Study on Food Safety Control Systems By the National Agency of Drug and Food Control (NADFC) Republic of Indonesia

(1)

KAJIAN SISTEM PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN

OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

(BADAN POM) REPUBLIK INDONESIA

VIRNA BERLIANI PUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Sistem Pengawasan Keamanan Pangan Oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia adalah karya sendiri dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2012

Virna Berliani Putri NRP F252090085


(3)

ABSTRACT

VIRNA BERLIANI PUTRI. Study on Food Safety Control Systems By the National Agency of Drug and Food Control (NADFC) Republic of Indonesia.

Under supervision of RATIH DEWANTI-HARIYADI and NURI

ANDARWULAN

ABSTRACT

“Food nutrition and safety are the right of individuals and government has the responsibilty to assure that the need is adequately fulfilled”,was a statement made during FAO/WHO International Conference on Nutrition (ICN), Rome, 1992. In Indonesia, the safety of processed food is controlled by the National Agency of Drug and Food Control (NADFC) through regulations and policies developed in the country.

The purposes of this study are (1) to determine the food control systems established by the NADFC, (2) to evaluate the implementation of the systems, and (3) to make recommendations for improvement of the existing systems. The research was conducted as follows: (1) identification of food safety control sytems by the NADFC, (2) identification and implementation result of food safety control systems by the NADFC, (3) to assess the adequacy of the systems and its implementation, and (4) make the recommendations for improvement of the existing systems. Data were collected from data in the NADFC.

The study shows that the NADFC establishes a safety control system of the marketed food products in Indonesia by controlling the foods before and after foods are being marketed. As a preventive control, the pre-market assessment for processed food is done by evaluation of the nutrition content, hazards, production process, and the manufacturer. The pre-market control depends on the ability and competence of human resources as food evaluators as well as networks with other agencies responsible for certification system (GMP, HACPP, etc). The post-market control is carried out by Technical Implementation Unit Provincial Office of NADFC in Indonesia that conducts inspection of food production facilities, food distribution facilities, as well as food sampling and testing. The activities are conducted using guidelines and technical guidance from the NADFC. The activities of post-market control is not adequately coordinated and orthoroughly analyized. Better coordination and analysis are needed to enable NADFC to evaluate the results of the post-market control thus they can be used toward program establishment in the future such as sampling priority and management of certain contaminants.

Keywords : Food safety control system, NADFC, pre-market control, post-market control


(4)

RINGKASAN

VIRNA BERLIANI PUTRI. Kajian Sistem Pengawasan Keamanan Pangan Oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia. Dibimbing oleh RATIH DEWANTI-HARIYADI dan NURI ANDARWULAN.

Keamanan pangan merupakan faktor yang penting sebagai syarat untuk menghasilkan pangan yang bermutu dan bergizi baik serta harus menjadi kriteria dari pangan yang hendak dikonsumsi oleh masyarakat untuk mewujudkan sunberdaya manusia yang berkualitas. Pangan yang beredar di pasaran dihasilkan oleh produsen pangan. Oleh karena itu, produsen pangan merupakan salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi syarat mutu dan keamanan pangan yang ditetapkan oleh pemerintah. Produsen pangan bertanggung jawab untuk mengendalikan keamanan pangan dengan menjamin bahwa produknya bermutu dan aman untuk dikonsumsi.

Kewajiban untuk menyediakan pangan yang aman bagi masyarakat merupakan kewajiban pemerintah. Pemerintah merumuskan beberapa landasan hukum dalam penanganan keamanan pangan di Indonesia antara lain Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang-Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Tanggung jawab dan kewenangan penanganan keamanan pangan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, penanganan keamanan pangan khususnya pengawasan pangan olahan merupakan tanggung jawab dan kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).

Untuk mengetahui sejauh mana sistem pengawasan keamanan pangan yang diterapkan oleh Badan POM dapat memenuhi keamanan produk pangan yang beredar di masyarakat maka kajian ini dilakukan dengan tujuan secara umum untuk mengetahui tingkat keterjaminan keamanan produk pangan olahan di Indonesia. Sedangkan tujuan secara khusus yaitu untuk mengetahui sistem pengawasan keamanan pangan yang dilakukan oleh Badan POM sebelum produk pangan beredar (pre-market) dan setelah beredar (post-market), mengevaluasi hasil implementasi pengawasan keamanan pangan sebelum produk pangan beredar (pre-market) dan setelah beredar (post-maket), dan menyusun rekomendasi untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan sebelum produk pangan beredar (pre-market) dan setelah beredar (post-market).

Penelitian terdiri dari 4 tahapan. Tahap pertama adalah identifikasi sistem pengawasan keamanan pangan yang dilakukan oleh Badan POM, tahap kedua adalah identifikasi dan hasil implementasi sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM, tahap ketiga adalah melakukan kajian implementasi sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM, dan tahap keempat adalah penyusunan rekomendasi terkait perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM. Metode penelitian yang dilakukan yaitu mengkaji data


(5)

sekunder pre-market control dan post-market control tahun 2006-2010 yang diperoleh dari Badan POM.

Pre-market control merupakan kegiatan pengawasan Badan POM yang dilakukan pada saat produk pangan didaftarkan di Badan POM untuk memperoleh nomor pendaftaran MD atau ML. Pengawasan berupa penilaian yang dilakukan oleh petugas penilai pangan terhadap berkas-berkas/dokumen yang diserahkan produsen sebagai kelengkapan persyaratan untuk memenuhi tentang keamanan, jaminan mutu, gizi, serta keterangan dan atau pernyataan pada label. Hasil penilaian dapat berupa penerimaan dengan dikeluarkannya nomor pendaftaran MD maupun ML atau berupa penolakan dikarenakan tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan. Pada tahun 2006 s.d. 2010, jumlah produk pangan terdaftar dengan nomor pendaftaran MD sebanyak 22,967 produk dan 16,947 produk dengan nomor pendaftaran ML. Sedangkan untuk produk yang ditolak pendaftarannya pada tahun 2010 yaitu sebanyak 184 produk (8 produk MD dan 176 produk ML). Pendaftar yang berkasnya tidak memenuhi persyaratan, berkas pendaftaran dikembalikan untuk dilengkapi atau berkas ditolak dengan alasan keamanan pangan.

Post-market control dilakukan Badan POM pada saat produk pangan beredar di masyarakat, antara lain melalui pemeriksaan sarana produksi pangan, pemeriksaan sarana distribusi pangan, dan kegiatan sampling dan pengujian produk pangan yang beredar. Pemeriksaan sarana produksi pangan dilakukan oleh petugas pengawas pangan yang ada di Balai Besar/Balai POM setempat terhadap sarana produksi pangan MD maupun sarana produksi IRTP dalam melaksanakan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB). Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan tahun 2006 s.d 2010 menunjukkan bahwa sarana produksi MD yang diperiksa sebesar 10.54%, dengan persentase sarana produksi yang memenuhi syarat (MS) sebesar 18.79% (455 sarana produksi) dan TMS cukup besar yaitu 81.21% (1,966 sarana). Sedangkan untuk sarana produksi PIRT yang memenuhi syarat (MS) yaitu 3,762 sarana (61.35%) dan yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebesar 2,380 sarana (38.81%). Selain itu sebanyak 50.70% sarana produksi tidak terdaftar yang diperiksa sarananya tidak memenuhi syarat (TMS). Faktor yang menyebabkan sarana produksi tidak memenuhi syarat CPPB antara lain disebabkan adanya penyimpangan pada komponen(pabrik-ruang pengolahan dan sanitasi serta hygiene karyawan.

Hasil pemeriksaan sarana distribusi pangan tahun 2006-2010 dari 26 Balai Besar/Balai POM berjumlah 28,079 sarana distribusi. Sebanyak 6,044 sarana distribusi memperoleh nilai B (21.52%), 14,224 sarana distribusi memperoleh nilai C (50.66%) dan sisanya sebanyak 7,811 sarana distribusi memperoleh nilai K (27.82%). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sebagian besar sarana distribusi memenuhi ketentuan persyaratan CDPB dengan total nilai B dan C sejumlah 20,268 sarana (72.18%), sedangkan untuk sarana yang tidak memenuhi ketentuan persyaratan CDPB dengan nilai K sejumlah 7.811 sarana (27.82%). Berdasarkan parameter ditemukannya pelanggaran terhadap sarana distribusi yang dinilai Kurang (K) yang merupakan produk TMS tahun 2006-2010, pelanggaran terbanyak yaitu sebanyak 2370 sarana distribusi menjual pangan kadaluarsa.


(6)

Kegiatan sampling dan pengujian produk pangan yang beredar dilakukan Badan POM melalui sampling pangan rutin. Total sampel produk yang diuji tahun 2006 s.d 2010 sebanyak 88,077 sampel produk yang terdiri dari produk pangan MD, ML, PIRT dan pangan tidak terdaftar (TTD). Rata-rata persentase sampel produk yang MS tahun 2006-2010 yaitu sebesar 82.66% dan sampel produk yang TMS sebesar 17.34%. Total hasil pengujian sampel produk MD tahun 2006-2010 yang memenuhi syarat (MS) sebanyak 38,184 sampel (92.33%) dan TMS 3,171 sampel (7.67%), sampel produk ML yang memenuhi syarat (MS) sebanyak 1,336 sampel (80.24%) dan TMS 329 sampel (19.76%), sampel produk PIRT yang memenuhi syarat sebanyak 20,191 sampel (82.90%) dan TMS 4,164 sampel (17.10%), dan produk tidak terdaftar (TTD) yang memenuhi syarat sebanyak 13,094 sampel (63.25%) dan TMS sebanyak 7,608 sampel (36.75%). Sebagian besar sampel produk yang diuji memenuhi syarat, baik untuk sampel produk MD, ML, PIRT maupun produk tidak terdaftar (TTD). Berdasarkan hasil pengujian sampel produk tahun 2006-2010, sebagian besar sampel produk TMS sebanyak 22.25% (4,022 sampel) menggunakan BTP pemanis sakarin dan siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan. Penggunaan pemanis buatan tidak dengan takaran yang benar, umumnya hanya berdasarkan rasa sensori saja.

Keberhasilan fungsi pengawasan pre-market sangat ditentukan oleh kompetensi petugas penilai pangan yang menangani langsung proses penilaian dan aspek kelengkapan persyaratan dokumen yang dilampirkan pada saat registrasi dalam menjamin keamanan pangan sebelum produk memperoleh nomor pendaftaran dan diedarkan di masyarakat. Aspek kelengkapan dokumen yang berkaitan dengan keamanan pangan antara lain persyaratan hasil pemeriksaan sarana produksi dari Balai Besar/Balai POM setempat, lampiran daftar bahan yang digunakan atau komposisi diurutkan dari jumlah yang terbanyak, lampiran proses produksi atau sertifikat HACCP/ISO 22000, penjelasan untuk bahan-bahan tertentu (asal bahan (bahan yang berasal dari hewani atau nabati), status GMO (jagung, kentang, kedelai, tomat), dan kandungan kloramfenikol dalam madu)), fotokopi sertifikat SNI (untuk produk AMDK, tepung terigu, garam beryodium, coklat bubuk, gula rafinasi), fotokopi nomor kontrol veteriner (NKV) rumah pemotongan hewan (RPH) (untuk produk asal hewan), dan data pendukung produk berklaim (jika diperlukan).

Rekomendasi berkenaan dengan kegiatan pengawasan pre-market antara lain perlu adanya peningkatan kinerja terkait dengan perbaikan mutu pelayanan (pada unsur kecepatan pelayanan), peningkatan jejaring dengan instansi lain berkaitan dengan sistem sertifikasi produk, peningkatan ketepatan waktu dalam proses penilaian, penyediaan fasilitas konsultasi on line berkenaan dengan registrasi produk melalui web, dan perlu adanya harmonisasi dengan kegiatan pengawasan post-market pemeriksaan sarana produksi pangan.

Rekomendasi berkenaan dengan kegiatan pengawasan post-market antara lain untuk pemeriksaan sarana produksi : perlu adanya program secara nasional untuk penentuan prioritas jenis sarana produksi pangan yang diperiksa per tahunnya, peningkatan cakupan wilayah pemeriksaan sarana produksi pangan, peningkatan kompetensi dan kapabilitas petugas pengawas pangan, adanya kesinambungan dalam pemeriksaan sarana produksi dan monitoring, peningkatan kerjasama dan koordinasi


(7)

dengan pemerintah daerah (kabupaten/kota) dalam hal pengawasan, penyuluhan dan pembinaan.

Untuk pemeriksaan sarana distribusi rekomendasi yang diberikan antara lain penentuan prioritas jenis sarana distribusi yang diperiksa secara nasional per tahunnya yang disesuaikan dengan jumlah anggaran yang dimiliki Balai Besar/Balai POM setempat, peningkatan kompetensi dan kapabilitas petugas pengawas pangan, serta perlu adanya kesinambungan dalam pemeriksaan sarana distribusi pangan dan monitoring. Rekomendasi untuk pelaksanaan sampling antara lain : untuk pengawasan rutin perlu adanya penentuan prioritas secara nasional untuk jumlah dan jenis pangan yang disampling tiap tahunnya, kegiatan monitoring terhadap hasil sampling produk yang TMS setelah dilakukan pengujian, pengambilan sampel berbasiskan resiko (risk based

sampling, perlu adanya harmonisasi dengan kegiatan pengawasan pada

pemeriksaan sarana produksi dan sarana distribusi, dan peningkatan kapasitas laboratorium Badan POM di seluruh Indonesia.


(8)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(9)

KAJIAN SISTEM PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN

OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

(BADAN POM) REPUBLIK INDONESIA

VIRNA BERLIANI PUTRI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada

Program Studi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(10)

(11)

Judul Tugas Akhir : Kajian Sistem Pengawasan Keamanan Pangan Oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia

Nama : Virna Berliani Putri

NRP : F252090085

Program Studi : Teknologi Pangan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Magister Profesi Teknologi Pangan

Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr


(12)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2011 ini adalah Kajian Sistem Pengawasan Keamanan Pangan Oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si

selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi dan arahannya dalam penyusunan tugas akhir;

2. Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz,M.Sc sebagai penguji dalam memberikan masukan dan sarannya;

3. Prof. Dr. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc selaku Direktur SEAFAST Center LPPM IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan di program Magister Profesi Teknologi Pangan (MPTP) IPB; 4. Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc selaku ketua Program Studi Magister Profesi

Teknologi Pangan (MPTP) IPB yang telah memberikan arahan dan bimbingannya selama perkuliahan dan penyusunan tugas akhir;

5. Suami tercinta, Fahmi Fasah Angkotasan, S.Kom, M.Kom dan putri tersayang Sahna Fakhirah Manurcahya Angkotasan yang memberikan motivasi luar biasa sehingga terselesaikannya tugas akhir ini;

6. Keluarga besar di Sukabuni dan Ambon yang telah memberikan doa dan dukungan hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini;

7. Keluarga besar SEAFAST Center LPPM IPB yang telah membantu dan memberikan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir ini;

8. Fatikhaturohmah, AMd selaku staf sekretariat MPTP yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan penyusunan tugas akhir ini;

9. Rekan-rekan seangkatan MPTP V: Sumarto, Shinta, Ibu Lisa, Bapak Hafzialman, Bapak Deddy Haryady, Ibu Tuti, Bapak Trijoko, Ibu Hilda, Ibu Wulan, dan Ibu Sumaria atas kebersamaan dan dukungannya dalam kuliah dan penyelesaian tugas akhir;

10.Badan POM RI terutama Direktorat Standardisasi Produk Pangan yang telah membantu dalam pengambilan data;

11.Seluruh pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan dalam penyelesaian dan penulisan tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberi keberkahan bagi banyak orang.

Bogor, Juli 2012 Virna Berliani Putri


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Oktober 1981 di Sukabumi, Jawa Barat. Penulis adalah putri dari pasangan Bapak Yus Supratman dan Ibu Emi Suhemasti dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pada tahun 2000, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 1 Sukabumi dan pada tahun yang sama diterima melanjutkan pendidikan di Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi (TPG) Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur masuk PMDK. Penulis menyelesaikan program Sarjana Teknologi Pangan pada tahun 2004.

Semenjak tahun 2007, penulis bekerja di Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center – Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB. Pada tahun 2009, penulis mendapatkan beasiswa dari SEAFAST Center untuk melanjutkan pendidikan Pascasarjana Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan di Institut Pertanian Bogor (IPB).


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Tujuan ... 3

1.3.Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1.Keamanan Pangan ... 4

2.2.Sistem Manajemen Pengawasan Keamanan Pangan ... 5

2.3.Pengawasan Produk Pangan Olahan di Indonesia ... 6

2.3.1.Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)……... 6

2.3.1.1.Pengawasan Pre-Market ... 8

2.3.1.2. Pengawasan Post-Market ... 9

III. METODE PENELITIAN ... 11

3.1.Tempat dan Waktu ... 11

3.2.Alat dan bahan ... 11

3.3.Pelaksanaan Penelitian ... 11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

4.1.Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM ... 15

4.1.1.Pengawasan Pre-Market... 15

4.1.2.Pengawasan Post-Market ... 22

4.2.Implementasi Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM ... 29

4.2.1.Implementasi Pengawasan Pre-Market ... 29

4.2.2.Implementasi Pengawasan Post-Market ... 39

4.3.Kajian Implementasi Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM ... 42

4.3.1.Pengawasan Pre-Market... 42

4.3.2.Pengawasan Post-Market ... 49

4.4.Rekomendasi dan Indikator Kinerja untuk Perbaikan Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM ... 56

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1.Simpulan ... 60

5.2.Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Tingkat/rating kelayakan sarana produksi ... 24 2. Evaluasi proses pendaftaran produk pangan sebagai pengawasan

pre-market ... 43 3. Evaluasi terhadap lampiran dokumen saat pendaftaran yang berkaitan

dengan keamanan pangan ... 44 4. Evaluasi pengawasan post-market pada pemeriksaan sarana produksi

pangan tahun 2006-2010 ... 50 5. Evaluasi pengawasan post-market pada pemeriksaan sarana distribusi

pangan tahun 2006-2010 ... 53 6. Evaluasi pengawasan post-market pada kegiatan sampling dan

pengujian produk pangan yang beredar ... 55 7. Rekomendasi perbaikan dan indikator kinerja untuk perbaikan sistem


(16)

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Tahapan kajian sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan

Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia……….

12

2 Jumlah produk pangan terdaftar di Badan POM tahun 2006-2010……...

30 3 Jumlah produk MD dan ML yang ditolak tahun 2010………... 31 4 Jumlah sarana produksi produk pangan MD yang diperiksa tahun

2006-2010 dan hasil penilaian B=baik, C=cukup, K=kurang…………

33 5 Jumlah sarana produksi produk PIRT yang diperiksa tahun

2006-2010 dan hasil penilaian B=baik, C=cukup, K=kurang……….

34 6 Jumlah sarana produksi pangan tidak terdaftar (TTD) yang diperiksa

tahun 2006-2010 dan hasil penilaian B=baik, C=cukup, K=kurang …

35 7 Jumlah sarana distribusi pangan yang diperiksa tahun 2006-2010 dan

hasil penilaian B=baik, C=cukup, K=kurang ………

36 8 Hasil pengawasan sarana distribusi tahun 2006-2010 berdasar

parameter temuan pada produk yang TMS………

37 9 Persentase hasil pengujian produk pangan yang beredar yang

memenuhi syarat (MS) tahun 2006-2010………...

38 10 Persentase hasil pengujian produk pangan yang beredar yang tidak

memenuhi syarat (TMS) tahun 2006-2010…………...

39 11 Jumlah sampel produk yang memenuhi syarat (MS) berdasarkan

nomor pendaftaran tahun 2006-2010……….

39 12 Jumlah sampel produk yang tidak memenuhi syarat (TMS)

berdasarkan nomor pendaftaran tahun 2006-2010……….

40 13 Hasil pengujian produk yang tidak memenuhi syarat (TMS)

berdasarkan parameter uji tahun 2006-2010………..


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Alur proses pelayanan pendaftaran umum dan pelayanan pendaftaran

cepat ………...

64

2 Alur proses pelayanan perubahan produk……... 65

3 Produk pangan yang dapat didaftarkan pada pelayanan pendaftaran cepat……… 66 4 Formulir pendaftaran produk pangan (Formulir A, B dan C)………… 68

5 Tanda terima formulir permohonan penilaian produk pangan ……….. 73

6 Formulir persetujuan pendaftaran produk pangan……… 74

7 Formulir permintaan tambahan data………... 75

8 Formulir penolakan pendaftaran………. 76

9 Formulir permohonan perubahan produk pangan……….. 77

10 Formulir pembatalan persetujuan pendaftaran produk pangan……….. 78

11 Formulir penilaian penerapan cara produksi pangan makanan yang baik (CPMB) (Form A)……….. 79 12 Formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi makanan dan minuman (Form RA)……….. 82 13 Formulir penilaian pemeriksaan sarana distribusi pangan (Form B)………… 83


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Keamanan pangan merupakan faktor yang penting sebagai syarat untuk menghasilkan pangan yang bermutu dan bergizi baik. Keamanan pangan harus menjadi kriteria dari pangan yang hendak dikonsumsi oleh masyarakat. Pangan yang beredar di pasaran dihasilkan oleh produsen pangan. Oleh karena itu, produsen pangan merupakan salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi syarat mutu dan keamanan pangan yang ditetapkan oleh pemerintah. Produsen pangan bertanggung jawab untuk mengendalikan keamanan pangan dengan menjamin bahwa produknya bermutu dan aman untuk dikonsumsi.

Keamanan pangan juga menjadi pertimbangan pokok dalam perdagangan internasional. Pada era globalisasi sekarang ini, suplai pangan ke seluruh penjuru dunia seakan tidak ada batasannya lagi. Faktor terjaminnya mutu dan keamanan pangan produk merupakan salah satu syarat untuk menghasilkan produk ekspor yang berdaya saing tinggi. Indonesia sebagai negara pengekspor sering mengalami kasus penolakan dan penahanan produk ekspor disebabkan masalah mutu dan keamanan pangan yang dianggap tidak memenuhi persyaratan internasional. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh FDA, ekspor produk pangan Indonesia ke Amerika Serikat yang mengalami penolakan pada tahun 2006-2010 sebanyak 1822 kasus, yang sebagian besar merupakan produk

fishery/seafood dikarenakan faktor filthy (FDA 2012).

Salah satu masalah utama keamanan pangan di Indonesia adalah kasus keracunan pangan yang sebagian besar belum dilaporkan atau dilaporkan namun tidak diketahui faktor penyebabnya. Berdasarkan hasil pantauan Badan POM RI tahun 2005 menunjukkan ada 184 kejadian KLB keracunan pangan, dari sebanyak 23.864 orang yang makan, 8.949 orang sakit dan 49 orang meninggal dunia (Rahayu dkk 2011). Dari 184 kejadian tersebut, sebanyak 28 kejadian disebabkan pangan olahan, 33 kejadian disebabkan pangan jajanan, 39 kejadian dari pangan jasa boga, 78 kejadian dari masakan rumah tangga, dan 6 kejadian dari pangan lain-lain. Pada tahun 2007-2010, Badan POM menghimpun data KLB di


(19)

lingkungan sekolah dan kampus. Data yang dihasilkan menunjukkan bahwa persentase KLB keracunan pangan di SD setiap tahunnya antara 69%-79%, tertinggi dibandingkan dengan yang terjadi di Taman Kanak-kanan (TK), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Umum (SMU) dan perguruan tinggi (BPOM 2011). Berdasarkan hasil temuan tersebut menunjukkan bahwa tingkat keamanan pangan jajanan anak sekolah masih rendah, jika tidak segera ditanggulangi akan memperparah kondisi status gizi anak-anak sekolah.

Pangan yang aman, bermutu dan bergizi harus dipenuhi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Kewajiban untuk menyediakan pangan yang aman bagi masyarakat merupakan kewajiban pemerintah. Pemerintah merumuskan beberapa landasan hukum dalam penanganan keamanan pangan di Indonesia antara lain Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.

Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan bahwa salah satu tujuan dari dilakukannya pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan oleh pemerintah yaitu untuk mewujudkan tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia. Tanggung jawab dan kewenangan penanganan keamanan pangan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004. Berdasarkan Peraturan Pemerintah ini penanganan keamanan pangan khususnya pengawasan pangan olahan merupakan tanggung jawab dan kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).

Prinsip pengawasan pangan olahan yang dilakukan Badan POM mencakup pengawasan pre-market dan post-market. Pengawasan pre-market merupakan salah satu tindakan preventif dalam melindungi konsumen terhadap peredaran pangan yang tidak memenuhi ketentuan keamanan, mutu dan gizi pangan yang dilakukan pada saat produk pangan tersebut didaftarkan di Badan POM. Sedangkan pengawasan post-market dilakukan sesudah produk beredar di pasaran antara lain meliputi pemeriksaan sarana produksi pangan, sarana distribusi


(20)

3

pangan, sampling dan pengujian laboratorium, monitoring label dan iklan pangan serta penyidikan dan penegakan hukum.

Kajian dilakukan terhadap sistem pengawasan pangan olahan yang dilakukan oleh Badan POM sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap pengendalian keamanan pangan produk yang beredar di masyarakat, sehingga dengan kajian ini dapat memberikan rekomendasi untuk perbaikan sistem yang ada.

1.2.Tujuan

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui tingkat keterjaminan keamanan produk pangan olahan di Indonesia. Secara khusus bertujuan untuk :

(1) mengetahui sistem pengawasan keamanan pangan yang dilakukan oleh Badan POM sebelum beredar (pre-market) dan setelah beredar ( post-market).

(2) mengevaluasi hasil implementasi pengawasan keamanan pangan sebelum beredar (pre-market) dan setelah beredar (post-maket).

(3) menyusun rekomendasi untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan sebelum beredar (pre-market) dan setelah beredar (post-market).

1.3.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian berupa rekomendasi diharapkan dapat menjadi masukan untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan olahan yang dilakukan oleh Badan POM.


(21)

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Keamanan Pangan

Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (UU No 7 1996). Memperoleh pangan yang aman merupakan hak asasi setiap individu. Pangan yang aman tentunya pangan yang terbebas dari atau mengandung dalam jumlah yang tidak membahayakan kesehatan manusia dari bahaya-bahaya berikut : biologi, kimia dan fisik. Pencemaran pangan akibat ketiga bahaya tersebut dapat terjadi di setiap titik rantai pangan yaitu sejak dari hulu hingga hilir. Dengan demikian penjaminan keamanan pangan harus dimulai sejak pangan diproduksi hingga siap dikonsumsi.

Perlindungan konsumen dan pencegahan terhadap penyakit yang disebabkan makanan merupakan hal yang sangat penting dalam program keamanan pangan dan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karena itu perlu adanya sistem keamanan pangan terpadu, yang melibatkan semua pihak yang terkait.

Salah satu program nasional yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan keamanan pangan di Indonesia yaitu dengan dibentuknya Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) pada tahun 2002. Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) merupakan program nasional yang terdiri dari semua stakeholder kunci yang terlibat dalam keamanan pangan dari lahan pertanian sampai siap dikonsumsi.

Sistem ini mengkombinasikan keahlian dan pengalaman dari pemerintah, industri, akademisi dan konsumen secara sinergis dalam menghadapi tantangan-tantangan baru yang mempengaruhi keamanan pangan nasional. Model SKPT dibentuk berdasarkan pada pedoman yang dikeluarkan WHO “Guidelines for Strengthening a National Food Safety Programme” untuk mencapai harmonisasi program keamanan pangan dan laboratorium yang berstandar internasional.


(22)

6

Tiga jejaring dibentuk menurut prinsip analisis risiko untuk mengelompokkan stakeholder dalam SKPT, yaitu Jejaring Intelijen Pangan (JIP), Jejaring Pengawasan Pangan (JPP) dan Jejaring Promosi Keamanan Pangan (JPKP). Ketiga jejaring tersebut bersinergi satu sama lain untuk mengoptimalkan kegiatan yang berkaitan dengan analisis resiko.

2.2.Sistem Manajemen Pengawasan Keamanan Pangan

Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan, sistem pangan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan dan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai siap dikonsumsi manusia. Pada pasal 3 UU tersebut menyebutkan bahwa pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan dilakukan untuk :

a. Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia;

b. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; c. Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan

terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kegiatan pengaturan bersifat wajib baik oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk memberi perlindungan kepada konsumen dan menjamin bahwa semua produk pangan sejak produksi, penanganan, penyimpanan, pengolahan, dan distribusi adalah aman, layak dan sesuai untuk konsumsi manusia, memenuhi persyaratan keamanan dan mutu pangan, dan telah diberi label dengan jujur dan tepat sesuai dengan hukum yang berlaku (FAO/WHO 2003).

Di Indonesia, sistem jaminan mutu dan keamanan pangan diwujudkan dengan adanya penyusunan peraturan-peraturan yang terkait dengan jaminan mutu dan keamanan pangan. Jaminan terhadap mutu dan keamanan pangan dilakukan pada setiap rantai produksi, mulai dari penerimaan bahan baku di sarana produksi, proses produksi, pengemasan sampai produk siap didistribusikan dan dikonsumsi. Pengendalian keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama. Pemerintah berkewenangan untuk melakukan pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap keamanan pangan yang beredar, produsen pangan


(23)

berkewajiban untuk dapat menjamin mutu dan keamanan produk pangan yang diproduksinya, dan konsumen mengetahui haknya atas pangan yang aman dan ikut mengawasi keamanan pangan yang beredar melalui social enforcement. Salah satu pondasi agar terciptanya jaminan mutu dan keamanan pangan, adalah dengan diwajibkannya produsen pangan untuk menerapkan praktek hygiene yang baik/ Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) dan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) di setiap rantai produksinya.

2.3.Pengawasan Produk Pangan Olahan di Indonesia

Payung hukum pengawasan produk pangan di Indonesia yaitu UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan yang dijabarkan dalam PP No. 28 tahun 2004. Pada PP tersebut diatur peran berbagai lembaga dalam pengawasan keamanan pangan yaitu peran dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (dan Balai), Kementerian Kesehatan (dan Dinas Kesehatan), dan Pemerintah Daerah.

Pengawasan keamanan pangan untuk pangan olahan merupakan kewenangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Dijelasakan dalam PP No 28 Tahun 2004 bahwa dalam rangka pengawasan keamanan, mutu, dan gizi pangan setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM.

2.3.1. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada presiden. Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2005 Tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tersebut, bahwa dalam melaksanakan


(24)

8

tugasnya Badan POM dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan, khususnya dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan instansi pemerintah lainnya serta penyelesaian permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.

Tugas pokok Badan POM yaitu mempunyai tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan POM menyelenggarakan fungsi :

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan

b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan

instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan

e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipam, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut, dilakukan oleh unit-unit Badan POM di pusat maupun oleh Balai Besar/Balai POM yang ada di seluruh Indonesia sebagai pelaksana teknis.

Secara garis besar, unit-unit kerja Badan POM dapat dikelompokkan sebagai berikut : Sekretariat, Deputi Bidang Pengawasan Teknis (I, II, dan III) dan unit penunjang teknis (pusat-pusat). Badan POM mempunyai visi yaitu menjadi institusi pengawasan obat dan makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat. Dalam rangka mencapai visi tersebut, maka misi Badan POM yaitu (1) melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional, (2) menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten, (3) mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini, (4) memberdayakan mesyarakat agar mampu melindungi diri dari


(25)

obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan, dan (5) membangun organisasi pembelajar (learning organization).

Untuk pengawasan keamanan pangan, Badan POM dalam hal ini yang melaksanakan tugasnya yaitu Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya yang terdiri dari Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, dan Direktorat Pangawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Prinsip pengawasan keamanan pangan yang dilakukan Badan POM dengan pengawasan full spectrum yaitu pengawasan pre-market dan pengawasan post- market.

2.3.1.1 Pengawasan Pre-Market

Badan POM melakukan pengawasan pre-market sebagai tindakan preventif terhadap keamanan produk pangan yang beredar di masyarakat. Kegiatan ini dilakukan sebelum produk pangan diedarkan yaitu pada saat produk tersebut didaftarkan di Badan POM. Kriteria dan tata laksana penilaian produk pangan ini mengacu pada Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK. 00/05.1.2569 tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan tahun 2004.

Pendaftaran produk pangan dilakukan oleh produsen, importir dan atau distributor di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM Jakarta untuk memperoleh nomor pendaftaran dengan kode MD (untuk makanan dan minuman yang diproduksi di dalam negeri) dan kode ML (untuk makanan dan minuman produk impor). Pendaftar wajib mengisi formulir pendaftaran dalam rangka mengajukan permohonan penilaian produk pangan secara tertulis dan melampirkan dokumen-dokumen sebagai syarat kelengkapan pendaftaran.

Keputusan Kepala Badan terhadap permohonan pendaftar dapat berupa persetujuan, permintaan tambahan data atau penolakan. Produk pangan yang mendapat persetujuan akan memperoleh nomor pendaftaran produk pangan disertai rancangan label yang disetujui. Surat persetujuan pendaftaran berlaku 5


(26)

10

(lima) tahun selama masih memenuhi ketentuan yang berlaku, apabila telah habis masa berlakunya maka produsen wajib melakukan pendaftaran ulang.

2.3.1.2 Pengawasan Post-Market

Sesuai dengan lingkup tugasnya Badan POM melakukan kegiatan post-market yang merupakan tindakan pengawasan yang dilakukan terhadap produk pangan olahan yang beredar di pasaran. Kegiatan yang dilakukan meliputi pemeriksaan sarana produksi pangan, sarana distribusi pangan, sampling dan pengujian laboratorium, monitoring label dan iklan pangan serta penyidikan dan penegakan hukum. Pengawasan dilakukan secara rutin oleh Balai Besar/Balai POM yang ada di Indonesia, baik terhadap sarana produksi yang berskala menengah ke atas maupun yang berskala industri rumah tangga.

Badan POM menunjuk petugas Balai Besar/Balai POM untuk melakukan tugas pengawasan yang dikenal sebagai petugas pengawas pangan. Pengawas pangan merupakan salah satu unsur dalam sistem pengawasan pangan yang sangat besar peranannya dalam mendukung kelangsungan dan kelancaran kegiatan pengawasan pangan. Tugas dari pengawas pangan adalah sebagai berikut :

1. memeriksa berbagai jenis sarana pengolahan apakah sudah memenuhi persyaratan sanitasi dan hygiene serta cara berproduksi pangan yang baik; 2. memeriksa kelayakan suatu produk untuk dipasarkan secara meluas dan

komersial;

3. mengambil sampel untuk tujuan analisis dan pemastian kesesuaian dengan standar, baik yang sifatnya rutin maupun yang sifatnya khusus karena adanya suatu kasus tertentu;

4. menelusuri keluhan dari konsumen tentang keamanan pangan serta keluhan-keluhan terhadap kemungkinan adanya pelanggaran terhadap perundang-undangan dan peraturan-peraturan tentang pangan;

5. melakukan pengawasan rutin dan penarikan terhadap produk pangan yang berbahaya atau bisa menyebabkan penyakit, membahayakan kesehatan atau dilarang untuk diedarkan di pasar;


(27)

7. memberikan bimbingan atau penyuluhan terhadap produsen maupun konsumen tentang keamanan pangan dan cara-cara menangani, mengolah, dan menyajikan pangan yang aman untuk dikonsumsi.


(28)

III. METODE PENELITIAN 3.1.Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB. Penelitian dilakukan selama 7 bulan (Januari-Juli 2011).

3.2.Alat dan Bahan

Alat dan bahan dari penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan POM yang meliputi data hasil pengawasan pre-market dan post-market. Hasil pengawasan pre-market terdiri dari data industri pangan yang terdaftar (MD dan ML) periode tahun 2006-2010 dan data industri rumah tangga pangan (IRTP) tahun 2003-2010 yang terdaftar di Dinas Kesehatan di 26 provinsi di Indonesia.

Hasil pengawasan post-market yang dikaji terdiri dari data sekunder hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, data sekunder hasil pemeriksaan sarana distribusi pangan, serta data sekunder hasil sampling dan pengujian produk pangan yang beredar yang diperoleh dari Balai Besar/Balai POM di 26 provinsi periode tahun 2006-2010.

3.3.Pelaksanaan Penelitian

Kajian sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia dilakukan melalui 4 (empat) tahapan. Tahap pertama adalah identifikasi sistem pengawasan keamanan pangan yang dilakukan oleh Badan POM, tahap kedua adalah identifikasi dan hasil implementasi sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM, tahap ketiga adalah melakukan kajian implementasi sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM, dan tahap keempat adalah penyusunan rekomendasi terkait perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM. Setiap tahapan kajian dapat dilihat pada Gambar 1. Metode penelitian yang dilakukan


(29)

yaitu dengan mengkaji data sekunder hasil pengawasan pre-market dan post-market yang diperoleh dari Badan POM tahun 2006-2010.

Gambar 1. Tahapan kajian sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia 1. Identifikasi sistem pengawasan keamanan pangan yang dilakukan oleh

Badan POM

Identifikasi sistem pengawasan keamanan pangan yang berlaku di Indonesia berdasarkan PP No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan bahwa instansi yang berwenang dalam melakukan pengawasan keamanan pangan khususnya untuk pangan olahan merupakan tanggung jawab Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Sistem pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM yaitu sistem pengawasan pre-market dan post-market.


(30)

15

Pengawasan pre-market merupakan kegiatan pengawasan sebelum produk pangan beredar di pasaran yaitu pada saat produk didaftarkan di Badan POM. Identifikasi dilakukan terhadap aspek-aspek yang menjadi persyaratan dalam registrasi produk dan jumlah produk terdaftar untuk periode tahun 2006-2010. Produk yang didaftarkan merupakan produk dengan nomor pendaftaran MD dan ML. Selain produk MD dan ML, penelusuran informasi juga dilakukan terhadap industri pangan rumah tangga (IRTP) yang terdaftar di Dinas Kesehatan di 26 provinsi di Indonesia periode tahun 2003-2010.

Pengawasan post-market dilakukan Badan POM setelah produk pangan beredar di masyarakat. Pada kegiatan ini aspek-aspek yang diidentifikasi meliputi sistem pemeriksaan sarana produksi, sistem pemeriksaan sarana distribusi, serta kegiatan sampling dan pengujian produk pangan yang beredar. Penelusuran informasi melalui borang, panduan, maupun petunjuk teknis yang mencakup ketiga kegiatan pengawasan post-market. Data yang diperoleh merupakan data pengawasan post-market tahun 2006-2010.

2. Identifikasi dan hasil implementasi sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM

Pada tahap ini identifikasi dilakukan terhadap implementasi sistem pengawasan pre-market dan post-market serta hasil implementasinya. Implementasi sistem dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM di 26 provinsi di Indonesia yang dilaporkan setiap tahunnya pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) di Jakarta. Data yang disertakan untuk implementasi sistem merupakan data sekunder hasil pengawasan pre-market dan post-market

tahun 2006-2010.

3. Kajian implementasi sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM

Pada tahap ini dilakukan kajian terhadap implementasi sistem pengawasan

pre-market dan post-market berdasarkan tahap 2. Kajian dimaksudkan untuk melihat kecukupan aspek-aspek yang menjadi daya dukung yang telah tersedia pada pengawasan pre-market dan post-market sebagai sistem pengawasan


(31)

keamanan pangan khususnya pangan olahan yang diberlakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).

4. Penyusunan rekomendasi untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM

Rekomendasi perbaikan sistem dilakukan berdasarkan hasil kajian pada tahap 3. Rekomendasi berupa masukan untuk perbaikan sistem pengawasan pre-market

dan post-market. Pada tahap ini juga disusun rekomendasi indikator kinerja sebagai acuan pengawasan pre-market dan post-market.


(32)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)

4.1.1.Pengawasan Pre-Market

Pengawasan pre-market merupakan tindakan preventif terhadap keamanan produk pangan sebelum produk tersebut beredar di masyarakat dengan melakukan penilaian pada saat produk tersebut didaftarkan di Badan POM (registrasi produk). Data yang dikaji dalam penelitian merupakan data sekunder hasil pengawasan pre-market yaitu jumlah produk pangan terdaftar MD dan ML tahun 2006-2010 sehingga kriteria dan tata laksana penilaian mengacu pada Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK. 00/05.1.2569 tahun 2004 tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan. Aturan ini kemudian direvisi menjadi Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor : HK. 03.1.5.12.11.09956 tahun 2011 tentang Tata Laksana Pendaftaran Pangan Olahan yang mulai diberlakukan sejak diundangkan pada tanggal 12 Desember 2011.

Pasal 42 pada PP No. 28 tahun 2004 menyatakan bahwa dalam rangka pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan, setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran. Surat persetujuan pendaftaran diperoleh dengan cara melakukan pendaftaran produk pangan untuk dilakukan penilaian keamanan, mutu, dan gizi pangan.

Pendaftaran dilakukan oleh produsen, importir dan atau distributor pangan di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM, Gedung D lantai 3 Jakarta Pusat. Waktu pendaftaran pada hari kerja (Senin s.d. Jum’at). Kewajiban pendaftaran produk pangan sesuai pula dengan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan pasal 30 yaitu dalam rangka peredaran pangan


(33)

bagi pangan olahan yang wajib didaftarkan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, baik produksi dalam negeri maupun yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, pada Label pangan yang bersangkutan harus dicantumkan Nomor Pendaftaran Pangan.

Penilaian untuk memperoleh nomor pendaftaran disebut penilaian keamanan pangan. Klasifikasi penilaian produk pangan (pelayanan pendaftaran) dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu pelayanan pendaftaran umum, pelayanan pendaftaran cepat (ODS=One day service) dan pelayanan perubahan produk. Alur proses pelayanan pendaftaran umum dan cepat dapat dilihat pada Lampiran 1 dan alur proses pelayanan perubahan produk pada Lampiran 2.

Pelayanan Pendaftaran Umum

Pelayanan pendaftaran umum yaitu pelayanan penilaian produk dan keputusan hasil penilaian produk pangan dilaksanakan dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari kerja. Pelayanan diberlakukan terhadap produk beresiko tinggi dan produk baru yang belum pernah mendapatkan nomor pendaftaran.

Produk pangan yang didaftarkan pada pelayanan pendaftaran umum antara lain produk pangan yang diperuntukkan bagi golongan tertentu seperti produk makanan bayi, produk pangan diet khusus, produk pangan yang mempunyai manfaat tertentu karena kandungan zat aktif yang ada di dalamnya dan produk pangan yang mencantumkan klaim kandungan zat gizi, klaim fungsi zat gizi ataupun klaim kesehatan pada label produknya. Contoh produk pangan yang dapat didaftarkan pada pelayanan pendaftaran umum antara lain MPASI, biskuit untuk bayi, dan susu formula bayi.

Pelayanan Pendaftaran Cepat

Pelayanan pendaftaran cepat (ODS) adalah pelayanan penilaian dan keputusan hasil penilaian produk pangan dilaksanakan dalam waktu 5 (lima) hari kerja. Layanan penilaian dilakukan terhadap produk pangan beresiko rendah dan produk sejenis yang pernah mendapatkan nomor pendaftaran. Produk pangan yang dapat didaftarkan pada pelayanan pendaftaran cepat dapat dilihat pada


(34)

19

Lampiran 3. Produk pangan yang didaftarkan tidak boleh mencantumkan klaim baik klaim kandungan gizi, klaim fungsi gizi maupun klaim kesehatan. Sejak tanggal 1 Maret 2012, pendaftaran pangan olahan untuk produk beresiko rendah dapat dilakukan secara elektronik melalui web Badan POM sesuai dengan pengumuman No HM. 03.03.51.02.12.0222.

Pelayanan Perubahan Produk

Pelayanan perubahan produk yaitu pelayanan penilaian terhadap produk pangan yang akan melakukan perubahan data produk. Pelayanan diberlakukan bagi produk pangan yang telah mendapatkan nomor persetujuan pendaftaran yang telah diperolehnya menjadi berubah atau berganti.

Perubahan yang dapat diajukan antara lain perubahan nama perusahaan, perubahan nama importir atau distributor, perubahan informasi nilai gizi, perubahan dan atau penambahan klaim, perubahan nama dagang, perubahan desain kemasan, perubahan dan/atau penambahan berat/isi bersih, perubahan komposisi, dan perubahan untuk kepentingan promosi dalam waktu tertentu. Penilaian perubahan produk dilaksanakan dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja.

Produk pangan yang memperoleh Nomor Pendaftaran Produk Pangan harus memenuhi kriteria tentang keamanan, jaminan mutu, gizi, serta keterangan dan atau pernyataan pada label. Kriteria tentang keamanan yaitu yang meliputi batas maksimum cemaran mikroba, cemaran kimia, cemaran fisik dan cemaran bahan berbahaya lainnya. Kriteria tentang jaminan mutu yaitu dinilai dari proses produksi sesuai dengan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB).

Kriteria tentang gizi yaitu sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan antara lain informasi nilai gizi dan angka kecukupan gizi. Sedangkan keterangan dan atau pernyataan pada label yaitu label harus benar dan tidak menyesatkan, baik mengenai tulisan, gambar atau bentuk apapun lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta mencantumkan sekurang-kurangnya keterangan tentang nama produk, berat bersih atau isi bersih, dan nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia.


(35)

Proses pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan berkas pendaftaran rangkap 2 (dua) kepada Badan POM untuk dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen dan penetapan biaya sesuai dengan jenis produk pangan. Kelengkapan dokumen yang diserahkan pada saat pendaftaran yaitu formulir pendaftaran (terdiri dari Formulir A, B dan C) yang telah diisi dengan benar dan lengkap (Lampiran 4), contoh produk pangan, serta rancangan label berwarna dan brosur bila ada.

Kelengkapan persyaratan dokumen yang dilampirkan pendaftar dalam berkas pendaftaran dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu persyaratan administrasi, persyaratan teknis dan persyaratan tambahan. Persyaratan administrasi terdiri dari (1) fotokopi KTP pendaftar, (2) surat pernyataan bermaterai tentang kebenaran dan keabsahan dokumen pendaftaran serta jaminan keamanan, mutu dan gizi serta label pangan olahan, (3) fotokopi ijin usaha industri (IUI) atau tanda daftar industri (TDI) dari Kementerian/Dinas Perindustrian atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM/BKPMD), (4) hasil pemeriksaan sarana produksi dari Balai Besar/Balai POM setempat, (5) surat persetujuan pendaftaran produk pangan asli (untuk pelayanan ulang), dan (6) fotokopi surat persetujuan pendaftaran produk pangan sejenis (untuk pelayanan cepat).

Persyaratan teknis terdiri dari (1) daftar bahan yang digunakan/komposisi diurutkan dari jumlah yang terbanyak, (2) proses produksi atau sertifikat HACCP/ISO 22000, (3) informasi masa kadaluarsa, (3) hasil analisa produk akhir asli dari lab terakreditasi atau lab pemerintah, dan (5) rancangan label berwarna. Keterangan pada label harus dicantumkan dalam Bahasa Indonesia, dan bagian utama sekurang-kurangnya memuat : nama dagang, nama jenis/produk, berat/isi bersih, bobot tuntas (jika ada), nama dan alamat pihak yang memproduksi, dan nomor pendaftaran BPOM RI MD. Bagian utama/bagian lain terdiri dari komposisi atau daftar bahan yang digunakan (diurutkan dari jumlah bahan terbanyak), kode produksi, baik digunakan sebelum, petunjuk penyimpanan, penggunaan, peringatan dan keterangan lain (jika perlu), dan tabel informasi nilai gizi (wajib dicantumkan untuk produk berklaim).


(36)

21

Persyaratan tambahan terdiri dari : (1) surat kuasa untuk melakukan pendaftaran (apabila yang mendaftarkan bukan pimpinan perusahaan); (2) penjelasan untuk bahan-bahan tertentu antara lain : asal bahan (bahan yang berasal dari hewani atau nabati), status GMO (jagung, kentang, kedelai, tomat), dan kandungan kloramfenikol dalam madu; (3) fotokopi surat kerjasama pengemas kembali/berlisensi/pengguna merek/makloon/model (jika diperlukan); (4) fotokopi sertifikat SNI (untuk produk AMDK, tepung terigu, garam beryodium, coklat bubuk, gula rafinasi); (5) fotokopi sertifikat merek; (6) fotokopi sertifikat organik (jika mencantumkan tulisan/logo organik); (7) fotokopi nomor kontrol veteriner (NKV) rumah pemotongan hewan (RPH) (untuk produk asal hewan); (8) surat persetujuan pencantuman tulisan halal pada label (jika mencantumkan tulisan/logo halal); (9) Fotokopi SIPA (Surat Izin Pengambilan Air Tanah)/surat kerjasama dengan PDAM (untuk AMDK); dan (10) data pendukung produk berklaim (jika diperlukan).

Untuk pendaftaran pelayanan umum baru dan ulang, berkas pendaftaran rangkap dua dimasukkan ke dalam map kertas ukuran polio; map warna merah untuk produk makanan dan minuman, map warna biru untuk produk pangan fungsional, hasil rekayasa genetika dan bahan tambahan pangan, dan map warna hijau untuk produk pangan olahan tertentu.

Untuk pendaftaran pelayanan cepat, berkas pendaftaran rangkap dua dimasukkan ke dalam map kertas ukuran polio; map warna merah untuk produk minuman dan BTP, dan map warna biru untuk produk makanan. Untuk pendaftaran pelayanan cepat ulang, berkas pendaftaran rangkap dua dimasukkan ke dalam map kertas ukuran polio berwarna merah.

Bukti pembayaran atas biaya pendaftaran produk pangan disertakan pada berkas pendaftaran yang diserahkan kepada Badan POM untuk dilakukan penilaian. Besaran biaya pendaftaran sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 48 tahun 2010 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang berlaku pada Badan POM.


(37)

Pendaftar diberikan surat pengantar pembayaran bank yang ditunjuk dengan menggunakan formulir P1 (Lampiran 5). Berkas pendaftaran yang telah memenuhi ketentuan dilakukan penilaian keamanan, mutu dan gizi serta label sesuai dengan tingkat resikonya. Penilaian terhadap berkas dilakukan oleh Tim Penilai Produk Pangan Badan POM dan dapat dibentuk pula Komite Nasional Penilai Produk Pangan yang melibatkan tenaga ahli di bidang keamanan, mutu dan gizi serta label pangan. Petugas yang melakukan penilaian berkas pendaftaran dinamakan petugas evaluator pangan.

Pembentukan tugas dan fungsi Tim Penilai dan atau Komite Nasional Penilai Produk Pangan ditetapkan oleh Kepala Badan POM. Berdasarkan rekomendasi Penilai, Kepala Badan memberikan keputusan selambat-lambatnya 60 hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas pendaftaran yang lengkap dan benar.

Keputusan Kepala Badan dapat berupa persetujuan, permintaan tambahan data atau penolakan. Produk pangan yang mendapat persetujuan akan memperoleh nomor pendaftaran produk pangan dengan menggunakan formulir P2 (Lampiran 6) disertai rancangan label yang disetujui. Nomor pendaftaran produk dalam negeri diberi tanda BPOM RI MD dan nomor pendaftaran pangan produk impor diberi tanda BPOM RI ML.

Untuk produk pangan yang diperlukan penambahan data, pendaftar akan diberitahukan secara tertulis tentang persyaratan tambahan data yang harus dipenuhi dengan menggunakan formulir P3 (Lampiran 7). Persyaratan tambahan data dapat berupa hasil pemeriksaan atau pengujian oleh Balai Besar atau Balai Pengawas Obat dan Makanan atas informasi yang disampaikan oleh pendaftar. Keputusan terhadap pendaftaran dengan tambahan data akan ditetapkan selambat-lambatnya sejak pemberitahuan secara tertulis disampaikan. Sedangkan keputusan terhadap penolakan pendaftaran akan diberitahukan secara tertulis kepada pendaftar disertai dengan alasan penolakan. Formulir yang digunakan yaitu formulir P4 (Lampiran 8).


(38)

23

Perubahan produk pangan dapat dilakukan pendaftar sepanjang perubahan tersebut tidak mengubah nomor pendaftaran pangan. Permohonan perubahan produk pangan diajukan secara tertulis kepada Kepala Badan menggunakan formulir P5 (Lampiran 9). Perubahan produk pangan dapat dilakukan setelah 3 bulan sejak tanggal persetujuan.

Pendaftar dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Badan untuk melakukan dengar pendapat berkaitan dengan keberatannya terhadap hasil penilaian produk pangan dari Tim Penilai dan atau Komite Nasional Penilai Produk Pangan. Permohonan diajukan paling lama 15 hari kerja sejak tanggal pemberitahuan hasil penilaian produk pangan.

Permintaan peninjauan kembali terhadap pendaftaran yang ditolak dapat diajukan pendaftar secara tertulis kepada Kepala Badan, diajukan selambat-lambatnya 1 bulan setelah penolakan dan dapat dilakukan sebanyak 1 kali. Peninjauan kembali harus dilengkapi dengan data baru dan atau data yang sudah pernah diajukan dengan dilengkapi justifikasi. Pendaftar yang pendaftarannya ditolak karena alasan keamanan, mutu dan gizi serta label produk pangan, dapat mengajukan kembali pendaftarannya setelah ada bukti-bukti ilmiah terbaru paling cepat 3 bulan setelah tanggal surat penolakan.

Surat persetujuan pendaftaran berlaku 5 tahun selama masih memenuhi ketentuan yang berlaku. Apabila telah habis masa berlakunya maka wajib dilakukan pendaftaran ulang. Untuk penyerahan label siap edar dilakukan selambat-lambatnya 3 bulan setelah persetujuan pendaftaran.

Produk pangan yang telah mendapat persetujuan pendaftaran dapat dilakukan penilaian kembali oleh Kepala Badan apabila ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendaftar wajib menarik produk pangan dari peredaran jika produk pangan tersebut dilakukan penilaian kembali.

Kepala Badan dapat membatalkan surat persetujuan pendaftaran apabila terjadi salah satu dari hal-hal berikut ini : a) atas permintaan produsen, importir dan atau distributor yang mengajukan permohonan penilaian keamanan produk


(39)

pangan, b) produk pangan yang beredar tidak sesuai dengan data yang disetujui pada waktu memperoleh surat persetujuan pendaftaran, c) produk pangan yang dipromosikan menyimpang dari ketentuan yang berlaku, d) produk pangan tidak diproduksi atau diimpor lagi, e) ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, f) nama dagang yang digunakan telah terdaftar secara sah oleh pihak lain pada instansi yang berwenang, g) berdasarkan penelitian dan atau pemantauan setelah beredar, produk pangan tidak memenuhi kriteria yang diharuskan, h) tidak melaksanakan kewajiban, i) izin industri pangan untuk memproduksi, izin importir, dan atau izin distributor dicabut, dan j) pemilik surat persetujuan pendaftaran melakukan pendaftaran di bidang produksi atau distribusi produk pangan. Pembatalan surat persetujuan pendaftaran produk pangan dilakukan oleh Kepala Badan menggunakan formulir P6 (Lampiran 10).

4.1.2. Pengawasan Post-Market

4.1.2.1. Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan

Sesuai dengan lingkup tugasnya Badan POM melakukan pengawasan terhadap sarana produksi pangan. Pengawasan tersebut dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM di Indonesia secara rutin terhadap sarana yang produknya terdaftar, baik di Badan POM (MD), maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (SP/PIRT). Penentuan prioritas pemeriksaan sarana produksi diserahkan kepada Balai Besar/Balai POM setempat.

Pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan yang dilakukan oleh Badan POM mengacu pada pedoman cara produksi pangan yang baik (CPPB). Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices) dan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT).

Pemeriksaan sarana produksi pangan bertujuan untuk mendorong dilaksanakannya cara produksi pangan yang baik oleh produsen sesuai dengan


(40)

25

ketentuan perundang-undangan yang berlaku, agar masyarakat tidak dirugikan oleh peredaran produk yang tidak memenuhi syarat dan untuk mencegah persaingan yang tidak sehat antar produsen. Selain itu bertujuan untuk memperoleh data keadaan sarana produksi pangan yang diperiksa, sehingga data tersebut dapat digunakan sebagai upaya untuk peningkatan cara produksi pangan dan atau dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan langkah tindak lanjutnya. Untuk melaksanakan kegiatan pemeriksaan sarana produksi pangan, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM menyusun petunjuk teknis pemeriksaan sarana produksi pangan dan untuk penilaian menggunakan petunjuk penilaian CPMB Sarana Produksi Pangan Form A (Lampiran 11).

Formulir penilaian CPMB terdiri dari lembar data umum dan data khusus. Form A ini dibagi ke dalam 5 kelompok yaitu 1) kelompok A mengenai data umum, 2) kelompok B mengenai data khusus, 3) kelompok C merupakan daftar pengecekan CPMB sarana produksi pangan, 4) kelompok D mengenai hasil penilaian, dan 5) kelompok E adalah lembar saran-saran, baik saran administratif, saran fisik maupun saran operasional.

Daftar pengecekan CPMB sarana produksi pangan yang ada di kelompok C terdiri dari Sub kelompok mengenai 1) sikap dan wawasan pimpinan perusahaan mengenai sistem pengawasan mutu, 2) kondisi sanitasi dan hygiene bangunan, fasilitas dan sanitasi, 3) sanitasi dan kesehatan serta tindak tanduk karyawan, dan 4) cara penanganan dan pengolahan bahan pangan (GMP). Keseluruhan aspek tersebut akan dinilai dan apabila tidak memenuhi syarat (sesuai dengan pertanyaan (negatif/defect/deficiency) maka pemberian tanda X pada kolom yang tersedia yaitu pada kolom MN (Minor), MJ (Major), SR (Serius) atau KT (Kritis). Pemberian tanda (tick) pada kolom OK apabila kenyataan yang ada di lapangan dilakukan dengan benar berlawanan dengan pernyataan negatif pada kolom aspek yang dinilai.

Apabila pada kenyataannya ada aspek pertanyaan yang tidak diberlakukan maka diberi tanda tb (tidak diberlakukan) pada kolom keterangan dan aspek tersebut tidak dikenakan penilaian. Apabila ada dua pilihan tanda X dalam setiap nomor aspek yang dinilai, maka jika penyimpangannya dinilai ringan sebelah kiri


(41)

yang dilingkari dan jika penyimpangannya dinilai berat maka sebelah kanan yang dilingkari.

Kelompok D merupakan hasil penilaian, digunakan untuk menentukan tingkat (rating) kelayakan sarana produksi pangan berdasarkan penyimpangan yang ada dengan menggunakan standar pada tabel 1. Kelompok E adalah lembar saran-saran, baik saran administratif, saran fisik maupun saran operasional. Daftar pengecekan CPMB harus ditandatangani oleh petugas penilai dari instansi yang berwenang dan pimpinan unit pengolahan atau petugas lain yang ditunjuk.

Tabel 1. Tingkat/rating kelayakan sarana produksi Tingkat

(rating)

Jumlah penyimpangan MN

(minor)

MJ (Major)

SR (Serius)

KT (Kritis)

A (Baik sekali) 0-6 0-5 0 0

B (Baik) 7 6-10 1-2 0

atau tb 11 0 0

C (Kurang) tb 11 3-4 0

D (Jelek) tb tb 5 1

Penilaian terhadap sarana produksi pangan yang tercakup dalam form A terdiri dari 23 grup, mulai dari group A sampai dengan group W. Unsur-unsur yang dinilai dari group tersebut yaitu pimpinan; sanitasi lokasi dan lingkungan: fisik; sanitasi lingkungan: pembuangan/limbah; sanitasi lingkungan : infestasi burung, serangga, atau binatang lain; pabrik-umum; pabrik-ruang pengolahan; fasilitas pabrik; pembuangan limbah di pabrik; operasional sanitasi di pabrik; binatang pengganggu-serangga dalam pabrik; peralatan produksi; pasokan air; sanitasi dan hygiene karyawan; gudang biasa (kering); gudang beku, dingin (apabila digunakan); gudang kemasan produk; tindakan pengawasan; bahan mentah dan produk akhir; hasil uji; tindakan pengawasan; sarana pengolahan/pengawetan; penggunaan bahan kimia; bahan, penanganan dan pengolahan.


(42)

27

Hasil pemeriksaan sarana produksi dilaporkan oleh Balai Besar/Balai POM ke Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan dengan menggunakan Form RA yaitu formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi makanan dan minuman (Lampiran 12). Untuk hasil pemeriksaan sarana produksi pangan MD, sarana yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) adalah sarana produksi pangan yang mendapat nilai B, sedangkan yang mendapat nilai C dan K dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS). Berbeda halnya dengan pemeriksaan sarana produksi industri rumah tangga pangan (IRTP), sarana yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) adalah sarana produksi pangan yang mendapat nilai B dan C, sedangkan yang mendapat nilai K dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).

Petugas Balai Besar/Balai POM yang melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan adalah petugas pengawas pangan. Untuk menjamin kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang melakukan pengawasan produk pangan yang beredar, Badan POM menyelenggarakan pelatihan kompetensi pengawas pangan secara berjenjang. Tenaga pengawas pangan yang telah mengikuti pelatihan penjenjangan tersebut dikenal dengan pengawas pangan nasional (National Food Inspector/NFI).

Semakin banyaknya sarana produksi pangan skala industri rumah tangga (IRTP) yang tersebar di Indonesia, mengakibatkan sangat sulit untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh sarana produksi. Untuk mengatasi hal tersebut Badan POM memperluas cakupan kinerja pengawasan terhadap produk pangan dengan cara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat untuk melatih petugas pengawas pangan yang direncanakan khusus melakukan pengawasan dan bimbingan terhadap sarana produksi pangan skala IRT yang disebut District Food Inspector (DFI). Petugas DFI tersebut berada di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Jumlah tenaga pengawas pangan yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu sebanyak 169 orang NFI dan 1,829 DFI (Susanti, 2010).


(43)

4.1.2.2. Pemeriksaan Sarana Distribusi Pangan

Pemeriksaan sarana distribusi pangan dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM yang ada di Indonesia. Pemeriksaan bertujuan untuk melindungi konsumen dari kemungkinan beredarnya pangan yang tidak memenuhi syarat yang mungkin dapat merugikan atau membahayakan kesehatan dikarenakan cara distribusi pangan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Kegiatan pengawasan sarana distribusi sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1991 tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan Produksi dan Peredaran Makanan Olahan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 329/MEN.KES/PER/XII/76 tentang Produksi dan Peredaran Makanan, dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.23.1455 tahun 2008 tentang Pengawasan Pemasukan Pangan Olahan.

Pemeriksaan sarana distribusi dilakukan untuk melihat kesesuaian cara distribusi pangan dengan baik (CDPB) pada sarana distribusi pangan. Sasaran pemeriksaan yaitu seluruh badan usaha atau perorangan yang mengedarkan pangan antara lain distributor, toko, supermarket, hipermarket, swalayan, warung, kios, dan pasar tradisional.

Pemeriksaan mengacu pada petunjuk teknis pemeriksaan sarana distribusi pangan yang dikeluarkan oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan dan Bahan Berbahaya Badan POM. Kegiatan pemeriksaan dilakukan oleh petugas pengawas pangan. Aspek yang diperhatikan oleh petugas pengawas pangan antara lain peragaan produk pangan; peragaan produk beku dan produk dingin, termasuk kontrol suhu yang dilakukan; penempatan produk pangan dan non pangan; penyimpanan produk di gudang, terutama cara penyimpanan produk yang mudah rusak, ketentuan khusus pada label produk; produk yang dicurigai menggunakan bahan tambahan yang dilarang digunakan pada pangan, serta produk kadaluarsa, rusak dan tanpa ijin edar.

Terdapat 11 grup (A s.d. K) pada formulir laporan pemeriksaan Form B (Lampiran 13) yang menjadi acuan penilaian antara lain pimpinan; sanitasi;


(44)

29

infestasi; bangunan/ruangan; perlengkapan peragaan; gudang biasa; gudang dingin; perlengkapan administrasi; pengawasan penanganan; ketentuan khusus; dan produk yang TMS (diuraikan data produk pada lampiran). Tindakan yang dilakukan pada saat pemeriksaan dapat berupa pembinaan; pengambilan sampel; pemanggilan resmi; perintah pengembalian; penyegelan produk, penyitaan produk dan pemusnahan produk. Hasil pemeriksaan sarana distribusi pangan dilaporkan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan dan Bahan Berbahaya Badan POM dengan menggunakan Form RB secara berkala setiap triwulan.

4.1.2.2. Sampling dan Pengujian Produk Pangan yang Beredar

Salah satu kegiatan pengawasan keamanan pangan yang dilakukan oleh Badan POM yaitu dengan melakukan pengawasan terhadap produk pangan yang beredar dengan cara pengambilan sampel produk (sampling) dan pengujian produk di laboratorium untuk melihat kesesuaian produk pangan yang diedarkan. Pengawasan dilakukan oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM melalui Balai Besar/ Balai POM di seluruh Indonesia. Kewenangan Badan POM dalam melakukan sampling pangan sesuai dengan PP No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan pasal 45 yang berisi :

(1) Badan berwenang melakukan pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan yang beredar

(2) Dalam melaksanakan fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan berwenang untuk :

a) mengambil contoh pangan yang beredar dan/atau

b) melakukan pengujian terhadap contoh pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir a

(3) Hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir b : a) untuk pangan segar disampaikan kepada dan ditindaklanjuti

oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan atau kehutanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing;


(45)

b) untuk pangan olahan disampaikan dan ditindaklanjuti oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang perikanan, perindustrian atau Badan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing;

c) untuk pangan olahan tertentu ditindaklanjuti oleh Badan d) untuk pangan olahan hasil industri rumah tangga pangan

dan pangan siap saji disampaikan kepada dan ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pengambilan sampel produk (sampling) dilakukan di sarana produksi pangan dan atau sarana distribusi pangan. Pengambilan sampel produk harus mewakili seluruh kelompok produk yang akan diuji. Oleh karena itu, sampling memerlukan perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan yang komprehensif dan aplikatif agar data yang diperoleh benar, absah, dan valid. Pedoman standar sampling pangan secara umum mengacu pada General Guidelines on Sampling

(CAC/ GL 50-2004) yang disusun oleh Codex Alimentarius Commission (CAC). Pedoman ini dibuat untuk memastikan bahwa prosedur sampling yang sahih dan valid digunakan dalam rangka menguji produk pangan. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan sampling adalah tujuan pengambilan sampel, kemampuan analisis laboratorium, metode analisis yang akan dilakukan, metode pengambilan sampel yang akan dipilih dan jumlah sampel.

Kegiatan sampling merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kualitas pengujian. Untuk melakukan pengujian diperlukan laboratorium yang mampu mendeteksi dan secara kuantitatif menguji besaran bahaya dalam pangan. Pelayanan analitik ilmiah merupakan komponen yang penting dalam sistem pengawasan pangan. Pelayanan ini diberikan oleh laboratorium analitik. Laboratorium harus mempunyai sarana yang memadai dan analis yang kompeten untuk bidang pengujian yang dibutuhkan. Selain itu laboratorium harus mampu mengembangkan metode analisis yang baru untuk menguji food safety measures


(1)

Lampiran 11. Formulir penilaian penerapan cara produksi pangan makanan

yang baik (CPMB) (Form A)

LAPORAN PEMERIKSAAN UMUM SARANA PRODUKSI MAKANAN NO URUT/TAHUN :

BPOM :

FORM A Dasar Pemeriksaan : No. Surat :

Tujuan Pemeriksaan : Rutin/Registrasi/Perizinan/Tindak lanjut/Kasus

NAMA DAN ALAMAT PERUSAHAAN/TELP : NAMA PEMILIK/PIMPINAN/TELP :

Jenis Perusahaan : Izin : UMUR :

BANGUNAN TH

GOLONGAN : PABRIK

JUMLAH : KARYAWAN

NAMA MAKANAN :

TERDAFTAR (MD) : SEMUA/SEBAGIAN/TIDAK NO SP :

Kode B : BAIK C : CUKUP K : KURANG T : TIDAK DIPERLUKAN GRUP A PIMPINAN GRUP I-Pabrik-Pembersihan GRUP O-Gudang dingin 1 Pandangan terhadap

metode pengawasan modern

1 Frekuensi 1 Kebersihan dan keteraturan

2 Kerjasama dengan pengawas

2 Efektifitas 2 Serangan binatang pengerat 3 Penggunaan

detergen/desinfektan

3 Serangan-serangan 4 Fasilitas pembersih 4 Kecukupan peralatan

5 Selang waktu sebelum pendinginan

GRUP B-Sanitasi Lingkungan: Fisik

*GRUP J-Pabrik-Binatang perusak/serangga

GRUP P-Penyimpanan Kemasan produk

1 Semak 1 Tikus 1 Kebersihan dan keteraturan

2 Sampah 2 Binatang pengerat lain 2 Serangan binatang pengerat 3 Tempat sampah 3 Lalat 3 Serangan-serangan 4 Bangunan untuk

perlengkapan

4 Serangga lain 5 Tempat pemeliharaan

hewan

5 Binatang peliharaan 6 Cemaran lain: bau,

asap, debu, barang-barang tidak berguna

6 Penggunaan pestisida dan fungisida

GRUP C-Sanitasi Lingkungan: Pembuangan/ limbah

*GRUP K-Peralatan: GRUP Q-Tindakan pengawasan 1 Saluran air hujan 1 Sanitasi 1 Bahan mentah/baku 2 Kotoran manusia 2 Kecukupan 2 Campuran bahan 3 Pembuangan sampah

padat

3 Desain 3 Bahan tambahan


(2)

bahan tidak terpakai untuk makanan 5 Desinfektan peralatan

yang kontak langsung dengan makanan

5 Produk akhir

6 Penyimpanan/pengiriman

GRUP D-Sanitasi Lingkungan : Infestasi

*GRUP L – Suplai air GRUP R-Bahan mentah dan produk akhir

1 Binatang pengerat 1 Sumber air 1 Penyakit 2 Serangga 2 Pengolahan air 2 Pembusukan

3 Binatang perusak/serangga 4 Penanganan

GRUP E-Pabrik-Umum *GRUP M – Higiene Perorangan GRUP S-Hasil uji swab bakteri 1 Konstruksi 1 Petunjuk tentang

higiene

1 Angka Lempeng 2 Pencegahan serangga 2 Pencucian tangan 2 Staphylococci 3 Memadai sesuai

keperluan

3 Perilaku karyawan (meludah)

3 MPN coliform

4 Pemeliharaan 4 Masker 4 Feccal Strep

5 Keteraturan 5 Sumber-sumber infeksi

6 Kasa 6 Pakaian dan topi

7 Cara-cara hygiene

GRUP E-Pabrik-Ruang Pengolahan

GRUP N-Gudang tidak dingin GRUP T-Tindakan Pengawasan 1 Kebersihan lantai 1 Kebersihan dan

keteraturan

1 Quality assurance 2 Kebersihan dinding 2 Serangan binatang

pengerat

2 Sistem recall 3 Konstruksi dinding 3 Serangan serangga

4 Kebersihan langit-langit

5 Konstruksil langit-langit

*GRUP F-Pabrik-Ruang Pengolahan

GRUP U-Sarana Pengolahan/Pengawetan

1 Kebersihan lantai 1 Sarana

pengolahan/pengawetan

2 Kebersihan dinding 2 Suhu dan waktu

pengolahan/pengawetan 3 Konstruksi dinding

4 Kebersihan langit-langit

5 Konstruksi langit-langit GRUP V-Penggunaan Bahan Kimia 1 Insektisida/rodentisida 2 Bahan kimia


(3)

dan bahan tambahan 1 Fasilitas cuci untuk

karyawan

4 Penggunaan bahan kimia diijinkan

2 Toilet 3 Penerangan

4 Ventilasi GRUP W -Bahan, Penanganan,

Pengolahan

5 PPPK 1 Bahan baku

2 Bahan tambahan Grup H-Pabrik-Pembuangan

sampah

3 Penanganan bahan baku 1 Pembuangan sampah

padat

4 Pengolahan 2 Pembuangan sampah

cair

5 Pewadahan dan atau pengemasan

3 Saluran pembuangan 6 Penyimpanan

4 Tempat sampah 7 Penanganan bahan baku

PENGEMASAN DAN PELABELAN TINDAKAN YANG DILAKUKAN PENILAIAN PENILAIAN JUMLAH 1 Tidak ada 7 Penyegelan TERDAHULU SAAT INI KUNJUNGAN 2 Surat

peringatan

8 Pencabutan nomor pendaftaran 3 Pengambilan

sampel

9 Pencabutan izin produksi 4 Pemanggilan

resmi

10 Penyitaan 5 Perintah

perbaikan

11 Pemusnahan 6 Penghentian

produksi

12 Diajukan ke pengadilan


(4)

Lampiran 12. Formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi makanan dan minuman (Form RA)

REKAPITULASI LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI MAKANAN DAN MINUMAN DI PROVINSI

BULAN : TAHUN: FORM RA

NO NAMA DAN

ALAMAT SARANA PRODUKSI GOL PABRIK NAMA JENIS MAKANAN YANG DIPRODUKSI

HASIL PEMERIKSAA N

N IL A I A K H IR T IN D A K L A N JU T K E T

BSR KCL

PI M PI N A N

SANITASI PABRIK

PE RA L A T A N SU PL A I A IR H IG IE N E P E R O RA N G A N G U D A N G G U D A N G D IN G IN T IN D .PE N G A W A S A N BA H A N B A K U &P R O D U K A K H IR H A SIL L A B SI ST E M P E N G A W A S A N SA R A N A PE N G O L A H A N /PE N G A W E T A N PE N G G U N A A N BA H A N K IMI A BA H A N , P E N A N G A N A N , PE N G O L A H A N PE N G E MA S A N & PE L A BE L A N

MD SP

FISI K L IMB A H IN FE ST A SI U MU M R . PE N G O L A H A N FA SIL IT A S SA MP A H P E MBE RSI H A N IN FE ST A SI


(5)

Lampiran 13. Formulir penilaian pemeriksaan sarana distribusi pangan (Form B)

LAPORAN PEMERIKSAAN SARANA DISTRIBUSI

NO. URUT/TAHUN

:

BPOM

:

DASAR PEMERIKSAAN

:

TUJUAN PEMERIKSAAN: RUTIN/KASUS/TINDAK LANJUT/PROYEK

NAMA DAN ALAMAT PERUSAHAAN/TEL *

:

NAMA PEMILIK/PIMPINAN/TEL

:

NAMA DAN ALAMAT SUPPLIER/TEL

:

**)

NAMA DAN ALAMAT DIST./AGEN/CABANG/TEL

:

**)

GOL SARANA

JML KARYAWAN

IZIN TEMPAT USAHA

:

IZIN PERDAGANGAN :

Kode B : Baik C : Cukup K : Kurang baik T : Tidak diperlukan

GROUP A : PIMPINAN

GROUP G : GUDANG DINGIN

1

Kerjasama dengan pemeriksa

1

Keteraturan

GROUP B : SANITASI

2

Kontrol suhu

1

Kebersihan

3

Pencegahan binatang pengerat

2

Tempat sampah

4

Pencegahan serangga

3

Toilet

GROUP H : PERLENGKAPAN

ADMINISTRASI

GROUP C : INFESTASI

1

Data keluar masuk barang

1

Binatang pengerat

2

Faktur pembelian

2

Serangga

3

Faktur penjualan

GROUP D : BANGUNAN/RUANGAN

GROUP I : PENGAWASAN

PENANGANAN

1

Konstruksi

1

Penggunaan

insektisida/rodentisida

2

Pencegahan binatang pengerat

2

Mutu barang masuk

3

Pencegahan serangga

3

Makanan rusak

4

Pemeliharaan

GROUP J : KETENTUAN KHUSUS

5

Keteraturan

1

Lokasi

GROUP E : PERLENGAKAPAN PERAGAAN

2

Izin minuman keras

1

Tata letak produk

3

Tanda peringatan khusus

2

Lemari penyimpanan

GROUP K : PRODUK YANG TMS ***)

3

Lemari pendingin

1

Bahan tambahan

4

Kontrol lemari pendingim

2

Makanan rusak

GROUP F : GUDANG BIASA

3

Daluwarsa

1

Keteraturan

4

Label menyimpang

2

Pencegahan binatang pengerat

5

Tanda khusus

3

Pencegahan serangga

6

Minuman keras TTD

4

Ventilasi

7

Makanan tidak terdaftar

TINDAKAN

YG

DILAKUKAN

PD

SAAT

PEMERIKSAAN :

8

Lain-lain : sebutkan

1

Pembinaan

KESIMPULAN/SARAN TINDAK

LANJUT :

2

Pengambilan sampel

3

Pemanggilan resmi

4

Perintah pengembalian/Retour


(6)

6

Penyitaan produk

7

Pemusnahan produk

PENILAIAN

PENILAIAN

KUNJUNGAN

TERDAHULU

SAAT INI

Ke :

TGL :

HASIL

HASIL :

Mengetahui

Pemilik Sarana

…………, Tanggal………….20……

Pemeriksa

1………..

2………..

3………..

4………..