perkebunan. Perubahan ini dapat berdampak pada penurunan kualitas lahan itu sendiri, seperti semakin meningkatnya luas lahan kritis, meningkatnya erosi tanah,
sedimentasi, terjadinya banjir pada musim hujan, dan kekeringan pada musim kemarau. Dampak dari perubahan penggunaan lahan seringkali tidak
diperhitungkan karena adanya keterbatasan dalam nilai barang dan jasa lingkungan Bonnieux dan Goffe 1997.
Perubahan penggunaan lahan ini berdampak pada manfaat langsung yang diperoleh akibat peningkatan pendapatan.
Aktivitas ini terlihat rasional secara ekonomis karena banyak nilai dan manfaat langsung yang diperoleh, namun dari sisi lain banyak manfaat dari perlindungan
lingkungan yang hilang dan tidak diperhitungkan dalam merubah penggunaan lahan. Salah satu alasan dari perubahan penggunaan hutan menjadi non hutan
adalah karena semakin terbatasnya lahan yang ada di Indonesia dan didorong dengan pertumbuhan populasi manusia yang semakin tinggi. Salah satu
permasalahan dalam perubahan penggunaan lahan tersebut adalah pembukaan hutan dengan cara pembakaran yang tidak terkendali dengan asumsi pembakaran
hutan untuk pembukaan lahan lebih praktis dan efisien Syaufina 2008. Menurut Ekadinata dan Dewi 2011, faktor-faktor yang menyebabkan perubahan
penggunaan lahan adalah konversi, perubahan praktek, kebakaran, bencana, dan perubahan iklim.
Perubahan tutupan seringkali dikaitkan dengan perubahan penggunaan, pengertian dari perubahan tutupan lahan sendiri menurut Hartanto 2006
berkaitan dengan jenis kenampakan yang terdapat di permukaan bumi, dengan ada atau tidak adanya aktivitas manusia, sementara penggunaan lahan mengarah pada
kegiatan manusia pada obyek tersebut.
2.3 Emisi Karbondioksida
CO
2
Kebakaran hutan tidak hanya berdampak terhadap lingkungan sekitar, tetapi juga dapat menembus batas geografis suatu negara melalui asap dan emisi
karbon yang dihasilkannya. Hasil pembakaran hutan berupa emisi tersebut menjadi salah satu masalah karena sangat berhubungan dengan pemanasan global,
yaitu mengakibatkan akumulasi polutan-polutan di atmosfer sehingga menyebabkan efek rumah kaca green house effect. Emisi karbon merupakan
jumlah total gas karbondioksida yang termasuk sebagai gas rumah kaca dan secara
umum dinyatakan setara ton karbondioksida CO
2
. Unsur karbon merupakan senyawa yang dominan dalam kebakaran hutan, karena hampir 45 materi kering
tumbuhan adalah karbon Hao et al. 1990. Sebagian besar unsur karbon yang teremisikan ke udara dalam bentuk CO
2
, sisanya berbentuk CO, hidrokarbon terutama CH
4
, dan asap. Sulfur akan tertinggal sebagai asap dan sedikit terbentuk menjadi SO
2
dan unsur klorin membentuk senyawa CH
3
Cl Crutzen dan Andreae 1990 dalam Lobert et al. 1990. Karbondioksida CO
2
merupakan salah satu gas rumah kaca yang memiliki nilai Global Warming Potential GWP sebesar 1.
Global Warming Potential memiliki definisi yaitu suatu nilai berdasarkan sifat
radiatif yang digunakan untuk memperkirakan potensi efek pemansan global dari emisi beberapa gas Forster et al. 2007 dalam Kusuma 2011
2.4 Titik Panas
Hotspot
Menurut Anderson,
Imanda dan Muhnandar 1999 dalam Heryalianto 2006, pada awalnya hotspot diidentikkan dengan titik api. Namun dalam
kenyataannya tidak semua hotspot mengindikasikan adanya titik api. Istilah hotspot
lebih tepat bila bersinonimkan dengan titik panas. Data tentang hotspot tersebut dapat dihimpun melalui satelit MODIS, yang juga dapat digunakan untuk
pemantauan secara global. Terlebih lagi, NASA telah membuka akses yang luas bagi para pengguna MODIS di seluruh dunia.
MODIS Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer adalah
perangkat yang memiliki satelit Terra dan Aqua. Orbit satelit Terra adalah di sekitar bumi yang bergerak dari arah utara ke selatan melintasi khatulistiwa di
pagi hari, sementara satelit Aqua bergerak dari selatan ke utara di atas khatulistiwa setiap sore hari. Perangkat MODIS menyediakan sensitivitas
radiometrik yang tinggi 12 kanal dalam 36 spektral band dengan kisaran panjang gelombang dari 0,4–14,4 µm dengan resolusi spasial yang bervariasi 2 kanal
pada 250 m, 5 kanal pada 500 m dan 29 kanal pada 1 km. Alat ini didesain untuk menyediakan pengukuran dalam skala besar termasuk perubahan tutupan bumi
oleh awan, radiasi dan peristiwa yang terjadi di laut, di daratan, dan pada tingkat atmosfir terendah.
Sebuah hotspot
MODISlokasi terjadinya kebakaran menunjukan pusat yang berisi 1 atau lebih hotspotkebakaran yang sedang aktif terbakar dengan
radius 1 km pixel rataan, hotspotkebakaran tersebut dideteksi menggunakan data dari alat MODIS Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer. Pada
umumnya, hotspot MODIS merupakan kebakaran vegetasi, namun terkadang dapat berupa erupsi vulkanik atau semburan api dari sumur gas. Satelit MODIS
akan mendeteksi suatu obyek di permukaan bumi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu sekitarnya. Suhu yang terdeteksi sebagai hotspot
oleh satelit MODIS adalah sekitar 330 K NASA 2002.
2.5 Sejarah Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Barat