Alat dan Bahan Penelitian Gambaran Umum Kondisi Perairan di Kabupaten Barru

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa peralatan untuk mengambil sampel air laut, ikan hasil tangkapan, pengukuran beberapa parameter lingkungan dan analisis sampel di laboratorium Tabel 2. Tabel 2 Alat dan bahan penelitian No Alat dan Bahan Fungsi Alat 1. 1 unit bagan rambo instrumen kegiatan penelitian 2. Unit titrasi Winkler mengukur oksigen terlarut 3. Salinometer mengukur salinitas 4. Termometer mengukur suhu 5. Plankton net mengambil sampel plankton 6. Pompa air mengambil sampel plankton di kedalaman 7. Mistar ukur mengukur panjang ikan 8. Botol sampel menyimpan sampel air dan ikan 9. Mikroskop mengamati planktonmaterial makanan 10. Peralatan bedah membedah material isi perut 11. Pipet mengambil sampel air 12. Sedgwick Rafter counting mencacah plankton 13. Object glass mengamati komposisi makanan Teri 13. GPS menentukan koordinat lokasi penelitian 14. Buku identifikasi mengidentifikasi sampel planktonikan Bahan 1. Spesies target obyek penelitian 2. Aquades membuat pengenceran 3. Formalin 5 mengawetkan sampel ikan 4. Lugol 2 mengawetkan sampel plankton

3.3 Metode Pengambilan Data

Pengambilan data lapangan dilakukan pada malam hari dalam waktu dan lokasi yang berbeda mengikuti operasi satu unit bagan rambo dalam selang waktu satu minggu. Penggunaan satu unit bagan rambo dimaksudkan untuk mengetahui alur penangkapan yang dilakukan dan menghindari bias data komposisi hasil tangkapan karena perbedaan faktor pencahayaan bagan rambo. Selang waktu satu minggu berarti juga mengikuti satu fase bulan, yaitu bulan gelap, bulan seperempat, bulan terang dan bulan tigaperempat. Pada setiap stasion penelitian dilakukan pengukuran kualitas perairan, pengambilan sampel air untuk pengamatan plankton, pengambilan sampel ikan untuk identifikasi jenis dan analisis interaksi pemangsaan, serta mencatat hasil tangkapan yang disesuaikan dengan waktu hauling. Waktu hauling dibagi menjadi tiga, yaitu hauling I jam 21:00-22:00, hauling II jam 01:00-02:00 dan hauling III jam 04:30-05:00.

3.3.1 Kelimpahan plankton

Pengukuran kelimpahan plankton dilakukan terhadap fitoplankton dan zooplankton pada setiap waktu hauling dalam tiga kedalaman yaitu 0 meter permukaan perairan, 5 meter dan 10 meter. Pengukuran kelimpahan plankton pada ketiga kedalaman tersebut disesuaikan dengan posisi vertikal schooling teri di kolom perairan selama proses setting bagan rambo. Posisi schooling ini didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sudirman 2003 yang mendeteksi tingkah laku teri dengan alat hidroakustik selama proses setting bagan rambo yang menemukan bahwa schooling teri umumnya ditemukan pada kedalaman 10 meter sampai ke arah permukaan. Sampel air laut disaring sebanyak 60 liter dengan plankton net Gambar 6, kemudian ditempatkan dalam botol sampel sebanyak 30 ml dan diawetkan dengan larutan lugol 2. Penyaringan sampel air laut menggunakan dua jenis plankton net, yaitu plankton net mesh size 60 µm untuk pengamatan fitoplankton dan plankton net mesh size 90 µm untuk pengamatan zooplankton. Sampel air laut di kedalaman 5 dan 10 meter diambil menggunakan pompa sehingga plankton yang teramati adalah plankton pada kedalaman tersebut. Gambar 6 Pengambilan sampel air untuk pengamatan plankton Hasil saringan sampel air laut kemudian diambil sebanyak 1 ml menggunakan pipet dan diletakkan dalam Sedgwick Rafter counting, selanjutnya diperiksa menggunakan mikroskop, diidentifikasi dan dihitung jumlah individu organisme per liter air laut. Pemeriksaan diulang sebanyak tiga kali dan nilai yang diperoleh dirata-ratakan. Identifikasi genus menggunakan buku identifikasi Newell dan Newell 1977, yaitu dengan menyesuaikan bentuk anatomi yang tampak melalui pengamatan mikroskop dengan gambar dan keterangan yang ada dalam buku identifikasi.

3.3.2 Hasil tangkapan Ikan

Bagan rambo menangkap berbagai macam jenis ikan pelagis. Dalam penelitian ini hasil tangkapan dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu : 1 kelompok ikan tangkapan utama yang berarti jenis ikan yang tertangkap pada semua atau hampir semua waktu pengambilan sampel; 2 kelompok ikan lain yang berarti jenis ikan yang tertangkap pada waktu-waktu tertentu. Berat hasil tangkapan diestimasi dari volume ikan yang diukur dari satuan keranjang, dimana berat 1 keranjang ikan diasumsikan sama dengan 10 kg Gambar 7a. Pengambilan sampel hasil tangkapan dilakukan pada setiap ikan yang secara visual tampak berbeda sehingga diduga mempunyai perbedaan jenis Gambar 7b. Selanjutnya diidentifikasi di laboratorium. . a b Gambar 7 Estimasi berat ikan untuk menduga total hasil tangkapan a Hasil tangkapan dalam 1 hauling; b Hasil tangkapan dalam 1 keranjang.

3.3.3 Interaksi pemangsaan teri terhadap plankton

Interaksi pemangsaan teri terhadap plankton dilakukan melalui pengamatan komposisi makanan teri. Jenis teri yang dianalisis adalah jenis yang ditemukan paling dominan selama penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dalam setiap hauling dengan mengambil secara acak masing- masing 10 ekor sampel teri yang mempunyai ukuran tubuh relatif hampir sama Gambar 8. Sampel diawetkan menggunakan larutan formalin 5 dan selanjutnya dibawa ke laboratorium. Pengambilan sampel teri dengan ukuran tubuh yang relatif sama dilakukan untuk menghindari bias data terhadap perubahan kebiasaan makanan karena perbedaan ukuran tubuh, seperti yang diungkapkan oleh Effendie 1997 bahwa pada ikan jenis yang sama dapat berbeda kebiasaan makanannya antara lain disebabkan oleh perbedaan umur dan ukuran tubuh. Gambar 8 Sampel teri Stolephorus spp. untuk analisis komposisi makanan. Pengukuran panjang total tubuh teri dilakukan dengan cara menghitung panjang dari ujung kepala terdepan sampai sirip ekor paling belakang. Bagian perut teri dibedah yaitu dari bagian anus ke arah perut bagian atas. Seluruh makanan yang ada dalam saluran pencernaan selanjutnya dikeluarkan, diencerkan dengan aquades, digerus dan ditempatkan pada Sedgwick Rafter counting untuk kemudian diamati menggunakan mikroskop. Perhitungan jumlah organisme makanan teri dilakukan secara subyektif terutama pada organisme makanan dengan bagian tubuh yang tidak utuh, dimana organisme ya ng berukuran setengah dari ukuran tubuh dihitung sebagai 1 organisme makanan sedangkan bagian tubuh lain yang terpisah seperti kaki dan antena tidak dihitung.

3.3.4 Interaksi pemangsaan teri oleh ikan pemangsa

Analisis interaksi pemangsaan teri oleh ikan pemangsa dilakukan pada ikan-ikan yang diduga memangsa teri yang tertangkap dengan bagan rambo. Pengambilan sampel dilakukan dalam setiap sampling pada beberapa jenis ikan secara acak kelompok yaitu 2 jenis dari kelompok ikan tangkapan utama dan 5 jenis dari kelompok ikan tangkapan lain. Hal ini dilakukan karena komposisi jenis tangkapan teri yang sangat beranekaragam. Sampel ikan yang diambil mempunyai ukuran tubuh yang relatif hampir sama. Selanjutnya diawetkan dengan larutan formalin 5 dan dibawa ke laboratorium. Sampel ikan masing- masing diukur panjang total tubuhnya dengan cara menghitung panjang dari ujung kepala terdepan sampai sirip ekor paling belakang. Dibedah pada perutnya dari bagian anus menuju bagian atas perut ikan di bawah gurat sisi sampai ke operculum ikan bagian belakang, kemudian lambung dan usus diambil dan ujung bagian usus diikat untuk menghidari adanya material yang hilang. Volume lambung dan usus dihitung dan dikeluarkan seluruh makanan yang ada. Makanan berupa teri dan bukan teri dipisahkan, selanjutnya makanan berupa teri dihitung jumlah dan volumenya. Selain itu juga dihitung jumlah lambung yang berisi teri dan tidak berisi teri.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Kelimpahan plankton

Kelimpahan fitoplankton dan zooplankton jumlah individu per liter air laut dihitung dengan rumus Hariyadi et al. 2002 : E x D C x B A x p n ltr ind 1 = ∑ …………….…………………………………1 Keterangan : n = jumlah individu yang teramati p = jumlah kotak yang diamati 40 kotak A = luas Sedgwick Rafter cell 20 x 50 mm = 1000 mm 2 B = luas 1 kotak Sedgwick Rafter cell 1 mm 2 C = volume air yang tersaring 30 ml D = volume air yang diamati 1 ml E = volume air yang disaring 60 ltr Kelimpahan pada kedalaman 0 meter, 5 meter dan 10 meter dirata- ratakan dan hasilnya diasumsikan sebagai kelimpahan fitoplankton dan zooplankton dalam kolom perairan dari kedalaman 0 – 10 meter Kelimpahan fitoplankton dan zooplankton disajikan dalam bentuk grafik berdasarkan stasion penelitian, kategori dominan yang ditemukan dan waktu hauling . Untuk melihat perbedaan rata-rata kelimpahan antar waktu hauling dan perbedaan rata-rata kelimpahan antar kedalaman digunakan analisis sidik ragam one way ANOVA. Sebelumnya dilakukan uji kenormalan data, dimana data yang tidak normal ditransformasikan dengan logaritma natural. Jika terdapat perbedaan nyata maka dilakukan uji lanjut Bonferroni untuk mengetahui populasi yang berbeda

3.4.2 Hasil tangkapan ikan

Data hasil tangkapan ikan disajikan dalam bentuk grafik berdasarkan fase bulan atau stasion penelitian dan waktu hauling. Analisis hasil tangkapan dilakukan dengan membandingkan hasil tangkapan rata-rata antar periode hauling dan antar stasion penelitian dengan analisis sidik ragam. Selanjutnya dilakukan analisis regresi linear sederhana untuk melihat fungsi antara hasil tangkapan teri dengan kelimpahan fitoplankton dan hasil tangkapan teri dengan kelimpahan zooplankton yang masing- masing dihitung dengan rumus Walpole 1995 : bx a y + = ................................................................................................2 Keterangan : y = jumlah teri yang tertangkap ekor x = kelimpahan fitoplankton dan kelimpahan zooplankton jumlah individuliter a dan b = koefesien regresi Untuk mengetahui apakah terdapat keterkaitan antara jumlah hasil tangkapan teri dengan hasil tangkapan ikan lainnya layang, kembung, cumi, tembang, japuh, peperek, selar, ikan lain masing- masing dilakukan analisis korelasi yaitu dengan melihat nilai koefesien korelasi r antara 2 variabel x = tangkapan teri dan y = tangkapan ikan lain dengan rumus Walpole 1995 :               −               −             − = ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ = = = = = = = n i n i i i n i n i i i n i n i i n i i i i y y n x x n y x y x n r 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 1 ..................................... 3

3.4.3 Interaksi pemangsaan teri terhadap plankton

Jumlah dan jenis plankton yang dikonsumsi oleh teri dihitung dengan metode frekuensi kejadian dan metode jumlah. Pendekatan metode frekuensi kejadian adalah mencatat jumlah lambung teri yang mengandung masing-masing organisme makanan, sedangkan pendekatan dengan metode jumlah adalah mencatat jumlah plankton yang terdapat dalam masing- masing saluran pencernaan teri berdasarkan kategori tertentu. Nilai yang diperoleh dengan metode jumlah selanjutnya dikonversi menjadi volume dengan cara pembobotan masing- masing organisme makanan. Pembobotan dilakukan secara subyektif, yaitu dengan membandingkan ukuran masing- masing organisme makanan dimana organisme yang terkecil diberi bobot dengan nilai terendah. Komposisi makanan teri dihitung dengan index of preponderence IP atau indeks bagian terbesar dengan rumus Natarajan dan Jhingran 1961 yang diacu oleh Effendie 1979 : 100 . 1 . x O V O V IP n i i i i i i ∑ = = .......................................................................... 4 Keterangan : i = jumlah jenis makanan IP i = index of preponderence V i = proporsi volume satu macam makanan O i = proporsi frekuensi kejadian satu macam makanan ? V i .O i = jumlah V i .O i dari semua macam makanan Hasil analisis memberikan informasi tentang jenis dan komposisi makanan yang dimakan oleh teri yang kemudia n dideskripsikan dalam bentuk grafik. Komposisi fitoplankton dan zooplankton yang terdapat dalam makanan teri dan yang terdapat dalam perairan dibanding dalam bentuk tabel absent- present , yaitu : 1 komponen fitoplankton dan zooplankton yang terdapat dalam makanan teri dan perairan; 2 komponenen fitoplankton dan zooplankton yang terdapat dalam makanan teri tetapi tidak terdapat dalam perairan; dan 3 komponen fitoplankton dan zooplankton yang tidak terdapat dalam makanan teri tetapi terdapat dalam perairan. Selanjutnya untuk mengetahui apakah suatu jenis plankton merupakan pilihan utama dari makanan teri dilakukan analisis indeks pilihan yaitu membandingkan jumlah plankton yang terdapat dalam makanan teri dengan kelimpahan jenis plankton di perairan dengan rumus Effendie 1979 : i i i i p r p r E + − = ............................................................................................. 5 Keterangan : E = indeks pilihan r i = jumlah relatif jenis organisme yang dimakan p i = jumlah relatif jenis organisme yang terdapat di perairan Nilai indeks pilihan E berkisar antara -1 sampai +1 yang menunjukkan semakin mendekati +1 maka suatu jenis plankton merupakan pilihan utama makanan teri. Keterkaitan antara jumlah fitoplankton dan zooplankton yang terdapat dalam makanan teri dengan kelimpahan fitoplankton dan zooplankton di perairan dinyatakan dalam bentuk fungsi regresi linear sederhana dan analisis korelasi seperti pada dalam rumus 2 dan 3.

3.4.4 Interaksi pemangsaan teri oleh ikan pe mangsa

Analisis interaksi teri sebagai makanan pemangsa dihitung dengan metode volumetrik V. Pendekatan metode volumetrik adalah menghitung proporsi volume teri sebagai makanan dengan volume total lambung pemangsa teri Effendie 1979. Untuk mengetahui apakah terdapat keterkaitan antara proporsi volume teri sebagai makanan dan proporsi frekuensi kejadian pemangsaan teri dengan jumlah tangkapan teri oleh bagan rambo dinyatakan dalam bentuk fungsi regresi linear sederhana dan analisis korelasi seperti dalam persamaan 2 dan 3. 4 HASIL

4.1 Gambaran Umum Kondisi Perairan di Kabupaten Barru

Kondisi perairan di lokasi penelitian digambarkan melalui data-data suhu, salinitas, kecepatan arus dan oksigen terlarut DO yang diperoleh melalui hasil pengukur an malam hari di permukaan perairan pada 8 stasion pengambilan data. Suhu perairan rata-rata adalah 27,6 o C dengan nilai minimum dan maksimum masing- masing sebesar 27 o C dan 28 o C yang menggambarkan kondisi suhu perairan yang relatif homogen Tabel 3. Suhu maksimum terjadi pada semua stasion penelitian tetapi pada periode hauling yang berbeda Gambar 9. Salinitas perairan rata-rata adalah 29,6‰ Tabel 3, salinitas maksimum mencapai 31‰ yang umumnya diperoleh pada pengukuran di hauling III jam 04:30-05:00, sedangkan salinitas yang rendah terjadi pada hauling I jam 21:00- 22:00 mencapai 28‰. Pada stasion 3 dan 4 yang terletak lebih jauh dari daratan utama ditemukan kecenderung salinitas lebih tinggi dibandingkan stasion 1, 2, 6, 7 dan 8 yang terletak lebih dekat dengan daratan, utama nya pada stasion 1 dan 8 yang terletak dekat dengan muara sungai Gambar 9. Tabel 3 Nilai rata-rata, minimum dan maksimum parameter suhu, kecepatan arus, salinitas, dan oksigen terlarut DO di perairan Kabupaten Barru Parameter Suhu o C Salinitas ‰ Kec. arus mdetik DO mgO 2 l Rata-rata 27,6 29,6 0,07 5,69 Minimum 27 28 0,05 4,36 Maksimum 28 31 0,11 7,14 Kecepatan arus permukaan berkisar antara 0,05 – 0,11 mdetik dengan rata-rata sebesar 0,07 mdetik Tabel 3. Kecepatan arus yang lebih besar biasanya terjadi pada hauling I jam 21:00-22:00 sedangkan pada hauling II jam 01:00-02:00 dan III jam 04:30-05:00 kecepatan arus relatif lebih rendah kecuali pada stasion 8 dimana kecepatan arus pada waktu hauling I lebih rendah dari pada hauling III Gambar 10. Gambar 9 Kondisi suhu dan salinitas perairan Kabupaten Barru. Hasil pengukuran oksigen terlarut DO memperlihatkan nilai yang cukup besar. Rata-rata nilai oksigen terlarut adalah 5,69 mgO 2 liter, nilai maksimum diperoleh pada pengukuran di stasion 6 yang mencapai 7,14 mgO 2 liter dan nilai minimum pada stasion 4 sebesar 4,36 mgO 2 liter Tabel 3. Oksigen terlarut pada hauling III cenderung lebih rendah dibandingkan hauling I dan II, kecuali pada stasion 2 Gambar 10. Suhu Perairan di Lokasi Penelitian 25.0 25.5 26.0 26.5 27.0 27.5 28.0 28.5 29.0 St 1 st 2 st 3 st 4 st 5 st 6 st 7 st 8 suhu °C Hauling 1 Hauling 2 Hauling 3 Salinitas di Lokasi Penelitian 27.0 27.5 28.0 28.5 29.0 29.5 30.0 30.5 31.0 31.5 32.0 St 1 st 2 st 3 st 4 st 5 st 6 st 7 st 8 Salinitas ppt Hauling 1 Hauling 2 Hauling 3 Gambar 10 Kondisi kecepatan arus dan oksigen terlarut DO perairan Kabupaten Barru.

4.2 Komposisi dan Kelimpahan Plankton