Perda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Kota Yogyakarta
17
termasuk masih ada bank yang tidak menerima difabel netra sebagai nasabahpemilik rekening sehingga secara langsung menghambat penyandang disabilitas dalam
mengakses keuangan untuk kegiatan usaha. Dalam FGD juga terungkap bahwa seakan tugas penanganan kemandirian
usaha dan perluasan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas termasuk dalam hal mengawal implemenasi UU. 4 tahun 1997 dan PP No. 43 tahun 1998 untuk
mengamanatkan sistem kuota 1 tenaga kerja difabel di BUMN, BUMD, koperasi dan perusahaan swasta, hanyalah tugas dari SKPD Dinas Tenaga Kerja. Padahal,
dalam hal kesempatan kerja ini pemahaman utuh dari stakeholders lain menjadi penting sehingga perlakuan diskriminatif terhadap tenaga kerja penyandang
disabilitas dapat dieliminasi, termasuk ada upaya pemberdayaan kemandirian penyandang disabilitas dalam berwirausaha.
d. Kesehatan
Dalam hal kesehatan, temuan lapangan mendapatkan bahwa masih banyak penyandang disabilitas di Kota Yogyakarta yang belum terdaftar di BPJS.
Ketidakpahaman atas apa itu BPJS, bagaimana prosedur pendaftaran, dan kesulitan dalam pengurusan karena mobilitas terbatas, serta kendala pembayaran premi BPJS
penyandang disabilitas termasuk anggota keluarganya merupakan salah satu permasalahan utama dalam bidang kesehatan.
Hal lain adalah skema jaminan kesehatan tidak bisa meng-cover semua jenis kebutuhan pelayanan medis dan pengobatan. Misalnya, kasus-kasus disabilitas berat
yang membutuhkan terapi yang berkelanjutan dan yang membutuhkan obat non generik, serta biaya transportasi krn mobilitas yang terbatas maka beban biaya
kesehatan sangat dirasakan berat oleh penyandang disabilitas. Permasalahan lain adalah belum semua layanan kesehatan memberikan
pelayanan kesehatan yang aksesibel. Model layanan kesehatan umum adalah kesehatan pertama melalui puskesmas, pelayanan kesehatan kedua melalui RSUD.
Pola ini, bagi penyandang disabilitas dengan mobilitas yang terbatas menjadikan permasalahan tersendiri, dan perlu ada pola layanan home caremobile service dari
petugas kesehatan.
Perda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Kota Yogyakarta
18
Pada kasus-kasus paraplegi membutuhkan layanan kesehatan yang berkelanjutan karena memang rawan terhadap decubitus. Layanan informasi untuk
personal hygine bagi penderita paraplegi atau keluarganya sangat terbatas. Hal ini menjadikan perlunya penekanan pada aspek yang bersifat preventif dan promotif.
Pendidikan selama kehamilan, imunisasi, pengetahuan tentang tumbuh kembang merupakan informasi wajib bagi semua anggota masyarakat.
Para petugas kesehatan di Rumah Sakit juga belum didik untuk memahami bahasa isyarat atau menyediakan jasa sign language interpreter untuk tuna rungu.
Hal ini berdampak pada akurasi pemeriksaan kesehatan bagi pasien penyandang disabilitas.
Terkait kebutuhan alat bantu, belum semua penyandang disabilitas di Kota Yogyakarta memiliki alat bantu mobilitas yang memadahi. Meskipun difabel sudah
memiliki kartu jaminan kesehatan namun mereka tidak serta merta bisa memanfatkan kepesertaanya karena hambatan mobilitas yang miliki menuju pusat layanan
kesehatan. Misalnya terjadi pada difabel paraplegi yang menggunakan kursi roda tidak mudah untuk mengakses transportasi umum. Selain itu, prosedur pelayanan di
RS masih kurang efektif dan aksesibel.
e. Sosial