dalam public hearing hanya sebagai formalitas belaka. Pelaksanaan partisipasi itu sendiri belum direalisasikan dalam bentuk produk
hukum, karena terkendala berbagai kepentingan yang ada dan tidak ada kesungguhan niat dari eksekutif dan legislatif untuk mewujudkan
semua itu dalam bentuk produk hukum daerah.
2. Dari Aspek Substansi Hukum Legal Substance
Substansi produk hukum daerah yang ada saat ini tidak memadai untuk melibatkan masyarakat dalam penyusunan rancangan peraturan daerah,
dimana pemerintah daerah Kabupaten Sragen belum melaksanakan amanat ketentuan Pasal 139 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tersebut, hal tersebut disebabkan sampai saat ini belum ada legalitas hukum peraturan daerah Kabupaten Sragen yang mengatur secara
khusus mengenai partisipasi masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut, yang pada substansinya
mensyaratkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Indonesia
Tahun 1945, pemerintah daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan,
diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan partisipasi
masyarakat, serta
peningkatan daya
saing daerah
dengan memperhatikan
prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk itu, sebagai pelaksanaan dan pengaturan lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka haruslah segera dibuat
peraturan daerah di setiap propinsi, kabupatenkota, termasuk di Kabupaten Sragen yang sampai saat ini belum ada peraturan daerah
yang mengatur tentang partisipasi masyarakat. Idealnya, isimateri hukum tidak boleh diinterpretasikan secara bakusebagaimana adanya
seperti yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan, karena ia akan menjadi strict law, hukum yang kaku, jauh dari nilai-nilai
keadilan sejati. Padahal secara eksplisit, landasan hukum mengenai partisipasi
masyarakat tercantum dalam Pasal 139 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yang menyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan
masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan peraturan daerah.
Belum adanya peraturan daerah yang mengatur tentang partisipasi masyarakat inilah yang dirasakan menghambat karena tanpa
adanya peraturan yang jelas mengenai partisipasi masyarakat dalam penyusunan rancangan peraturan daerah dikhawatirkan justru menjadi
hambatan dalam pelaksanaannya. Walaupun telah ada public hearing, konsultasi publik, kontak publik via situs internet, penjaringan aspirasi
oleh satuan kerja perangkat daerah dan harmonisasi rancangan
peraturan daerah yang beranggotakan berbagai unsur, belum adanya peraturan daerah yang mengatur mengenai partisipasi masyarakat
dalam penyusunan rancangan peraturan daerah inilah yang memungkinkan
timbulnya peraturan
daerah yang
hanya menguntungkan sebagian orang atau kelompok tertentu saja, karena
belum ada mekanisme yang jelas bagi masyarakat dalam menyuarakan aspirasinya yang tertuang dalam bentuk produk hukum daerah.
Dari segi substansi yang dapat meningkatkan derajat partisipasi masyarakat dalam penyusunan rancangan peraturan daerah, maka
substansi sebaiknya mencakup pula penyediaan mekanisme partisipasi masyarakat yang memungkinkan tercapainya derajat kontrol
masyarakat. Kualitas partisipasi dalam setiap mekanisme partisipasi yang tersedia membutuhkan pengaturan terhadap mekanisme
partisipasi yang tersedia membutuhkan pengaturan
terhadap mekanisme partisipasi dan transparansi pemerintahan daerah yang
lebih kuat kuat dalam bentuk peraturan pelaksana di daerah seperti peraturan daerah. Agar daerah dapat mengatur hal hal tersebut, maka
diperlukan dukungan pemerintah pusat. Jika hal itu dilakukan maka proses partisipasi yang efektif dan proses kebijakan yang transparan
akan dapat membatasi peran elit lokal. Dengan cara tersebut tampaknya kinerja sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan
daerah dapat dioptimalisasi sampai pada derajat partisipasi yang efektif.
3. Dari Aspek Budaya Hukum Legal Culture