Sejarah Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Barat

radius 1 km pixel rataan, hotspotkebakaran tersebut dideteksi menggunakan data dari alat MODIS Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer. Pada umumnya, hotspot MODIS merupakan kebakaran vegetasi, namun terkadang dapat berupa erupsi vulkanik atau semburan api dari sumur gas. Satelit MODIS akan mendeteksi suatu obyek di permukaan bumi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu sekitarnya. Suhu yang terdeteksi sebagai hotspot oleh satelit MODIS adalah sekitar 330 K NASA 2002.

2.5 Sejarah Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Barat

Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi yang rawan kebakaran hutan dan lahan di Pulau Kalimantan. Salah satu kebakaran paling besar adalah pada tahun 1997-1998 yang menghanguskan 6,5 juta ha areal hutan di Kalimantan, terutama di Kalimantan Barat Bappenas 1999 dalam Tacconi 2003 dan total kerugian diperkirakan mencapai US 9 milliar dengan emisi karbon yang cukup tinggi dan merupakan poluter terbesar di dunia yaitu sebesar 206,6 juta ton dan 75 dihasilkan dari kebakaran gambut atau sekitar 156,3 juta ton ADB 1999 dalam Tacconi 2003. Menurut Kementerian Kehutanan 2012 luas kebakaran hutan di Kalimantan Barat pada tahun 2000 mencapai 104 ha dan mengalami peningkatan pada tahun 2001 menjadi sekitar 170 ha. Luas kebakaran hutan di Kalimantan Barat kembali mengalami peningkatan pada tahun 2002 menjadi sekitar 361 ha dan mengalami penurunan pada tahun 2003 menjadi sekitar 28 ha. Pada tahun 2004, 2005, dan 2006 luas hutan dan lahan yang terbakar di Kalimantan Barat masing-masing sekitar 1.027 ha, 1.686 ha dan 3.489,96 ha. Peningkatan jumlah luasan kebakaran hutan dan lahan tersebut berbanding lurus dengan jumlah hotspot atau titik panas yang terdeteksi di Provinsi Kalimantan Barat. Pada tahun 2004 terdapat sejumlah 4.784 hotspot yang tersebar di berbagai kabupaten di Kalimantan Barat, hotspot yang terdeteksi terdapat pada non kawasan hutan 65 dan pada kawasan hutan 35. Peningkatan jumlah hotspot terjadi pada tahun 2006 menjadi 11.517 hotspot yang tersebar pada non kawasan hutan 48 dan kawasan hutan 52 Kementerian Kehutanan 2012.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan

Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2012.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah perangkat komputer dan perangkat lunak program ArcView GIS 3.3, Microsoft Office, alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan adalah data hotspot titik panas harian tahun 2000-2009 dari Citra Satelit MODIS di Provinsi Kalimantan Barat yang diperoleh dari Fire Information Resources Management System FIRMS, data curah hujan Provinsi Kalimantan Barat dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika BMKG Pusat, dan peta perubahan tutupan lahan dari Roundtable on Sustainable Palm Oil RSPO.

3.3 Analisis data

Tahap analisis data yang dilakukan adalah menganalisis perubahan tutupan lahan di Kalimantan Barat pada tahun 2000-2009, menganalisis sebaran titik panas hotspot di Kalimantan Barat pada tahun 2000-2009, menganalisis luas areal terbakar pada berbagai tipe tutupan lahan dengan mengorelasikan jumlah titik panas di Kalimantan Barat, menganalisis estimasi emisi karbondioksida CO 2 yang dihasilkan akibat kebakaran hutan dan lahan.

3.4 Pengolahan

Data hotspot dan data tutupan lahan diolah menggunakan software ArcView GIS 3.3 untuk mendapatkan luas areal terbakar dan selanjutnya digunakan untuk menghitung emisi karbondioksida. Gambar 2 menyajikan diagram alir pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3.