Gambar 13 menunjukan bahwa medium influent cenderung bersifat asam yang ditunjukan dengan nilai pH yang berkisar antara 5,9-7,1. Pada medium
kontrol dan effluent medium cenderung bersifat basa yang ditunjukan dengan nilai pH yang berkisar antara 7,1-8,4. Kurva kelimpahan Gambar 8 medium influent
cenderung mengalami peningkatan hingga hari ketujuh sebesar 44x10
6
selml seiring dengan pH medium yang cenderung bersifat asam. Tingginya angka
kelimpahan tersebut diduga disebabkan oleh proses ionisasi ammonia yang terjadi pada medium influent yang pada akhir proses akan menghasilkan ammonium
yang merupakan sumber nutrien bagi mikroalga Scenedesmus sp tersebut. Pada medium effluent pH cenderung bersifat basa yang menyebabkan ammonia tidak
dapat terionisasi sehingga tetap menjadi ammonia bebas yang bersifat racun dalam medium tersebut. Hal tersebut yang diduga menjadi penyebab angka
kelimpahan sel Scenedesmus sp. pada medium effluent rendah. Perbandingan nilai pH dengan angka kelimpaan sel Scenedesmus sp. pada masing-masing media
menunjukan bahwa pH menjadi faktor pembatas pada penelitian ini.
4.3. Penyerapan Bahan Kimia dan Logam Berbahaya pada Kultivasi Mikroalga Laut
Scenedesmus sp.
Kultivasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa limbah organik dan anorganik influent dan effluent, proses yang selalu terjadi salah
satunya adalah proses dekomposisi. Dekomposisi adalah proses penguraian yang melibatkan organisme dan reaksi kimia. Dekomposisi bahan organik pada
dasarnya terjadi melalui dua tahap Effendi, 2003. Tahap pertama bahan organik diuraikan menjadi bahan anorganik. Tahap
kedua, bahan anorganik yang tidak stabil mengalami oksidasi menjadi bahan
organik yang lebih stabil, misalnya saat amonia mengalami oksidasi menjadi nitrit dan nitrat melalui proses nitrifikasi. Proses dekomposisi bahan organik, mikroba
memanfaatkan bahan organik sebagai sumber makanan dari suatu rangkaian reaksi biokimia yang kompleks.
Penelitian ini digunakan limbah industri dengan kandungan kimia yang cukup berbahaya mengandung toksik, karena dimaksudkan mikroalga
Scenedesmus sp. disini dapat berperan sebagai biofilter yang berfungsi untuk
menurunkan kandungan kimia berbahaya seperti kromium Cr dan tembaga Cu, untuk menduga peran Scenedesmus sp. tersebut maka dilakukanlah uji kualitas air
pada saat sebelum dilakukan kultivasi dan sesudah dilakukan kultivasi Scenedesmus
sp. Data hasil uji kualitas air sebelum dan sesudah kultivasi disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Kualitas Air Sebelum dan Sesudah Dilakukan Kultivasi
Keterangan: Standar Baku Mutu Menurut SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 202 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Industri.
Data hasil uji kualitas air diatas menunjukan bahwa terjadi perbedaan nilai pada hasil uji antara limbah influent dan effluent. Nilai hasil uji analisis kualitas
air untuk BOD sebelum kultivasi yang tercatat pada limbah influent adalah 385.33 mgL, pada limbah effluent adalah 113.88 mgL. BOD Biochemical Oxygen
Demand merupakan jumlah oksigen yang digunakan oleh mikroba untuk
Parameter Satuan
Sebelum Kultivasi Sesudah Kultivasi
Standar Baku Mutu
Influent Effluent
Influent Effluent
BOD
5
mgL 385,33
113,88 65,57
48,47
150
Amonia NH
3
-N mgL 5,56
3,78 1,99
0,612 5
Nitrat NO
3
-N mgL
2,88 0,22
0,04 0,02
30
Kromium Cr mgL
0,3 0,11
0,002 0,002
1
Tembaga Cu mgL
0,22 0,14
0,034 0,016
3
mengoksidasi bahan organik dan nilai BOD selalu berbanding terbalik dengan nilai DO Disolved Oxygen Effendi, 2003.
Nilai BOD influent sebelum kultivasi tergolong lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai BOD pada effluent. Hal tersebut disebabkan oleh
banyaknya mikroba yang berada pada limbah influent, sehingga oksigen yang ada dalam limbah tersebut dimanfaatkan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan
organik dan proses respirasi. Nilai BOD sesudah kultivasi cenderung mengalami penurunan baik pada medium influent maupun effluent. Hal tersebut diduga
disebabkan oleh berkurangnya mikroba akibat tingginya aktivitas mikroalga Scenedesmus
sp. yang memanfaatkan bahan anorganik untuk proses fotosintesis yang kemudian akan menghasilkan oksigen terlarut menjadi tinggi.
Nilai ammonia pada medium influent pada saat sebelum kultivasi tergolong tinggi jika dibandingkan dengan standar baku mutu menurut SK Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 202 Tahun 2004. Kadar nitrat tergolong rendah yang menunjukan bahwa pada media influent sebelum kultivasi proses nitrifikasi
kurang berjalan karena jumlah oksigen terlarut dalam media tersebut rendah yang menyebabkan ammonia bebas menjadi bertambah. Kondisi medium yang asam
menyebabkan proses ionisasi ammonia berjalan dengan baik yang menyebabkan ammonium dalam medium tersebeut berlimpah. Diduga ammonium inilah yang
dimanfaatkan oleh mikroalga Scenedesmus sp. untuk pertumbuhan pada saat kultivasi. Nilai ammonia dan nitrat pada medium effluent tergolong rendah Tabel
3 jika dibandingkan dengan medium influent dan standar baku mutu menurut SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 202 Tahun 2004. Namun, oksigen
terlarut pada medium effluent tinggi yang menunjukan proses nitrifikasi berjalan
dengan baik. Kondisi medium yang basa menyebabkan proses ionisasi ammonia menjadi terhambat sehingga terjadi penumpukan ammonia bebas dalam medium
tersebut. Konsentrasi kromium Cr dan tembaga Cu pada media influent dan
effluent pada saat sebelum kultivasi tergolong rendah jika dibandingkan dengan
standar baku mutu menurut SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 202 Tahun 2004. Setelah dilakukan kultivasi konsentrasi kromium menjadi menurun
sebanyak 99 limbah influent 98 limbah effluent menjadi setelah dilakukan kultivasi. Begitu pula dengan nilai tembaga yang menurun sebanyak 85 limbah
influent dan 88 limbah effluent setelah dilakukan kultivasi.
Penurunan konsentrasi logam berat kromium Cr dan tembaga Cu diduga disebabkan oleh kemampuan tubuh mikroalga laut Scenedesmus sp. yang dapat
menyerap logam berat, sehingga konsentrasi logam dalam media menjadi berkurang. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Brady et al. 1994 yang
menyebutkan bahwa beberapa spesies mikroalga, termasuk Scenedesmus sp. mampu mengakumulasi logam berat seperti Cu, Pb, dan Cr hingga 98.
Kemampuan tersebut menjadikan mikroalga dikembangkan sebagai salah satu teknik untuk memperbaiki kualitas air yang tercemar limbah. Vyzamal 1984
dalam Brady et.al 1994 menyatakan bahwa akumulasi logam berat oleh mikroalga yang dilakukan dengan cara mengikat kation logam berat pada
permukaan dinding sel mikroalga tersebut. Tingginya persentase penyerapan logam berat kromium dan tembaga tersebut menjadikan mikroalga laut
Scenedesmus sp. dapat digunakan sebagai penyerap bahan kimia berbahaya dalam
air limbah indistri.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kelimpahan mikroalga Scenedesmus sp. pada media kultivasi dengan menggunakan limbah influent lebih besar dibandingkan dengan kelimpahan pada
media limbah effluent. Scenedesmus sp. dapat bertoleransi pada salinitas yang berbeda dari habitat aslinya. Penurunan unsur logam berbahaya seperti kromium
Cr dan tembaga Cu disebabkan oleh kemampuan mikroalga laut Scenedesmus sp. yang dapat mengikat logam tersebut pada permukaan dinding selnya. Hal
tersebut menjadikan mikroalga Scenedesmus sp. dapat berperan sebagai biofilter.
5.2 Saran
Sebaiknya pengujian perbandingan kelimpahan mikroalga Scenedesmus sp. pada limbah influent dan effluent dilakukan pada kondisi temperatur dan pH
medium yang konstan agar terlihat bahwa pengaruh pertumbuhan hanya berasal dari kandungan limbah tersebut dan bukan dari faktor lainnya. Selain itu analisis
kimia pemanfaatan ammonium dan nitrat nutrien perlu dilakukan setiap hari untuk mengetahui efektifitas pemanfaatan nitrogen oleh mikroalga Scenedesmus
sp. selama penelitian berlangsung.