas 5: 91-93 mgl berwarna hijau 5. Kelas 6: 93-95 mgl berwarna kuning 6. Kelas 7: 95-97 mgl berwarna orange 7. Kelas 8: 97-100 mgl berwarna merah 8. Kelas 9: 100 mgl berwarna merah tua Gambar 9. Histog Model empiris pend tanggal 22 Maret 2010, k Februari, Maret dan Apr distribusi konsentrasi TS ogram citra MODIS hasil penerapan model algori ndugaan TSS Persamaan 5 menggunakan citra p kemudian diaplikasikan ke citra lainnya pada bu pril 2010. Gambar 10 memperlihatkan peta sebar TSS di Teluk Jakarta pada bulan-bulan tersebut. ritma pada bulan baran Gambar 10. Sebaran konsentrasi TSS pada 4 Februari, 22 Maret, 24 Maret, dan 7 April 2010 menggunakan model empiris persamaan 5. A=Aqua MODIS dan T=Terra MODIS Pada Gambar 10 dapat dilihat konsentrasi TSS pada 4 Februari 2010, 22 Maret 2010, dan 7 April 2010 termasuk tinggi dengan kisaran 85 hingga 100 mgl. Di depan muara sungai Citarum, Ciliwung dan Cisadane konsentrasi TSS berkisar 97-100 mgl yang ditandai dengan warna merah, yang kemudian mempengaruhi sebaran TSS disekitarnya. Pada 22 Maret 2010 nilai konsentrasi TSS tertinggi terdapat di muara Gembong yaitu 100 mgl berwarna merah tua. Semakin ke arah laut konsentrasi TSS semakin berkurang, tapi masih dalam kisaran 80-91 mgl. Sedangkan pada 4 Februari 2010 di sebelah barat laut Teluk Jakarta terdapat awan yang tidak dapat hilang dengan koreksi atmosferik. Pada 7 April 2010 konsentrasi TSS didominasi oleh warna kuning 93-95 mgl, namun memiliki kecenderungan yang sama dengan citra sebelumnya yaitu konsentrasi TSS akan meningkat semakin mendekati pesisir pantai atau muara-muara sungai. Pada tanggal 24 Maret 2010 lebih tinggi dibandingkan 22 Maret 2010, 4 Februari 2010 dan 7 April 2010 hal ini dikarenakan banyaknya tutupan awan dan haze di Teluk Jakarta yang tidak bisa hilang saat koreksi atmosferik terutama dibagian barat dan barat laut. Konsentrasi TSS berkisar 91 mgl warna kuning hingga 100 mgl warna merah tua. Muara sungai yang mempengaruhi konsentrasi TSS di Teluk Jakarta hanya muara sungai Ciliwung dengan kisaran nilai 97-100 mgl warna merah. Gambar 11. Sebaran konsentrasi TSS pada 9, 12, 19 dan 21 April 2010 menggunakan model empiris persamaan 5. A=Aqua MODIS dan T=Terra MODIS Pada bulan April 2010 konsentrasi TSS cukup merata dengan kisaran 85- 100 mgl dimana nilai yang tinggi hanya di muara sungai Citarum dengan kisaran 97-100 mgl warna merah. Sebaran TSS pada bulan tersebut didominasi oleh warna hijau dan kuning dengan nilai konsentrasi TSS 91-95 mgl. Konsentrasi TSS pada 9, 12, dan 19 April 2010 hanya berkisar antara 85-97 mgl, dimana konsentrasi TSS di dekat muara sungai lebih tinggi dibandingkan perairan di sekitarnya warna oranye namun tidak lebih tinggi dibandingkan tanggal 21 April 2010 konsentrasi TSS lebih tinggi dibandingkan peta sebaran TSS lainnya pada bulan yang sama, hal tersebut dapat terlihat dengan didominasinya warna oranye 95-97 mgl dan terdapat konsentrasi yang melebihi 100 mgl di muara sungai bagian timur dekat muara sungai Citarum. Jadi tampak jelas dari peta sebaran TSS pada Gambar 10 dan 11 bahwa masukan dari Sungai Ciliwung Citarum dan Cisadane memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap tingginya konsentrasi TSS di Teluk Jakarta dengan pola sebaran tinggi di sepanjang garis pantai 90-100 mgl dan rendah ke arah laut. Selain itu, di daerah sekitar Tanjung Priok cenderung memiliki kadar TSS yang tinggi karena diduga banyaknya buangan kapal-kapal yang berlabuh yang membuat perairan lebih keruh. Lee et al. 1978 in Adiputro 1994 mengamati pencemaran berdasarkan sebaran TSS dengan cara membagi tingkat pencemaran menjadi 4 kelas, yakni Kelas 1: 0-20 mgl belum tercemar, Kelas 2: 20-50 mgl tercemar ringan, Kelas 3: 50-100 mgl tercemar sedang, dan Kelas 4: 100 mgl tercemar berat. Berdasarkan hasil distribusi sebaran TSS pada Gambar 10, perairan Teluk Jakarta termasuk dalam kelas 3 tercemar sedang dan kelas 4 tercemar berat. Dari Gambar 10 dan 11 dapat dianalisis perbedaan hasil dari citra Terra dan Aqua MODIS. Terra MODIS bergerak dari utara ke selatan melewati ekuator di pagi hari sedangkan Aqua MODIS bergerak dari selatan ke utara melewati ekuator di siang hari NOAA, 2010. Dari perbedaan waktu pengambilan gambar permukaan bumi tersebut tampaknya bahwa perairan Teluk Jakarta pada citra Aqua MODIS lebih dinamis dibandingkan citra Terra MODIS, karena semakin siang, suhu akan meningkat dan peningkatan suhu akan menyebabkan tekanan menjadi tinggi, sehingga menyebabkan pergerakan angin menjadi lebih dinamis dibandingkan pagi hari, dimana setelit Terra lewat.

4.5. Hubungan antara TSS dan Konsentrasi Klorofil-a

Dokumen yang terkait

Analisis Kandungan Aluminium (Al), Sulfida, Bod, Cod, Total Padatan Tersuspensi (TSS) Dan pH Dari Air Sungai Kapal Keruk Di Desa Karang Anyer Kec. Secanggang Kab. Langkat

5 63 102

Penentuan Kandungan Padatan Total ( % Tsc ) Lateks Pekat Dan Pengaruhnya Terhadap Kekuatan Tarik Benang Karet Di PT. IKN – Medan

1 45 47

Pemodelan Algoritma Penduga Konsentrasi Klorofil-a Menggunaltan Citra Satelit Terra MODIS di Perairan Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu

0 10 68

Kajian konsentrasi dan sebaran spasial klorofil-A di perairan teluk Jakarta menggunakan citra satelit Aqua Modis

0 14 86

Variabilitas konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dari citra satelit aqua modis serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan lemuru di perairan selat bali.

2 56 135

Pendugaan Konsentrasi Klorofil-a dan Transparansi Perairan Teluk Jakarta dengan Citra Satelit Landsat.

3 18 123

Deteksi Tumpahan Minyak Dan Perubahan Konsentrasi Klorofil-A Dari Citra Modis Di Perairan Celah Timor

1 11 126

Variabilitas konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dari citra satelit MODIS serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan pelagis di perairan Laut Jawa

4 8 197

Analisis Spasial dan Temporal Kualitas Perairan (Muatan Padatan Tersuspensi dan Klorofil-a) di Teluk Jakarta pada Tahun 2002-2012 menggunakan Citra Satelit LANDSAT-7 ETM.

3 16 30

Validasi Algoritma Estimasi konsentrasi Klorofil-a dan Padatan Tersuspensi Menggunakan Citra Terra dan Aqua Modis dengan Data In situ (Studi Kasus: Perairan Selat Makassar)

0 0 6