Upacara Tradisional Seren Taun

15

2.1.4 Upacara Tradisional Seren Taun

Menurut Intani dan Andayani 2006, Seren Taun berasal dari dua kata yaitu kata Seren dan Taun. Seren berasal dari kata serah atau menyerahkan dan Taun berasal dari kata tahun. Berdasarkan hal tersebut, arti Seren Taun menurut makna katanya adalah serah terima tahun yang lalu ke tahun yang akan datang sebagai penggantinya. Upacara tradisional Seren Taun adalah upacara adat masyarakat Sunda yang dilakukan tiap tahun yaitu pada tanggal 22-Raya agung- bulan terakhir pada sistem penanggalan Sunda yang menggambarkan tentang bagaimana manusia senantiasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, terlebih dikala menghadapi panen. Upacara ini juga dimaksudkan agar Tuhan memberikan perlindungan di masa tanam mendatang. Adapun dalam konteks kehidupan tradisi masyarakat peladang Sunda, Seren Taun merupakan wahana untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil pertanian yang dilaksanakan pada tahun ini, dan berharap hasil pertaniannya akan meningkat pada tahun yang akan datang. Upacara Seren Taun merupakan acara penyerahan hasil bumi berupa padi yang dihasilkan dalam kurun satu tahun untuk disimpan ke dalam lumbung atau dalam bahasa Sunda disebut leuit. Terdapat dua macam Leuit, yaitu Leuit Ratna Inten atau Leuit Indung lumbung utama dan Leuit Pangiring atau Leuit Kecil lumbung kecil. Leuit Ratna Inten selain sebagai tempat menyimpan pare ambu padi ibu yang ditutupi oleh kain putih dan pare ayah padi bapak yang ditutupi olah kain hitam, juga tempat menyimpan padi yang lainnya. Kedua padi tersebut digunakan untuk bibit atau benih pada musim tanam yang akan datang. Leuit Pangiring menjadi tempat menyimpan padi yang tidak tertampung di Leiut Ratna Inten. Menurut Intani dan Andayani 2006, upacara tradisional Seren Taun dilaksanakan pada tanggal 18-Raya agung bulan terakhir pada sistem penanggalan Sunda hingga 22-Raya agung bulan terakhir pada sistem penanggalan Sunda. Tahapan upacara tradisional Seren Taun diawali dengan prosesi Ngajayak menyambut atau menjemput padi sampai membawa hasil bumi dari 4 penjuru. Dalam pelaksanaan upacara tradisional Seren Taun terdapat beberapa makna yang terkandung didalamnya, yaitu ngajayak dalam bahasa Sunda berarti menerima dan 16 menyambut, sedangkan bilangan 18 yang dalam bahasa Sunda diucapkan “dalapan welas” berkonotasi welas asih yang artinya cinta kasih serta kemurahan Tuhan yang telah menganugerahkan segala kehidupan bagi umat-Nya di segenap penjuru bumi. Bilangan 22 dimaknai sebagai rangkaian bilangan 20 dan 2. Padi yang ditumbuk pada puncak acara sebanyak 22 kwintal dengan pembagian 20 kwintal untuk ditumbuk dan dibagikan kembali kepada masyarakat dan 2 kwintal digunakan sebagai benih. Bilangan 20 merefleksikan unsur anatomi tubuh manusia. Empat penjuru tersebut sebagai simbol yang melambangkan cinta kasih Tuhan terhadap umatnya di 4 penjuru. Menurut Intani dan Andayani 2006 bahwa dalam pelaksanaan upacara tradisional Seren Taun terdapat beberapa kesenian, yaitu: 1. Damar Sewu, yaitu sebuah helaran budaya yang merupakan gambaran manusia dalam menjalani proses kehidupan baik secara pribadi maupun sosial. 2. Tari Buyung, yaitu sebuah helaran budaya yang merupakan gambaran manusia dalam menjalani proses kehidupan baik secara pribadi maupun sosial. 3. Pesta Dadung, yaitu upaya meruwat dan menjaga keseimbangan alam agar hama dan unsur negatif tidak menggangu kehidupan manusia. 4. Ngamamerokeun , yaitu upacara ini berintikan “mempertemukan dan mengawinkan“ benih padi jantan dan betina. 5. Tarawangsa, yaitu seni yang berasal dari Mataram kira-kira abad ke XV, seni Tarawangsa disebut juga seni Jentreng, menginduk kepada suara Kecapi, juga ada yang menamai seni Ngekngek, menginduk kepada suara Tarawangsa. Mula-mula yang dipentaskan hanya tabuhan Kecapi dan Tarawangsa saja, tapi disertai penari, agar lebih menarik akhirnya Tarawangsa dilengkapi dengan tarian-tarian sederhana yang disebut tari Badaya. 6. Seribu Kentongan, memiliki makna bahwa kentongan awi bambu memiliki arti kita harus senantiasa ingat dan eling pada hukum adikodrati yang menentukan nilai kemanusian dan kebangsaan. Seribu Kentongan merupakan acara penutup rangkaian acara Seren Taun. Lebih dari 1000 orang terdiri dari 17 masyarakat dan anak-anak sekolah serta seluruh peserta pendukung rangkaian acara Seren Taun ikut serta dalam prosesi ini, ditutup dengan 10 orang rampak kendang. Dimulai dengan pukulan induk oleh Ketua Adat kemudian diikuti oleh ribuan peserta. Menurut Intani dan Andayani 2006, ditemukan adanya penggunaan simbol dalam upacara tradisional Seren Taun. Hal tersebut termasuk pada jenis simbol dan makna yang terkandung dalam simbol tersebut. Simbol-simbol tersebut yaitu: 1. Dewi Sri, yaitu tokoh yang telah melegenda dan memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat agraris khususnya tatar Sunda. 2. Tari Pwah Aci merupakan salah satu seni tari spiritual yang di dalamnya tersirat ungkapan rasa hormat dan bhakti kepada Sang Pemberi Hidup melalui gerak dan ekspresi. 3. Buyung, yaitu sejenis alat yang terbuat dari logam maupun tanah liat yang digunakan oleh sebagian wanita desa pada zaman dulu untuk mengambil air di sungai, danau, mata air, atau di kolam. 4. Menginjak kendi sambil membawa buyung di kepala, yaitu erat relevansinya dengan ungkapan “di mana bumi di pijak di situ langit dijunjung”. Hal ini berarti bahwa dalam kehidupan ini perlu adanya keseimbangan antara perasaan dan pikiran. 5. Pergelaran tari buyung dengan formasi, yaitu memiliki makna yang menyiratkan bahwa masyarakat Sunda adalah masyarakat yang religius.

2.2 Kerangka Pemikiran

Dokumen yang terkait

Eksploitasi Buruh Anak Pada Industri Kecil, Studi Kasus Pekerja Anak di Industri Alas Kaki, Desa Pasireurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.

0 11 214

Analisis Kelayakan Usaha Agrowisata Kampung Budaya Sindangbarang Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor

6 38 310

Analisis Risiko Produksi Tanaman Hias Bromelia pada Ciapus Bromel Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Jawa Barat

9 125 170

ISTILAH-ISTILAH DALAM ARSITEKTUR RUMAH ADAT KAMPUNG BUDAYA SINDANGBARANG DESA PASIR EURIH KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR UNTUK BAHAN PEMBELAJARAN MEMBACA ARTIKEL BUDAYA KELAS XII.

2 15 17

PERANAN MASYARAKAT SINDANGBARANG DALAM MELESTARIKAN KESENIAN ‘PAREBUT SEENG’ DI KABUPATEN BOGOR: Studi Etnografi pada Masyarakat di Kampung Sindangbarang Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor.

3 10 47

POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM UPACARA ADAT SEREN TAUN : Studi Kasus Pada Masyarakat Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan.

2 7 33

PROSES PENANAMAN NILAI-NILAI BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA DALAM UPACARA ADAT SEREN TAUN : Studi Kasus Pada Masyarakat di Kecamatan Cigugur Kuningan.

0 5 41

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Seren Taun: Tinjauan Sosio-Teologis GKP Jemaat Cigugur terhadap Upacara Seren Taun

0 0 1

PERGELARAN RITUAL SEREN TAUN DI CIGUGUR KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

0 2 15

HIBRIDA LOKAL-GLOBAL PADA POLITIK KOMODIFIKASI BUDAYA SERENTAUN REKONSTRUKTIF, UPACARA TAHUNAN MASYARAKAT SUNDA, DI SINDANGBARANG KABUPATEN BOGOR

0 0 13