Tempat tinggal Penanggulangan kebencanaan

Perda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Kota Yogyakarta 20 Belum disediakannya gambarmedia visual sebagai informasi di tempat umum bagi tuna rungu. Tuna rungu sering salah jalur ketika naik kereta api atau terlambat naik pesawat terbang. Masih terbatasnya personal asisten di tempat fasilitas publik yang bisa mendampingi difabel sehingga mengakibatkan difabel mengalami hambatan mobilitas perorangan. Tempat untuk pejalan kaki pedestrian di trotoar dengan tanda tertentu guidance block tidak berfungsi optimal karena ada peruntukan lain di atas troroar, seperti dipakai untuk tempat berjualan dan parker kendaraan. Demikian halnya, dengan kondisi jalan seringkali tidak aman bagi difabel. Masih banyak lubang dan saluran air yang terbuka yang sering menyebabkan difabel mengalami kecelakaanterpelosok. Hal lain terkait dengan rambu lalu lintas, dimana tuna netra perlu rambu dalam bentuk taktil bisa diraba ataupun yang bisa bersuara. Selama ini difabel netra membutuhkan orang lain untuk membantu mereka menyeberang jalan. Alat transportasi publik tidak mudah diakses difabel, seperti tansportasi umum masih sulit diakses pengguna kursi roda. Difabel masih kesulitan untuk naik bis umum, bahkan banyak yang tidak mau berhenti dan mengangkut difabel. Bangunan halte bus trans jogja telah dibuat ramp, namun bentuknya sangat pendek dan curam sehingga malah membahayakan pengguna kursi roda. Diskriminasi dalam pelayanan dan kebijakan transportasi publik terhadap difabel juga masih sangat terasa. Misalnya, pengalaman difabel ketika akan naik pesawat terbang, mereka diminta menandatangani surat pernyataan bahwa maskapai tidak akan bertanggung jawab terhadap masalah yang terjadi selama mereka berada di dalam pesawat. Pemahaman dari supirkernet, juga pramugaria, tentang bagaimana cara melayani difabel masih terbatas. Selama penerbangan, pramugari wajib memberitahukan pengumuman dari pilot sehingga penumpang disabilitas tahu apa yang akan terjadi atau apa yang harus dilakukannya. Pemberitahuan dapat dilakukan secara tertulis atau bahasa isyarat.

g. Tempat tinggal

Aspek penting dalam kehidupan manusia adalah adanya tempat tinggal yang layak bagi semua warga Negara, termasuk bagi para penyandang disabilitas. Temuan lapangan menunjukan penyandang disabilitas di Kota Yogyakarta masih banyak Perda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Kota Yogyakarta 21 yang belum memilik tempat tinggal yang layak. Selama ini, sebagian penyandang disabilitas yang belum memiliki tempat tinggal menempati bangunan sewa da nada juga yang menumpang di rumah keluarga. Bagaimanapun tempat tinggal yang mudah diakses untuk menjalani kehidupan keseharian menjadi kebutuhan dasar setiap penyandang disabilitas.

h. Penanggulangan kebencanaan

Kota Yogyakarta termasuk salah satu daerah yang rawan bencana khususnya gempa. Antisipasi terhadap resiko bencana, maka semua penduduk, termasuk penyandang disabilitas harus mendapatkan edukasi, informasi, dan langkah penyelamatan apabila terjadi suatu bencana. Hasil temuan lapangan, para penyandang disabilitas di Kota Yogyakarta belum memiliki pemahaman langkah penyelamatan apabila terjadi suatu bencana. Minimnya pendidikan publik tentang disabilitas dalam kebencanaan serta tidak ada simulasi rutin yang sensitif difabel dan melibatkan difabel untuk menghadapi bencana. Simulasi yang dilakukan belum banyak yang membahas bagaimana simulasi yang melibatkan dan memprioritas difabel, termasuk pelatihan bagi pendamping difabel keluargaperawatpasangan, dll, khususnya pendamping tuna grahita berkaitan dengan bagaimana menolong dan mendampingi difabel dalam proses evakuasi bencana. Pengalaman saat terjadi bencana gempa di Yogyakarta, penyandang disabilitas tidak mendapatkan pelayanan dan fasilitas yang aksesibel. Hal ini memposisikan penyandang disabilitas memiliki resiko tinggi apabila terjadi bencana. Kondisi yang menghambat pemenuhan hak perlindungan difabel berkaitan dengan bencana antara lain karena tidak aksesibelnya bangunan –bangunan publik. Sangat sedikit fasilitas atau bangunan publik baik yang dikelola pemerintah atau swasta. dilengkapi dengan exit planning dengan tanda informasi dalam format alternatif seperti braille atau digital yang mudah dipahami oleh semua penyandang disabilitas. Aksesibilitas bangunan dan penyediaan sarana dan prasarana non fisik dalam pengungsian korban bencana belum menjadi perhatian para pihak terkait. Hal ini Perda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Kota Yogyakarta 22 juga termasuk pendampingan dan intervensi psikologis-psikososial terhadap difabel yang baru akibat korban bencana.

i. Seni-budaya dan olah raga