Primal Sudjana dkk, melakukan penelitian penelitian epidemiologi dengue dan DHF di Bandung, Prop Jawa Barat mendapatkan menifestasi klinis yang dapat dilihat pada
tabel Sudjana P, 2005
Tabel 2.2 Manifestasi Klinis Dengue dan Non Dengue Sudjana P, 2005
2.8.Diagnosis Laboratorium
Diagnosis definitif infeksi virus dengue hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara, isolasi virus, deteksi antigen virus atau jaringan tubuh, dan deteksi
antibodispesifik dalam serum pasien Wuryadi S, 2000
2.8.1. Diagnosis serologis
Dikenal 6 jenis uji serologic yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue, yaitu :
2.8.1.1.Haemagglutination Inhibition test HI test
Diantara uji serologi, uji HI adalah uji serologi yang paling sering dipakai dan dipergunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis. Terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan pada uji HI ini : a.
Uji HI ini sensitive tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi.
Universitas Sumatera Utara
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali 48 tahun, maka
uji ini baik dipergunakan pada studi sero-epidemiologi. c.
Untuk diagnosa pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali kelipatan dari titer serum akut atau konvalesen dianggap sebagi presumtif positif, atau
diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi recent dengue infection Wuryadi S, 2000
2.8.1.2.Complement Fixation test CF test
Uji komplemen fiksasi jarang dipergunakan sebagai uji diagostik secara rutin, oleh karena selain cara pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya juga memerlukan
tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Berbeda dengan antibody HI, antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan beberapa tahun saja sekitar 2 sampai 3 tahun
Wuryadi S, 2000
2.8.1.3.Neutralization test NF test
Uji neutralisasi adalah uji serologi yang paling spesifik dan sensitive untuk virus dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut plaque reduction
neutralization test PRNT yaitu berdasarkan reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibody neutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan
HI antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama 48 tahun. Uji neutralisasi juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin Wuryadi S, 2000
2.8.1.4.Uji ELISA Anti-Dengue IgM
Uji antibody-capture ELISA telah berhasil mengukur titer antibody IgM terhadap virus dengue. IgM anti-Dengue timbul pada infeksi primer maupun sekunder.
IgM timbul sekitar hari ke 3 dan kadarnya meningkat pada akhir minggu pertama sampai dengan minggu ke-3 dan menghilang pada minggu ke-6, sedang IgG
timbul pada hari ke-5 dan mencapai kadar tertinggi pada hari ke-14, kemudian
Universitas Sumatera Utara
bertahan sampai berbulan-bulan. Pada infeksi sekunder kadar IgG telah meningkat pada hari ke-2 melebihi kadar IgM. Uji ini telah dipakai untuk
membedakan infeksi virus dengue dari infeksi virus Japanese B ensefalitis. Penelitian yang dilakukan Wu SJL dkk dengan menggunakan tes dipstick ELISA
untuk mendeteksi IgG dan IgM Anti dengue di dalam serum mennunjukkan sensitivitas 97,9 dan spesifitas 100 Wu SJL dkk, 1997. Sedangkan dengan
pemeriksaan rapid immunochromatographic untuk mendiagnosa adanya IgM dan IgG Anti Dengue mendapatkan sensitivitas 100 dan spesifitas 88
pemeriksaan ini juga untuk membedakan infeksi primer dan infeksi sekunder dengue, Japanese Encephalitis disebabkan virus dan bukan infeksi flavivirus
Vaughn DW dkk, 1998.Ada juga penelitian yang membandingkan 2 tes komersial antara dipstick ELISA Integrated Diagnostics, Baltimore, Md dan test
immunochromatographic Panbio, Brisbane, Australia untuk menilai Ig M Anti Dengue, dengan Dipstik ELISA mendapatkan hasil sensitivitas 92,6 dan
spesifitas 94,3 . Sedangkan test ICT Panbio mendapatkan senstivitas 97,9 dan spesifitas 97,1 Wu SJL, 2000.
2.8.1.5.Uji Dengue NS1 antigen
Tahun 2002, team dari ”Institut Pasteur” menjelaskan percobaan untuk mendeteksi Dengue NS1 antigen untuk infeksi DBD primer dan sekunder selama
fase akut Alcon S dkk, 2002. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas pada infeksi DBD primer fase akut sebesar 97,3 dibanding infeksi DBD sekunder
sebesar 70 dengan nilai prediksi positif 100 dan nilai prediksi negatif 97,3 Kumarasamy V dkk, 2007. Dussart
P dkk, 2006 melakukan penelitian dari 239 sampel serum pasien infeksi akut yang ditesting positip dengan RT-PCR atau
isolasi virus terhadap satu dari empat serotipe dengue mendapatkan sensitivitas 88,7 95 confidence interval, 84,0 – 92,4
212 sampel positip dari 239 sampel dengan spesivitas 100 95 confidence interval, 84,9 – 100
Universitas Sumatera Utara
2.8.2. Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction RT-PCR