2.2 Gambaran Umum Teri Stolephorus spp.
Menurut Munro 1967 yang dikutip oleh Haumahu 1995 klasifikasi teri sebagai berikut :
Filum : Animalia Sub filum : Vertebrata
Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei
Ordo : Clupeiformes Famili
: Engraulidae Genus : Stolephorus
Teri dikenal juga sebagai anchovy, umumnya berukuran kecil sekitar 6 - 9 cm, tetapi ada juga yang berukuran relatif besar misalnya Stolephorus commersoni
dan Stolephorus indicus dapat mencapai panjang 17,5 cm. Ikan ini umumnya menghuni perairan dekat pantai dan estuaria, hidup bergerombol utamanya yang
berukuran kecil tetapi yang berukuran lebih besar lebih bersifat soliter Hutomo et al
. 1987 Stolephorus
spp. mempunyai tanda-tanda khas yaitu umumnya tidak berwarna atau agak kemerah- merahan, bagian samping tubuhnya terdapat garis
putih keperakan seperti selempang yang memanjang dari kepala sampai ekor, bentuk tubuh bulat memanjang fusiform dan termampat samping compressed
dengan sisik berukuran kecil dan tipis serta mudah lepas Gambar 4. Tulang atas rahang memanjang mencapai celah insang. Sirip dorsal umumnya tanpa duri
pradorsal, sebagian atau seluruhnya terletak dibelakang anus pendek dengan jari- jari lemah sekitar 16 - 23 buah. terletak Sirip caudal bercagak dan tidak bergabung
dengan sirip anal, duri abdominal hanya terdapat antara sirip pektoral dan ventral berjumlah tidak lebih dari 7 buah Hutomo et al. 1987; Hauhamu 1995.
Teri menyebar pada daerah yang sangat luas. Daerah penangkapannya terdapat di Samudera Hindia sebelah timur sampai Samudera Pasifik Tengah
bagian barat. Penyebaran ke selatan sampai daerah Australia, ke arah timur di daerah Jepang dan Hawai. Ikan pelagis memiliki pola pergerakan vertikal yang
jelas, dimana pada siang hari ikan berada dekat dasar perairan. Laevastu dan Hayes 1981 mengemukakan bahwa teri selama siang hari membentuk
gerombolan di dasar perairan dan bermigrasi menuju permukaan pada malam hari dimana tebalnya gerombolan ini adalah 6 - 15 m. Kedalaman renang dari
gerombolan teri bervariasi selama siang hari dan bermigrasi ke daerah yang dangkal permukaan pada waktu pagi dan sore hari. Hal ini berkaitan erat dengan
cahaya, teri menyukai intensitas cahaya tertentu dan kedalaman dari intensitas bervariasi sesuai dengan waktu, derajat perawanan dan koefisien ekstinksi dari air.
Beberapa sifat fisika-kimia air merupakan salah satu faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan ikan teri. Dalam kondisi alamiah, faktor
lingkungan yang berpengaruh adalah suhu, oksigen terlarut, periode penyinaran dan ketersediaan pakan Omori dan Ikeda 1984.
Gambar 4 Anatomi teri Stolephorus spp. Hutomo et al. 1987 Peningkatan atau penurunan suhu dari kisaran optimum akan
berhubungan dengan laju pencernaan karena pada suhu yang lebih rendah dari suhu normal, nafsu makan ikan akan berkurang atau bahkan terhenti. Sebaliknya
peningkatan suhu sampai batas tertentu akan merangsang hewan air untuk makan dan meningkatkan aktivitas fisiologi seperti metabolisme dan pencernaan pakan.
Suhu juga mempengaruhi laju metabolisme, tingkah laku, kelangsungan hidup dan distribusi ikan. Laevastu dan Hayes 1981 mengemukakan bahwa kisaran
suhu bagi kehidupan dan pemijahan ikan teri adalah 13°C - 29°C. Lebih lanjut dijelaskan bahwa oksigen terlarut dalam air sangat penting bagi kehidupan dan
perkembangan larva yaitu untuk proses metabolisme dan kecepatan makan. Kedua proses ini akan terhenti bila kekurangan oksigen. Penurunan kandungan
oksigen dalam air akan menurunkan laju metabolisme aktif dan menghambat aktivitas spesies seperti pertumbuhan, perkembangan dan pergerakan.
Salinitas pada perairan pantai umumnya bervariasi karena input aliran sungai. Variasi salinitas ini akan mempengaruhi osmoregulasi ikan dan
menentukan kemampuan mengapung telur ikan. Salinitas juga mempengaruhi distribusi dan kelimpahan ikan karena ikan bertoleransi terhadap kisaran salinitas
tertentu. Pengaruh salinitas terhadap ikan juga berkaitan dengan orientasi migrasi ikan sebagai respon terhadap gradien salinitas, serta pengaruhnya terhadap
keberhasilan reproduksi. Teri pada umumnya bersifat pelagis dan hidup pada lingkungan perairan pesisir Laevastu dan Hayes 1981.
2.3 Plankton