Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Sejarah teori pembangunan memang diwarnai oleh sederetan upaya parsial untuk menerangkan penyebab kemiskinan sambil menawarkan resep penanggulangannya, meski seringkali dengan hasil yang minim. Upaya mengintegrasikan berbagai keterangan parsial tadi menjadi teori yang sifatnya universal, hingga kini belum berhasil diwujdkan dan rasanya tidak akan pernah terwujud. Hal yang sangat jelas diungkapkan oleh Franz Nuscheler : “ Tiada satu pun teori pembangunan bersifat universal dan berlaku bagi semua benua dan kelompok negara-negara. Underdevelopment adalah sebuah kondisi kompleks yang tidak mungkin dikemas dalam formula yang berlaku umum. Keterangan yang sifatnya mono casual tentang penyebab keterbelakangan, paling banter hanya mengungkapkan separuh kebenaran.”. Selain itu, satu hal lagi rasanya patut menjadi perhatian, kebijakan pembangunan dapat saja menolong mereka yang berada dalam situasi darurat, bahkan boleh jadi bisa mewujudkan oase ditengah padang pasir kemelaratan dengan syarat soluai yang ditawarkan harus berakar dalam sejarah dan budaya masyarakat itu sendiri. Ivan A.Hadar :2004,hal.128 Celah-celah peluang untuk melihat kaitan antara dua fenomena masalah sosial dalam kaitan timbal balik dengan pembangunan masyarkat dapat diidentifikasi melalui pemahaman pembangunan masyarakat sebagai suatu proses. Memang benar, bahwa pembangunan masyarkat pada umumnya dan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pembangunan masyarakat pada khususnya merupakan proses yang seolah-olah tanpa akhir. Apa yan dilakukan sekarang tidak dapat dilepaskan dengan apa yang telah dilakukan sebelumnya bahkan juga dalam kaitannya dengan pertimbangan tentang prospek di masa mendatang. Pembangunan masyarakat bukan merupakan aktivitas yang dilakukan hari ini dan kemudian berhenti keesokan harinya, demikian juga dengan bukan merupakan kegiatan yang dilakukan sepotong- potong secara parsial. Lebih dari itu, pembangunan masyarakat merupakan proses yang berkesinambunga. Soetomo:1995,hal. 110 Kondisi perekonomian Indonesia sekarang ini mengalami masa keterpurukan yang ditandai dengan hancurnya sistem perekonomian yang telah dibangun selama ini serta bertambahnya jumlah penduduk miskin sebagai dampak krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1998. Berdasarkan data BPS tahun 1998 jumlah penduduk miskin berjumlah 36,5 juta jiwa atau 17,86. Kemudian jumlah penduduk miskin ini berdasarkan data BPS tahun 2003 yakni 37,34 juta jiwa atau 17,42. Sedangkan menurut data BPS Provinsi Sumatera Utara tahun 2006 bahwa jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengalami turun naik dari tahun 1993-2006. Jumlah penduduk miskin tahun 1993 sebesar 1,33 juta orang atau sebesar 12,31 persen dari total jumlah penduduk Sumatera Utara. Tahun 1996 jumlah penduduk Sumatera Utara yang tergolong miskin hanya 1,23 juta jiwa dengan persentase sebesar 10,92 persen. Namun, karena terjadinya krisis moneter secara maksimal termasuk di Sumatera Utara, penduduk miskin di Sumatera Utara tahun 1999 meningkat menjadi 16,74 persen dari total penduduk Di Sumatera Utara yaitu sebanyak 1,97 juta jiwa. Pada tahun 2003 terjadi penurunan penduduk miskin baik secara absolut maupun secara persentase, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara yaitu menjadi 1,89 juta jiwa atau sekitar 15,89 persen. Sedangkan tahun 2004 jumlah dan persentase turun menjadi sebanyak 1,80 juta jiwa atau sekitar 14,93 persen. Kemudian pada tahun 2005 penduduk miskin turun menjadi 1,76 juta jiwa 14,28 . Namun akibat dampak kenaikan BBM pada Maret dan Oktober 2005 penduduk miskin tahun 2006 meningkat menjadi 1,98 juta jiwa 15,66. Melihat berbagai media yang ada dapat dilihat bahwa proses pembangunan yang diharapkan Pemerintah ternyata tidak berjalan dengan lancar. Banyak kendala yang dihadapi oleh Pemerintah dalam proses pencapaiannya. Di tengah perjalanan menuju masa membangun Negara Indonesia dihadapi dengan permasalahan krisis perekonomian dunia. Dimana krisis perekonomian ini menyangkut pada masalah yang sangat vital yakni bahan bakar minyak yang disingkat dengan BBM. Kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga BBM pada bulan Maret rata-rata 29 persen dan Oktober tahun 2005 hingga mencapai 126 membuat masyarakat menjadi gelisah untuk memenuhi kebutuhan pokok kehidupan sehari-hari. Dampak dari kebijakan tersebut dirasakan oleh setiap lapisan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat yang berada pada garis kemiskinan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009 pemerintah menargetkan pengurangan angka kemiskinan dari 18,2 persen tahun 2002 menjadi 8,2 persen tahun 2009. Adapun angka pengangguran terbuka diharapkan turun dari 8,1 persen tahun 2002 menjadi 6 persen tahun 2009. Dengan kenaikan harga pangan dan BBM, orang miskin berpotensi meningkat sebesar 15 persen, atau tambahan 19,01 juta jiwa lebih sehingga total orang miskin mencapai 56,6 juta jiwa pada tahun ini;sementara tambahan pengangguran terbuka baru bisa Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara mencapai 18,61 jiwa sehingga total pengangguran terbuka mencapai 29,94 juta jiwa.Kompas: 19 Mei 2008: 06 Sebagaimana diketahui, tujuan utama pembangunan masyarakat adalah peningkatan taraf hidup. Dengan demikian, kondisi yang menunjukkan adanya taraf hidup yang rendah merupakan sasaran utama usaha perbaikan dalam rangka pembangunan masyarakat tersebut. Kondisi kemiskinan dengan berbagai dimensi dan implikasinya merupakan salah satu bentuk masalah sosial yang menuntut pemecahan. Pembangunan masyarakat diharapkan akan dapat tampil sebagai salah satu alternatif untuk melakukan upaya pemecahan masalah dan perbaikan kondisi tersebut. Soetomo:1995,hal.116 Kemiskinan merupakan masalah pembangunan diberbagai bidang yang ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidakberdayaan. Oleh karena itu, kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dengan dalil apapun dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Kemiskinan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan kronis chronic poverty atau kemiskinan struktural yang terjadi terus menerus dan kemiskinan sementara transient poverty yang ditandai dengan menurunnya pendapatan masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi kondisi krisis dan bencana alam.Grafika:2001, hal.53 Menyangkut hal di atas, dimana kenaikan harga BBM sangat berpengaruh pada semua lapisan masyarakat khususnya pada perekonomian masyarakat kelas menengah ke bawah atau masyarakat miskin maka pemerintah membuat program Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara yakni pemberian bantuan langsung tunai sebagai kompensasi dari pemotongan subsidi bahan bakar minyak atau disingkat dengan BLT kepada penduduk miskin. Namun demikian, rencana pembangunan pemerintah yang dibuat harus sejalan dengan apa yang terjadi di lapangan. Ternyata di tengah kondisi Indonesia yang mengalami krisis perekonomian yang berkaitan dengan dunia Internasional memaksa pemerintah untuk membuat kebijakan dengan menaikkan harga BBM sebanyak dua kali dalam setahun pada tahun 2005 setinggi 29 dan 126 pada bulan Maret dan Oktober. Krisis harga minyak dunia menyebabkan naiknya harga minyak dunis hingga mencapai lebih dari 100 perbarel menciptakan dilema bagi pemerintah. Menurut Bambang Heru dalam tulisannya menyebutkan bahwa ada dua kelompok yang pro dan kontra terhadap naikknya harga BBM. Kelompok pertama adalah mereka yang menikmati pertumbuhan ekonomi dan agak tidak peduli dengan inflasi. Kelompok kedua, mereka yang berpenghasilan tidak tetap, bahkan tak menentu, sedikit tersentuh pertumbuhan ekonomi, dan rentan kenaikkan harga bahan bakar pokok. Jika dilakukuan voting kata Bambang maka yang menang adalah kelompok kedua. Namun, pada akhirnya pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM dengan alasan pemerintah tidak sanggup mensubsidi BBM karena akan terjadi defisit pada APBN. Walaupun keputusan kenaikkan harga BBM pada tahun 2005 yang secara otomatis diikuti oleh naikknya harga kebutuhan barang pokok membuat gelisah kelompok kedua yang dijelaskan diatas yang merupakan sebagian besar pada kelas menengah kebawah dan berada pada garis kemiskinan. Maka dari itu, seiring dengan naiknya harga BBM yang pastinya akan membawa dampak, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pemerintah membuat suatu program sebagai kompensasi dari kenaikkan harga BBM sebagai subsidi bagi masyarakat miskin. Persiapan kebijakan ini yang dinilai terlalu terburu-buru dan bersifat reaksioner ini dalam perjalannya mengalami berbagai hambatan. Program ini disebut dengan Bantuan Langsung Tunai. Dana tunai atau bantuan langsung tunai tak bersyarat yang dilakukan pemerintah pada tahun 2005 diperuntukkan bagi masyarakat miskin agar tidak terlalu merasakan dampak dari kenaikkan harga BBM. Dasar pemerintah dalam membuat kebijakan program BLT ini adalah untuk membantu masyarakat miskin atau masyarakat yang berada pada kelompok kedua menurut Bambang Heru yang dengan pasti akan merasakan dampak dari kenaikkan harga BBM. Selain itu BLT diberlakukan sebagai kompensasi dari pemotongan subsidi bahan bakar minyak kepada penduduk miskin. Tidak adanya lagi subsidi untuk BBM pada tahun 2005 dinilai pemerintah akan menambah jumlah APBN dan akan terjadi defisit kas negara. Maka dari itu BLT ini dicanangkan sebagai kompensasi bagi penduduk miskin. Kriteria mereka yang berhak menerima BLT meliputi masyarakat sangat miskin, miskin, dan mendekati miskin near poor berdasarkan definisi konsumsi kalori atau pengeluaran. Jumlah mereka yang berhak mendapat BLT ini mencapai 62 juta orang 15,5 juta KK atau 28 persen dari total jumlah penduduk. Oleh BPS, kriteria rumah tangga miskin ini dirinci lagi menjadi 14 variabel yang diperoleh dari hasil kajian selama bertahun-tahun. Grafika:2001,hal.53 Namun, meskipun yang near poor sudah di-cover, di lapangan jumlah orang yang mendaftar di posko ternyata terus membengkak. Euforia kemiskinan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara membuat banyak orang mendadak merasa miskin atau jatuh miskin pasca kenaikan harga BBM. Membengkaknya jumlah orang miskin ada juga yang disebabkan oleh adanya petugas pendata atau aparat desa yang nakal, yang dengan sengaja memasukkan anggota keluarga atau kerabatnya yang sebenarnya tidak miskin. Apalagi, sebelum pencacahan dilakukan, sejumlah pejabat tinggi negara di media massa sudah berkoar-koar bahwa pemerintah akan memberikan bantuan Rp 2,5 juta bagi setiap rumah tangga miskin sebagai kompensasi kenaikan harga BBM dan Presiden sendiri sudah wanti-wanti jangan sampai ada satu rumah tangga miskin pun yang terlewat. Sutan : 2007 Selain faktor naiknya harga BBM yang berperan besar terhadap naiknya jumlah penduduk miskin sampai dua kali lipat untuk tahun 2005, faktor lain yang mungkin mempengaruhi adalah serangkaian cara dan strategi penanggulangan kemiskinan yang dilakukan, semuanya berorentasi material, sehingga keberlanjutannya sangat tergantung pada ketersediaan anggaran dan komitmen pemerintah. Di samping itu, kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tersebut, banyak menemui kendala terutama pada tataran implementasinya. Program BLT untuk pertama kalinya dilakukan pemerintah pada tahun 2005 dan sudah ada beberapa kajian yang dilakukan oleh beberapa orang peneliti dalam penerapannya. Menurut Budi Purnomo seorang alumnus Australian National University program BLT untuk keluarga miskin gakin rawan penyelewengan, mulai dari jual beli kartu kompensasi BBM hingga uang jasa dan biaya transportasi pengambilan subsidi yang membebani. Sejak dikucurkan terdapat orang-orang yang tak merasa malu mengaku miskin hanya karena Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara menginginkan BLT itu. Logikanya, seseorang enggan disebut miskin. Namun kini gakin populer karena mendapat BLT. Kenyataan bahwa berlomba-lombanya masyarakat mendapatkan status miskin, menunjukkan rasa malu individu hilang ketika hal itu dilakukan secara kolektif. Dinilainya lagi bahwa BLT Rp 300.000,- yang tak mungkin mencukupi belanja tiga bulan akibat meroketnya harga-harga, hanya merupakan proses penumpulan daya pikir dan memacu budaya instan, santai dan konsumtif masyarakat. Ini jelas bukan pengentasan kemiskinan, tapi proses pemiskinan mutlak yang diperparah oleh kecurangan dan ketidakadilan dari lembaga-lembaga terkait. Bahkan tak sedikit warga miskin yang mengeluh karena tidak didata sebagai gakin. Menurut Andreas A.Yewangoe seorang peneliti tentang masalah sosial, BLT tahun 2005 kita menyaksikan Waginem 80, Wadiman 70, dan Kasipah 80 menghembuskan napas terakhir secara mengenaskan saat antre untuk mendapatkan dana bantuan langsung tunai. Selain itu seorang Ketua RT ditikam mati oleh massa yang tidak puas dengan cara pembayaran bantuan langsung tunai. Kita bisa menarik banyak sekali pelajaran dari peristiwa Waginem, Wadiman, dan Kasipah yang mengenaskan itu. Setidak-tidaknya kita sekarang menyadari apa yang disebut subsidi yang dialihkan itu tidak bisa dilaksanakan tanpa persiapan- persiapan memadai. Bahkan, bukan sekadar memadai, melainkan sebaik-baiknya. Ketika pemerintah memutuskan untuk mengalihkan subsidi BBM kepada kaum miskin, terpikirkah mereka betapa rumit pelaksanaannya apabila tidak diatur dengan baik sebelumnya? Dari berbagai informasi kita mendengar, untuk menentukan kriteria miskin saja, tidaklah sederhana. Lalu terjadilah ironi ini, ketika yang sungguh- Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara sungguh miskin tidak didaftarkan sebagai orang miskin, sementara yang tidak miskin, tanpa malu-malu ikut antre memperebutkan jatah yang tidak diperuntukkan bagi mereka. Lebih mendalam dari itu, cara pembagian bantuan langsung yang terkesan tanpa persiapan matang itu, makin tidak mendidik masyarakat kita memecahkan persoalan secara strategis dan substansial. Sebaliknya hanyalah pemecahan parsial belaka. Kalau kita ingin menjadi bangsa besar yang disegani di mana-mana, maka kemampuan memecahkan masalah secara mendasar mestilah nyata dari sekarang. Adapun kasus yang lain menurut Dedi Muhtadi yakni Wage Utin 23, bapak muda warga kawasan Raden Saleh, Jakarta Pusat, uang Rp 300.000 dari bantuan langsung tunai atau BLT tidak langsung habis, tapi dibelikan baju untuk ketiga anaknya Rp 150.000. Setengahnya lagi dijadikan modal dagang minuman dan makanan ringan yang dikelola istrinya di pinggiran Sungai Ciliwung.Dari warung depan rumah itu istrinya mendapat Rp 10.000-Rp 15.000 setiap hari. Lumayan, hasil ini mengurangi jajan anak-anak, ujar karyawan Wartel bergaji Rp 400.000 ini. Walaupun hanya setengahnya, bantuan ini bergulir pada modal dagang keluarga. Namun, berapa orang dari 15,5 juta keluarga miskin yang menggunakan bantuan itu, seperti Wage, tidak diketahui karena tidak terprogram dan tak ada sistem monitoring. Menurutnya lagi program BLT yang dinilainya program belas kasihan yang tidak kasihan ini tergolong unconditional cash transfer, termasuk tak mendidik masyarakat untuk giat bekerja keras. Program ini membodohi masyarakat miskin dan membuat mereka malas. Program ini seperti uang kadeudeuh yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jabar kepada anggota DPRD atau money politic dari pemerintah. Seperti diungkapkan Menteri Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Komunikasi dan Informatika Menkominfo, pemerintah sadar betul, kebijakan BBM bukan tidak ada dampak negatifnya. Empati yang amat besar justru ditujukan bagi rakyat miskin dan keberlangsungan ekonomi bangsa. Hal ini yang menyebabkan keputusan terasa lamban karena berbagai aspek dipertimbangkan dengan matang. Harapan untuk menyelesaikan berbagai masalah ekonomi masih dimungkinkan, sepanjang pemerintah mampu menciptakan terobosan melalui berbagai kebijakan ekonomi perbaikan pada sektor bisnis, investasi dan perpajakan dan kebijakan publik perbaikan di bidang pelayanan, keamanan dan prasarana. Pengetahuan pemerintah mengenai potensi ekonomi daerah merupakan hal yang penting. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik memilih Kelurahan Mangga sebagai tempat penelitian untuk melihat kebenaran dari pelaksanaan Program BLT tepat sasaran secara ilmiah dan manfaat BLT bagi penerima bantuan. Program BLT yang diterapkan Pemerintah menjadi latar belakang penulis tertarik mengadakan penelitian di daerah tersebut dengan judul “Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan”.

2. Perumusan Masalah