Pemanfaatan rumput laut Sargassum sp. sebagai adsorben limbah cair industri rumah tangga perikanan

(1)

PERIKANAN

LINDA ARYANTI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

LINDA ARYANTI. C34070013. Pemanfaatan Rumput Laut Sargassum sp. Sebagai Adsorben Limbah Cair Industri Rumah Tangga Perikanan. Dibimbing oleh BUSTAMI IBRAHIM dan DADI R. SUKARSA.

Pesatnya perkembangan industri perikanan menimbulkan permasalahan berupa pencemaran limbah cair yang dihasilkan selama proses produksi. Secara umum limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik dengan konsentrasi yang tinggi. Kandungan nutrien organik yang tinggi pada limbah cair perikanan apabila berada dalam badan air akan menyebabkan eutrofikasi pada perairan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengurangan zat-zat organik yang terkandung di dalam limbah sebelum dibuang ke perairan. Pengurangan kadar zat-zat organik yang ada pada limbah industri perikanan dapat dilakukan dengan mengadsorpsi zat-zat tersebut menggunakan adsorben. Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa ganggang atau alga merupakan salah satu adsorben yang efektif pada pengolahan limbah. Sargassum merupakan rumput laut penghasil alginat dari kelas ganggang coklat. Sargassum telah diperlihatkan memiliki kemampuan sebagai penyerap logam dan telah diteliti mampu berperan sebagai adsorben pewarna biru metilena dalam limbah cair tekstil. Pemanfaatan

Sargassum dalam pengolahan limbah tekstil diharapkan juga bisa dimanfaatkan dalam pengolahan limbah cair perikanan.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penggunaan

Sargassum sebagai adsorben, mempelajari pengaruh modifikasi kimia pada rumput laut Sargassum dan mempelajari pengaruh bobot adsorben yang digunakan terhadap kemampuan mengadsorpsi limbah cair industri rumah tangga perikanan.

Proses pembuatan Sargassum menjadi adsorben dilakukan dengan berbagai modifikasi permukaan, antara lain modifikasi asam dengan menggunakan HCl 0,1 M, modifikasi kalsium dengan menggunakan CaCl2 0,2 M

dan modifikasi aldehid dengan menggunakan formaldehid 36 % dan HCl 0,1 M. Modifikasi optimum yang mampu menurunkan kadar COD limbah cair industri rumah tangga perikanan adalah modifikasi dengan menggunakan asam.

Sargassum sebagai adsorben limbah cair industri rumah tangga perikanan berfungsi dengan baik pada pH 4,5-4,8 serta pada bobot 1,0-2,0 gram. Secara umum bobot adsorben yang paling efektif dalam menurunkan beban limbah cair industri rumah tangga perikanan adalah pada bobot 1,0 gram dalam 100 mL limbah cair.


(3)

PERIKANAN

LINDA ARYANTI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan di Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pemanfaatan Rumput Laut Sargassum sp. Sebagai Adsorben Limbah Cair Industri Rumah Tangga Perikanan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Linda aryanti C34070013


(5)

Nama : Linda Aryanti

NRP : C34070013

Departemen : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui:

Pembimbing I

Dr. Ir Bustami Ibrahim, M.Sc NIP. 19611101 198703 1 002

Pembimbing II

Ir. Dadi R. Sukarsa NIP. 19460831 197402 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil. NIP. 195805111985031002


(6)

Penulis bernama lengkap Linda Aryanti dilahirkan di Gantung pada tanggal 30 Desember 1989 dari pasangan bapak Drs. Zainal Arifin dan ibu Ida Arwaty. Penulis merupakan anak ke dua dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 16 Tanjungpandan dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Tanjungpandan dan lulus tahun 2004. Pendidikan

selanjutnya di tempuh di Sekolah Mengengah Atas (SMA) Negeri 1 Tanjungpandan dan lulus pada tahun 2007. Kemudian penulis melanjutkan ke

jenjang yang lebih tinggi yaitu Program Strata 1 (S1) jurusan Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Saat ini penulis aktif dalam berbagai kegiatan di kampus seperti menjadi asisten mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perairan tahun ajaran 2010/2011 dan mata kuliah Pengolahan Hasil Perairan 2010/2011.

Penulis menyusun skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Rumput Laut

Sargassum sp. Sebagai Adsoben Limbah Cair Industri Rumah Tangga Perikanan” penelitian ini sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.


(7)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pemanfaatan Rumput Laut Sargassum sp. Sebagai Adsoben Limbah Cair Industri Rumah Tangga Perikanan”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1 Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Ir. Dadi R. Sukarsa selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan yang diberikan kepada penulis.

2 Ir. Djoko Poernomo, B.Sc selaku dosen penguji, atas segala masukan yang diberikan kepada penulis.

3 Dr. Ir Ruddy Suwandi, MS., M. Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

4 Ayah Zainal Arifin, ibu Ida Arwaty, kakak Liza Aprianti yang telah mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis.

5 Pak Jajang, Kang Abe, Bu Emma, Mbak Silvi, Mbak Ayu dan Mbak Lastri atas segala bimbingan dan bantuannya selama penelitian di laboratorium. 6 Pimpinan dan pegawai unit pengolahan bakso ikan di Parung, Bogor yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengambil sampel penelitian.

7 Sahabat penulis Nadya, Bunbil, Cendra, QQ, Ibel, Kak Yayan, Yesy, Ita, Desie, Icha dan Nani serta teman-teman THP 44 untuk senyuman dan bantuannya kepada penulis.

8 Kakak-kakak dan adik kelas THP 42, 43, 45 dan 46 serta rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terimakasih atas segala dukungan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Agustus 2011


(8)

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

1 PENDAHULUAN ... 01

1.1 Latar Belakang ... 01

1.2 Tujuan ... 03

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 04

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rumput Laut Sargassum sp. ... 04

2.2 Limbah Cair Industri Perikanan ... 05

2.3 Karakteristik Limbah Cair Perikanan ... 07

2.4 Adsorpsi ... 09

2.5 Pemanfaatan Rumput Laut Sebagai Adsorben ... 12

2.6 Modifikasi Adsorben ... 13

3 METODOLOGI ... 16

3.1 Waktu danTempat ... 16

3.2 Bahan dan Alat ... 16

3.3 Metode Penelitian ... 16

3.3.1 Preparasi Sargassum sp ... 17

3.3.2 Analisis limbah cair industri rumah tangga perikanan ... 17

3.3.3 Modifikasi dengan kalsium klorida (CaCl2) ... 18

3.3.4 Modifikasi dengan asam klorida (HCl) ... 18

3.3.5 Modifikasi dengan formaldehid (CH2O) ... 18

3.3.6 Penentuan modifikasi optimum ... 18

3.3.7 Penentuan lama waktu pengadukan ... 19

3.3.8 Penentuan selang bobot adsorben optimum ... 20

3.3.9 Penentuan bobot adsorben optimum ... 20

3.4 Prosedur Analisis ... 21

3.4.1 Analisis kadar air (AOAC 2005) ... 21

3.4.2 Analisis warna dan kekeruhan ... 22

3.4.3 Analisis total suspended solid (TSS) (SNI 06-6989.3-2004) ... 22

3.4.4 Analisis chemical oxygen demand (COD)(SNI 6989.73-2009) 22 3.4.5 Analisis pH ... 23


(9)

4.2 Analisis Limbah Cair Industri Rumah Tangga Perikanan ... 26

4.3 Penentuan Modifikasi Adsorben ... 28

4.4 Penentuan Lama Waktu Pengadukan ... 31

4.5 Penentuan Selang Bobot Adsorben Optimum ... 33

4.6 Penentuan Bobot Adsorben Optimum ... 36

4.6.1 Perubahan warna... 36

4.6.2 Nilai pH ... 38

4.6.3 Nilai kekeruhan... 40

4.6.4 Nilai total padatan tersuspensi (TSS) ... 42

4.6.5 Nilai chemical oxygen demand (COD) ... 44

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(10)

1 Sargassum sp... 4

2 Diagram alir preparasi Sargassum ... 17

3 Diagram alir penentuan modifikasi adsorben... 19

4 Diagram alir penentuan lama waktu pengadukan ... 19

5 Diagram alir penentuan selang bobot adsorben optimum ... 20

6 Diagram alir penentuan bobot adsorben optimum ... 21

7 Adsorben dari Sargassum sp ... 25

8 Perbandingan warna limbah cair perikanan ... 29

9 Penurunan nilai COD limah cair perikanan ... 30

10 Histogram pengaruh lama waktu pengadukanterhadap pH... 32

11 Histogram pengaruh lama waktu pengadukanterhadap kekeruhan... 32

12 Pengaruh bobot adsorben terhadap perubahan warna ... 34

13 Histogram pengaruh bobot adsorben terhadap kekeruhan ... 35

14 Histogram pengaruh bobot adsorben terhadap pH ... 35

15 Perbandingan warna limbah sebelum dan setelah perlakuan ... 37

16 Histogram pengaruh bobot adsorben terhadap pH ... 39

17 Histogram pengaruh bobot adsorben terhadap kekeruhan ... 41

18 Histogram pengaruh bobot adsorben terhadap TSS ... 43


(11)

1 Karakteristik limbah cair perikanan. ... 6

2 Karakteristik limbah cair industri rumah tangga perikanan ... 26

3 Hasil analisis limbah pada perlakuan modifikasi adsorben ... 28

4 Hasil analisis limbah pada perlakuan lama waktu pengadukan ... 31

5 Hasil analisis limbah pada perlakuan selang bobot adsorben ... 33

6 Perbandingan warna limbah sebelum dan setelah perlakuan ... 36

7 Nilai pH setelah perlakuan ... 38

8 Nilai kekeruhan setelah perlakuan ... 40

9 Nilai TSS setelah perlakuan... 42

10 Nilai COD setelah perlakuan... 44


(12)

1a Analisis warna dan nilai COD pada penentuan modifikasi adsorben ... 54

1b Analisis warna, kekeruhan dan pH pada penentuan lama pengadukan... 54

1c Analisis warna, kekeruhan dan pH penentuan selang bobot optimum... 54

1d Analisis warna, kekeruhan dan pH penentuan bobot optimum... 54

2a Analisis nilai TSS pada penentuan bobot adsorben optimum ... 55

2b Analisis nilai COD pada penentuan bobot adsorben optimum ... 55

3a Kadar air rumput laut coklat Sargassum sp... 56

3b Analisis ragam nilai pH... 56

3c Uji beda nyata Duncan nilai pH ... 56

4a Analisis ragam nilai kekeruhan ... 57

4b Analisis ragam nilai TSS... 57

4c Uji beda nyata Duncan nilai TSS ... 57

5a Analisis ragam nilai COD ... 58


(13)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri pengolahan perikanan di Indonesia saat ini berkembang sangat pesat. Hasil produksi ikan Indonesia pada tahun 2009 sebesar 6 juta ton, kemudian naik menjadi 10,6 juta ton pada tahun 2010. Volume produk olahan hasil perikanan dengan kemasan dan mutu terjamin pada tahun 2010 menembus 4,2 juta ton (Rosalina 2010). Pesatnya perkembangan industri perikanan menimbulkan permasalahan berupa pencemaran limbah cair yang dihasilkan selama proses produksi. Secara umum limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik dengan konsentrasi yang tinggi, terutama kandungan senyawa nitrogen yang diketahui berasal dari kandungan protein ikan (Ibrahim 2007). Kandungan nutrien organik yang tinggi pada limbah cair perikanan apabila berada dalam badan air akan menyebabkan eutrofikasi pada perairan (Aloui et al. 2009). Eutrofikasi dapat menyebabkan kematian organisme yang hidup dalam air tersebut, pendangkalan, penyuburan ganggang dan timbulnya bau yang tidak nyaman (Ibrahim 2005).

Komponen utama lainnya yang terkandung di dalam limbah cair adalah lemak dan beban polutan yang jumLahnya tergantung pada jenis produksi yang dilakukan (Medrzycka and Wandzel 2003). Lemak yang terkandung pada limbah perikanan umumnya berasal dari proses pengukusan, pengalengan dan pengepresan dalam pembuatan tepung ikan. Minyak dan lemak dalam limbah cair ini biasanya mengapung sehingga menghambat perpindahan oksigen ke dalam air dan juga merusak nilai- nilai estetika lingkungan perairan (Ibrahim 2007).

Beberapa industri perikanan yang telah memiliki penanganan limbah pada umumnya hanya menerapkan sistem kolam aerobik saja dan belum

memperhatikan mutu keluaran yang dihasilkan. Hal tersebut terlihat dari nilai

chemical oxygen demand (COD), biological oxygen demand (BOD) dan kandungan amonia yang masih tinggi (Ibrahim 2007). Limbah cair perikanan umumnya memiliki karakteristik pH mendekati 7 atau alkali (Gonzales 1996). Industri perikanan yang menghasilkan limbah dengan nilai BOD yang tertinggi, yaitu pabrik surimi, kamaboko dan tepung ikan, dimana nilai BOD dari limbah


(14)

tersebut secara berturut-turut adalah 8204 mg/liter, 6776 mg/liter dan 18400 mg/liter (Lin et al. 1995).

Apabila kandungan zat- zat organik dalam limbah tinggi, maka semakin banyak oksigen yang dibutuhkan untuk mendegradasi zat- zat organik tersebut, sehingga nilai BOD dan COD limbah akan tinggi pula. Oleh karena itu untuk menurunkan nilai BOD dan COD limbah, perlu dilakukan pengurangan zat- zat organik yang terkandung di dalam limbah sebelum dibuang ke perairan. Pengurangan kadar zat- zat organik yang ada pada limbah industri perika nan sebelum dibuang ke perairan dapat dilakukan dengan mengadsorpsi zat- zat tersebut menggunakan adsorben (Fatha 2007).

Pengelolaan limbah cair selama proses produksi dimaksudkan untuk meminimalkan limbah serta meminimalkan volume limbah dengan konsentrasi dan toksisitas yang minimal pula. Sedangkan pengelolaan limbah cair setelah proses produksi dimaksudkan untuk menghilangkan atau menurunkan kadar bahan pencemar yang terkandung di dalamnya sehingga limbah cair tersebut memenuhi syarat untuk dapat dibuang. Contoh pengelolaan limbah cair yang dilakukan oleh industri adalah koagulasi yang diikuti adsorpsi bahan pencemar dengan melewatkan air limbah melalui zeolit dan karbon aktif (Forlink 2000).

Penggunaan karbon aktif sebagai adsorben sangat terbatas dan bia yanya tidak ekonomis. Penggunaan biomaterial sebagai adsorben merupakan alternatif yang sangat potensial untuk menggantika n penggunaan karbon aktif tersebut. Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa ganggang atau alga merupakan salah satu adsorben yang efektif pada pengolahan limbah (Antunes et al. 2003). Alga laut merupakan adsorben yang bagus karena harganya yang ekonomis, ketersediaannya di alam yang melimpah (dapat diperbaharui) dan memiliki kemampuan mengadsorpsi (Schiewer and Volesky 2000). Alga laut memiliki kemampuan mengadsorpsi karena mengandung polisakarida, protein atau lipid pada permukaan dinding selnya yang terdiri dari gugus fungsional, seperti amino, hidroksil, karboksil dan sulfat (Kannan et al. 2010).

Sargassum merupakan rumput laut penghasil alginat dari kelas ganggang coklat. Produksi Sargassum di Indonesia diperoleh secara alamiah dari tempat tumbuhnya dan jumlahnya yang berlimpah hampir di seluruh wilayah perairan


(15)

Indonesia (Sulistijo dan Szeifoul 2006). Sargassum diketahui memiliki manfaat sebagai sumber glikolipid, senyawa fenolik dan karbohidrat. Sargassum juga diketahui sebagai sumber iodium alamiah. Pemanfaatan lainnya adalah Sargassum

telah diperlihatkan memiliki kemampuan sebagai penyerap logam berat seperti tembaga (Antunes et al. 2003), kromium, zink dan cadmium (Cossich et al. 2002). Rumput laut jenis Sargassum dan Ulva lactuca telah diteliti mampu berperan

sebagai adsorben pewarna biru metilena dalam limbah cair tekstil (Tahir et al. 2008).

Pemanfaatan Sargassum dalam pengolahan limbah tekstil diharapkan juga bisa dimanfaatkan dalam pengolahan limbah cair perikanan. Kemampuan adsorpsi

Sargassum dapat diketahui dari beberapa uji yang dilakukan, seperti analisa warna

dan kekeruhan, uji kadar total suspended solid (TSS), uji nilai

chemical oxygen demand (COD) dan analisa pH. Melalui penelitian ini, dapat diketahui pemanfaatan rumput laut Sargassum sp. sebagai adsorben pada pengolahan limbah cair perikanan.

1.2Tujuan

Tujuan penelitian ini, yaitu :

1 Mempelajari pengaruh penggunaan Sargassum sebagai adsorben pada pengolahan limbah cair industri rumah tangga perikanan.

2 Mempelajaripengaruh modifikasi kimia pada rumput laut Sargassum sebagai adsorben pada pengolahan limbah cair industri rumah tangga perikanan. 3 Mempelajari pengaruh bobot adsorben yang digunakan terhadap kemampuan


(16)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rumput Laut Sargassum sp.

Salah satu sumber daya hayati yang cukup potensial dari perairan laut Indonesia adalah rumput laut dengan berbagai macam jenisnya. Rumput laut merupakan bagian dari tanaman perairan yang termasuk dalam kelas makroalga (Costa 2003). Rumput laut Sargassum sp. merupakan tumbuhan kosmopolitan yang dijumpai tumbuh di perairan karang dan pantai. Sargassum adalah rumput laut penghasil alginofit yang dapat dijadikan sumber industri alginat. Di pasar dunia, rumput laut alginofit diperoleh dari kelp yang merupakan rumput laut dari daerah subtropis, sedangkan di perairan Indonesia hanya mempunyai alginofit dari jenis Sargassum dan Turbinaria (Sulistijo 2002).

Menurut Anggadiredja et al. (2008), klasifikasi rumput laut Sargassum

adalah sebagai berikut :

Phylum : Phaeophyta

Kelas : Phaeophyceae

Ordo : Fucales

Famili : Sargassaceae Genus : Sargassum

Spesies : Sargassum sp.

Adapun morfologi rumput laut coklat jenis Sargassum sp. dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Sargassum sp. Sumber : IPTEknet (2005)


(17)

Kelompok alga coklat memiliki bentuk yang bervariasi dan sebagian besar jenis-jenisnya berwarna coklat atau pirang. Alga coklat biasanya dicirikan oleh 3 sifat, yaitu (1) adanya pigmen coklat, yaitu fukosantin yang menutupi warna hijau dari pigmen klorofil a dan c, (2) hasil fotosintesis terhimpun dalam bentuk laminaran dan (3) adanya flagel (Juneidi 2004). Sargassum memiliki bentuk

thallus silindris atau gepeng, banyak percabangan yang menyerupai pepohonan darat, bentuk daun melebar, lonjong atau seperti pedang, mempunyai gelembung

udara (bladder) yang umumnya soliter, panjangnya mencapai 7 meter (di Indonesia terdapat spesies yang panjangnya 3 meter) dan warna thallus

umumnya coklat (Aslan 1998).

Polisakarida yang terkandung dalam rumput laut Sargassum adalah asam alginat, polimer yang mengandung β-1,4 asam manuronat yang berasosiasi dengan α-1,4 asam guluronat. Kandungan asam manuronat dan asam guluronat yang terkandung pada rumput laut coklat berbeda-beda, tergantung pada lingkungan dan spesies, namun kedua senyawa tersebut memiliki kemampuan dalam mengakumulasi logam berat (Vieira et al. 2007).

Rumput laut dimanfaatkan selain sebagai sayuran juga dipakai sebagai pupuk, komponen makanan ternak dan makanan ikan. Seiring dengan perkembangan teknologi rumput laut telah ditingkatkan pemanfaatannya sehingga memberikan nilai yang lebih tinggi. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai biomassa (adsorben) dalam proses adsorpsi logam berat dalam perairan (Sekhar et al. 2003).

2.2 Limbah Cair Industri Perikanan

Limbah cair didefinisikan sebagai suatu buangan cair hasil kegiatan manusia yang berbentuk cairan (Darsono 1994, diacu dalam Prantommy 2005). Bahan organik yang terdapat di dalam air limbah umumnya terdiri dari senyawa antara lain bahan organik mudah terurai, seperti protein, karbohidrat, lemak dan bahan organik sukar terurai, seperti fenol dan deterjen/surfaktan. Limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik yang tinggi. Tingkat pencemaran limbah cair industri pengolahan perikanan sangat tergantung pada tipe proses pengolahan dan spesies ikan yang diolah (Ibrahim 2005). Dalam industri hasil perikanan, limbah cair dihasilkan dari proses-proses penggarapan bahan mentah (persiapan),


(18)

pembersihan (pencucian dan preparasi), dehidrasi, pengepresan, penyaringan, pemanasan, pendinginan dan pembersihan alat (Veranita 2001).

Limbah cair industri hasil perikanan mengandung bahan organik (protein dan lemak) yang tinggi, ditandai dengan BOD, TSS dan TKN yang tinggi (Ibrahim et al. 2009). Jika limbah cair industri perikanan ini dibuang ke perairan umum tanpa pengolahan terlebih dahulu, maka dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan, yaitu timbulnya bau yang tidak sedap, eutrofikasi perairan dan pendangkalan (Park et al. 2001). Jumlah beban limbah dari berbagai proses pengolahan produk perikanan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik limbah cair perikanan

Industri BOD Beban limbah (gram/liter)

5 COD Lemak Protein

Pengalengan ikan 4-20 5-22 5-11 4-6

Tepung ikan 3-50 4-60 1-20 1-10

Fish defrozing 0,3-1 0,5-1,2 0,5-1 0,2 Sumber : Medrzycka and Wandzel (2003)

Menurut River et al. (1998), jumlah debit air limbah pada efluen umumnya berasal dari proses pengolahan dan pencucian. Setiap operasi pengolahan ikan akan menghasilkan cairan dari pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk. Cairan ini mengandung darah, potongan-potongan kecil ikan dan kulit, isi perut, kondensat dari operasi pemasakan dan air pendinginan dari kondensor. Beban limbah industri perikanan bervariasi dari setiap industri pengolahannya, hal ini disebabkan oleh jenis ikan yang diolah, teknik pengolahan, ukuran pabrik, penggunaan air dan lamanya limbah padat kontak dengan air

limbah. Tingkat polusi akan makin tinggi bila kontak lebih lama (Fauzi et al. 2003).

Penggunaan air dalam jumlah yang banyak pada industri perikanan menyebabkan keluaran limbah dalam jumlah yang banyak pula terhadap lingkungan, karena pada dasarnya air yang digunakan untuk proses pengolahan dalam industri perikanan untuk perebusan, pemasakan awal (precooking) dan

pencucian akan dibuang kembali setelah digunakan (Ibrahim 2007). Park et al. (2001) menyatakan bahwa pada industri perikanan yang mengolah


(19)

limbah cair yang lebih tinggi karena adanya perbedaan dalam cara-cara mengolah sebagai usaha peningkatan pemanfaatan ikan- ikan bernilai ekonomis rendah.

Limbah cair dari proses produksi tepung ikan (fish meal) juga dibagi menjadi limbah volume tinggi konsentrasi pencemar rendah dan volume rendah konsentrasi pencemar tinggi. Limbah cair yang bervolume tinggi konsentrasi pencemar rendah terdiri dari air yang digunakan untuk pembongkaran, transportasi dan penanganan ikan dengan volume limbah mencapai 900 kg/ton ikan dan mengandung padatan terlarutnya yang terdiri dari darah, daging, lemak dan minyak sebesar 5000 mg/L. Dari air pengepresan (stickwater) yang dihasilkan mengandung BOD 56.000-112.000 mg/L dengan konsentrasi padatan yang mengandung mayoritas protein sebesar 6%, volumenya dipe rkirakan mencapai 550 L/ton ikan (Islam et al. 2004).

2.3 Karakteristik Limbah Cair Perikanan

Limbah cair industri hasil perikanan mengandung bahan organik (protein dan lemak) yang tinggi, ditandai dengan BOD, TSS dan TKN yang tinggi (Ibrahim et al. 2009). Secara umum karakteristik air buangan dapat digolongkan atas sifat fisika, kimia dan biologi. Akan tetapi, air buangan industri biasanya hanya terdiri dari karakteristik kimia dan fisika. Menurut Eckenfelder (1989), diacu dalam Husin (2008), parameter yang digunakan untuk menunjukkan karakter air buangan industri adalah :

a) Parameter fisika, seperti kekeruhan, suhu, zat padat, bau dan lain- lain. b) Parameter kimia, dibedakan atas :

b.1 Kimia organik : kandungan organik (BOD, COD, TOC), oksigen terlarut (DO), minyak/lemak, nitrogen total (N-Total) dan lain- lain. b.2 Kimia anorganik : pH, Ca, Pb, Fe, Cu, Na, Sulfur, H2S dan lain- lain.

Beberapa karakteristik limbah cair perikanan antara lain : 1) Padatan tersuspensi

Padatan tersuspensi merupakan bahan-bahan yang melayang dan tidak larut dalam air. Padatan tersuspensi sangat berhubungan erat dengan tingkat kekeruhan air. Semakin tinggi kandungan bahan tersuspensi tersebut, maka air akan semakin keruh (MetCalf dan Eddy 2003). Nilai padatan tersuspensi,


(20)

BOD, COD saling berkaitan, semakin tinggi padatan tersuspensi, maka semakin tinggi nilai COD dan BODnya (Prayitno 2008).

Padatan tersuspensi dari limbah cair perikanan pada umumnya cukup tinggi dan perlu dicermati karena dapat menyebabkan terjadinya pengendapan pada saluran dan badan air penerima. Pengendapan padatan pada badan air akan mengganggu kehidupan normal organisme air. Apabila hal itu terjadi, lapisan lumpur yang mengandung padatan organik akan terdekomposisi dan menyebabkan penurunan oksigen, serta memproduksi gas- gas yang berbau (Middlebrooks 1979, diacu dalam Ibrahim 2007).

Kandungan padatan tersuspensi ini sangat beragam dari setiap jenis pengolahan, mulai dari 0,7–0,78 kg/ton pada industri pengolahan rajungan sampai mencapai 3,8–17 kg/ton pada industri pengalengan tuna (Middlebrooks 1979, diacu dalam Ibrahim 2007). Kandungan padatan ini tidak hanya tergantung pada derajat kontaminasi, akan tetapi juga tergantung pada mutu air yang digunakan selama proses. Dari suatu analisis pada air limbah pengolahan fillet ikan diperoleh bahwa 65% dari total padatan yang ada dalam efluen berasal dari air yang digunakan (Gonzales 1996).

2) Chemical oxygen demand (COD)

Salah satu cara untuk mengetahui seberapa jauh beban cemaran pada air limbah adalah dengan mengukur COD (chemical oxygen demand). Semakin tinggi nilai COD, berarti semakin tinggi pula beban cemaran yang ada pada

limbah cair tersebut (Masturi 1997, diacu dalam Fatha 2007). COD atau kebutuhan oksigen kimiawi merupakan jumLah oksigen yang

dibutuhkan oleh oksidator (misal kalium dikhromat) untuk mengoksidasi seluruh material organik yang terdapat di dalam air. Jika kandungan senyawa organik cukup besar, maka oksigen terlarut di dalam air dapat mencapai nol sehingga tumbuhan air, ikan- ikan dan hewan air lainnya yang membutuhkan oksigen tidak memungkinkan hidup (MetCalf dan Eddy 2003).

Zat- zat pencemar yang ada dalam limbah cair perikanan yang bersifat organik dapat diukur dari COD, lemak, kandungan hara, yaitu nitrogen dan fosfor. Limbah cair dari proses pengolahan perikanan mengandung COD, zat hara nitrogen, minyak dan lemak yang tinggi, terutama pada saat proses


(21)

penyiangan usus, isi perut dan proses pemasakan (Mendez et al. 1992, diacu dalam Ibrahim 2007).

3) pH

pH menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer dan mewakili konsentrasi ion hidrogennya. Nilai pH sangat penting dalam pengolahan limbah karena akan mempengaruhi secara langsung kehidupan organisme (Prantommy 2005).

4) Warna dan turbiditas

Turbiditas menyatakan kandungan bahan organik maupun anorganik yang terdapat di perairan sehingga mempengaruhi proses kehidupan organisme yang ada di perairan tersebut. Turbiditas sering disebut dengan kekeruhan, apabila di dalam air terjadi kekeruhan yang tinggi, maka kandungan oksigen akan menurun. Hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam perairan sangat terbatas sehingga tumbuhan/phytoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk mengasilkan oksigen (Effendi 2007). Hasil buangan berupa warna dan kekeruhan lebih mengarah pada masalah estetika (Eckenfelder 1989, diacu dalam Ibrahim 2007).

2.4 Adsorpsi

Salah satu metode yang digunakan untuk menghilangkan zat pencemar dari air limbah adalah adsorpsi (Sukarta 2008). Adsorpsi merupakan suatu gejala permukaan dimana terjadi penyerapan atau penarikan molekul- molekul gas atau cairan pada permukaan adsorben (Yun et al. 2001). Istilah biosorpsi dideskripsikan sebagai proses sorpsi yang menggunakan bioma ssa sebagai adsorben. Pemanfaatan biomassa sebagai adsorben bukan hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi akan mendukung prinsip zerowaste, khususnya pada industri- industri yang menghasilkan biomassa tersebut sebagai produk samping (Esposito et al. 2001, diacu dalam Fatha 2007).

Adsorpsi terjadi dengan melibatkan interaksi antara adsorbat dengan

adsorben. Kekuatan interaksi adsorbat dengan adsorben dipengaruhi oleh sifat dari

adsorbat maupun adsorbennya. Gejala yang umum dipakai untuk meramalkan komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan adsorbatnya. Apabila adsorbennya bersifat polar, maka komponen yang bersifat


(22)

polar akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang kurang polar (Sukarta 2008).

Porositas adsorben juga mempengaruhi daya adsorpsi dari suatu adsorben. Adsorben dengan porositas yang besar mempunyai kemampuan menyerap yang lebih tinggi dibandingkan dengan adsorben yang memiliki porositas kecil. Untuk meningkatkan porositas dapat dilakukan dengan mengaktivasi secara fisika, seperti mengalirkan uap air panas ke dalam pori-pori adsorben atau mengaktivasi secara kimia. Salah satu cara mengaktivasi adsorben secara kimia adalah aktivasi selulosa melalui pergantian gugus aktif –OH pada selulosa dengan gugus HSO3

-melalui proses sulfonasi. Selulosa yang teraktivasi dengan cara sulfonasi memberikan daya adsorpsi yang meningkat dua kali lipat dibandingkan daya adsorpsi selulosa yang tidak diaktivasi (Setiawan et al. 2004).

Adsorpsi merupakan proses pelekatan molekul pada permukaan adsorben. Suatu molekul atau partikel yang melekat pada adsorben disebut dengan adsorbat. Adsorpsi bisa digunakan dalam proses penghilangan zat warna, pigmen, virus, bakteri, partikel koloid dan juga untuk mengontrol nilai BOD. Mekanisme adsorpsi terbagi menjadi dua, yaitu proses fisika dan kimia. Adsorpsi secara fisika terjadi ketika molekul cairan atau gas mencapai permukaan suatu adsorben, diikuti dengan terjadinya reaksi kimia pada waktu yang sama. Adsorpsi secara kimia terjadi ketika komponen kimia diproduksi dari reaksi antara molekul adsorbat dan adsorben. Proses ini membutuhkan energi dari komponen kimia yang baru pada permukaan adsorben. Adsorpsi bisa terjadi secara pasif pada air (Syazana 2009).

Menurut Sembiring dan Sinaga (2003), faktor- faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah sifat fisik dan kimia adsorben, sifat fisik dan kimia adsorbat dalam fase cair, karakteristik fasa cair seperti pH dan suhu, serta kondisi operasi adsorpsi. Adsorben terbagi menjadi adsorben yang bersifat polar (hidrofilik) dan nonpolar (hidrofobik). Adsorben polar antara lain silika gel, alumina yang diaktivasi dan beberapa jenis tanah liat (clay). Adsorben nonpolar antara lain arang (karbon dan batu bara) dan arang aktif. Mekanisme adsorpsi berlangsung sebagai berikut : molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben (disebut difusi eksternal), sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar dan sebagian besar terdifusi lanjut ke dalam


(23)

pori-pori adsorben (disebut difusi internal). Bila kapasitas adsorpsi masih sangat besar, sebagian akan teradsorpsi terikat di permukaan, namun bila permukaan sudah jenuh atau mendekati jenuh dengan adsorbat, dapat terbentuk lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di atas adsorbat yang telah terikat pada permukaan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi (Sembiring dan Sinaga 2003) :

1) Sifat adsorben

Adsorpsi secara umum terjadi pada semua permukaan, namun besarnya ditentukan oleh luas permukaan adsorben yang kontak dengan adsorbat. Luas permukaan adsorben sangat berpengaruh terhadap proses adsorpsi. Adsorpsi merupakan suatu kejadian permukaan sehingga besarnya adsorpsi sebanding dengan luas permukaan. Semakin banyak permukaan yang kontak dengan adsorbat maka akan semakin besar pula adsorpsi yang terjadi.

2) Sifat serapan

Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari struktur yang sama. Adsorpsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan

3) Temperatur

Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsorpsi adalah viskositas dan stabilitas termal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun dekompisisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur lebih kecil.

4) pH (derajat keasaman)

Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Hal ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan, yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.


(24)

5) Waktu kontak

Suatu adsorben yang ditambahkan ke dalam suatu cairan membutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah adsorben yang digunakan. Selain ditentukan oleh dosis adsorben, pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel adsorben untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama.

2.5 Pemanfaatan Rumput Laut Sebagai Adsorben

Adsorben merupakan suatu bahan (padatan) yang dapat mengadsorpsi adsorbat. Biosorben merupakan biomassa yang dimanfaatkan dalam proses biosorpsi (Fransiscus et al. 2007). Bahan yang dapat digunakan sebagai adsorben harus mempunyai sifat resistensi yang tinggi, stabil pada suhu tinggi dan ukuran diameter pori yang kecil (mikro) yang menghasilkan luas permukaan yang besar sehingga mempunyai kapasitas adsorpsi yang tinggi (Anonim 2007, diacu dalam Putri 2010). Beberapa adsorben yang dapat digunakan dalam penanganan limbah adalah serbuk gergaji, hasil samping pertanian, limbah industri makanan, bakteri, mikroalga, kitosan, mikroalga dan rumput laut (Ramadhan dan Handajani 2010). Keunggulanadsorben ini adalah relatif mudah didapatkan, ramah lingkungan dan dapat diperbaharui (Yu et al. 2003).

Untuk adsorben dengan luas permukaan dan berat tertentu, zat yang diadsorpsi tergantung pada konsentrasi larutan di sekitar solven. Makin tinggi konsentrasinya, makin besar pula zat yang diadsorpsi. Proses adsorpsi terjadi dalam keadaan setimbang. Apabila kecepatan suatu zat ditambah atau dikurangi maka akan terjadi keadaan setimbang yang baru. Syarat–syarat adsorben yang baik (Haryati et al. 2009), antara lain :

1) Mempunyai daya serap yang besar

2) Berupa zat padat yang mempunyai luas permukaan yang besar 3) Tidak boleh larut dalam zat yang akan diadsorpsi

4) Tidak boleh mengadakan reaksi kimia dengan campuran yang akan dimurnikan


(25)

5) Dapat diregenerasi kembali dengan mudah 6) Tidak beracun

Adsorben yang sedang dikembangkan saat ini adalah rump ut laut dari kelas ganggang coklat yang mampu menyerap logam berat (Metian et al. 2008).

Sargassum diketahui efektif dalam menghilangkan ion logam da n senyawa organik polar pada air limbah (Rubin et al. 2005). Pada sel rumput laut terdapat area dangkal yang luas, sebagai tempat terjadinya pengikatan ion secara cepat dan

reversible. Sargassum merupakan alga laut coklat yang mempunyai kemampuan sorpsi yang tinggi dikarenakan dinding selnya mengandung polisakarida (Kleinubing et al. 2010).

Secara umum, keuntungan pemanfaatan rumput laut sebagai adsorben adalah (Bachtiar 2007):

1) Rumput laut mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam mengadsorpsi karena di dalam rumput laut terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam dindingsel dalam sitoplasma

2) Bahan bakunya mudah didapat dan tersedia dalam jumlah banyak 3) Biaya operasional yang rendah

4) Sludge yang dihasilkan sangat minim 5) Tidak perlu nutrisi tambahan

2.6 Modifikasi Adsorben

Alga laut mengandung komponen organik dalam jumlah yang tinggi, seperti karbohidrat, protein, lipid dan pigmen. Oleh karena itu, sebagian dari komponen tersebut akan larut dalam air selama adsorpsi. Hal tersebut terlihat dari perubahan warna yang terjadi pada air setelah adsorpsi. Warna air berubah menjadi kekuningan atau hijau (Kleinubing et al. 2010). Kratochvil and Volesky (1998) menyatakan bahwa karbon organik total (KOT) dari efluen dari Sargassum adalah 24 mg/L pada awal proses. Kadar karbon organik total (KOT) selama proses desorpsi meningkat menjadi 55 mg/L. Tingginya kadar karbon organik total (KOT) dapat menimbulkan polusi sekunder dan menghambat proses biosorpsi pada pengolahan limbah. Oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi alga laut


(26)

sebelum digunakan. Ada 2 modifikasi yang bisa dilakukan, yaitu enkapsulasi dan modifikasi permukaan. Enkapsulasi dapat menyebabkan berkurangnya transfer massa. Modifikasi permukaan dapat menggunakan asam, basa, kalsium dan aldehid (Cen and Yang 2005).

Modifikasi adsorben bertujuan meningkatkan kapasitas dan efisiensi adsorpsi dari adsorben. Modifikasi dapat dilakukan dengan memberi perlakuan kimia seperti direaksikan dengan asam dan basa atau perlakuan fisika seperti pemanasan dan pencucian (Marshall and Mitchell 1996). Modifikasi permukaan dengan penambahan larutan formaldehid akan menghasilkan ikatan silang antara gugus fungsional yang saling berdekatan, terutama gugus hidroksil. Akan tetapi, modifikasi dengan formaldehid ini kurang mampu meningkatkan kapasitas adsorpsi. Ikatan silang yang terbentuk antara rantai polimer menyebabkan berkurangnya luas permukaan biomassa dan menghambat efektivitas interaksi yang terjadi antara adsorben dan adsorbat (Rincon et al. 2005).

Menurut Gufta (1998), modifikasi adsorben dengan asam paling umum dilakukan dan terbukti sangat efektif dalam meningkatkan kapasitas dan efisiensi adsorpsi dari adsorben. Asam yang sering digunakan untuk memodifikasi adsorben antara lain asam sulfat, asam nitrat, asam klorida, asam sitrat, dan asam fosfat. Untuk memperoleh adsorben dengan kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi perlu dilakukan pengaktifan dengan menggunakan asam. Aktivasi bertujuan untuk menghasilkan sifat-sifat kimia dan fisika yang lebih baik seperti keasamaan permukaan. Perlakuan dengan asam menyebabkan terjadinya pertukaran kation yang terkandung dalam rumput laut dengan kation H+ dari asam dan melarutkan pengotor-pengotor yang terdapat pada adsorben sehingga kapasitas adsorpsinya meningkat (Seki and Akira 1998).

Modifikasi permukaan juga dapat dilakukan dengan penambahan kalsium, seperti larutan CaCl2. Literatur menyebutkan bahwa penambahan kalsium pada

alginat (komponen utama asam alginat) dapat menghasilkan kompleks ikatan dengan asam α- L-guluronat dan asam β-D-mannuronat sehingga terbentuk struktur molekul baru, dimana rongganya akan terisi dengan ion kalsium. Perlakuan ini akan menghasilkan reaksi ikatan silang antara rantai polimer alginat,


(27)

selain itu kalsium yang tertahan oleh alginat ini akan memainkan peranan penting selama proses pertukaran ion (Rincon et al. 2005).


(28)

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2011 di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan, Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah rumput laut coklat Sargassum sp., limbah cair industri rumah tangga perikanan, HCl 0,1 M, CaCl2 0,2 M, CH2O 36%,

Na2CO3 0,2 M, akuades, pereaksi K2Cr2O7 0,025 N, larutan H2SO4 pekat,

indikator Ferroin dan larutan Ferrous Amonium Sulfat (FAS).

Alat-alat yang digunakan adalah oven, shaker, ayakan ukuran ± 80 mesh, tabung reaksi, labu Erlenmeyer, botol kaca, pH- meter, turbidimeter, kertas saring, desikator, timbangan digital, cawan porselin, botol refluks, pompa vakum, alat titrasi, gelas ukur, corong, gegep dan pipet

3.3 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan meliputi beberapa tahapan, yaitu preparasi

Sargassum sp., analisis limbah cair industri rumah tangga perikanan, penentuan modifikasi adsorben, penentuan lama waktu pengadukan, penentuan selang bobot adsorben optimum serta penentuan bobot adsorben optimum. Pengujian yang dilakukan selama penentuan modifikasi adsorben, penentuan lama waktu pengadukan dan penentuan selang bobot adsorben optimum hanya dilakukan satu kali ulangan, sedangkan pada analisis limbah cair industri rumah tangga perikanan dan penentuan bobot adsorben optimum dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Analisis yang dilakukan pada penentuan modifikasi adsorben optimum adalah analisis warna secara visual dan analisis nilai COD, sedangkan pada penentuan lama waktu pengadukan dan peentuan selang bobot adsorben optimum dilakukan analisis nilai pH dan kekeruhan serta warna secara visual. Beberapa parameter uji


(29)

yang diteliti pada analisis limbah cair industri rumah tangga perikanan dan penentuan bobot adsorben optimum adalah parameter warna secara visual, nilai pH, nilai kekeruhan, nilai TSS dan nilai COD.

3.3.1 Preparasi Sargassum sp. (Rubin et al. 2005)

Biomassa yang digunakan pada penelitian ini adalah rumput laut cok lat

Sargassum yang berasal dari pulau Belitung. Sampel dicuci dengan air terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran. Pencucian dilakukan dengan tujuan untuk memindahkan partikulat bahan dan garam dari permukaan. Sampel kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 60oC selama 1 malam. Sampel yang telah kering dihaluskan untuk menghasilkan ukuran yang seragam, yaitu ± 80 mesh.Diagram alir preparasi Sargassum dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir preparasi Sargassum.

*Keterangan : Preparasi Sargassum sp. (Rubin et al. 2005) modifikasi u kuran adsorben.

3.3.2 Analisis limbah cair industri rumah tangga perikanan

Limbah cair industri rumah tangga perikanan diperoleh dari salah satu unit industri yang berada di daerah Parung, Bogor. Limbah cair yang digunakan adalah limbah air perebusan bakso ikan setelah dilakukan lima kali proses perebusan.

Serbuk Sargassum

Pencucian

Pengeringan dengan oven ( 60oC, 1 malam)

Penghalusan Rumput laut Sargassum


(30)

Pengambilan limbah dilakukan pada siang hari dan selanjutnya dilakukan analisis. Analisis terhadap limbah cair industri rumah tangga perikanan meliputi : analisis COD, warna, pH, kekeruhan dan TSS.

3.3.3 Modifikasi dengan kalsiumklorida (CaCl2) (Rubin et al. 2005)

Sebanyak 2,5 gram sampel Sargassum kering dicampur dengan 100 mL

larutan CaCl2, 0,2 M. Campuran tersebut diaduk selama 24 jam pada suhu ruang.

Sampel kemudian disaring dan dicuci dengan akuades. Sargassum kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC selama 24 jam.

3.3.4 Modifikasi dengan asam klorida (HCl) (Rubin et al. 2005)

Sebanyak 2,5 gram sampel Sargassum kering dicampur dengan 100 mL larutan HCl 0,1 M selama 3 jam pada suhu ruang. Sampel kemudian disaring dan dicuci dengan akuades dan dikeringkan dengan oven semalam pada suhu 60oC. Kemudian, sebanyak 400 mL larutan HCl 0,1 M ditambahkan pada sampel kering tersebut dan lakukan seperti prosedur sebelumnya.

3.3.5 Modifikasi dengan formaldehid (CH2O) (Rubin et al. 2005)

Sebanyak 2,5 gram sampel kering ditambahkan pada 17 mL formaldehid 36 % dan 33 mL larutan HCl 0,1 M. Campuran diaduk selama 1 jam pada suhu ruang. Campuran kemudian disaring dan dicuci dengan akuades, kemudian dicuci dengan Na2CO3 0,2 M dan dengan air suling lagi. Sampel kemudian d ikeringkan

semalam pada suhu 60oC dan selama 2 jam pada 110oC. Sampel tersebut kemudian disimpan dalam kemasan plastik di refrigerator.

3.3.6 Penentuan modifikasi adsorben (Rubin et al. 2005)

Sebanyak 0,5 gram sampel yang telah dimodifikasi dimasukkan ke dalam limbah cair dengan volume 100 mL. Campuran diaduk dengan shaker pada suhu ruang dan Sargassum kemudian dipisahkan dari limbah cair. Limbah cair kemudian dianalisis warna, COD dan pH untuk menentukan modifikasi optimum. Diagram alir penentuan modifikasi adsorben dapat dilihat pada Gambar 3.


(31)

Gambar 3 Diagram alir penentuan modifikasi adsorben.

3.3.7 Penentuan lama waktu pengadukan (Raize et al. 2004)

Masing- masing sebanyak 0,1 gram Sargassum dengan perlakuan modifikasi optimum (meode penelitian 3.3.6) dimasukkan ke dalam 5 tabung erlenmeyer yang berisi 50 mL limbah cair industri rumah tangga perikanan. Campuran tersebut kemudiang diaduk dengan shaker dengan perlakuan waktu 15, 30, 45, 60 menit. Sargassum kemudian dipisahkan dari limbah cair. Limbah cair kemudian diukur tingkat kekeruhan dan pHnya untuk menentukan waktu pengadukan yang digunakan. Diagram alir penentuan lama waktu pengadukan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir penentuan lama waktu pengadukan.

*Keterangan : Penentuan lama wa ktu pengadukan (Raize et al. 2004) modifikasi wa ktu pengadukan.

0,5 gram serbuk Sargassum

modifikasi

Pengadukan dengan shaker (waktu 15, 30, 45, 60 menit) 100 mL limbah cair

0,1 gram serbuk Sargassum

modifikasi

Pengadukan dengan shaker

50 mL limbah cair Analisis warna dan COD


(32)

3.3.8 Penentuan selang bobot adsorben optimum (Amirullah 2006)

Sebanyak 0,1 ; 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 gram Sargassum modifikasi optimum (metode penelitian 3.3.6) dimasukkan ke dalam 100 mL limbah cair industri rumah tangga perikanan. Campuran tersebut kemudian diaduk dengan menggunakan shaker selama waktu optimum (metode penelitian 3.3.7).

Sargassum kemudian dipisahkan dari limbah cair. Limbah cair kemudian diukur tingkat kekeruhan dan pH- nya. Berdasarkan nilai kekeruhan dan warna, maka ditentukanlah 3 bobot adsorben optimum yang akan digunakan pada penelitian selanjutnya. Tahapan penentuan selang bobot adsorben optimum dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram alir penentuan selang bobot adsorben optimum.

*Keterangan : penentuan selang bobot adsorben modifikasi A mirullah (2006).

3.3.9 Penentuan bobot adsorben optimum

Adosrpsi limbah cair industri rumah tangga perikanan dilakukan dalam empat tabung erlenmeyer yang berisi masing- masing 100 mL limbah cair industri rumah tangga perikanan, kemudian dimasukkan adsorben modifikasi optimum sebanyak jumLah yang diperoleh dari penelitian sebelumnya, yakni tiga perlakuan bobot optimum (metode penelitian 3.3.8). Campuran kemudian diaduk dengan menggunakan shaker selama waktu optimum. Masing- masing perlakuan

100 mL limbah cair Serbuk Sargassum modifikasi

(0,1 ; 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 gram)

Pengadukan dengan shaker selama waktu optimum

Analisis warna, pH dan kekeruhan


(33)

dilakukan dua kali ulangan. Parameter-parameter yang akan diuji meliputi warna, kekeruhan, pH, total suspended solid (TSS) dan chemical oxygen demand (COD). Diagram alir penentuan bobot adsorben optimum dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Diagram alir penentuan bobot adsorben optimum.

3.4 Prosedur Analisis

3.4.1 Analisis kadar air (AOAC 2005)

Penentuan kadar air didasarkan pada berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Cawan kosong dikeringkan di dalam oven selama ±30 menit pada suhu 105oC, lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram dimasukkan ke dalam cawan lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-102oC selama 6 jam dan kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan selanjutnya ditimbang kembali. Kadar air ditentukan dengan rumus:

% Kadar air = B - C x 100% B - A

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

3.4.2 Analisa warna dan kekeruhan

Analisa warna dilakukan secara visual dengan melihat perubahannya pada limbah cair perikanan sebelum dan sesudah adsorpsi. Kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter dengan membandingkan sampel sebelum dan sesudah adsorpsi.

100 mL limbah cair Tiga bobot serbuk Sargassum modifikasi terbaik

Pengadukan dengan shaker selama waktu optimum


(34)

3.4.3 Analisis total suspended solid (TSS) (SNI 06-6989.3-2004)

Kertas saring kosong ditimbang kemudian ditaruh ke dalam oven dan dibilas dengan akuades sampai bersih dari partikel-partikel halus. Kemudian kertas saring dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103-105oC selama satu jam, setelah itu didinginkan dalam desikator selama sepuluh menit dan ditimbang dengan menggunakan neraca analitik hingga diperoleh berat tetap.

Sebelumnya sampel limbah cair dibersihkan dari partikel yang besar, partikel yang mengapung dan zat-zat yang menggumpal yang tidak tercampur dalam air. Pertama-tama ambil contoh air dengan kadar residu tersuspensi antara 75 mg sampai 200 mg dan kocok hingga merata, selanjutnya kertas saring diletakkan ke dalam pompa vakum dan contoh air disaring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya. Setelah contoh tersaring semua, kertas saring dikeringkan pada suhu 103-105oC selama satu jam dan didinginkan di dalam desikator kemudian ditimbang dengan neraca analitik sampai diperoleh berat akhir.

Nilai total padatan tersuspensi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

contoh mL

1000 x B) (A suspensi residu ter

mg/L  

Keterangan :

A = Berat akhir kertas saring B = Berat kertas saring mula- mula

3.4.4 Analisis chemical oxygen demand (COD) (SNI 6989.73-2009)

Analisa COD yang dilakukan adalah metode tanpa refluks. Pereaksi yang digunakan adalah pereaksi K2Cr2O7 0,025 N, larutan H2SO4 pekat dan larutan

Ferrous Amonium Sulfat (FAS).

a) Ke dalam 125 mL erelenmeyer dimasukkan 10 mL larutan air sampel kemudin ditambahkan 5 mL larutan pengoksidasi K2Cr2O7 dan dikocok.

b) Setelah itu ditambahkan dengan hati-hati 15 mL asam sulfat pekat (gunakan ruang asam) kemudian diaduk. Erlenmeyer ditutup dengan kaca penutup dan dibiarkan sekitar 30 menit.

c) Campuran dalam erlenmeyer diencerkan dengan menambahkan 7,5 mL air suling.


(35)

d) Kemudian ditambah 2-3 tetes indikator Ferroin dan dititrasi dengan FAS sehingga terjadi perubahan warna kuning oranye atau biru kehijauan menjadi merah kecoklatan.

e) Tahap a sampai d dilakukan pada larutan blanko dengan menggunakan akuades. contoh ml n pengencera x x N x S B L mg

COD( / )(  ) 8000

Keterangan :

B = Volume FAS yang digunakan dalam larutan blanko (mL) S = Volume FAS yang digunakan dalam air sampel (mL)

N = Normalitas FAS

Penurunan COD limbah setelah selesai perlakuan dapat dihitung dengan persamaan berikut :

awal COD x sampel COD awal COD COD

Penurunan  (  ) 100%

3.4.5 Analisis pH

Analisa pH dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan membandingkan sampel limbah cair perikanan sebelum dan setelah adsorpsi.

3.4.6 Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan untuk menguji pengaruh bobot adsorben terhadap kualitas limbah cair industri rumah tangga perikanan adalah metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor dan 3 taraf (1,0 gram, 1,5 gram dan 2,0 gram). Data dianalisis dengan ANOVA (Analysis Of Variant) menggunakan uji F. Penelitian ini dilakukan dengan 2 kali ulangan.

A = perlakuan bobot adsorben yang digunakan A2 = 1,0 gram

A3 = 1,5 gram A4 = 2,0 gram

Hasil analisis kualitas limbah cair industri rumah tangga perikanan menggunakan rancangan acak lengkap dengan model sebagai berikut :


(36)

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan pada taraf ke- i dan ulangan ke-j (j=1,2)

μ = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan τi = Pengaruh bobot dsorben pada taraf ke- i (i=1,2)

εij = Galat atau sisa pengamatan taraf ke- i dengan ulangan ke-j

Hipotesa terhadap data hasil uji kualitas limbah cair industri rumah tangga perikanan pada berbagai bobot adsorben adalah sebagai berikut:

H0 = Peningkatan bobot adsorben tidak memberikan pengaruh terhadap

kualitas limbah cair industri rumah tangga perikanan

H1 = Peningkatan bobot adsorben memberikan pengaruh terhadap kualitas

limbah cair industri rumah tangga perikanan

Jika uji F pada ANOVA memberikan pe ngaruh yang berbeda nyata terhadap kualitas limbah cair perikanan maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan dengan rumus sebagai berikut:

Duncan = q (p,dbs) �

Keterangan : q = Nilai tabel q

p = banyaknya perlakuan KTS = Kuadrat tengah sisa dbs = Derajat bebas sisa


(37)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Preparasi Sargassum sp.

Rumput laut Sargassum kering digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan adsorben. Adsorben merupakan suatu bahan (padatan) yang dapat mengadsorpsi adsorbat (bahan yang teradsorb) (Anonim 2007, diacu dalam Putri 2010). Kadar air rata-rata dari Sargassum yang digunakan adalah 12,37%

(Lampiran 3a). Adsorben yang dihasilkan berwarna coklat dengan ukuran ± 80 mesh. Penampakan adsorben yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Adsorben dari Sargassum sp.

Rumput laut mengandung komponen organik yang tinggi, seperti karbohidrat, protein, lipid dan pigmen. Selama adsorpsi, komponen-komponen tersebut dapat larut bersama larutan sehingga setelah adsorpsi, warna air akan berubah menjadi kekuningan atau berwarna hijau. Penggunaan Sargassum sebagai adsorben sering menyebabkan tingginya kandungan organik yang dihasilkan pada pengolahan limbah cair. Hal tersebut dapat meningkatkan beban polutan limbah cair. Selain itu, kemampuan adsorpsi Sargassum di air dan pada proses pengolahan limbah cair akan semakin berkurang. Oleh karena itu, modifikasi adsorben sebelum digunakan dalam proses adsorpsi sangatlah diperlukan (Kleinubing et al. 2010). Adsorpsi merupakan suatu kejadian penyerapan pada permukaan sehingga besarnya kemampuan adsorpsi sebanding dengan luas permukaan. Semakin luas


(38)

permukaan yang kontak dengan adsorbat maka akan semakin besar pula adsorpsi yang terjadi, sehingga ukuran mesh adsorben akan menyebabkan luas permukaan adsorben mencapai maksimal (Sembiring dan Sinaga 2003).

4.2 Analisis Limbah Cair Industri Rumah Tangga Perikanan

Limbah cair yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah cair dari proses perebusan bakso ikan. Limbah tersebut diperoleh dari salah satu unit industri rumah tangga. Unit industri rumah tangga ini memproduksi bakso ikan dengan bahan baku berupa tetelan ikan tuna. Bahan-bahan lainnya yang digunakan dalam pembuatan bakso ikan ini adalah bawang putih, bawang bombai, lemak, tepung sagu, tapioka dan bumbu-bumbu seperti garam, gula, lada bubuk, soda, titan, pengenyal, benzoat (P2B) dan monosodium glutamat (MSG). Adonan

bakso ikan tersebut kemudian dicetak dan direbus. Air sisa perebusan bakso ikan tersebut kemudian langsung dibuang ke perairan. Penumpukan limbah cair tersebut menyebabkan perairan berwarna hijau dan menimbulkan aroma yang tidak sedap. Limbah cair industri rumah tangga perikanan yang digunakan pada penelitian ini memiliki karakteristik seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik limbah cair industri rumah tangga perikanan

Parameter Nilai *

Warna Keruh

pH 5,95 ± 0,02

Kekeruhan (785,0 ± 63,6) NTU **

COD (3600 ± 113) mg/liter

TSS (4193,2 ± 47,0) mg/liter

Keterangan : Data dari rata-rata dua kali u langan * NTU : Nephelometric Turbidity Unit **

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa nilai parameter pH, kekeruhan, TSS dan COD limbah cair melebihi nilai baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan oleh keputusan menteri negara lingkungan hidup Nomor KEP-51/MENLH/10/1995. Nilai pH limbah cair industri rumah tangga perikanan yang diuji adalah 5,95, sedangkan menurut baku mutu limbah cair industri, limbah yang bisa dibuang langsung ke perairan adalah yang memiliki pH 6-9. Parameter kekeruhan tidak dijadikan sebagai baku mutu dalam daftar peraturan pemerintah Republik


(39)

Indonesia tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri karena kekeruhan terkait secara langsung dengan kandungan total tersuspensi (TSS). Kekeruhan merupakan bagian dari total padatan tersuspensi yang disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi di dalam air (Prantommy 2005). Nilai COD limbah yang sesuai dengan baku mutu limbah berkisar antara 100–300 mg/liter, sedangkan nilai COD limbah yang digunakan pada penelitian ini sebesar 3487-3713 mg/liter. Nilai TSS limbah cair yang digunakan berk isar antara 4146,2–4240,2 mg/liter. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan nilai mutu baku limbah yang telah ditetapkan, yaitu 200 – 400 mg/liter.

Buangan air limbah ini masih banyak mengandung zat organik, seperti protein, karbohidrat, lemak dan zat terlarut yang mengandung padatan tersuspensi atau padatan terendap (Sola 1994, diacu dalam Fatha 2007). Adanya bahan organik yang cukup tinggi (ditunjukkan dengan nilai COD) menyebabkan mikroba menjadi aktif dan menguraikan bahan organik tersebut secara biologis menjadi senyawa asam-asam organik. Penguraian ini terjadi secara aerob dan

anaerob dan menimbulkan gas CH4, NH3 dan H2S yang berbau busuk

(Djarwanti dkk. 2000). Kadar TSS limbah berbeda-beda, tergantung jenis industrinya. Perbedaan itu dipengaruhi oleh tingkat produksi, jenis bahan mentah, tingkat kesegaran dan jenis produk akhir yang dihasilkan (Gonzalez 1996). Limbah cair industri ini dikeluarkan dalam volume yang tidak sama untuk setiap harinya, dikarenakan laju produksi yang cenderung berbeda. Walaupun demikian, parameter perikanan tetap saja lebih didominasi oleh parameter organik (Hayati 1998).

Kandungan nutrien organik yang tinggi ini apabila berada dalam badan air akan menyebabkan eutrofikasi pada perairan umum yang dapat menyebabkan kematian organisme yang hidup dalam air tesebut, terjadinya pendangkalan, penyuburan ganggang dan timbulnya bau yang tidak nyaman (Ibrahim 2005). Bahan organik akan menghalangi penetrasi cahaya matahari yang masuk kedalam air sehingga proses fotosintesis akan terganggu dan mengakibatkan terganggunya proses rantai makanan. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan limbah cair perikanan sebelum dibuang ke perairan umum (Prantommy 2005).


(40)

4.3 Penentuan Modifikasi Adsorben

Adsoben yang digunakan berasal dari rumput laut Sargassum yang telah dikeringkan sebelumnya. Sargassum juga telah mempunyai ukuran yang seragam, yaitu ± 80 mesh. Ada beberapa modifikasi yang dilakukan terhadap Sargassum

sebagai adsorben, yaitu modifikasi asam, modifikasi aldehid dan modifikasi kalsium (Rubin et al. 2005). Dalam menentukan modifikasi adsorben yang akan digunakan pada penelitian utama, maka dilakukan analisis terhadap limbah cair industri rumah tangga perikanan, meliputi analisis nilai COD dan warna limbah yang telah dicampur dengan adsorben. Hasil analisis terhadap limbah cair industri rumah tangga perikanan pada perlakuan modifikasi adsorben disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil analisis limbah cair industri rumah tangga perikanan pada perlakuan modifikasi adsorben

Perlakuan Warna COD (mg/liter)

Kontrol Keruh 3600

Adsorben tanpa modifikasi Kecoklatan 1600

Adsorben modifikasi asam (HCl 0,1 M) Agak bening 960

Adsorben modifikasi kalsium(CaCl2 0,2 M) Kekuningan 1920

Adsorben modifikasi aldehid (CH2O 36 % dan HCl 0,1 M)

Kecoklatan 2080

Bobot Sargassum yang digunakan pada masing- masing modifikasi di atas adalah sama sehingga efektivitas adsorpsi dari setiap modifikasi tersebut dapat dibandingkan. Perubahan warna limbah cair industri rumah tangga perikanan dengan perlakuan adsorben dalam berbagai modifikasi dapat dilihat pada Gambar 8.


(41)

Gambar 8 Perbandingan warna limbah cair industri rumah tangga perikanan dengan perlakuan adsorben dalam berbagai modifikasi.

Keterangan :

Limbah cair industri rumah tangga perikanan dengan:

A : adsorben modifikasi aldehid D : adsorben modifikasi kalsium B : tanpa penambahan adsorben (kontrol) E : adsorben tanpa modifikasi C : adsorben modifikasi asam

Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa perlakuan modifikasi asam menyebabkan warna limbah yang semula keruh menjadi agak bening. Sedangkan penambahan adsorben tanpa modifikasi dan adsorben modifikasi aldehid menyebabkan perubahan warna limbah menjadi kecoklatan. Penambahan adsorben modifikasi kalsium menghasilkan warna limbah yang kekuningan. Perendaman rumput laut coklat dalam larutan HCl mengakibatkan nilai zat warna hijau (klorofil) mendekati nol. Hal ini disebabkan karena zat warna klorofil yang larut dalam air terdegradasi dengan adanya asam. Ion H+ akan menggantikan ion Mg 2+ dalam molekul klorofil sehingga warna hijau akan berubah menjadi hijau kecoklatan (Mackinney dan Little 1963, diacu dalam Yunizal 2004).

Ciri air yang normal adalah tidak berwarna, sehingga tampak bersih, bening dan jernih. Apabila kondisi air warnanya berubah, maka hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah tercemar. Limbah cair dari kegiatan industri yang berupa bahan organik dan bahan anorganik seringkali dapat larut di dalam air sehingga air tidak lagi bening, tetapi menjadi berwarna (Arsil dan Supriyanto 2007). Oleh karena itu untuk penelitian sebaiknya dipilih adsorben dengan modifikasi asam, karena mampu mengubah warna limbah cair industri rumah tangga perikanan menjadi agak bening.


(42)

Selain adanya perubahan pada warna limbah cair industri rumah tangga perikanan yang digunakan, perubahan lainnya juga terlihat pada penurunan nilai COD. Adsorben tanpa modifikasi dan adsorben dengan modifikasi kimia mampu menurunkan COD limbah cair perikanan. Penurunan nilai COD limbah cair industri rumah tangga perikanan terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Penurunan nilai COD dalam 100 mL limbah cair industri rumah tangga perikanan.

Keterangan :

A : limbah cair industri rumah tangga perikanan (kontrol) B : adsorben tanpa modifikasi dalam 100 mL limbah cair C : adsorben modifikasi asam dalam 100 mL limbah cair D : adsorben modifikasi kalsium dalam 100 mL limbah cair E : adsorben modifikasi aldehid dalam 100 mL limbah cair

Perlakuan adsorben dengan modifikasi asam mampu menurunkan nilai COD limbah cair industri rumah tangga perikanan yang semula 3600 mg/liter menjadi sebesar 960 mg/liter. Perlakuan dengan asam menyebabkan terjadinya pertukaran kation yang terkandung dalam rumput laut dengan kation H+ dari asam dan melarutkan pengotor-pengotor yang terdapat pada adsorben sehingga kapasitas adsorpsinya meningkat (Seki dan Akira 1998).

3600 1600 960 2080 1920 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

A B C D E

N il ai C O D ( m g/ li te r) Adsorben modifikasi


(43)

4.4 Penentuan Lama Waktu Pengadukan

Lamanya waktu pengadukan yang dilakukan pada campuran limbah dan adsorben merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi waktu kontak. Beberapa perlakuan yang diujicobakan pada penelitian pendahuluan ini adalah 15 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit. Analisis yang dilakukan adalah analisis nilai kekeruhan, warna dan pH. Hasil analisis pada limbah cair industri rumah tangga perikanan pada perlakuan lama waktu pengadukandapat dilihat padat Tabel 4.

Tabel 4 Hasil analisis limbah cair industri rumah tangga perikanan pada perlakuan lama waktu pengadukan

Lama waktu

pengadukan (menit) Warna pH Kekeruhan (NTU)

0 (Kontrol) Keruh 5,95 785

15 Agak bening 5,69 320

30 Agak keruh 5,36 410

45 Agak keruh 5,33 470

60 Agak keruh 5,31 540

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan pengadukan selama 15 menit menyebabkan perubahan warna limbah cair industri rumah tangga perikanan yang semula keruh menjadi agak bening, sedangkan pengadukan yang dilakukan lebih dari 15 menit menyebabkan warna limbah menjadi agak keruh. Nilai parameter kekeruhan limbah cair perikanan yang terbaik terlihat pada perlakuan pengadukan selama 15 menit, yaitu 320 NTU. Pada penelitian pendahuluan ini, parameter yang digunakan untuk menentukan perlakuan terbaik adalah parameter warna dan kekeruhan.

Pengaruh lamanya waktu pengadukan terhadap nilai pH limbah cair industri rumah tangga perikanan dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa semakin lama pengadukan ya ng dilakukan, maka semakin rendah pH limbah cair industri rumah tangga perikanan. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel adsorben untuk bersinggungan dengan senyawa serapan (adsorbat) (Sembiring dan Sinaga 2003).


(44)

Gambar 10 Histogram pengaruh lama waktu pengadukan terhadap nilai pH limbah cair industri rumah tangga perikanan.

Penurunan pH disebabkan oleh adanya tumbukan antara partikel koloid limbah yang terikat dengan adsorben yang mengandung asam sehingga terjadi pelepasan ion H+ ke dalam larutan (Parubak et al. 2001). Semakin lama waktu pengadukan yang dilakukan maka semakin banyak ion H+ yang dilepaskan sehingga pH limbah mengalami penurunan.

Gambar 11 Histogram pengaruh lam waktu pengadukan terhadap nilai kekeruhan limbah cair industri rumah tangga perikanan.

5.95

5.69

5.36 5.33 5.31

4.8 5 5.2 5.4 5.6 5.8 6

0 15 30 45 60

N

il

ai

pH

Lama waktu pengadukan (menit)

785 320 410 470 540 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

0 15 30 45 60

N il ai ke ke ruha n (N T U )


(45)

Pengaruh lamanya pengadukan terhadap nilai kekeruhan limbah cair industri rumah tangga perikanan dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin lama pengadukan yang dilakukan, maka semakin keruh limbah cair perikanan industri rumah tangga tersebut. Lama pengadukan optimum bagi adsorben pada penelitian ini adalah selama 15 menit. Lama pengadukan yang melebihi 15 menit menyebabkan kekeruhan pada limbah cair industri rumah tangga perikanan. Hal tersebut disebabkan oleh semakin lama waktu kontak antara adsorben dan limbah cair industri rumah tangga perikanan, maka semakin banyak partikel-partikel adsorben yang bertumbukan dan berinteraksi sehingga kemampuan adsorpsi akan meningkat. Semakin lama waktu kontak adsorben dengan limbah cair perikanan, maka semakin rendah kemampuan adsorpsinya karena lapisan luar pada adsorben telah jenuh sehingga kurang mampu mengadsorpsi lagi (Widhianti 2010).

4.5 Penentuan Selang Bobot Adsorben Optimum

Paramater yang diamati pada tahapan penelitian ini sama seperti penelitian sebelumnya, yaitu warna, kekeruhan dan pH. Beberapa perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah penambahan adsorben dengan bobot 0,1 gram, 0,5 gram, 1,0 gram, 1,5 gram dan 2,0 gram. Hasil analisis terhadap limbah cair industri rumah tangga perikanan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis limbah cair industri rumah tangga perikanan pada perlakuan selang bobot adsorben optimum

Bobot adsorben (gram)

dalam 100 mL limbah cair Warna pH Kekeruhan (NTU)

Kontrol (0) Keruh 5,95 785

0,1 Keruh 5,78 540

0,5 Keruh 5,57 520

1,0 Agak Bening 4,94 129

1,5 Agak Bening 4,63 143

2,0 Agak Bening 4,56 167

Pada Tabel 5 diperoleh hasil bahwa dengan penambahan adsorben sebesar 1,0, 1,5 dan 2,0 gram mampu membuat warna limbah cair yang semula keruh menjadi agak bening. Parameter yang digunakan untuk menentukan perlakuan


(46)

terbaik adalah parameter warna dan kekeruhan. Pengaruh bobot adsorben modifikasi asam terhadap perubahan warna dan nilai kekeruhan limbah cair industri rumah tangga perikanan disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Pengaruh bobot adsorben terhadap perubahan warna limbah cair industri rumah tangga perikanan.

Keterangan :

A : penambahan 0,1 gram adsorben dalam 100 mL limbah cair B : penambahan 0,5 gram adsorben dalam 100 mL limbah cair C : penambahan 1,0 gram adsorben dalam 100 mL limbah cair D : penambahan 1,5 gram adsorben dalam 100 mL limbah cair E : penambahan 2,0 gram adsorben dalam 100 mL limbah cair

Secara visual, pada Gambar 12 terlihat bahwa tingkat kekeruhan limbah cair industri rumah tangga perikanan dengan penambahan bobot adsorben 1,0, 1,5 dan 2,0 gram lebih rendah dibandingkan nilai kekeruhan limbah cair industri rumah tangga perikanan dengan penambahan adsorben 0,1 gram dan 0,5 gram.

Pengaruh penambahan bobot adsorben terhadap nilai kekeruhan limbah cair industri rumah tangga perikanan pada penelitian pendahuluan ini dapat dilihat pada Gambar 13. Berdasarkan data kekeruhan (Tabel 5) dan Gambar 13 dapat diketahui bahwa perlakuan bobot adsorben mampu mengurangi tingkat kekeruhan limbah cair, khususnya pada perlakuan 1,0, 1,5 dan 2,0 gram. Sedangkan perlakuan bobot adsorben terbaik adalah pada bobot 1,0 gram. Penambahan bobot adsorben sebesar 1,0 gram mampu menurunkan nilai kekeruhan dari 785 NTU menjadi sebesar 129 NTU ditandai dengan terjadinya perubahan warna limbah yang semula keruh menjadi agak bening.


(47)

Gambar 13 Histogram pengaruh bobot adsorben terhadap nilai kekeruhan dalam 100 mL limbah cair industri rumah tangga perikanan.

Penambahan bobot adsorben pada limbah cair industri rumah tangga perikanan menyebabkan pH limbah cair mengalami penurunan. Hal tersebut dapat terlihat pada Gambar 14. Semakin besar bobot adsorben yang ditambahkan, maka semakin rendah pH limbah cair industri rumah tangga perikanan tersebut. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh modifikasi asam yang digunakan pada adsorben.

Gambar 14 Histogram pengaruh bobot adsorben terhadap nilai pH dalam 100 mL limbah cair industri rumah tangga perikanan.

Dari hasil penelitian ini, diperoleh 3 perlakuan bobot adsorben terbaik dalam mengurangi nilai kekeruhan limbah cair industri rumah tangga perikanan.

785

540

520

129 143 167

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

0 0.1 0.5 1 1.5 2

N il ai ke ke ruha n (M T U )

Bobot adsorben (gram) dalam 100 mL limbah cair

5.95 5.78 5.57 4.94 4.63 4.56 0 1 2 3 4 5 6 7

0 0.1 0.5 1 1.5 2

N

il

ai

pH


(48)

Adapun perlakuan yang akan dijadikan sebagai perlakuan utama adalah adsorben dengan bobot 1,0 gram, 1,5 gram dan 2,0 gram. Penentuan perlakuan tersebut didasarkan pada hasil pengamatan parameter waran limbah dan nilai kekeruhan. Pada penentuan bobot adsorben optimum, sampel limbah cair industri rumah tangga perikanan dengan penambahan adsorben akan dianalisis secara kimia sehingga diketahui perlakuan mana yang terbaik.

4.6 Penentuan Bobot Adsorben Optimum

Pada penentuan bobot adsorben optimum diambil tiga perlakuan bobot adsorben terbaik dalam menurunkan beban limbah. Adapun tujuan penelitian utama ini adalah untuk melihat pengaruh perbedaan bobot adsorben yang ditambahkan dalam memperbaiki kualitas limbah cair industri rumah tangga perikanan.

4.6.1 Perubahan warna

Air limbah yang masih baru umumnya berwarna putih kekuningan. Lama-kelamaan warna air limbah akan berubah menjadi kehitam- hitaman dan berbau busuk karena telah terjadi penguraian bahan organik yang dikandungnya (Hartati 2003). Secara visual warna limbah cair industri rumah tangga perikanan yang digunakan pada penelitian ini berwarna keruh. Hal ini disebabkan karena banyaknya partikel-partikel tersuspensi (bahan organik) seperti protein, lemak dan lainnya yang larut di dalam limbah. Partikel tersebut sulit untuk mengendap sehingga mengakibatkan kekeruhan pada limbah cair industri rumah tangga perikanan. Perbandingan warna limbah cair industri rumah tangga perikanan setelah penambahan adsorben dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Perbandingan warna limbah cair industri rumah tangga perikanan setelah penambahan adsorben

Perlakuan bobot (gram) dalam 100 mL

limbah cair Warna

1,0 Agak bening

1,5 Agak bening

2,0 Agak bening

Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa dengan adanya penambahan adsorben pada limbah cair industri rumah tangga perikanan maka terjadi perubahan warna


(49)

yang nyata, dimana limbah yang semula berwarna keruh menjadi berwarna agak bening. Dari hasil pengamatan warna secara visual, belum bisa dilihat dengan jelas perlakuan yang mana memberikan pengaruh terhadap perubahan warna limbah karena semua perlakuan memberikan hasil yang sama, yaitu warna limbah menjadi agak bening. Perbandingan warna limbah cair industri rumah tangga perikanan sebelum dan sesudah di adsorpsi dengan adsorben disajikan pada Gambar 15.

Partikel-partikel koloid yang menyebabkan kekeruhan atau warna sulit dipisahkan dari air karena partikel-partikel tersebut memiliki ukuran yang terlalu kecil sehingga dapat lolos dalam proses penyaringan (Benefield et al. 1982, diacu dalam Prantommy 2005).

Gambar 15 Perbandingan warna limbah cair industri rumah tangga perikanan sebelum dan sesudah adsorpsi.

Keterangan :

A : limbah cair perikanan industri rumah tangga (kontrol)

B : penambahan adsorben 1,0 gram dalam 100 mL limbah cair C : penambahan adsorben 1,5 gram dalam 100 mL limbah cair D : penambahan adsorben 2,0 gram dalam 100 mL limbah cair

Perubahan warna limbah perikanan dari yang berwarna keruh menjadi agak bening pada semua perlakuan disebabkan karena adsorben me ngikat partikel-partikel koloid yang mengakibatkan warna keruh pada limbah cair perikanan. Rumput laut Sargassum merupakan alga laut coklat yang mempunyai kemampuan


(50)

sorpsi yang tinggi dikarenakan dinding selnya mengandung polisakarida (Kleinubing et al. 2010).

4.6.2 Nilai pH

Nilai pH menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer dan mewakili konsentrasi ion hidrogennya. Nilai pH sangat penting dalam pengolahan limbah karena akan mempengaruhi secara langsung kehidupan organisme (Soemarwoto 1986, diacu dalam Prantommy 2005). Hasil pengukuran pH limbah cair industri rumah tangga perikanan setelah penambahan adsorben disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Nilai pH limbah cair industri rumah tangga perikanan setelah penambahan adsorben

Perlakuan bobot (gram) dalam 100 mL limbah cair pH

1,0 4,84 ± 0,01

1,5 4,78 ± 0,01

2,0 4,59 ± 0,01

Keterangan : Data dari rata-rata dua kali u langan

Nilai pH limbah cair industri rumah tangga perikanan sebelum perlakuan sebesar 5,95 dan setelah mengalami perlakuan dengan penambahan adsorben, maka terjadi penurunan pH. Jumlah bobot adsorben yang ditambahkan berbanding terbalik dengan pH limbah cair industri rumah tangga perikanan. Semakin besar bobot adsorben yang ditambahkan maka akan semakin rendah nilai pH limbah cair industri rumah tangga perikanan. Histogram pengaruh bobot adsorben terhadap pH limbah cair industri rumah tangga perikanan disajikan pada Gambar 16.

Berdasarkan Gambar 16 terlihat bahwa limbah cair industri rumah tangga perikanan yang telah mengalami perlakuan dengan penambahan adsorben akan mengalami penurunan nilai pH. Hal ini disebabkan karena adsorben yang digunakan telah mengalami modifikasi kimia dengan asam, yaitu asam klorida (HCl 0,1 M). Semakin besar bobot adsorben yang ditambahkan pada limbah, maka semakin asam pH limbah cair industri rumah tanggaperikanan tersebut.

Aktivasi dengan asam klorida menyebabkan keasaman pada rumput laut. Keasaman rumput laut disebabkan karena adanya proton yang dapat terdisosiasi atau terlepasnya ion- ion H+ dari gugus-gugus karboksilat (-COOH) dan gugus


(1)

(2)

Lampiran 1

Lampiran 1 a Analisis warna dan nilai COD pada penentuan modifikasi adsorben Perlakuan modifikasi adsorben Bobot adsorben (gram) Volume limbah cair (mL)

Warna COD

(mg/L)

Persentase penurunan COD (%)

Kontrol 0 100 Keruh 3600 -

Tanpa modifikasi 0,5 100 Coklat 1600 55,5

Modifikasi asam 0,5 100 Agak Bening 960 73,3

Modifikasi aldehid 0,5 100 Coklat 2080 42,2

Modifikasi kalsium 0,5 100 Agak coklat 1920 46,6 Lampiran 1b Analisis warna, nilai kekeruhan dan pH pada penentuan lama waktu

pengadukan Perlakuan waktu (menit) Bobot adsorben (gram) Volume limbah cair (mL)

Warna Kekeruhan

(NTU) pH

Kontrol 0 50 Keruh 785 5,95

15 0,1 50 Agak bening 320 5,69

30 0,1 50 Agak keruh 410 5,36

45 0,1 50 Agak keruh 470 5,33

60 0,1 50 Agak keruh 540 5,31

Lampiran 1c Analisis warna, nilai kekeruhan dan pH penentuan selang bobot optimum

Bobot adsorben (gram)

Volume limbah

cair (mL) Warna

Kekeruhan

(NTU) pH

0 100 Keruh 785 5,95

0,1 100 Keruh 540 5,78

0,5 100 Keruh 520 5,57

1,0 100 Agak bening 129 4,94

1,5 100 Agak bening 143 4,63

2,0 100 Agak bening 167 4,56

Lampiran 1d Analisis warna, nilai pH dan kekeruhan pada penentuan bobot optimum

Bobot adsorben (gram)

Warna pH Kekeruhan (NTU)

pH rata-rata

Kekeruhan rata-rata

1,0 Agak

bening

4,83 210

4,84 245

4,85 280

1,5 Agak

bening

4,77 240

4,78 280

4,79 320

2,0 Agak

bening

4,58 260

4,59 320


(3)

Lampiran 2a Analisis nilai TSS pada penentuan bobot adsorben optimum Bobot adsorben

(gram) A (mg) B (mg)

Faktor perkalian mL sampel TSS (mg/L) TSS rata-rata

1,0 133,16 106,42 1000 33 810,30 851,7

132,20 106,30 1000 27 893,10

1,5 137,04 105,34 1000 28 1132,14 1095,1 133,74 106,23 1000 26 1058,08

2,0 139,36 107,13 1000 17 1895,88 1904,0 140,46 106,04 1000 18 1912,22

Keterangan :

a : bobot kertas dan sampel setelah dikeringkan b : bobot kertas kosong

Contoh perhitungan : 1000

c b) (a (mg/L)

TSS   x

1000 33

132,20) (133,16

(mg/L)

TSS   x

TSS (mg/L) = 810,30

Lampiran 2b Analisis nilai COD pada penentuan bobot adsorben optimum Bobot

adsorben (gram)

B S N bobot oksigen x1000 (mg/L)

Faktor pengencer

mL

sampel COD

COD

rata-rata

1,0 5,7 5,2 0,01 8000 100 5 800 720

5,4 5,0 0,01 8000 100 5 640

1,5 5,7 5,0 0,01 8000 100 5 1120 1040

5,4 4,8 0,01 8000 100 5 960

2,0 5,7 4,8 0,01 8000 100 5 1440 1520

5,4 4,4 0,01 8000 100 5 1600

Dimana :

B = Volume FAS yang digunakan dalam larutan blanko (mL) S = Volume FAS yang digunakan dalam air sampel (mL) N = Normalitas FAS

Contoh perhitungan COD

contoh mL n pengencera x x N x S B L mg

COD( / ) (  ) 8000

5 100 8000 01 , 0 ) 2 , 5 7 , 5 ( ) /

(mg L x x x

COD  


(4)

Lampiran 3

Lampiran 3 a Kadar air rumput laut coklat Sargassum sp.

Ulangan a b c Kadar air (%)

1 34,6697 34,5390 1,0005 13,06

2 32,7654 32,6487 1,0001 11,67

Rataan 12,37

Keterangan :

a : bobot sampel dan cawan sebelum dikeringkan b : bobot sampel dan cawan setelah dikeringkan c : bobot sampel

Contoh perhitungan : 100%

c b) (a (%) air

Kadar   x

% 100 1,0005

34,5390) (34,6697

(%) air

Kadar   x

Kadar air (%) = 13,06 % Lampiran 3b Analisis ragam pH

ANOVA pH

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between

Groups .068 2 .034 170.333 .001

Within Groups .001 3 .000

Total .069 5

Lampiran 3c Uji beda nyata Duncan nilai pH pH

Duncan

bobot N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

1.5 gram 2 4.5900

1.5 2 4.7800

1 gram 2 4.8400

Sig. 1.000 1.000 1.000


(5)

Lampiran 4

Lampiran 4a Analisis ragam nilai kekeruhan ANOVA kekeruhan

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between

Groups 5633.333 2 2816.667 .658 .580

Within Groups 12850.000 3 4283.333

Total 18483.333 5

Lampiran 4b Analisis ragam nilai TSS ANOVA TSS

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between

Groups 1214048.583 2 607024.291 288.882 .000 Within Groups 6303.860 3 2101.287

Total 1220352.442 5

Lampiran 4c Uji beda nyata Duncan nilai TSS TSS

Duncan

bobot N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

1 gram 2 8.5170E2

1.5 gram 2 1.0951E3

2 gram 2 1.9041E3

Sig. 1.000 1.000 1.000


(6)

Lampiran 5

Lampiran 5a Analisis ragam COD

ANOVA COD

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between

Groups 648533.333 2 324266.667 25.333 .013

Within Groups 38400.000 3 12800.000

Total 686933.333 5

Lampiran 5b Uji beda nyata Duncan nilai COD COD

Duncan

bobot N

Subset for alpha = 0.05

1 2

1 gram 2 720.00

1.5 gram 2 1040.00

2 gram 2 1520.00

Sig. .066 1.000