Hubungan antara vektor ciri dan dengan vektor ciri dan yaitu:
dan dengan : D
y
= diagonal S
y1
, S
y2
,…,S
yq
D
x
= diagonal S
x1
, S
x2
,…,S
xp
2.1.2 Uji Hipotesis
Ada dua hipotesis yang akan diujikan dalam analisis korelasi kanonik yaitu uji korelasi kanonik secara bersama dan uji korelasi kanonik secara parsial
Rencher 2002. a.
Uji korelasi kanonik secara bersama : Hipotesis:
semua korelasi kanoniknya tidak nyata paling tidak ada satu korelasi kanonik yang nyata
dengan i = 1, 2, …, k Statistik uji:
dengan : df
1
= pq
t = dengan : n = banyak pengamatan
p = banyak gugus peubah X q = banyak gugus peubah Y
k = min p,q Kriteria keputusan: hipotesis nol ditolak pada taraf nyata
α jika . Jika
Uji korelasi kanonik secara bersama nyata, maka terdapat minimal korelasi kanonik yang pertama nyata.
b. Uji korelasi kanonik secara parsial
Uji ini dilakukan jika minimal korelasi kanonik yang pertama pada uji korelasi kanonik secara bersama adalah nyata. Sehingga uji individu dilakukan
terhadap korelasi kanonik yang kedua, ketiga dan seterusnya sampai ke-k Rencher 2002.
Hipotesis:
Statistik uji:
dengan : df
1
= p-r+1q-r+1
t = n = banyak pengamatan
p = banyak gugus peubah X q = banyak gugus peubah Y
Kriteria keputusan: hipotesis nol ditolak pada taraf nyata α jika
.
2.1.3 Interpretasi Fungsi Kanonik
Menurut Hair et al. 2006, interpretasi yang dapat dilakukan dalam analisis korelasi kanonik yaitu terhadap bobot kanonik canonical weight, muatan
kanonik canonical loadings dan muatan silang kanonik canonical cross loadings.
a. Bobot kanonik, merupakan koefisien kanonik yang telah dibakukan, dapat
diinterpretasikan sebagai besarnya keeratan peubah asal terhadap peubah kanonik. Semakin besar nilai koefisien ini menyatakan semakin tinggi
tingkat keeratan peubah yang bersangkutan terhadap peubah kanonik. Bila tanda dari bobot suatu peubah berlawanan dengan peubah kanoniknya maka
menunjukkan hubungan yang terbalik dengan peubah yang lain. Bobot kanonik memiliki sifat tidak stabil karena pengaruh multikolinieritas,
sehingga dalam mengoptimalkan hasil penghitungan korelasi kanonik, lebih tepat menggunakan muatan kanonik dan muatan silang kanonik untuk
menginterpretasi hasil dari analisis korelasi kanonik b.
Muatan kanonik, dapat dihitung dari korelasi sederhana antara peubah asal dengan masing-masing peubah kanoniknya. Semakin besar muatan
kanoniknya mencerminkan semakin dekat hubungan peubah kanonik yang
bersangkutan dengan peubah asal. Muatan kanonik gugus peubah X
diperoleh dengan rumus sebagai berikut: R
xv
= R R
xx xx
R
adalah korelasi sederhana antar gugus peubah X, dan adalah vektor koefisien kanonik peubah V. Sedangkan muatan kanonik gugus peubah Y
diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
yw
= R
yy
R
yy
c. Muatan silang kanonik, dapat dihitung dari perkalian nilai korelasi kanonik
dengan muatan kanonik. Penghitungan ini mencakup korelasi tiap gugus
peubah Y dengan peubah kanonik dari gugus peubah X dan juga sebaliknya.
Semakin besar muatan silang kanonik mencerminkan semakin dekat hubungan peubah kanonik yang bersangkutan dengan peubah lawan.
Muatan silang kanonik gugus peubah X diperoleh dengan rumus sebagai
berikut:
adalah korelasi sederhana antar gugus peubah Y, dan adalah vektor
koefisien kanonik peubah W
R
xw
= R R
xv
, dengan i = 1, 2, …,k
xw
R adalah muatan silang kanonik gugus peubah X dan
adalah korelasi kanonik ke-i. Sedangkan muatan silang kanonik gugus peubah Y diperoleh
dengan rumus sebagai berikut:
yv
= R R
yw
, dengan i = 1, 2, …,k
yv
Keeratan hubungan antar dua gugus peubah dapat dikatakan baik bila semua
koefisien muatan silang dari gugus data X maupun gugus data Y lebih dari atau sama dengan 0.45 Sherry dan Henson 2005.
adalah muatan silang kanonik gugus peubah Y dan adalah korelasi
kanonik ke-i.
2.1.4 Redundansi