22 terkandung dalam asap cair. Semakin tinggi kandungan lignin dalam bahan baku
maka kandungan fenol dalam asap cair semakin besar.
2.8. Pengeringan
Pengeringan merupakan salah satu cara penanganan pasca panen yang dapat dilakukan untuk menekan laju kerusakan produk akibat akitivitas biologi
dan kimiawi. Air merupakan media penting dalam pertumbuhan mikroorganisme, pertumbuhan spora, dan berbagai reaksi kimia. Dalam lingkungan mikro
kemampuan air untuk menjadi media bagi mikroorganisme ditentukan oleh tekanan uap relatif atau akitivitas air yang didefinisikan sebagai rasio tekanan uap
air sistem terhadap tekanan uap air murni pada tempertarur yang sama Fardiaz, 1996. Pengeringan secara alami dilakukan menggunakan dengan sinar matahari.
Pengeringan ini memiliki beberapa kelemahan antara lain sangat tergantung dengan cuaca, memerlukan tempat yang luas dan kurang praktis. Cara
pengeringan yang kurang tepat dapat menimbulkan reaksi oksidasi dan hidrolisis asam lemak sehingga akan terjadi peningkatan asam lemak bebas serta
pertumbuhan mikrobia pada biji sehingga menimbulkan kerusakan semakin berat. Pengeringan adalah operasi rumit yang meliputi perpindahan panas dan
massa secara transien serta beberapa laju proses, seperti transformasi fisik atau kimia yang pada gilirannya dapat menyebabkan perubahan mutu hasil maupun
mekanisme perpindahan panas dan massa Tambunan et al., 2001. Dasar proses pengeringan adalah terjadi penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan
uap air antara udara lebih sedikit atau udara mempunyai kelembaban udara nisbi yang rendah, sehingga terjadi penguapan Sinaga, 2006. Selama proses
pengeringan terdapat dua proses perpindahan yang terjadi secara simultan yaitu perpindahan panas dan perpindahan massa. Perpindahan kalor dan perpindahan
massa dalam bahan terjadi pada tingkat molekul. Perpindahan kalor ditentukan oleh konduktivitas kalor bahan sedangkan perpindahan massa akan proporsional
dengan difusi molekul uap air dalam udara. Menurut Geankoplis 1993 perpindahan kalor yang terjadi selama pengeringan terjadi secara konduksi,
konveksi dan radiasi. Dalam bahan yang bersifat mikroporous dimana ruang
23 kosong dalam bahan berisi cairan atau uap, perpindahan kalor secara konveksi
terjadi antara fluida yang mengalir dengan permukaan bahan padat. Pengeringan biji jarak pagar dilakukan hingga mencapai kadar air 7 .
Hal ini dilakukan dengan pertimbangan a
w
0.64 yang setara dengan kadar air 7,61 Dirjenbun, 2006. Hasil penelitian Warsiki et al. 2007 yang melakukan
penyimpanan biji jarak pagar pada berbagai tingkat kelembaban relatif, melaporkan bahwa kadar air biji yang dikemas dalam karung goni dan disimpan
dengan kelembaban relatif 80 – 90 a
w
0,8 – 0,9 menjadi 12 dari kadar air awal 9 , sedangkan kelembaban realtif 50 – 60 a
w
0,5-0,6 kadar airnya menjadi 7 pada penyimpanan selama 6 minggu.
Menurut Duckworth 1974 kurva sorbsi isotermik dapat dibagi menjadi beberapa bagian tergantung dari keadaan air dalam biji tersebut. Daerah yang
menyatakan adsorpsi air bersifat satu lapis molekul air terdapat pada daerah monolayer yaitu pada kisaran a
w
0 – 0,25. Air yang terkandung adalah air yang terikat pada permukaan air adsorbsi yang sangat stabil dan tidak dapat
dibekukan pada suhu berapapun. Daerah ini merupakan ambang batas ketengikan, sebab air yang ada sangat terbatas hanya cukup untuk melindungi produk dari
senyawa O
2
. Selanjutnya Worang 2008 menyatakan daerah monolayer ini setara dengan kadar air biji jarak 2,68 . Daerah yang menyatakan terjadinya
penambahan lapisan- lapisan di atas satu lapis molekul air terdapat pada daerah multilayer yaitu kisaran a
w
yang disimpan dengan 0,25 – 0,70. Air yang terkandung pada daerah ini, kurang kuat terikat dibandingkan pada daerah
monolayer. Daerah multilayer ini setara dengan kadar air biji 5,45 – 7,61 . Daerah yang menyatakan kondensasi air pada pori-pori bahan terdapat pada
daerah kondensas kapiler yaitu a
w
0,7. Daerah ini mengandung air bebas yang cukup banyak, sehingga sangat optimal bagi beberapa reaksi biokimia, mikrobia,
dan reaksi fisik. Daerah kondensasi kapiler setara dengan kadar air biji jarak pagar 9,62 ; 12,56 dan 13.52 .
24
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2009. Tempat Penelitian dilakukan Kebun Jarak Pagar PT. Panjiwaringin Kec.
Malimping Banten sebagai penyedia bahan buah jarak, Laboratorium lapang Teknik Pertanian Luw ikopo, Laboratorium Kimia Balai Besar Penelitian
Teknologi Pasca Panen dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Institut Pertanian Bogor.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan penelitian yang digunakan terdiri dari buah jarak pagar, asap cair, Natrium Clorida NaOCl, bahan kimia untuk analisis kimia alkohol netral 95 ,
KOH 0,1 N, asam glasial, kloroform, KI, Na
2
S
2
O
3
0,1 , indikator kaji, indikator phenolpthalein, n-heksana, PCA, NaCl dan aquadest. Peralatan yang
digunakan karung plastik, termometer, Color reader 10, peralatan analisis kimia berupa neraca analitik, cawan aluminium, oven, desikator, termohigrometer,
homogenizer, pengepres hidrolik, alat ekstraksi soxhlet aparatus, mikroskop dan peralatan gelas.
3.3. Tahapan Penelitian Tahap I
Penelitian pertama adalah mengetahui karakteristik buah jarak pagar yang dipanen dengan indikator warna buah. Percobaan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap RAL satu faktor diulang 3 kali. Sebagai faktor adalah tingkat kemasakan buah yang akan di panen. Buah dipanen dikelompokan pada 5 lima
kriteria berdasarkan warna buah yaitu hijau, hijau kekuningan, kuning, kuning kehitaman dan hitam. Data yang diamati adalah warna kulit buah dan biji, berat
biji, kandungan kimia biji jarak kadar air, jumlah biji buah, berat biji, asam lemak bebas, dan kadar minyak dan mikrobiologi TPC. Data yang terkumpul
selanjutnya dilakukan analisis secara statistik uji Fisher dan uji lanjut Duncan.