Effectiveness Authority Control of The National Library of Indonesia

(1)

LILIES FARDHIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir Efektivitas Authority control Perpustakaan Nasional RI, adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini.

Bogor, Desember 2011

Lilies Fardhiyah NRP G652080025


(3)

ABSTRACT

LILIES FARDHIYAH. Effectiveness Authority Control of The National Library of Indonesia. Under direction of AZIZ KUSTIYO, SONY HARTONO WIJAYA and MUSTANGIMAH.

Many parties realize that the major problem has shifted from how to access information into select information. Increased collection and information make this activity can‟t be done manually. To solving it, librarian developed a system to control and find term each other called authority control. The concept of this system is controlling the term with a specific structure and designed to control synonyms, to distinguish homograph, cross-reference have the same meaning and terms are not used. A good data base authority is the key for effective searching in the catalogue. The purpose of this study is to analyze term structure relationships and to devise a concept of effective authority to the National Library by referring to the concept of Library of Congress Authorities. This research uses quasi-experimental methods that combined with comparative, by testing search term on the National Library of Indonesia authority and compare with the Library of Congress Authorities. It was found that term structure relationship on the authority of the National Library of Indonesia has not been functioning properly, as evidenced still not appropriate with the authority control procedure. From processing data got by conclusion that ratio of effective searching at Library of Congress is 47.23%, while at National Library of Indonesia is 21.89%. Pursuant to this research result is suggested to re-structure terms relationship on the authority National Library of Indonesia and integrate the catalogue and the authority database.


(4)

RINGKASAN

LILIES FARDHIYAH. Efektivitas Authority control Perpustakaan Nasional RI. Dibimbing oleh AZIZ KUSTIYO, SONY HARTONO WIJAYA dan MUSTANGIMAH.

Adanya perubahan pola penelusuran informasi oleh pengguna dari menemukan informasi ke mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan maka diperlukan sebuah sistem temu kembali yang lebih efektif untuk menelusur koleksi yang ada. Authority control dikembangkan untuk memudahkan penelusuran dan berfungsi untuk mengendalikan istilah dengan struktur yang spesifik dan dirancang untuk mengontrol sinonim, membedakan homograf, saling rujuk antar istilah yang memiliki makna sama, dan istilah yang sudah tidak digunakan. Authority control dirancang dengan menggabungkan konsep thesaurus

dan tajuk subjek. Pangkalan data authority yang baik merupakan kunci dalam efektivitas penelusuran OPAC. Meskipun OPAC sudah dilengkapi dengan kata kunci dan boolean, namun tanpa keunikan dan keseragaman istilah (konsistensi) serta fungsi cross-reference penelusuran akan tetap tidak optimal. Sehingga dalam prakteknya, sebuah sistem authority akan efektif jika struktur keterkaitan istilah dalam sistem tersebut sudah berfungsi dengan baik.

Tujuan dari penelitian ini adalah, menganalisis struktur keterkaitan istilah pada authority Perpustakaan Nasional RI dan membuat rancangan konsep

authority yang efektif untuk PNRI dengan merujuk pada konsep Library of Congress Authorities (LCA).

Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimental yang dikombinasikan dengan penelitian komparatif, yakni dengan melakukan uji coba penelusuran keterkaitan antar istilah pada authority PNRI dan Library of Congress Authorities. Selain itu dilakukan pula pengujian efektivitas dengan melakukan pencarian istilah pada pangkalan data OPAC PNRI yang belum menggunakan fasilitas authority dan pangkalan data OPAC Library of Congress

yang telah menggunakan fasilitas authority. Kedua hasil penelusuran istilah tadi kemudian di bandingkan, lalu dilakukan analisis untuk mendapatkan struktur dan kesesuaian dengan prosedur subject authority control.

Pengumpulan data dilakukan dengan meminta sejumlah pertanyaan kepada pengguna, yakni peneliti yang sedang melakukan penelusuran informasi di Perpustakaan Nasional. Pertanyaan tersebut kemudian dinyatakan dalam bentuk istilah. Setiap istilah yang digunakan dalam proses penelusuran hasilnya berupa sejumlah data katalog. Perolehan data tersebut lalu dicatat serta dibuat kolom dan tabel perolehan penelusuran yang selanjutnya dilakukan penilaian relevansi oleh pengguna. Jumlah pertanyaan yang didapat sebanyak 11 daftar pertanyaan yang diturunkan menjadi 54 istilah. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah struktur keterkaitan istilah pada pangkalan data authority, jumlah dokumen yang ditemukan pada OPAC, dan tingkat relevansi dokumen yang ditemukan.

Hasil penelusuran istilah pada OPAC PNRI ditemukan dokumen sejumlah 5218 dokumen, dengan prosentase yang sangat relevan rata-rata 5.81%, kurang relevan rata-rata 16.09%, sedangkan yang tidak relevan rata-rata 63.29%. Penelusuran pada OPAC Library of Congress ditemukan dokumen sejumlah 2788


(5)

dokumen, dengan prosentase yang sangat relevan rata-rata 16.45%, kurang relevan berkisar rata-rata 34.15%, yang tidak relevan rata-rata 37.95 %. Pengukuran ketepatan temu kembali pada Library of Congress 47.24%, sedangkan OPAC Perpustakaan Nasional 21.90%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterkaitan istilah pada authority

Perpustakaan Nasional tidak sesuai dengan prosedur subjek authority control

dimana tidak adanya fungsi cross-reference dan tidak dapat menjelaskan hubungan yang terjadi, apakah hubungan antar istilah itu merupakan hubungan ekuivalen, hierarkis atau asosiatif. Rancangan konsep authority yang efektif untuk Perpustakan Nasional adalah terintegrasinya authority dengan proses katalogisasi dokumen. sehingga memenuhi fungsi kolokatif katalog.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

EFEKTIVITAS AUTHORITY CONTROL

PERPUSTAKAAN NASIONAL RI

LILIES FARDHIYAH

G652080025

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Teknologi Informasi untuk Perpustakaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

(9)

Judul : Efektivitas Authority Control Perpustakaan Nasional RI

Nama : Lilies Fardhiyah

NRP : G652080025

Program Studi : Teknologi Informasi untuk Perpustakaan

Disetujui, Komisi Pembimbing

Aziz Kustiyo, S.Si., M.Kom. Ketua

Sony Hartono Wijaya, S.Kom., M.Kom. Ir. Mustangimah, M.Si.

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi MTP Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Aziz Kustiyo, S.Si., M.Kom. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui beasiswa yang penulis terima dari Perpustakaan Nasional RI, meskipun dengan perjuangan yang tidak mudah karena penulis harus mengerahkan segala daya, upaya, pikiran dan waktu untuk mencapainya. Penelitian ini berjudul Efektivitas Authority Control Perpustakaan Nasional RI. Penelitian dilaksanakan bulan Januari – Juli 2011. Lokasi penelitian ini bertempat di instansi dimana penulis bekerja yaitu di Bidang Pengolahan Bahan Pustaka, Perpustakaan Nasional RI yang berlokasi di jalan Salemba Raya No. 28 A Jakarta. Penulis menyadari bahwa untuk menyelesaikan penulisan karya ilmiah yang sempurna tidak mudah, untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Aziz Kustiyo, S.Si., M.Kom, Bapak Sony Hartono Wijaya, S.Kom., M.Kom dan Ibu Ir. Mustangimah, M.Si. selaku pembimbing atas arahan dan masukannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Ir. Janti G. Sujana, MA selaku penguji pada sidang tugas akhir serta rekan-rekan di kampus mau pun di Perpustakaan Nasional RI, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan ridho-Nya pada setiap niat baik kita. Amin.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2011 Lilies Fardhiyah


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 1 Desember 1974 yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Fuad Arsyad (Alm) dan ibu Nadidah (Alm). Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan kuliahnya di jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran Bandung dengan gelar sebagai Sarjana Sosial. Setelah mendapatkan gelar sarjananya tersebut penulis sempat bekerja di PT. Bonet Utama sampai dengan tahun 2000, kemudian bekerja di PT. CMS. Pada tahun 2006 penulis menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pada tahun 2008 penulis mendapatkan beasiswa pendidikan pascasarjana di Institut Pertanian Bogor yang diperoleh dari institusi tempat penulis bekerja.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Roadmap penelitian ... 8

2.2. Authority Control ... 9

2.2.1. Definisi ... 10

2.2.2. Fungsi dan kegunaan ... 11

2.2.3. Komponen Authority Control ... 14

2.2.4. Perkembangan Authority Control ... 15

2.3. Hubungan Antar Istilah ... 17

2.4. MARC ... 20

2.5. Tajuk Subjek ... 26

2.6. Thesaurus ... 28

2.7. Efektivitas Temu Kembali ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31

3.1. Metode Penelitian ... 31

3.2. Subjek dan Objek penelitian ... 33

3.3. Populasi dan sampel ... 33

3.4. Variabel penelitian ... 33

3.5. Pengumpulan data ... 33

3.5.1. Prosedur Subject Authority Control ... 34

3.5.2. Penilaian Relevansi ... 38

3.6. Pengolahan data ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39


(13)

4.1.1. Deskripsi Basis Data ... 39

4.1.2. Perbandingan Efektiftas Authority PNRI dengan LC ... 44

4.1.2.1. Kebutuhan Informasi Pengguna ... 44

4.1.2.2. Istilah dan Strategi Pencarian ... 46

4.1.2.3. Kesesuaian Hasil Eksperimen dengan Prosedur... 46

4.1.2.4. Hasil Temu Kembali ... 47

4.2. Rancangan Authority yang Efektif ... 54

4.2.1. Keterkaitan Istilah ... 54

4.2.2. Hasil Pengujian Keterkaitan Istilah dengan authority pada OPAC 55 4.2.3. Rancangan Konsep Authority yang Efektif ... 60

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1. Simpulan ... 63

5.2. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Keluasan cakupan konsep pencarian ... 19

2. Diagram alur penelitian ... 32

3. Prosedur subject authority control ... 36

4. Proses indeks thesaurus otomatis, Dym (1985) ... 37

5. Sebaran data authority Library of Congress ... 40

6. Sebaran data authority Perpustakaan Nasional ... 40

7. Halaman depan Library of Congress Authorities ... 42

8. Halaman penjelasan Library of Congress Authorities ... 42

9. Halaman panduan untuk melakukan penelusuran dengan berbagai pola penelusuran authority ... 43

10. Halaman Frequently Ask Question (FAQ) pada Library of Congress Authorities ... 43

11. Halaman depan authority Perpustakaan Nasional RI... 44

12. Hasil penelusuran istilah “KEBERSIHAN” pada authority PNRI ... 47

13. Grafik hasil penelusuran istilah ... 48

14. Hasil penelusuran istilah "SANITASI" pada authority PNRI ... 55

15. Saling rujuk antar istilah pada OPAC Library of Congress ... 57

16. Hasil penelusuran pada authority PNRI ... 57

17. Hasil penelusuran istilah “NAKAL” pada authority PNRI ... 59

18. Hasil penelusuran istilah “NAKAL” pada OPAC PNRI ... 60

19. Skema pangkalan data katalog dan pangkalan data authority ... 61

20. Skema penggabungan pangkalan data katalog dan authority ... 61


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kelompok Tengara ... 23

2. Kode ruas 4XX dan 5XX ... 24

3. Kode ruas 7XX ... 24

4. Ruas pertukaran data antara authority dan bibliografis ... 25

5. Matriks Recall and Precision ... 30

6. Panduan penilaian relevansi ... 38

7. Daftar kebutuhan informasi pengguna ... 45

8. Hasil perbandingan penelusuran ... 48

9. Jumlah dokumen yang ditemukan pada penelusuran OPAC Library of Congress ... 50

10. Jumlah dokumen yang ditemukan pada penelusuran OPAC Perpustakaan Nasional RI ... 52


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Pedoman Penilaian Relevansi ... 677 2. Strategi Pencarian... 72


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perpustakaan sebagai lembaga penyedia informasi, sudah sejak lama memiliki sarana penelusuran informasi yaitu dengan menggunakan katalog sebagai sarana temu balik informasi. Katalog perpustakaan yang dikelola dengan baik berdasarkan peraturan katalogisasi yang sesuai dengan kebutuhan perpustakaan serta dianut secara taat azas, memungkinkan pemakai perpustakaan menemukan informasi yang dibutuhkannya melalui berbagai cara pendekatan. Cara pendekatan yang banyak digunakan antara lain melalui : judul, pengarang atau subjek. Ketiga pendekatan tersebut selama ini yang menjadi acuan untuk temu kembali dokumen di rak penyimpanan. Berbagai pendekatan ini menandakan bahwa fungsi utama perpustakaan adalah menyajikan dan memberikan pelayanan informasi seluas-luasnya kepada sebanyak-banyaknya pengguna dapat tercapai.

Seiring dengan perkembangan teknologi yang ada dan dengan mulai berkembangnya Online Public Access Catalogue (OPAC) dan katalog online, maka diperlukan sebuah sistem temu kembali yang lebih efektif untuk menelusur koleksi yang ada. Ketiga titik akses temu kembali informasi di perpustakaan meskipun sudah cukup memadai, namun masih banyak pengguna yang tidak dapat menemukan dokumen yang benar-benar sesuai dengan keinginannya. Dengan jumlah dokumen yang sangat banyak dengan subjek yang sama, nama penulis yang sama namun menulis buku dengan subjek berbeda, membuat waktu yang diperlukan untuk menemu-balik dokumen yang diperlukan semakin lama. Untuk memudahkan penelusuran perpustakaan kemudian mengembangkan sebuah sistem untuk mengendalikan istilah atau authority control yang dapat saling menghubungkan istilah yang memiliki arti dan makna yang sama.

Konsep authority control dalam sistem katalogisasi bahan pustaka adalah untuk memenuhi salah satu fungsi katalog, yaitu fungsi kolokatif. Seperti diketahui, katalog dalam perpustakan memiliki 2 fungsi, yaitu :


(18)

1. Sebagai sarana yang memungkinkan seseorang menemukan suatu bahan pustaka tertentu melalui pendekatan pengarang, judul atau subjek.

2. Sebagai sarana pengumpul, yang berarti memungkinkan pemustaka untuk mengetahui apakah ada karya tertentu dari pengarang tertentu yang menjadi koleksi perpustakaan.

Tujuan dibuatnya authority control adalah untuk meningkatkan hasil temu kembali dengan menyediakan konsistensi pada bentuk-bentuk tajuk yang digunakan, untuk mengidentifikasi pengarang, badan korporasi, wilayah, judul seragam, seri dan subjek. Authority control dirancang dengan menggabungkan konsep thesaurus dan tajuk subjek. Sulistyo-Basuki (2009) menjelaskan perbedaan thesaurus dengan tajuk subjek, dilihat dari segi struktur, sebuah

thesaurus memaparkan melalui struktur sinonim, hubungan hierarkis dan lainnya antara istilah-istilah yang bersama-sama membentuk sebuah bahasa pengindeksan. Sedangkan tajuk subjek tidak menjelaskan secara eksplisit hubungan hierarkis masing-masing tajuk subjek karena senarai tajuk subjek merupakan daftar tajuk subjek yang disusun menurut abjad.

Marais (2004) menyebutkan bahwa tanpa authority control proses pencarian informasi di perpustakaan tidak akan efektif. Ferguson (2005) juga menyebutkan bahwa penelusuran melalui pengarang dan subjek tidak akan efisien jika tidak ada fungsi cross-reference dan konsistensi dalam penentuan istilah. Fungsi cross-reference dan konsistensi ini merupakan keunggulan dari authority control, sehingga pada saat pengguna melakukan penelusuran dengan istilah yang berlainan/memiliki arti yang sama tetapi bukan merupakan istilah kendali, maka akan di arahkan pada subjek yang merupakan istilah kendali.

Dalam authority control melekat struktur seperti pada thesaurus, yakni adanya istilah-istilah yang dipergunakan untuk menyatakan hubungan hierarkis dari masing-masing deskriptor. Hubungan hierarkis tersebut berupa See/Lihat, See Also (SA)/Lihat Juga (LJ), Scope Note (SN)/Ruang Lingkup (RL), Used For

(UF)/Gunakan Untuk (GU), Broader Term (BT)/Istilah Luas (IL), Narrower Term

(NT)/Istilah Sempit (IS), dan Related Term (RT)/Istilah Berkait (IB). Hubungan ini membuat suatu subjek bisa terlihat keterkaitannya dalam sebuah blok kata (word block), dengan blok kata ini pengguna pada saat melakukan temu kembali


(19)

informasi diberikan alternatif untuk menelusur informasi dengan subjek yang saling berhubungan dan mengidentifikasikan istilah tambahan untuk pencarian.

Sulistyo-Basuki (2009) menyebutkan tiga macam hubungan dalam authority control, yaitu :

1. Hubungan ekuivalensi, yang menunjukkan antar istilah terpilih dan tidak terpilih, mencakup hubungan sinonim dan kuasisinonim. Hubungan ini dinyatakan dengan See/Lihat, See Also (SA)/Lihat juga (LJ),

Use/Gunakan dan Used for (UF)/Gunakan Untuk (GU)

2. Hubungan hierarkis, hubungan antara konsep umum dan khusus. Hubungan ini dinyatakan dengan Broader Term (BT) / Istilah Luas (IL) dan Narrower Term (NT) / Istilah Sempit (IS)

3. Hubungan asosiatif, hubungan antar istilah yang tidak ekuivalen namun secara semantik dan konseptual saling berhubungan. Hubungan ini dinyatakan dengan Related Term (RT) / Istilah Berkait (IB)

Selain untuk mengendalikan subjek, authority control juga berfungsi untuk mengendalikan nama (orang, wilayah, badan korporasi/lembaga negara, judul seragam).

Untuk memudahkan penelusuran perpustakaan kemudian mengembangkan sebuah sistem untuk mengendalikan istilah (authority control). Adapun lembaga yang pertama kali mengembangkan authority control adalah Library of Congress

(LC). LC mengembangkan Library of Congress Authorities (LCA) dengan berpedoman pada Library of Congress Subject Heading (LCSH). LCSH dibuat oleh United States Library sebagai daftar terminologi yang digunakan sebagai tajuk kendali pada katalog perpustakaan, setiap tajuk kendali dilengkapi dengan hierarki istilah. Tujuan dari pembuatan Library of Congress Subject Heading

untuk memudahkan penelusuran dokumen di perpustakaan, sebab Subject Heading merupakan salah satu cara untuk pengendalian bibliografiss pada katalog. Jika LCSH digunakan secara manual, LCA merupakan bentuk lain LCSH yang telah dikembangkan menjadi sistem pengendali otomatis dalam penentuan tajuk dan penelusuran pada Library of Congress Online Catalog.

Sesuai dengan fungsinya yakni sebagai authorities (pengendali), Library of Congress Authorities dirancang dengan konsep pengendalian kosakata atau istilah


(20)

dengan struktur yang spesifik dan dirancang untuk mengontrol sinonim, membedakan homograf, saling rujuk antar istilah yang memiliki makna sama, dan istilah atau kosakata lama yang sudah tidak digunakan, sehingga pada saat

melakukan penelusuran, pengguna dapat menemukan informasi yang

dibutuhkannya dengan cepat dan tepat. Berdasarkan rekomendasi International of Federation of Library Associations and Institutions (IFLA) dan Unesco pada

tahun 1974 yang menyatakan “…each national bibliographic agency should maintain an authority control system for national names, personal and corporate, and uniform titles, in accordance with international guidelines”, menyebabkan kegiatan authority ini tidak hanya dilakukan oleh Library of Congress saja namun dilakukan pula oleh beberapa perpustakaan lainnya, misalnya Deutsche National bibliothek, Bibliothèque nationale de France, Biblioteca Nacional de Portugal, National Library of Australia, Bibliotheca Alexandrina (Library of Alexandria, Egypt), Biblioteca Nacional de España (National Library of Spain), termasuk Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI).

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia adalah lembaga yang memiliki tugas dan fungsi serupa dengan Library of Congress yaitu sebagai perpustakaan negara yang memiliki tugas menyimpan data dan informasi negara. Hal ini sesuai dengan visi dan misi dari Perpustakaan Nasional RI, yakni terdepan dalam informasi pustaka, menuju Indonesia gemar membaca. Sedangkan misi yang diemban oleh Perpustakaan Nasional RI adalah (1) Mengembangkan koleksi perpustakaan di seluruh Indonesia (2) Mengembangkan layanan informasi perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dan (3) Mengembangkan infrastruktur melalui penyediaan sarana dan prasarana serta kompetensi SDM.

Sejalan dengan visi dan misi tersebut, Perpustakaan Nasional RI berupaya meningkatkan layanan yang lebih baik kepada penggunanya, yaitu dengan mengembangkan sistem penyimpanan dan temu kembali informasi yang tepat dan efektif. Salah satu upaya tersebut adalah mengembangkan sistem authority. Kegiatan authority ini dimulai sejak tahun 2009. Jika authority file pada LC merujuk pada Library of Congress Subject Heading, maka authority file pada authority PNRI merujuk pada Daftar Tajuk Subjek Perpustakaan Nasional.


(21)

Meskipun mengacu pada LCA, namun authority PNRI tidak mungkin sama persis dengan LCA. Dikarenakan adanya beberapa keterbatasan terutama untuk masalah bahasa dan geografis, LCA tidak sepenuhnya dapat digunakan di Indonesia. Untuk itu, Perpustakaan Nasional berupaya untuk mengembangkan pangkalan data authority sendiri.

Pangkalan data authority yang baik merupakan kunci dalam efektivitas penelusuran OPAC. Meskipun OPAC sudah dilengkapi dengan kata kunci dan

boolean, namun tanpa keunikan dan keseragaman istilah (konsistensi) serta fungsi

cross-reference penelusuran akan tetap tidak optimal. Seperti dikemukakan oleh Marais (2004) yang mengutip dari Helmer (1990) The reason for such interest stems, in part, from the realization that authority control is the key to ensuring optimum retrieval of bibliographic data from the online catalog, even in catalog provide sophisticated searching features like right hand and truncation and booleaan keyword searching. Helmer juga mengutip Burger yang menyatakan ...

the consistency among unique headings, interrelated through a cross-reference structure, that is always at stake as the ongoing process of authority

Dalam prakteknya, sebuah sistem authority akan efektif jika struktur keterkaitan istilah dalam sistem tersebut sudah berfungsi dengan baik. Karena konsep authority PNRI mengacu pada LCA maka seharusnya urutan hasil penelusuran istilah yang didapat pada authority PNRI sama dengan hasil penelusuran istilah pada LCA.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka permasalahan dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana efektivitas authority yang dikembangkan oleh PNRI dibandingkan dengan konsep authority yang dirancang oleh Library of Congress Authorities.

2. Bagaimana rancangan konsep authority yang efektif untuk Perpustakaan Nasional RI


(22)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis efektivitas authority Perpustakaan Nasional RI dibandingkan dengan Library of Congress Authorities.

2. Membuat rancangan konsep authority yang efektif untuk Perpustakaan Nasional RI dengan merujuk pada konsep Library of Congress Authorities.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh yaitu :

1. Sebagai tambahan referensi bidang ilmu perpustakaan, khususnya yang berhubungan dengan authority control dan temu kembali informasi

2. Sebagai rujukan dalam mengembangkan authority Perpustakaan Nasional RI.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Authority control dalam temu kembali informasi biasanya digunakan untuk nama orang, nama badan korporasi, nama wilayah / geografis, judul seragam, judul seri dan subjek. Penelitian ini didasarkan asumsi bahwa database katalog yang sudah terintegrasi dengan authority hasil penelusurannya lebih efektif daripada database katalog yang tidak terintegrasi dengan authority. Penelitian dibatasi pada subject authority control saja, dengan pertimbangan bahwa pengguna lebih sering menelusur suatu dokumen melalui subjek. Selain itu,

subject authority control lebih kompleks jika dibandingkan dengan yang lainnya. Kompleksitas ini disebabkan pada subjek melekat sebuah sifat yang harus mampu menggambarkan subjek itu sendiri baik itu perbedaan dalam terminologi, ketidaksesuaian antara pengguna dan istilah kendali pada tajuk subjek, serta adanya struktur hierarki (hubungan antar istilah, yang di nyatakan dengan Broader Term (BT) / Istilah Luas (IL), Narrower Term (NT)/ Istilah Sempit (IS), Related Term (RT)/ Istilah Berkait (IB) dan sinonim).


(23)

Ruang lingkup penelitian :

Penelitian akan dilaksanakan di Bidang Pengolahan Bahan Pustaka, Pusat Pengembangan dan Pengolahan Bahan Pustaka, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Penentuan subjek dilakukan oleh peneliti yang sedang melakukan penelitian di Perpustakaan Nasional dan ditentukan secara sembarang.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Roadmap penelitian

Dari penelitian mengenai authority control yang pernah dilakukan antara lain oleh Dalrymple & Younger (1991), CannCasciato & Wise (2005), Jung-ran (2007) dan Lovins (2008). Dalrymple & Younger, menyarankan penggabungan antara authority control dengan pola penelusuran yang telah ada (Boolean), agar informasi yang didapat dari hasil penelusuran lebih relevan. Namun, untuk menghasilkan sebuah indeks subjek yang baik, diperlukan adanya evaluasi pada pustakawan yang menanganinya. CannCasciato & Wise (2005), menyarankan perlunya evaluasi terhadap pustakawan yang membuat indeks subjek, sehingga ada kesepakatan antara pengguna dan pustakawan dalam hal penanganan struktur

subject authority. Selain itu, Jung-ran (2007) juga mengemukakan konsep cross-reference antar bahasa dan budaya untuk nama dan subjek akses. Hal ini dilakukan dengan membuat metadata terstruktur pada katalog perpustakaan, sehingga baik nama atau subjek yang ditelusur dapat saling terhubung meskipun ada perbedaan bahasa. Lovins (2008) menyebutkan perlu adanya suatu kerjsama internasional yang menangani authority control, dengan dibentuknya Virtual International Authority File (VIAF) diharapkan dapat meminimalisasi ketidakkonsistenan dalam hal penamaan orang atau nama lembaga dan ketepatan subjek sebagai titik akses pada perpustakaan.

Dari uraian tersebut, penulis melakukan kajian mengenai authority control, ditambah lagi penelitian tentang authority di Indonesia masih sangat minim dan baru dilakukan satu kali oleh Hariyadi (1986) dan itupun masih bersifat tradisional yakni tentang pemakaian authority control pada kartu katalog yang ada di perpustakaan fakultas-fakultas di Universitas Indonesia. Mengingat Perpustakaan Nasional Indonesia juga memiliki tugas sebagai pengendali dan pengawas bibliografis di Indonesia, maka sudah seharusnya memiliki authority file yang baik. Selain itu, banyaknya suku bangsa di Indonesia juga seharusnya merupakan tantangan tersendiri untuk mengembangkan name authority yang khas Indonesia. Dari kajian Jung-Ran (2007) penulis mendapatkan ide untuk melakukan kajian


(25)

temu kembali informasi melalui subject authority, mengingat pengguna biasanya lebih sering melalukan pencarian melalui subjek, yang menjadi kajian utama penelitian ini adalah struktur keterkaitan antar istilah pada authority perpustakaan nasional. Dengan adanya keterkaitan antar istilah diharapkan dapat menuntun pengguna untuk menemukan informasi yang diperlukan, dengan struktur hierarki yang melekat pada authority pengguna dituntun agar tidak kesulitan dalam proses temu kembali. Ditambah lagi dengan adanya perubahan trend pencarian informasi yang dilakukan oleh pengguna seperti dikemukakan oleh Denholm (2008) dalam penelitiannya, ia menyebutkan adanya perubahan pola penelusuran informasi oleh pengguna dari menemukan informasi ke mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan. Untuk mendapatkan informasi yang sesuai tentu dibutuhkan suatu sistem yang dapat membedakan satu istilah dengan istilah lainnya, yakni dengan authority control. Oleh karena itu, penulis mencoba melakukan analisis keterkaitan istilah dan untuk menguji ketepatan dilakukan perhitungan efektivitas terhadap hasil temu kembali informasi pada dua pangkalan data yang berbeda, yakni pada OPAC PNRI yang belum mengintegrasikan authority control dan OPAC Library of Congress yang telah terintegrasi dengan authority control.

2.2. Authority Control

Istilah authority control adalah istilah yang dipakai dalam ilmu perpustakaan. Dari literatur tidak diperoleh keterangan kapan istilah authority control pertama kali digunakan, namun konsep authority control ini sudah sejak lama dikenal oleh pustakawan. Dikutip dari Hariyadi (1986), Charles Amy Cutter dalam bukunya Rules for a Dictionary Catalog telah mengemukakan istilah

authority control ini. Namun demikian, istilah authority control lebih dikenal dengan istilah authority file dan authority list. Library of Congress sudah membuat daftar dan melakukan kegiatan authority ini sejak tahun 1889. Dalam kegiatan authority control ini, karya penulis baik itu penulis tunggal atau badan korporasi akan terkumpul pada satu lokasi tertentu. Sehingga akan memudahkan pustakawan dalam pencariannya.

Istilah authority control sendiri belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Dalam Kamus Istilah Perpustakaan dan Dokumentasi hanya terdapat


(26)

beberapa istilah yang menggunakan kata authority, yaitu author authority list

(Daftar kendali pengarang), authority card (Kartu kendali), authority entry (Entri kendali), name authority file (Jajaran kendali nama).

Authority control merupakan bentuk temu balik yang konsisten dari istilah unik yang digunakan sebagai istilah kendali dan penggunaan cross reference dari istilah yang tidak digunakan namun saling terkait. Dalam penelusuran dengan bantuan authority control, pengguna diarahkan pada karya penulis, judul seri dan subjek yang memiliki kesamaan topik. Melalui fasilitas see dan see also, authority control menciptakan struktur yang saling terhubung satu dengan lainnya dan memandu pengguna untuk menemukan istilah dan dokumen yang dicari. Referensi see memberitahukan pengguna bahwa informasi yang sedang dicari akan ditemukan tidak dalam istilah atau kosakata yang dimaksud, tetapi dapat ditemukan pada istilah berbeda yang digunakan sebagai istilah kendali pada pangkalan data. Referensi see also menunjukkan hubungan antar subjek. Dua konsep ini, istilah kendali dan cross reference merupakan pilar utama authority control. Adanya kedua konsep ini membuat akses pencarian dokumen semakin efisien dan akurat pada pangkalan data.

2.2.1. Definisi

Avram, seperti dikutip dari Hariyadi (1986) mendefinisikan authority control sebagai berikut :

“Authority control is a process for insuring consistency of headings in a library catalog…“

Menurut Avram, proses authority control mencakup tiga kegiatan, yaitu :

1. Menetapkan bentuk nama yang akan dipakai sebagai tajuk, berpedoman pada standar atau peraturan tertentu

2. Memperlihatkan adanya bentuk nama-nama yang berhubungan karena penggunaan bentuk nama yang berbeda-beda oleh satu orang, dan karena pemakaian nama lama atau nama baru.

3. Mendokumentasikan keputusan-keputusan yang diambil (seperti disebut pada butir 1 dan 2) dengan cara membuat kartu kendali.


(27)

Dalam penelitiannya, Hariyadi (1986) juga mengutip dari Bulaong yang mendefinisikan authority control sebagai berikut :

Authority control can be defined as the functions involved in establishing, maintaining and using authority files which contain authoritative forms of headings for access points used in bibliographic records.

Hariyadi (1986) sendiri mendefinisikan authority control sebagai berikut :

Authority control adalah suatu proses yang meliputi kegiatan menetapkan, membuat dan menggunakan jajaran kendali, yaitu suatu jajaran tajuk atau titik cari yang otoritasnya terpercaya. Titik cari yang dimaksud adalah titik cari yang ditetapkan dalam rekaman bibliografis, dalam hal ini katalog perpustakaan.

Library of Congress sendiri dalam situs resminya (http://authorities.loc.gov) tidak menggunakan istilah authority control tetapi menggunakan istilah authority records. Library of Congress mendefinisikan authority records sebagai berikut :

An authority record is a tool used by librarians to establish forms of names (for persons, places, meetings, and organizations), titles, and subjects used on bibliographic records. Authority records enable librarians to provide uniform access to material in library catalogs and to provide clear identification of authors and subject headings.

Dengan kata lain, authority record merupakan alat atau sarana bagi pustakawan untuk menentukan keseragaman akses pada katalog dan untuk memberikan identitas yang jelas dari penulis dan subjek. Selain itu, authority record juga menyediakan referensi silang untuk mengarahkan pengguna ke istilah kendali yang digunakan dalam katalog, misalnya pencarian dengan menggunakan kata hewan, margasatwa akan diarahkan ke istilah resmi yang digunakan, yaitu binatang.

2.2.2. Fungsi dan kegunaan

Dalam penelitiannya, Elvina (2008) menyebutkan bahwa authority control

bertujuan untuk meningkatkan temu kembali dengan menyediakan konsistensi pada bentuk-bentuk tajuk yang digunakan untuk mengidentifikasi pengarang, nama tempat, judul seragam, seri dan subjek.


(28)

Disebutkan pula oleh Elvina (2008) fungsi dari authority control adalah :

- Memastikan titik-titik temu unik dan konsisten dalam isi dan bentuk. - Menyediakan suatu jaringan yang menghubungkan berbagai tajuk dan

tajuk yang berhubungan pada katalog.

- Meningkatkan ketepatan dan perolehan dalam penelusuran pangkalan data.

Selain itu, dalam bukunya, Ferguson (2005) menyebutkan bahwa :

Authority control identifies the establish form for heading for persons, corporate bodies, geographical names, uniform titles, series titles, subject headings off all types including topical, and any combination of these. It provides the reasons for the particular heading chosen and for alternate forms of the heading, terms used previously, and broader, narrower, and/ or related term

Disebutkan juga bahwa dengan adanya keseragaman istilah akan membuat penelusuran di perpustakaan menjadi semakin efisien dan akurat. Dengan mengaplikasikan authority control pada katalog online (OPAC) memungkinkan pengguna untuk menelusur dengan pengarang atau istilah yang umum meskipun bukan merupakan istilah kendali. Dengan adanya authority control akan memudahkan pengguna dalam menelusur informasi.

Authority control memiliki beberapa kegunaan, dalam bukunya Olson (2001) menyebutkan beberapa kegunaan dari controlled vocabularies. Meskipun tidak menggunakan istilah authority control, namun hal ini sesuai dengan kegunaan authority control, yaitu :

- It increase the probability that both indexer and inquirer will express a particular concept in the same way, so as to improve the matching process, and enable the inquirer to find what is being looked for.

- It increase the probability that both and searcher can be led to a desired topic by the syndetic features : “broader term”, ”narrower term”, “related term” or “see” and “see also”.

- It increase the probability that the same term will be used by different indexer at different times, to ensure (inter-indexer) consistency.

- It helps searchers to focus their thoughts when they approach the information system without a full and precise realization of what information they need.

Dari uraian diatas dapat disebutkan beberapa kegunaan dari authority control yaitu sebagai pengendali istilah dalam pencarian informasi. Dengan adanya istilah kendali memungkinkan keseragaman dalam menentukan tajuk


(29)

subjek di katalog. Dengan adanya keseragaman, membuat adanya konsistensi dari pustakawan dalam penentuan titik akses informasi. Selain itu, adanya fasilitas

cross reference dan istilah kendali pada authority control akan membuat temu kembali informasi menjadi semakin efisien. Marais (2004) mengutip dari Taylor (1984) mendefinisikan authority control as the process of maintaining consistency in headings in bibliographic file through reference ton an authority file,

sedangkan Clack (1990) dan McDonald (1985) menyebutkan bahwa viewed uniqueness, standardization and links between variant forms of heading as the foundation for authority control.

Dalam penelitiannya, Marais (2004) mengidentifikasikan beberapa keuntungan dari authority control, yaitu :

1. Authority files lead to better recall

Dengan menggunakan authority file hasil penelusuran pada pangkalan data menjadi lebih tepat dan akurat

2. Authority files link access points

Aschman (2003) seperti dikutip oleh Marais (2004) The use of an authority file is the only way to link or ensemble related search points.

3. Authority files promote bibliographic control

Mengutip dari Svenonius (1987), Marais menyebutkan bahwa authority control diperlukan untuk efektivitas pengawasan bibliografis, dan

authority file berfungsi untuk memastikan jumlah dokumen yang tertelusur semakin banyak.

4. Authority files contribute to good quality catalogue

Mengutip dari Henderson, Marais (2004) menyebutkan bahwa authority file merupakan faktor utama dalam terbentuknya pangkalan data berkualitas. Dengan authority file kataloger harus mengikuti aturan dan prosedur, sehingga meminimalisasi kesalahan dan duplikasi data

5. Keuntungan lainnya antara lain :

- Identification of pseudonyms (Mengidentifikasi nama samaran) - Tracing of name change (Melacak perubahan nama)

- Grouping of related subject (Pengelompokan subjek yang saling


(30)

Selain itu, Marais (2004) menyebutkan pengguna dari authority control, yaitu : 1. Kataloger

2. Staf Akuisisi

3. Pustakawan referensi 4. Pengguna perpustakaan

5. Pengguna lainnya, antara lain : arsiparis dan pengembang software perpustakaan

2.2.3. Komponen Authority Control

Authority control memiliki tiga komponen utama, yakni : 1. Authority form,

Auld (1982) seperti dikutip oleh Marais (2004) menjelaskan bahwa

authority form adalah bentuk yang digunakan untuk titik akses dari sebuah dokumen, dapat juga disebut sebagai tajuk.

2. Authority records

Hine (1991) ; Buchinski (1978) seperti dikutip oleh Marais (2004) mendefinisikan authority record as a unit of authoritative information representing an individual heading in an authority file. It includes the authoritative form of the heading, references to and form the heading, cataloguing notes, historical information and references to the source of the heading.

3. Authority file

Marais (2004) menyatakan bahwa the authority file provides structure within a catalogue are consistent and unique. Adapun kegiatan authority file yang dilakukan diperpustakaan biasanya bertujuan untuk :

Authority records, yakni mengidentifikasikan bentuk baku sebuah titik akses

 Membuat referensi silang antar titik akses

 Menghubungkan antara istilah lama dan istilah yang digunakan

 Menghubungkan istilah luas dan istilah sempit pada istilah


(31)

2.2.4. Perkembangan Authority Control

Sejak awal keberadaannya authority control selalu menjadi bahan perdebatan, ada yang menganggap bahwa authority control berbeda dengan titik akses pada katalog (Gorman, 1979). Meskipun pada kenyataanya kegiatan

authority file telah dilakukan sejak lama, namun kegiatan ini merupakan kegiatan tersendiri yang tidak berhubungan dengan penelusuran informasi di perpustakaan. Pada awalnya kegiatan authority hanya untuk pengawasan bibliografiss pada suatu perpustakaan, seperti yang dilakukan oleh Library of Congress. Library of Congress telah melakukan kegiatan authority file sejak tahun 1889, meskipun masih dilakukan secara sederhana. Kegiatan ini dilakukan untuk mengendalikan karya yang dibuat oleh pengarang tertentu.

Pada perkembangan selanjutnya, Tillet (1991) mengemukakan ide untuk penggabungan antara bibliographic records dan authority records, dalam makalahnya Tillet menyebutkan “access control records could be linked to bibliographic records to collocate all manifestations of a work, and the other related access control records to collocate related headings”. Hal ini sejalan dengan pendapat Barnhart (1992) yang menyatakan bahwa titik akses harus dilihat melalui authority records. Prinsip keseragaman kemudian mulai menimbulkan banyak masalah, terutama untuk negara-negara tertentu yang memiliki perbedaan bahasa dan tidak menggunakan huruf roman dalam penulisannya, seperti Jepang, Korea, Arab, Israel, Rusia, dll. Melalui serangkaian diskusi di tingkat internasional, kemudian dibuatlah format standar untuk mengatasi adanya perbedaan tersebut.

Cikal bakal format standar dimulai dari Taylor (1989) yang mengeluarkan ide untuk membuat International Standard Authority Data Number (ISADN) atau yang kemudian lebih dikenal dengan International Standard Author Number

(ISAN) yang berfungsi untuk mengidentifikasi nama pengarang. Kemudian oleh Bourdon (1991) direkomendasikan pada kongres IFLA agar ISADN ditetapkan sebagai standar internasional, dan merekomendasikan perubahan kerjasama internasional dalam authority data. Dengan keputusan ini, masing-masing perpustakaan negara diperbolehkan untuk membuat authority sendiri-sendiri.


(32)

Pada penelitian selanjutnya, Tillet (1996) merekomendasikan dibentuknya jaringan yang saling terhubung antar database authority dan dibuat sistem kendali yang terpusat. Pada tahun 1998, IFLA membentuk working group yang pada tahun berikutnya menyatakan FRANAR (Functional Requirements and Numbering Authority Records) yang dikembangkan oleh Plassard (2001) sebagai revisi atas ISADN. IFLA working group ini kemudian membentuk UBCIM (Universal Bibliographic Control and International MARC Programme), UBCIM ini dibentuk untuk memfasilitasi kerjasama internasional dalam authority data yang kemudian diusulkan agar setiap agen bibliografis dalam hal ini diwakili oleh perpustakaan negara membuat authority file yang sudah tersedia di internet dengan menggunakan homepage IFLA dan berbayar.

Sampai dengan saat ini, beberapa pangkalan data authority yang telah dibuat antara lain :

1. CoBRA+ (Computerised Bibliographic Records Actions) yang mulai dikembangkan pada tahun 1993 oleh European Comission. CoBRA+ bertujuan untuk menyebarkan informasi dan pengembangan koleksi, sebagai legal deposit, bibliographic control dan mempromosikan penggunaan informasi bersama dalam sebuah jaringan.

2. LEAF (Linking and Exploring Authority File). Proyek ini merupakan konsorsium negara-negara eropa dan dimotori oleh European Commission Information Society Technologies Programmme. LEAF mengembangkan model arsitektur sistem pencarian informasi untuk mengumpulkan dan menemukan nama orang atau institusi/lembaga, model ini dikembangkan untuk melestarikan warisan budaya eropa. Sistem ini dirancang tidak hanya untuk perpustakaan namun dapat digunakan juga pada lembaga kearsipan, museum, dan pusat dokumentasi.

3. NACO (Name Authority Co-operative Programme) yang dikembangkan oleh Library of Congress melalui Programme for Cooperative Cataloging

(PCC) sejak tahun 1995. PCC merupakan program internasional yang dikembangkan LC dengan dukungan dari berbagai perpustakaan di dunia dan memiliki 4 komponen kegiatan, yaitu : (1) Name Authority Cooperative Programme (NACO) ; (2) Subject Authority Cooperative


(33)

Programme (SACO) ; (3) Bibliographic Record Cooperative Programme

(BIBCO) ; (4) Cooperative Online Serials Programme (CONSER). Program yang paling berhasil adalah NACO, dimana sekarang ini NACO telah berkembang menjadi VIAF.

4. VIAF (The Virtual International Authority File) merupakan program kolaborasi antara Library of Congress, The Deutsche Nationalbibliothek, the Bibliothėque national de France dan OCLC. Tujuan dikembangkannya VIAF ini adalah terkumpulnya data authority hasil kolaborasi dari beberapa perpustakaan dan dapat diakses secara bebas melalui web (http://viaf.org). Dengan menghubungkan nama yang berbeda untuk orang yang sama dan atau organisasi yang sama, VIAF menyediakan sarana yang dapat saling terhubung meskipun terdapat perbedaan bahasa. Organisasi perpustakaan yang berpartisipasi dalam program VIAF ini berjumlah 14 lembaga, yaitu : Library of Congress, The Deutsche Nationalbibliothek

(German National Library), the Bibliothėque national de France (National

Library of France), OCLC Online Computer Library Center, Kungl.biblioteket – Sveriges nationalbibliotek (National Library of

Sweden), Narodni knihovna Česke republiky (National Library of the

Czech Republic), National Library of The State of Israel, Bibliotheca Alexandrina (Library of Alexandria, Egypt), Biblioteca Nacional de Espana (National Library of Spain), Biblioteca Apostolica Vaticana (Vatican Library, Vatican City), Swiss National Library, National Library of Portugal, Central Institute for the Union Catalogue of Italian Libraries and for Bibliographic Information, Italy dan National Library of Australian.

2.3. Hubungan Antar Istilah

Menurut Sulistyo-Basuki (2009) dalam authority control dikenal tiga macam hubungan yakni :

1. Hubungan ekuivalensi

Hubungan ekuivalensi menunjukkan hubungan antara istilah terpilih dan tidak terpilih. Hubungan ini dinyatakan dengan sebutan Use atau


(34)

istilah tidak terpilih. Hubungan umum ini mencakup dua jenis istilah, yakni sinonim dan kuasisinonim (sinonim semu)

Sinonim adalah istilah-istilah yang memiliki makna yang dapat dianggap bermakna sama dalam konteks yang luas sehingga istilah-istilah tersebut bisa tertukar. Sinonimitas terdiri dari :

a. Istilah yang memiliki asal usul bahasa yang berbeda, seperti multilingual/polyglot

b. Nama populer dan nama ilmiah, seperti burung/ornithology

c. Ejaan yang berlainan, seperti archaeology/ archeology

d. Istilah yang berasal dari kultur yang berlainan, seperti

flats/apartemen/rumah susun

e. Singkatan dan nama lengkap, seperti PVC/polyvinyl chloride

f. Istilah majemuk yang muncul dalam bentuk berunsur dan tak berunsur, seperti coal mining/coal & mining

Sedangkan kuasisinonim adalah istilah yang secara umum dianggap berbeda dalam penggunaan sehari-hari, namun diperlakukan sebagai sinonim untuk keperluan pengindeksan, misalnya kaya dan miskin

2. Hubungan hierarkis

Sophia dan Sundari (2001) mendefinisikan hubungan hierarki sebagai hubungan antara konsep-konsep generik dan spesifik, yang dinyatakan dalam BT (Broader Term) atau IL (Istilah Luas) dan NT (Narrower Term)

atau IS (Istilah Sempit), 3. Hubungan asosiatif

Hubungan ini mencakup hubungan antara deskriptor yang bukan ekuivalen atau hierarkis namun secara semantik dan konseptual istilah-istilah tersebut saling berhubungan, yang dinyatakan dalam RT (Related Term) atau IB (Istilah Berkait).


(35)

4 3

2 1

Contoh untuk hubungan hierarkis dan hubungan asosiatif dapat di lihat seperti berikut :

Biokimia

IL Biologi Kimia

IS Biologi molekuler Kimia botani Metabolisme IB Analisis kombinasi Genetika biokimia Rekayasa biokimia

Dalam kajiannya, Mustangimah (1998) mengutip dari Livonen (1995) menuliskan pembagian tingkat keluasan pada sebuah konsep pencarian yang dinyatakan pada Gambar 1, disebutkan bahwa suatu istilah pencarian yang berbeda dikatakan mempunyai konsep yang sama bila merupakan variasi dari dekriptor atau istilah dalam teks bebas (free-text term), merupakan bentuk tunggal /jamak dari satu istilah, merupakan pemangkasan yang berbeda dari suatu istilah, saling berhubungan secara ekuivalen, saling berhubungan secara hierarki, saling berhubungan secara koordinatif atau saling berhubungan secara asosiatif.


(36)

Deskripsi masing-masing keluasan konsep pencarian adalah sebagai berikut : Tingkat 1 :

Istilah pencarian sama karakter demi karakter Tingkat 2 :

- Istilah pencarian merupakan variasi dari dekripsi atau istilah dalam text

bebas

- Istilah perncarian merupakan bentuk tunggal / jamak dari suatu istilah - Istilah pencarian merupakan pemangkasan yang berbeda dari suatu istilah - Istilah pencarian saling berhubungan secara ekuivalen

Tingkat 3 :

Istilah pencarian saling berhubungan secara hierarki Tingkat 4 :

- Istilah pencarian saling berhubungan secara koordinatif - Istilah pencarian saling berhubungan secara asosiatif

Disebutkan pula bahwa dengan penggunaan konsep yang diperluas dapat meningkatkan ketaatazasan dalam pemilihan istilah pencarian.

2.4. MARC

MARC merupakan akronim untuk Machine Readable Cataloging. Istilah ini dipakai ketika Library of Congress (LC) mulai mengerjakan format standar untuk menyimpan data pengkatalogan dalam pita magnetik. Pita LCMARC sudah diperjualbelikan sejak tahun 1966-67. LCMARC kemudian dikenal sebagai USMARC karena telah menjadi standar nasional untuk Amerika Serikat.

Beberapa tahun kemudian, negara-negara lain juga mengembangkan format MARC mereka sendiri, seperti UKMARC (Inggris), AUSMARC (Australia), CANMARC (Kanada), MALMARC (Malaysia) dan INDOMARC (Indonesia). Spesifikasi konversi telah dilakukan untuk memungkinkan dikonversikannya data dari satu format MARC ke format MARC lainnya. Dengan demikian, pemakaian format INDOMARC juga memungkinkan dilakukannya pertukaran data di tingkat internasional.

Format INDOMARC pada awalnya dirancang dengan mengacu pada USMARC. Format MARC lainnya (misalnya UKMARC, MALMARC) memberi


(37)

kemungkinan penentu data pengkatalogan yang lebih khusus, termasuk kemungkinan untuk katalogisasi multitingkat (multilevel cataloging) dan keluaran semua tanda baca ISBD. Semua rincian tersebut belum dianggap perlu untuk pengkatalogan di Indonesia pada saat itu karena sebagian besar cantuman MARC asing yang akan digunakan di Indonesia sudah tersedia dalam format USMARC.

USMARC kemudian disempurnakan dengan berbagai penambahan, terutama untuk mengikuti perkembangan teknologi informasi. Hasil penyempurnaan termutakhir terhadap format USMARC dinamakan MARC21. Format ini diharapkan dapat menjadi standar pada lingkup internasional untuk pembuatan katalog terbacakan mesin. Dengan adanya perubahan tersebut, dilakukan pula revisi dan perubahan terhadap format INDOMARC dengan mengacu ke format MARC21 (Concise Format for Bibliographic Data, 2003 Concise Edition, Update No. 4 (October 2003)).

Pada saat dikembangkan pertama kali, pedoman INDOMARC hanya berisi ruas-ruas dan contoh yang sesuai untuk katalog buku, kemudian ditambahkan ruas-ruas dan contoh yang sesuai untuk katalog terbitan berseri, dan selanjutnya ditambahkan ruas dan contoh untuk katalog sumber elektronik, partitur musik, bahan audio-visual, dan bahan kartografis.

Perpustakaan Nasional RI menggunakan INDOMARC dalam pembuatan cantuman bibliografiss untuk terbitan Indonesia dalam Bibliografis Nasional Indonesia (BNI) dan untuk pengkatalogan terbitan lain yang ditambahkan pada koleksinya. Keseluruhan cantuman ini akan menjadi landasan bagi terciptanya pangkalan data (bibliografiss) nasional.

Format Authority Records

Format authority records, merupakan pengembangan format MARC yang dikhususkan untuk authority control. Format yang ditetapkan oleh UNIMARC ini berfungsi untuk menghubungkan data dari pangkalan data authority dengan pangkalan data bibliografis. MARC authority berbeda dengan MARC bibliografiss, MARC authority dirancang untuk mengarahkan pengguna kepada bentuk atau istilah kendali yang digunakan dalam sistem, baik nama pengarang, subyek atau subdivisi dari subjek. MARC authority menjadi akses untuk


(38)

menemukan bentuk atau istilah baku yang digunakan, sehingga pengguna dapat menemukan informasi yang dimaksud. Seperti telah dijelaskan bahwa dalam

authority terdapat hubungan hierarkis dan asosiatif yang berupa See/Lihat, See Also (SA)/Lihat Juga (LJ), Scope Note (SN)/Ruang Lingkup (RL), Used For

(UF)/Gunakan Untuk (GU), Broader Term (BT)/Istilah Luas (IL), Narrower Term (NT)/Istilah Sempit (IS), dan Related Term (RT)/Istilah Berkait (IB). Hubungan ini kemudian dinyatakan dalam kode angka (tag indicator) dalam MARC authority.

Format authority record yang ditetapkankan oleh OCLC (2010) terbagi dalam beberapa bagian :

1. Variabel

Setiap variabel memiliki dapat memiliki 1 dan 9.999 karakter. Setiap ruas variable terdiri dari 3 bagian

Kode tiga digit yang disebut tengara Dua indikator satu digit

Satu atau lebih subruas

2. Kelompok Tengara

Pengelompokan bidang variabel menggunakan MARC 21. Tengara dimulai dengan digit dan fungsi yang sama. Dalam tabel berikut tanda xx berlaku untuk setiap nilai numerik (00-99) (Tabel 1)

3. Indikator

Indikator merupakan sumber data yang digunakan tukar menukar data dan pengindeksan. Setiap angka pada indikator memilki arti tersendiri, dan dalam beberapa ruas kosong (0) bahkan sangat bermakna.

Variasi indikator variabel bisa berupa : Nomor yang sama pada kedua posisi

Satu nomor pada salah satu posisi, dan ruas kosong pada salah satunya

Keduanya berisikan bidang kosong

4. Subruas

Subruas merupakan unit terkecil dalam variabel. Kode subruas (berupa angka atau huruf) mengidentifikasi subruas dan biasanya didahului oleh


(39)

pembatas subruas (‡). Tanda pembatas ini bisa ditentukan oleh masing -masing negara. Subruas biasanya memiliki deskripsi dan arti yang mengandung informasi tertentu

Tabel 1. Kelompok Tengara

Tag Group Function

0xx Control numbers, call numbers, coded data

1xx Established headings

260 Complex see reference (subject)

360 Complex see also reference (subject)

4xx See from reference

6xx Series treatment information, notes, source citation

7xx Heading linking entries

856 Electronic location and access

9xx Locally defined headings

5. Kendali Subruas (‡w)

Subruas ‡w hanya muncul pada ruas 4xx, 5xx, (Tabel 2) and 7xx. (Tabel 3).

Ruas 4xx and 5xx, kendali subruas ‡w pada ruas 4xx and 5xx berisikan empat karakter posisi (ditetapkan ‡w/0, ‡w/1, dll). Hal ini menunjukkan informasi adanya hubungan saling merujuk/melacak (pada ruas 4xx atau 5xx) dengan istilah kendali (bidang 1xx ).

‡ w digunakan untuk menunjukkan apakah instruksi khusus berlaku untuk tampilan referensi pada ruas 4xx atau 5xx.

‡ w digunakan untuk menunjukkan apakah melacak dibatasi

dengan struktur referensi jenis tertentu dari istilah kendali.

Setiap posisi karakter memiliki daftar nilai-nilai kode yang berkaitan dengan itu.

Definisi kode tergantung dari posisi subruas. Jika diartikan masing-masing kode memiliki arti tersendiri. Berikut disajikan tabel yang berisi keterangan masing-masing ruas.


(40)

Tabel 2. Kode ruas 4XX dan 5XX

Position Code Description

0 Special Relationship

Specifies the relationship between the tracing and the heading

a Earlier heading

b Later heading

d Acronym (pre-1981 records only)

f Musical composition (pre-1981 records only)

g Broader term

n Not applicable

1 Tracing Use restriction

Indicates the authority reference structure in which the tracing is appropriate

n Not applicable

2 Earlier Form of Heading

Indicates whether the 4xx field is an earlier form of the heading established in the relevant national authority file or in an authority file other than the national authority file.

a Pre-AACR2 form of heading (national name authority file)

e Earlier established form of heading (national authority file)

n Not applicable

3 Reference Display

Enables the generation or suppression of a cross reference from a 4xx or 5xx tracing. a Reference not displayed

b Reference not displayed, field 664 used c Reference not displayed, field 663 used d Reference not displayed, field 665 used

n Not applicable

Tabel 3. Kode ruas 7XX

Position Code Description

0 Link Display Code

• Controls the suppression of a link display a Link not displayed

b Link not displayed, field 788 used c Link not displayed, non-7xx field used

n Not applicable

1 Replacement Complexity Code


(41)

requires review

a Heading replacement does not require review b Heading replacement requires review

n Not applicable

Untuk kepentingan penelusuran pada OPAC, Plassard (2001)

merepresentasikan pertukaran data antara Bibliographic record dengan authorities

dalam UNIMARC seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Ruas pertukaran data antara authority dan bibliografis

UNIMARC/ Authorities Heading Fields

200 Personal name

210 Corporate or meeting name

215 Territorial or geographic name

216 Trademark

220 Family name

230 Title

240 Name and title (embedded 200, 210, 215, or 220 and 230)

245 Name and collective title (embedded 200, 210, 215,

Heading Usage in UNIMARC Bibliographic

Fields 700, 701, 702

4-- with embedded 700, 701, 702 600

604 with embedded 700, 701, 702

710, 711, 712

4-- with embedded 710, 711, 712 601

604 with embedded 710, 711, 712

710, 711, 712

4-- with embedded 710, 711, 712, 601, 607

604 with embedded 710, 711, 712

716 [Reserved for future use]

720, 721, 722

4-- with embedded 720, 721, 722 602

604 with embedded 720, 721, 712

500

4-- with embedded 500

605

4-- with embedded 7-- and 500 7--

604 with embedded 7-- and 500 500


(42)

or 220 and 230)

250 Topical subject

260 Place access

280 Form, genre or physical characteristics

604 with embedded 7-- and 501 7--

501 606 620 608

2.5. Tajuk Subjek

Tajuk subjek adalah kata yang digunakan dalam katalog perpustakaan untuk meringkas kandungan informasi sebuah dokumen. Istilah tajuk subjek dapat juga diartikan sebagai suatu istilah atau kosakata yang terkendali dan berstruktur untuk menyatakan suatu konsep subyek bahan pustaka. Sebagai kosakata atau frase, karena tidak selalu terdiri atas satu suku kata, melainkan dapat berbentuk dua atau lebih suku kata, tetapi bukan suatu kalimat. Dikatakan terkendali karena diarahkan untuk menggunakan istilah yang tetap untuk menyatakan konsep yang sama, meskipun banyak istilah padanannya. Sedangkan berstruktur karena ada kaitan antara tajuk satu dan tajuk yang lain, sesuai dengan struktur ilmu dan pengetahuan. Tajuk subjek biasanya dicantumkan pada bagian awal entri katalog yang disusun dalam katalog subyek berabjad, baik dalam katalog bentuk kartu, bentuk buku, bentuk mikro, maupun OPAC.

Sulistyo-Basuki (2009) menyebutkan tujuan dari pembuatan tajuk subjek, antara lain :

1. Menyediakan akses berdasarkan subjek pada semua materi perpustakaan yang relevan

2. Menyediakan akses subjek pada materi perpustakaan melalui prinsip organisasi subjek yang sesuai, misalnya berdasarkan masalah, proses dan aplikasi

3. Menyatukan rujukan ke materi perpustakaan yang pada dasarnya merupakan subjek yang sama dengan tidak memandang kesenjangan terminologi, disparitas atau perbedaan yang terjadi karena perbedaan nasional, perbedaan antara kelompok spesialis subjek, dan/atau karena perubahan alamiah dari konsep itu sendiri. Misalnya, awam menggunakan istilah ILMU TULANG, sementara spesialis menggunakan istilah


(43)

OSTEOLOGI. Adanya pengatalogan subjek memungkinkan semuanya itu dirujuk sehingga subjek yang sama dapat ditemu balik oleh pengguna. 4. Menunjukkan afiliasi di antara bidang subjek. Afiliasi tersebut mungkin

tergantung pada persamaan masalah, metode, titik pandang yang dikaji, tergantung pada penggunaan atau aplikasi pengetahuan.

Sedangkan Kailani (1998) menyebutkan beberapa daftar tajuk subjek yang dikenal sekarang ini, diantaranya adalah :

1. Library of Congress Subject Headings dan Sears List Subject Heading

LCSH merupakan daftar tajuk subjek yang paling tua di antara beberapa daftar tajuk subjek yang terkenal lainnya. Daftar tajuk subjek ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1897 dan sengaja dirancang untuk memenuhi kebutuhan Library of Congress dengan ciri koleksinya yang demikian besar. LCSH merupakan daftar tajuk subjek yang sangat komprehensif dan terinci. Selain digunakan oleh Library of Congress, daftar tajuk subjek ini juga digunakan oleh perpustakaan-perpustakaan lain yang koleksinya sudah sedemikian besar.

2. Medical Subject Heading (MeSH)

MeSH merupakan tajuk subjek khusus yang disusun oleh National Library of Medicine. MesH banyak digunakan untuk perpustakaan kedokteran 3. Pedoman Tajuk Subjek Untuk Perpustakaan

Daftar tajuk subjek ini mula-mula diterbitkan Pusat Pembinaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1977 dengan judul Pedoman Tajuk Subjek untuk Perpustakan Umum dan Perpustakaan Sekolah. Dalam perkembangannya, daftar tajuk ini juga digunakan oleh perpustakaan perguruan tinggi, bahkan ada juga perpustakaan khusus yang menggunakannya. Maka pada revisi selanjutnya namanya diubah menjadi Pedoman Tajuk Subjek untuk Perpustakaan.

4. Daftar Tajuk Subjek Perpustakaan Nasional RI

Daftar tajuk subjek ini dibuat oleh Perpustakaan Nasional RI mulai tahun 1994 dan banyak digunakan oleh Perpustakaan-perpustakaan di Indonesia.


(44)

2.6. Thesaurus

Thesaurus berasal dari bahasa Yunani dan Latin yang berarti “sebuah

himpunan yang berharga”. Thesaurus memuat kosakata sebuah bahasa dalam relasi kedekatan makna dan dapat mengarahkan pengguna behasa dalam memilih kata yang tepat untuk satu konsep. Dalam thesaurus disajikan kosakata dengan konstelasi relasi makna dengan kata-kata lain, bukan dengan definisi seperti pada kamus. Kata juga memiliki hubungan makna dengan kata lain, baik kesamaan (sinonim) maupun perlawanan (antonim) bahkan kata juga memiliki hubungan hierarki. Misalnya kata mawar, melati dan anggrek menjadi sub ordinat dari kata bunga.

Mengutip istilah dari Putu (2008), thesaurus dapat dianggap sebagai sebuah skema klasifikasi untuk istilah-istilah yang saling berkait membentuk struktur bahasa sehingga sebuah kata dapat dipahami dengan kata lainnya. Sebagai sebuah skema klasifikasi, thesaurus dapat dengan sistem simpan dan temu kembali informasi. Dalam sebuah sistem temu kembali informasi, penggunaan thesaurus merupakan sarana untuk meningkatkan perolehan dan ketepatan penelusuran atau Recall and Precision. Terdapat hubungan terbalik (inverse relationship) antara Recall dan Precision yang tidak mungkin dihindari. Peningkatan Recall akan mengurangi Precision dan peningkatan Precision akan mengurangi Recall.

Dalam proses temu-kembali informasi, thesaurus digunakan untuk membantu proses pencarian (searching) (Paice, 1991) atau perawakan (browsing) (Pollard, 1993) dokumen yang relevan. Hal ini dimungkinkan karena suatu kelompok istilah dalam thesaurus menyatakan himpunan istilah-istilah yang memiliki hubungan tertentu seperti memperluas, mempersempit atau berhubungan (related). Dengan thesaurus, istilah-istilah dalam query dapat diperbaiki. Perbaikan query dilakukan dengan cara mencari istilah-istilah yang berhubungan dengan istilah query tersebut dalam thesaurus, kemudian digunakan juga istilah berhubungan yang diperoleh digunakan dalam query.

Penyusunan thesaurus untuk sistem temu kembali dokumen dapat dilakukan secara manual, semi otomatis atau sepenuhnya otomatis. Cara manual


(45)

sangat membutuhkan pengetahuan domain subjek tertentu dalan menyusun

thesaurus.

Penyusunan thesaurus yang otomatis memiliki kelebihan dibandingkan dengan

thesaurus yang disusun secara manual, yaitu :

1. Penyusunan dapat dilakukan secara cepat (Salton, 1976).

2. Pembentukan kelas thesaurus dilakukan berdasarkan informasi yang ada dalam dokumen masukan (Salton, 1976).

Hal ini dapat mengurangi faktor subjektivitas atau kesalahan penilaian manusia.

3. Mudah diterapkan untuk sejumlah besar dokumen masukan (Salton, 1976). 4. Menjamin penggunaan istilah yang konsisten (Paice, 1991)

2.7. Efektivitas Temu Kembali

Lancaster (1980) seperti dikutip oleh Janusaptari (2006) menyatakan bahwa efektifititas dari suatu sistem temu kembali informasi adalah kemampuan dari sistem itu untuk memanggil berbagai dokumen dan suatu basis data sesuai dengan permintaan pengguna. Ada dua hal penting yang biasanya digunakan dalam mengukur kemampuan suatu sistem temu kembali informasi yaitu rasio atau perbandingan dari perolehan (recall) dan ketepatan (precicion). Dalam konsep relevansi, sebuah dokumen atau buku dianggap relevan jika sesuai dengan kebutuhan pengguna. Kesesuaian ini kemudian ditetapkan sebagai ukuran kuantitatif yang tetap.

Recall adalah rasio antara dokumen relevan yang berhasil ditemukembalikan dari seluruh dokumen relevan yang ada di dalam sistem, sedang Precision adalah rasio dokumen relevan yang berhasil ditemu kembalikan (Grossman, 2002). Matriks recall dan precision seperti dikutip dari Olson (2001) dapat dilhat pada Tabel 5.


(46)

Tabel 5. Matriks Recall and Precision A. Relevant documents

retrieved

B. Nonrelevant

documents retrieved

A+B

Retrieved documents C.Relevant documents

not retrieved

D. Nonrelevant documents not retrieved

C+D

Documents not retrieved A+C

Relevant documents

B+D

Nonrelevant documents Total documents

Dari Tabel 5. Precision dapat dirumuskan sebagai berikut : Jumlah dokumen relevan ditemukan x 100 Jumlah dokumen ditemukan

atau

P = A : ( A + B ) x 100

Dalam evaluasi sistem temu kembali informasi/penelusuran hasil Precision, memberikan gambaran efisiensi penelusuran yang ada pada sistem.

Untuk menentukan nilai dari recall dan precision harus didapatkan jumlah dokumen yang relevan terjadap suatu topik informasi. Menurut Rijsbergen (1979) seperti dikutip oleh Ardiansyah (2006), relevansi merupakan sesuatu yang sifatnya subjektif. Setiap orang mempunyai perbedaan untuk mengartikan sesuatu dokumen tersebut relevan terhadap sebuah topik informasi. Menurut Mizzaro (1998) evaluasi pada sebuah sistem temu kembali informasi dengan menggunakan


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimental yang dikombinasikan dengan penelitian komparatif, yakni dengan melakukan uji coba penelusuran keterkaitan antar istilah pada authority PNRI dan Library of Congress Authorities. Selain itu dilakukan pula pengujian dengan melakukan pencarian istilah pada pangkalan data OPAC PNRI yang belum menggunakan fasilitas authority dan pangkalan data OPAC Library of Congress yang telah menggunakan fasilitas authority. Kedua hasil penelusuran istilah tadi kemudian di bandingkan, lalu dilakukan analisis untuk mendapatkan struktur dan pola keterkaitan antar istilah pada masing-masing pangkalan data.

Penelitian dilakukan dengan cara bertahap, yaitu dengan melakukan studi literatur dahulu untuk mengetahui bagaimana sebuah proses temu kembali berlangsung, kemudian dilakukan survey awal terhadap pengguna authority

(pengguna perpustakaan dan pengatalog) selanjutnya dibuat proposal penelitian. Tahap berikutnya adalah melakukan pemetaan masalah, studi konsep

authority control dan kemudian dilakukan analisa struktur keterkaitan antar istilah pada Library of Congress Authorities dengan merujuk pada Library of Congress Subject Headings (LCSH). Analisa dilakukan dengan melakukan penelusuran istilah pada Library of Congress Authorities dengan subjek sembarang yang didapat dari narasumber (peneliti). Selanjutnya dilakukan penelusuran istilah pada

authority PNRI dengan subjek yang sama tetapi dalam format bahasa Indonesia. Hasil evaluasi pada kedua pangkalan data authority tersebut kemudian di bandingkan. Untuk pengujian efektivitas, dilakukan penelusuran pada OPAC

Library of Congress dan PNRI dengan penghitungan relevansi. Setelah didapat hasil penghitungan relevansi kemudian dilakukan evaluasi dan dibuat pemetaan keterkaitan antar istilahnya. Selanjutnya dengan merujuk teori yang ada kemudian dibuat rancangan konsep authority yang baik dan efektif sesuai dengan kebutuhan Perpustakaan Nasional. Tahapan penelitian seperti terlihat pada Gambar 2


(48)

MULAI

Perumusan Masalah Studi Literatur Survey Awal Penyusunan Proposal

Proposal disetujui

STUDI INTENSIF Pemetaan Masalah Studi Konsep Authority Control

PENYELESAIAN Penyusunan Laporan Dokumentasi

SELESAI PELAKSANAAN

YA

TIDAK

PENELITIAN :

Penelusuran subjek di LCA dengan merujuk pada LCSH

Penelusuran subjek di authority ONRI dengan merujuk pada DTS

Membandingkan penelusuran LCA dan PNRI Analisis hasil penelusuran

Evaluasi

Merancang konsep authority untuk PNRI

Gambar 2. Diagram alur penelitian

Bahan dan peralatan yang digunakan selama riset adalah seperangkat komputer yang terhubung dengan internet dan komputer lainnya,

Library of Congress Subject Heading, Library of Congress Authorities, Daftar Tajuk Subjek Perpustakaan Nasional, dan pangkalan data authority Perpustakaan Nasional RI.


(1)

customer

Costumer AND bureaucracy customer satisfaction SEE consumer satisfaction

consumer AND satisfaction

518 12 338 648 4 Analisis

faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan PUSTELING menggunakan metode proses hierarki analitik

15. Electronic library mobile 16. Bookmobile

service 17. Analytic

hierarchy process 18. Service success 19. Library services

Electronic library mobile Library mobile  library moving

Bookmobile  bookmobiles Bookmobiles AND electronic Bookmobile services

Bookmobile AND services Analytic hierarchy process Analytic AND hierarchy AND process

(Auth) Analytic hierarchy process series

Services success

Services AND success AND library

Library services

Library AND services AND indonesia

0 21 0 0 4 0 0

1 1 50 49 336 5 Analisis

pengaruh teknologi informasi dan kompetensi SDM terhadap kinerja

pemeriksa paten dan merek pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

20.Information technology 21.Human

resources 22.Competency 23.Performance 24.Patent

examiner 25.Brand checker

Information technology Human resources

Human resources SEE human capital

Information technology AND human capital

Information AND technology AND human AND capital Information AND technology AND competency

Competency Performance

Performance AND competency AND information AND technology

Patent examiner SEE patent extensions

Patent AND examiner Brand checker

Brand checker SEE Brand choice

2026 209 410

Tidak dapat menelusur

60 19 514 481

6 44 9 0 0 39 6 Pengaruh iklim

organisasi, tim kerja,

pendidikan dan pelatihan kepustakawana n dan motivasi kerja terhadap

26. rganization 27. Teamwork 28. Librarianship

training 29. Employee

performance 30. Work

motivation

Organizations

Organizations AND teamwork Teamwork  teamwork in libraries  team librarianship Librarianship training

Librarianship AND training Training AND librarian Employee performance

1131 39 8 0 0 60 11


(2)

kinerja karyawan Perpustakaan Nasional RI

Employee AND performance Work motivation employee motivation

Motivation AND librarian

609 881 7 7 Strategi

antisipasi dampak perubahan iklim akibat gas rumah kaca terhadap lingkungan di Indonesia

31. Anticipatory strategy 32. Climate change 33. Gas

34. Greenhouse 35. Environment 36. Indonesia

environment 37. Indonesia

Climate

Anticipatory strategy Anticipatory AND strategy Climate change

Climate change SEE climatic changes

Gas

Gas greenhouse

Greenhouse SEE Greenhouse – climate

Greenhouse effect, atmospheric Environment

Environment AND Indonesia Environment Indonesia Indonesia climate Climate AND Indonesia

0 0 2 929 8569 167 13 123 2091 746 12 22 153 8 Pola

pembangunan kota dan antisipasi perubahan iklim

38. Urban development 39. Climate

change 40. Indonesia

Climate 41. Development

patterns

Indonesia urban development Urban AND development AND indonesia

Climate change

Climate change SEE climatic changes

Indonesia climate Climate AND Indonesia Development AND patterns AND climate

Development AND patterns AND urban

11 299 2 929 22 153 0 144 9 Poverty and

climate change : reducing the vulnerability of the poor adaptation

42. Poverty 43. Climate change 44. Vulnerability 45. Poor

46. Adaptation

Poverty Poor

Poverty AND climate

Poverty AND climate AND change

Climate change

Climate change SEE climatic changes

Vulnerability

Vulnerability AND poverty AND climate

Poor

Poor AND climate AND change

Adaptation SEE adaptive behavior  Adaptability Poor AND adaptation Poor adaptation

1874 235 107 80 2 929 6 14 235 43 189 90 0 10 Confronting

climate change : economic

47. Climate change 48. Climate

Climate change

Climate change SEE climatic changes

2 929


(3)

priorities and climate

protection in developing countries

economic 49. Climate

adaptation 50. Developing

countries 51. Climate

Climate economic Climate adaptation Climate AND adaptation Developing countries

Developing AND countries AND climate

19 - 314 9585 170 11 Analisis

pemanfaatan jurnal elektronik sciencedirect di

Perpustakaan IPB

52. Electronic journal 53. Journal 54. Library services

Electronic journal Electronic journals Electronic AND journals Journals

Library services

Electronic AND journals AND library

Electronic AND journals AND library AND services

1 (not applicable )

256 2736 - 333 221 27

* : Data diambil pada bulan Januari

Juli 2011


(4)

Strategi pencarian pada OPAC Perpustakaan Nasional

No Pertanyaan Istilah Faset

Jumlah dokumen ditemukan* 1 Analisis

faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku agresif remaja di lingkungan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat

1. Sikap

2. Perilaku agresif 3. Perilaku remaja 4. Kenakalan remaja 5. Sosial budaya 6. Sosial ekonomi

Sikap

Sikap AND

perilaku Perilaku agresif Perilaku AND agresif

Perilaku remaja Perilaku AND remaja

Kenakalan remaja Kenakalan AND remaja

Sosial budaya Sosial AND budaya

Sosial ekonomi Sosial AND ekonomi

9 0 0 0 0 1 6 12 15 38 7 56 2 Pengembangan

sistem layanan depan

perpustakaan melalui Facebook

7. Aplikasi facebook 8. Sistem

9. Pengembangan sistem

10. Layanan depan perpustakaan

Facebook Sistem

Sistem AND computer

Pengembangan system

Layanan perpustakaan Perpustakaan AND pelayanan

9 959 212 0 0 145 3 Strategi penerapan

e-Birokrasi di Direktorat Paten terhadap kepuasan pelanggan

11. E-Birokrasi 12. Pelanggan 13. Strategi

manajemen 14. Kepuasan

pelanggan

Birokrasi elektronik Birokrasi Pelanggan Strategi manajemen Manajemen strategi

Strategi AND manajemen Kepuasan pelanggan

Kepuasan AND pelanggan

0 34 94 0 11 160 1 3 4 Analisis

faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan PUSTELING

15. Perpustakaan elektronik keliling (Pusteling)

16. Layanan Perpustakaan

Perpustakaan elektronik keliling Perpustakaan keliling

0 5 9


(5)

menggunakan metode proses hierarki analitik

Keliling

17. Proses Hierarki Analitik

18. Keberhasilan layanan 19. Layanan

Perpustakaan

Perpustakaan AND keliling Layanan perpustakaan Perpustakaan AND pelayanan

0 145 0 5 Analisis pengaruh

teknologi

informasi dan kompetensi SDM terhadap kinerja pemeriksa paten dan merek pada Direktorat

Jenderal Hak Kekayaan

Intelektual Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia

20. Teknologi Informasi

21. Sumber Daya Manusia

22. Kompetensi 23. Kinerja

24. Pemeriksa paten 25. Pemeriksa merek

Teknologi informasi

Teknologi AND informasi

Sumber daya manusia

Kompetensi Kinerja Paten Merek

107 207

93 0 34 37 175

6 Pengaruh iklim organisasi, tim kerja, pendidikan dan pelatihan kepustakawanan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan

Perpustakaan Nasional RI

26. Organisasi 27. Tim kerja 28. Diklat

kepustakawanan 29. Kinerja karyawan 30. Motivasi kerja

Organisasi Tim kerja Diklat

kepustakawanan Pendidikan dan pelatihan

Pendidikan AND pelatihan

Pendidikan AND pelatihan AND pustakawan Pendidikan AND pelatihan AND perpustakaan Kinerja karyawan Kinerja

Motivasi kerja Motivasi AND kerja

846 0 0 27 128 0

4

0 34 5 105 7 Strategi antisipasi

dampak

perubahan iklim akibat gas rumah kaca terhadap lingkungan di Indonesia

31. Strategi antisipasi 32. Perubahan iklim 33. Gas

34. Rumah kaca 35. Lingkungan 36. Lingkungan

Indonesia 37. Iklim indonesia

Strategi Antisipasi

Strategi AND antisipasi

Perubahan iklim Gas

Rumah kaca Lingkungan Lingkungan Indonesia

0 0 10 137 3 1289 0


(6)

Lingkungan AND Indonesia

Lingkungan indonesia Iklim

Iklim Indonesia

Iklim AND

Indonesia

66 0 35 0 11 8 Pola

pembangunan kota dan antisipasi perubahan iklim

38. Pembangunan kota 39. Perubahan iklim 40. Iklim indonesia 41. Pola pembangunan

Pembangunan kota

Pembangunan AND kota Perubahan iklim Iklim

Iklim Indonesia

Iklim AND

Indonesia Pola

pembangunan

Pola AND

pembangunan

12 27 10 35 5 11 0 1 9 Poverty and

climate change : reducing the vulnerability of

the poor

adaptation

42. Kemiskinan 43. Perubahan iklim 44. Rentan

45. Miskin 46. Adaptasi

Kemiskinan Perubahan iklim Rentan

Miskin Adaptasi

267 10 2 26 16 10 Confronting

climate change : economic

priorities and climate protection in developing countries

47. Perubahan iklim 48. Ekonomi negara 49. Adaptasi iklim 50. Negara

berkembang 51. Iklim

Perubahan iklim Ekonomi negara Ekonomi AND negara

Adaptas iklim Adaptasi DAN iklim

Negara berkembang Iklim

Iklim Indonesia

Iklim AND

Indonesia

10 3 214 0 0 45 35 5 11 11 Analisis

pemanfaatan jurnal elektronik sciencedirect di Perpustakaan IPB

52. Jurnal elektronik 53. Jurnal

54. Pelayanan perpustakaan

Jurnal

Jurnal elektronik Jurnal AND elektronik

Layanan perpustakaan Perpustakaan AND pelayanan

0 0 0 0 145