Perda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Kota Yogyakarta
16
awal penerimaan siswa sehingga bisa merespon kebutuhan siswa difabel. Impliksinya, penyelenggaraan pendidikan penyandang disabilitas di sekolah inklusi
dirasakan masih belum optimal memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas.
c. Ketenakerjaan
Program penguatan keterampilan kerja pada penyandang disabilitas telah dilaksanakan oleh SKPD terkait dengan skala program dan kapasitas yang masih
terbatas. Hasil temuan lapangan antara lain permasalahan terkait pemberian pelatihan ketrampilan belum memperhatikan peruntukan untuk penyandang disabilitas. Jenis
pelatihan tidak variatif dan tidak menjawab peluang kerja yang dinamis sehingga pelatihan keterampilan pada penyandang disabilitas masih dinilai tidak optimal.
Terkait dengan kesempatan kerja, implementasi penetapan kuota TK penyandang disabilitas 1 tidak termonitor dengan baik. Tidak ada data valid
tentang serapan tenaga kerja pada berbagai sektor kegiatan ekonomi di Kota Yogyakarta, baik yang dilakukan swasta, BUMD, maupun oleh pemerintah, serta
tidak adanya fakta telah terjadi penegakan hukum atas pelanggaran kebijakan afirmatif kuota 1 ini. Banyak persyaratan kerja yang secara langsung
mendiskriminasi dan mengeleminasi sejak proses seleksi administrasi. Pada lembaga pemerintah maupun lembaga swasta persyaratan masuk kerja selalu menyertakan
kesehatan jasmani dan rokhani, yang dalam hal ini dimaknai dalam arti sempit yaitu tidak mengalami kecacatan.
Permasalahan lain terkait ketenagakerjaan adalah kurangnya aksesibilitas dan keamanan di tempat kerja bagi penyandang disabilitas. Banyak perusahaan maupun
perkantoran publik yang belum memiliki sarana dan lingkungan yang aksesibel bagi penyandang disabilitas. Hal ini sering kali juga dijadikan alasan untuk menolak
penyandang disabilitas ketika melamar kerja. Bagi difabel yang telah bekerja di usaha perorangan maupun perusahaan lingkungan kerja juga belum mendukung
mobilitas dan aktivitas mereka sehingga mempengaruhi produktivitas yang terkadang dibuhungkan dengan penilaian prestasi dan tunjangan.
Pada usaha mandiri, fasilitasi untuk penyandang disabilitas yang menjalankan usaha mandiri masih terbatas dan tidak berkelanjutan. Termasuk dalam hal
mengakses kredit dari lembaga keuangan seperti perbankan umum tidaklah mudah,
Perda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Kota Yogyakarta
17
termasuk masih ada bank yang tidak menerima difabel netra sebagai nasabahpemilik rekening sehingga secara langsung menghambat penyandang disabilitas dalam
mengakses keuangan untuk kegiatan usaha. Dalam FGD juga terungkap bahwa seakan tugas penanganan kemandirian
usaha dan perluasan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas termasuk dalam hal mengawal implemenasi UU. 4 tahun 1997 dan PP No. 43 tahun 1998 untuk
mengamanatkan sistem kuota 1 tenaga kerja difabel di BUMN, BUMD, koperasi dan perusahaan swasta, hanyalah tugas dari SKPD Dinas Tenaga Kerja. Padahal,
dalam hal kesempatan kerja ini pemahaman utuh dari stakeholders lain menjadi penting sehingga perlakuan diskriminatif terhadap tenaga kerja penyandang
disabilitas dapat dieliminasi, termasuk ada upaya pemberdayaan kemandirian penyandang disabilitas dalam berwirausaha.
d. Kesehatan