Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar

(1)

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN

LANGSUNG TUNAI DI KELURAHAN BANTAN

KECAMATAN SIANTAR BARAT

KOTA PEMATANGSIANTAR

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Oleh :

MAG AULIA AZZAHRA MENJERANG 060902031

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Mag Aulia Azzahra Menjerang

Nim : 060902031

Departemen : Ilmu Kesejahteraan Sosial

Judul : Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar

Medan, Maret 2010 Dosen Pembimbing

Drs. Bengkel Ginting, M.Si NIP. 196301031989031003

Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

Drs. Matias Siagian, M.Si NIP. 196303131993031001

Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA NIP.196207031987111001


(3)

NORTH SUMATERA UNIVERSITY SOCIAL AND POLITIC SCIENCE FACULTY SOCIAL PROSPERITY SCIENCE DEPARTMENT NAME : MAG AULIA AZZAHRA MENJERANG

REG. NO : 060902031

ABSTRACT

BLT (Cash Direct Aids) Program is created as the effort for the sake of helping the consumption rate of the target households as the effect of the policy concerning with the increased price of refined fuel oil. The formulation of the problem for the research namely how is the implementation of Cash Direct Aids Program in Bantan area, Siantar Barat sub-district, Pematang Siantar city.

This research is carried out in Bantan area II, Siantar Barat sub-district, Pematang Siantar city. It is descriptive research using frequency table and accompanied with the life story. The sample is 40 families who get Cash Direct Aids Program and 4 officers of Cash Direct Aids Program in Bantan area.

Based on the data analysis, it shows that the implementation of Cash Direct Aids Program is not running well in that Bantan area. The indicators can be seen from the lack of socialization from the officers regarding Cash Direct Aids Program to the community, the distribution of the Cash Direct Aids Program is not on time, fund distribution is not effective and efficient.

The objective of Cash Direct Aids Program for the prosperity of the poor people has not been well reached. It is seen from the amount of the fund contribution for Rp 300,000/3 months which is considered consumptive. Also, Cash Direct Aids Program can not empower the people to add their prosperity. Those poor people are constantly in the static or poor condition. Cash Direct Aids Program should be terminated since it may create the mental of the people as beggar. The government should give the subsidy for the people in developing their business, productivity aids, working capital and vacancy. The most important point is the commitment and motivation should be given for the poor people in order to suffice their basic needs and add the social prosperity. Keywords :evaluation, program, BLT (cash direct aids).


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

NAMA : MAG AULIA AZZAHRA MENJERANG

NIM : 060902031

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 101 halaman, 36 tabel, 6 lampiran serta 28 kepustakaan)

Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dilatarbelakangi upaya mempertahankan tingkat konsumsi Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebagai akibat adanya kebijakan kenaikan harga BBM. Perumusan masalah penelitian adalah bagaimana pelaksanaan Program BLT di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar.

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Bantan Lingkungan II Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar, bersifat deskriptif dengan menggunakan tabel frekuensi dan disertai dengan life story. Besar sampel yang digunakan adalah penerima BLT 40 KK dan 4 petugas BLT Kelurahan Bantan.

Berdasarkan hasil analisa data menunjukkan bahwa pelaksanaan Program BLT di Kelurahan Bantan tidak berjalan dengan baik. Indikatornnya antara lain adalah kurang sosialisasi dari petugas mengenai Program BLT kepada masyarakat, tidak tepat waktu pada pembagian dana BLT, penyaluran dana yang tidak efektif dan efesien.

Tujuan BLT untuk dapat mensejahterakan masyarakat miskin belum tercapai dengan baik, hal ini terbukti dari dana BLT sebesar Rp. 300.000/3bulan merupakan bantuan yang bersifat konsumtif. BLT Tidak efektif dapat memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Keluarga miskin yang menerima BLT tetap berada dalam kondisi miskin atau statis. Program BLT sebaiknya dihentikan karena menciptakan mental pengemis kepada masyarakat. Pemerintah hendaknya memberikan subsisdi kepada masyarakat untuk mengembangkan usahanya, bantuan produktiv, modal kerja, lapangan kerja dan yang terpenting adalah komitmen serta motivasi kepada masyarakat miskin agar dapat memenuhi kebutuhan pokok dan meningkatkan kesejahteraan sosial.


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar”, merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi pada program strata satu (S-1), Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan bisa selesai tanpa bantuan, perhatian bahkan kasih sayang dari berbagai pihak yang bersifat moril maupun materil dan dengan segala kerendahan hati penulis haturkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakkultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Bapak Drs. Bengkel Ginting, M.Si, selaku dosen Pembimbing yang telah bersedia membimbing dan memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan yang telah diberikan.


(6)

5. Bapak M.Nurdin, selaku Kepala Desa Kelurahan Bantan yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kelurahan Bantan.

6. Ibu Nursi Gultom selaku pegawai Kelurahan Bantan yang telah membantu Penulis dengan informasi kependudukan Kelurahan Bantan dan semua responden penerima Program BLT.

7. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Ir. H. Mag Muis Menjerang, MS dan Ibunda Hj. Rosanny Sembiring, S.Pd yang telah merawat dan membesarkan penulis dengan segenap ketulusan cinta dan dukungan, doa serta kasih sayang yang teramat besar kepada penulis. 8. Kepada keluarga Menjerang, abang dan kakak, Adrian Syahputra yang

telah memberikan dorongan dan motifasi kepada penulis agar tidak menyerah untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada teman-teman Kesos 06 seperjuangan terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

10.Kepada semua pihak yang tidak tersebutkan namanya terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

Penulis menyadari hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat pengetahuan, waktu dan kemampuan yang dimiliki, dengan segala kerendahan hati penulis membuka diri untuk saran, kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa yang akan datang dan bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2010 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 9

1.3. Pembatasan Penelitian... 9

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 10

1.4.1. Tujuan Penelitian... 10

1.4.2. Manfaat Penelitian... 10

1.5. Sistematika Penulisan... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi... 12

2.1.1. Tolak Ukur Evaluasi Program...13

2.2. Pelaksanaan Program... 14

2.3. Bantuan Langsung Tunai... 17

2.3.1. Tujuan Program BLT... 17

2.3.2. Sasaran Program BLT... 18

2.3.3. Organisasi Pelaksana Penyaluran Dana BLT-RTS... 19

2.3.4. Proses Mekanisme dan Tahapan Penyaluran Dana BLT-RTS... 25

2.4. Kemiskinan... 27

2.4.1. Faktor Penyebab Kemiskinan... 31

2.4.2. Penanggulangan Kemiskinan... 33

2.5. Kerangka Pemikiran... 36

2.6. Defenisi Konsep dan Operasional... 40

2.6.1. Defenisi Konsep... 40


(8)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian... 43

3.2. Lokasi Penelitian... 43

3.3. Populasi dan Sampel... 44

3.3.1. Populasi... 44

3.3.2. Sampel... 44

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 44

3.5. Teknik Analisa Data...46

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Kelurahan Bantan... 47

4.2. Keadaan Geografis... 47

4.2.1 Kondisi Geografis... 47

4.2.2 Orbitasi... 48

4.3 Keadaan Demografis... 48

4.3.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin... 48

4.3.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian... 50

4.3.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama... 51

4.3.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan.... 52

4.4 Sarana dan Prasarana di Kelurahan Bantan... 53

4.4.1 Sarana dan Prasarana Bidang Transportasi... 53

4.4.2 Sarana Pendidikan... 53

4.4.3 Prasarana Olahraga... 54

4.4.4 Sarana Peribadatan dan Prasarana Kesehatan... 54

4.4.5 Sarana Kelembagaan Ekonomi... 55

4.5 Kegiatan Sosial yang Dilakukan Penduduk... 56

4.6 Struktur Pemerintahan Kelurahan Bantan... 57

BAB V ANALISA DATA 5.1 Karakteristik Responden... 58


(9)

5.2.1 Distribusi Tanggapan Responden Bedasarkan

Pemahaman Tujuan Program BLT... 66 5.2.2 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan

Penyaluran Dana BLT... 67 5.2.3 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan

Tepat Waktu dan Tepat Sasaran Kepada

Penerima BLT... 68 5.2.4 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan

Pelayanan Pemberian BLT... 71 5.2.5 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan

Efesiensi Pemberian BLT Sejumlah

Rp.300.000/3bulan... 72 5.2.6 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan

Konsumsi Beras... 73 5.2.7 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan

Menu Makanan... 74 5.2.8 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan

Kesehatan Keluarga... 78 5.2.9 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan

Pendidikan... 80 5.2.10 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan

Fasilitas Tempat Tinggal... 82 5.2.11 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan

Tujuan dan Manfaat BLT... 85 5.2.12 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan

Pengaduan Masyarakat Terhadap

Pelayanan Petugas BLT... 89 5.2.13 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan

Pelaksanaan Program BLT... 90 5.3 Distribusi Tanggapan Petugas Berdasarkan

Pelaksanaan Program BLT... 93 5.4 Life Story... 95


(10)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan... 99 6.2 Saran... 100

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia ... 48

2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49

3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 51

4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama 52 ...

5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan ... 52

6. Jumlah Sarana Pendidikan di Kelurahan Bantan ... 53

7. Jumlah Prasarana Olahraga di Kelurahan Bantan ... 54

8. Jumlah Sarana Kelembagaan Ekonomi ... 55

9. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59

10.Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 60

11.Karakteristik Responden Berdasarkan Agama... 61

12.Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 61

13.Karakteristik Responden Penerima BLT Berdasarkan Mata 14.Pencaharian ... 63

15.Karakteristik Responden Penerima BLT Berdasarkan Jumlah 16.Tanggungan ... 64

17.Distribusi Tanggapan Responden Tentang Pemahaman Tujuan ... 66

18.Distribusi Tanggapan Responden Tentang Penyaluran Dana 19.Program BLT Sebesar Rp. 400.000,-/4bulan dan 20.Rp.300.000.-/3bulan ... 67

21.Distribusi Tanggapan Responden Tentang Tepat Waktu 22.Pemberian BLT ... 68

23.Distribusi Tanggapan Responden Tentang Tepat Sasaran ...68


(12)

25.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Prioritas ...70 26.Pelayanan Pemberian BLT ... 71 27.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Efesiensi

28.Pemberian BLT sejumlah Rp. 300.000,-/3bulan ... 72 29.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Jumlah Beras

30.Yang Dikonsumsi Dalam Sehari ... 73 31.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Berapa Kali

32.Makan Dalam Sehari ... 74 33.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Berapa Kali

34.Makan Daging Dalam Seminggu ... 75 35.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Berapa Kali

36.Makan Telur Dalam Seminggu ... 76 37.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Berapa Kali

38.Minum Susu Dalam Seminggu ... 77 39.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Kepemilikan

40.Kartu Kesehatan Seperti Askeskin ... 78 41.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Kemampuan

42.Membayar Untuk Berobat ke Puskesmas/Poliklinik ... 79 43.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Tingkat

44.Pendidikan Anak yang Masih Dalam Tanggungan Keluarga ... 80 45.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Sumber Biaya

46.Pendidikan Anak dalam Keluarga ... 81 47.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Status

48.Penguasaan Bangunan/Rumah Tempat Tinggal yang di Tempati ... 82 49.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Jenis Lantai


(13)

51.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Jenis

52.Bahan Bakar Untuk Masak Sehari-hari ... 84

53.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Tujuan BLT 54.Yaitu Pemenuhan Kebutuhan Pokok Sehari-hari ... 85

55.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Manfaat BLT ... 86

56.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Jumlah ...86

57.Masyarakat Miskin Semakin Bertambah atau Semakin...86

58.Berkurang Setelah Menerima BLT ... 87

59.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Pelaksanaan... 89


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner (Angket)

2. Lembar kegiatan bimbingan penelitian/penulisan skripsi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU

3. Surat Keputusan Tentang Dosen Pembimbing Penulisan Proposal/Penelitian/Skripsi

4. Surat Pengantar Penelitian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

5. Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian Pengembangan dan Statistik Kota Pematangsiantar


(15)

NORTH SUMATERA UNIVERSITY SOCIAL AND POLITIC SCIENCE FACULTY SOCIAL PROSPERITY SCIENCE DEPARTMENT NAME : MAG AULIA AZZAHRA MENJERANG

REG. NO : 060902031

ABSTRACT

BLT (Cash Direct Aids) Program is created as the effort for the sake of helping the consumption rate of the target households as the effect of the policy concerning with the increased price of refined fuel oil. The formulation of the problem for the research namely how is the implementation of Cash Direct Aids Program in Bantan area, Siantar Barat sub-district, Pematang Siantar city.

This research is carried out in Bantan area II, Siantar Barat sub-district, Pematang Siantar city. It is descriptive research using frequency table and accompanied with the life story. The sample is 40 families who get Cash Direct Aids Program and 4 officers of Cash Direct Aids Program in Bantan area.

Based on the data analysis, it shows that the implementation of Cash Direct Aids Program is not running well in that Bantan area. The indicators can be seen from the lack of socialization from the officers regarding Cash Direct Aids Program to the community, the distribution of the Cash Direct Aids Program is not on time, fund distribution is not effective and efficient.

The objective of Cash Direct Aids Program for the prosperity of the poor people has not been well reached. It is seen from the amount of the fund contribution for Rp 300,000/3 months which is considered consumptive. Also, Cash Direct Aids Program can not empower the people to add their prosperity. Those poor people are constantly in the static or poor condition. Cash Direct Aids Program should be terminated since it may create the mental of the people as beggar. The government should give the subsidy for the people in developing their business, productivity aids, working capital and vacancy. The most important point is the commitment and motivation should be given for the poor people in order to suffice their basic needs and add the social prosperity. Keywords :evaluation, program, BLT (cash direct aids).


(16)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

NAMA : MAG AULIA AZZAHRA MENJERANG

NIM : 060902031

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 101 halaman, 36 tabel, 6 lampiran serta 28 kepustakaan)

Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dilatarbelakangi upaya mempertahankan tingkat konsumsi Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebagai akibat adanya kebijakan kenaikan harga BBM. Perumusan masalah penelitian adalah bagaimana pelaksanaan Program BLT di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar.

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Bantan Lingkungan II Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar, bersifat deskriptif dengan menggunakan tabel frekuensi dan disertai dengan life story. Besar sampel yang digunakan adalah penerima BLT 40 KK dan 4 petugas BLT Kelurahan Bantan.

Berdasarkan hasil analisa data menunjukkan bahwa pelaksanaan Program BLT di Kelurahan Bantan tidak berjalan dengan baik. Indikatornnya antara lain adalah kurang sosialisasi dari petugas mengenai Program BLT kepada masyarakat, tidak tepat waktu pada pembagian dana BLT, penyaluran dana yang tidak efektif dan efesien.

Tujuan BLT untuk dapat mensejahterakan masyarakat miskin belum tercapai dengan baik, hal ini terbukti dari dana BLT sebesar Rp. 300.000/3bulan merupakan bantuan yang bersifat konsumtif. BLT Tidak efektif dapat memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Keluarga miskin yang menerima BLT tetap berada dalam kondisi miskin atau statis. Program BLT sebaiknya dihentikan karena menciptakan mental pengemis kepada masyarakat. Pemerintah hendaknya memberikan subsisdi kepada masyarakat untuk mengembangkan usahanya, bantuan produktiv, modal kerja, lapangan kerja dan yang terpenting adalah komitmen serta motivasi kepada masyarakat miskin agar dapat memenuhi kebutuhan pokok dan meningkatkan kesejahteraan sosial.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di Indonesia upaya kepedulian terhadap persoalan kemiskinan sudah berlangsung sejak lama, baik pada jaman pemerintahan masa Orde Lama, masa Orde Baru, maupun pada masa pemerintahan di era Reformasi. Untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap persoalan kemiskinan, pemerintahan SBY-JK juga tidak mau ketinggalan. Kenaikan harga minyak di pasar dunia telah menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian pada banyak negara termasuk Indonesia. Sekalipun Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumber minyak bumi yang cukup berlimpah namun sebagai anggota OPEC menimbulkan konsekuensi terhadap Pemerintah untuk menaikkan harga jual minyak ke luar negeri maupun dalam negeri. Kenaikan harga minyak kemudian telah menyebabkan efek domino kenaikan harga-harga terhadap berbagai aspek komoditi dalam negeri yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak dan transportasi (Soekanto, 1990:406).

Menurut BPS, penyebab utama kenaikan jumlah orang miskin karena adanya kebijakan kenaikan harga BBM yang dinilai over dosis secara rata-rata 126% pada bulan oktober 2005. Selain itu harga beras yang terus meroket mencekik leher rakyat. Asumsi yang banyak dipakai menyebutkan bahwa orang Indonesia itu miskin karena pendidikan rendah, akses sumber daya ekonomi terbatas, dan kurangnya modal. Asumsi-asumsi ini pada spektrum tertentu ada benarnya (Dyayadi, 2008:144)


(18)

Kenaikan harga bahan bakar minyak, transportasi dan barang-barang kebutuhan pokok dirasakan dampaknya kepada semua lapisan masyarakat tetapi tentunya yang paling berat merasakannya adalah kelompok masyarakat ekonomi lemah. Kenaikan harga berbagai kebutuhan yang tidak diantisipasi dengan upaya peningkatan kemampuan daya beli telah menyebabkan masyarakat miskin terancam keberlangsungan hidupnya. Tekanan berat yang paling dirasakan oleh masyarakat miskin utamanya adalah pada tingginya harga bahan bakar untuk kebutuhan memasak sehari-hari, biaya transportasi (ke sekolah, ke kantor) dan harga barang-barang kebutuhan pokok yang semakin mahal

23:00WIB).

Dalam rangka menanggulangi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak yang dirasakan memberatkan masyarakat miskin, maka Pemerintahan SBY-JK menunjukkan kepeduliannya terhadap persoalan kemiskinan dengan menetapkan kebijakan untuk memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Program mulai terlaksana melalui ‘Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 2005”, tentang “Bantuan Langsung Tunai kepada rumah tangga-rumah tangga miskin di Indonesia” pada tanggal 10 September 2005. Pembahasan lebih lanjut pada taraf pelaksanaannya melalui Rapat Koordinasi (Rakor) tingkat Mentri pada tanggal 16 September 2005 yang memandang bahwa BLT sudah siap dilaksanakan. Tujuan yang diharapkan melalui kebijakan program adalah dapat menjawab persoalan kemiskinan di Indonesia, sebagai akibat dari segenap perubahan yang telah terjadi, baik secara nasional maupun global.


(19)

Sebagai suatu program dan kebijakan nasional, program BLT mempunyai latar belakang pelaksanaan yang sistimatis, baik secara deskriptif analisis kondisional maupun deskriptif operasional perundang-undangan. Dari sudut deskriptif analisis kondisional dapat dikatakan bahwa program BLT adalah wujud dari hasil sebuah pergumulan klasik di seluruh pemerintahan negara-negara

seperti Indonesia

Secara operasional perundang-undangan sebagai dasar pijak pelaksanaan Program BLT adalah sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) kurun waktu 2004-2009, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat, yang diantaranya memuat target penurunan angka kemiskinan dari 16,7% pada tahun 2004 menjadi 8,2% pada tahun 2009. Target tersebut dianggap tercapai jika daya beli penduduk terus ditingkatkan dan dikembangkan secara berkelanjutan. Wujud nyata dari orientasi RPJM ini dan didorong membengkaknya subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) akibat dari meningkatnya harga minyak mentah dipasar Internasional, tentu mempengaruhi harga BBM dalam negeri sejak awal Maret 2005, juga mempengaruhi kenaikan harga barang-barang pokok sehari-hari (Sembako), yang pada gilirannya memperlemah daya

beli masyarakat

Kondisi perekonomian Indonesia sekarang ini mengalami masa keterpurukan yang ditandai dengan hancurnya sistem perekonomian yang telah dibangun selama ini serta bertambahnya jumlah penduduk miskin sebagai dampak krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1998. Berdasarkan data BPS


(20)

tahun 1998 jumlah penduduk miskin berjumlah 36,5 juta jiwa atau 17,86%. Jumlah penduduk miskin berdasarkan data BPS tahun 2003 yakni 37,34 jiwa atau 17,42%.

Di Indonesia jumlah keluarga miskin mencapai 19,1 juta. Berarti, jika satu keluarga terdiri dari suami istri dan dua orang anak saja (rata-rata) maka jumlah orang miskin di Republik ini sudah lebih 76 juta jiwa. Jumlah itu masih mungkin bertambah, sebab masih banyak masyarakat miskin yang belum terdata tidak memperoleh BLT dan mereka yang jatuh miskin akibat baru di PHK karena banyak perusahaan industri tutup akibat krisis tahun lalu. Kalau dibandingkan data kemiskinan dari pemerintah dimana jumlah rakyat miskin dibawah 40 juta jiwa, maka sudah pasti ada kesalahan data yang dilakukan oleh BPS. Kesannya pemerintah memang mengajarkan rakyatnya untuk mengemis lewat BLT. Hal ini sudah banyak dikritik, namun nampaknya muatan politis jauh lebih besar sehingga “incumbent” Presiden SBY dapat terpilih lagi karena rakyat senang diberi BLT. (Tajuk Rencana hal 24, dalam Waspada, 28 Agustus 2009).

Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengalami turun naik dari tahun 1993-2006. Jumlah penduduk miskin tahun 1993 sebasar 1,33 juta orang atau sebesar 12,31 persen dari total jumlah penduduk Sumatera Utara. Tahun 1996 jumlah penduduk Sumatera Utara yang tergolong miskin hanya 1,23 juta jiwa dengan persentase sebesar 10,92 persen. Terjadinya krisis moneter secara maksimal termasuk di Sumatera Utara, penduduk miskin di Sumatera Utara tahun 1999 meningkat menjadi 1,97 juta jiwa atau sebesar 16,74 persen (BPS, 2006).

Pada tahun 2003 terjadi penurunan penduduk miskin baik secara absolut maupun secara persentase, yaitu menjadi 1,89 juta jiwa atau sekitar 15,89 persen.


(21)

Tahun 2004 jumlah dan persentase turun menjadi sebanyak 1,80 juta jiwa atau sekitar 14,93 persen. Pada tahun 2005 penduduk miskin turun 1,76 juta jiwa (14,28%). Akibat dampak kenaikan BBM pada Maret dan Oktober 2005 penduduk miskin tahun 2006 meningkat menjadi 1,98 juta jiwa (15,66%) (BPS Prov Sumut, 2007).

Pada tahun 2007 jumlah kemiskinan di Sumatera Utara 1,76 juta jiwa, bila dibandingkan tahun 2006 sejumlah 1,98 juta jiwa maka tingkat kemiskinan terbukti menurun. Data kemiskinan Maret 2008 adalah 1.613.800 orang. Maret 2009 kemiskinan di Sumut turun menjadi 1.499.700 orang, dari data BPS menunjukkan bahwa kemiskinan di Sumut berkurang sebanyak 114.100 orang (BPS Prov Sumut, 2009).

Pemberian BLT dilakukan agar masyarakat miskin tidak terlalu merasakan dampak dari kenaikan harga BBM. Dasar pemerintah dalam membuat kebijakan program BLT adalah untuk membantu masyarakat miskin yang merasakan dampak dari kenaikan harga BBM. Menurut BPS kriteria RTS dirinci menjadi 14 variabel yang diperoleh dari hasil kajian selama bertahun-tahun. Pemerintah SBY-JK mengharapkan agar realisasi program BLT dapat berjalan dengan sistematis, lancar, berhasil, dan tepat sasaran. Satu bukti upaya yang sistematis demi tertibnya program dapat terlihat dalam tulisan Edri Wilastono tentang “Seputar Subsidi Langsung Tunai (SLT)” yang disumberkan langsung dari dokumen Tim Koordinasi Pusat Pelaksanaan Program BLT di Jakarta


(22)

Pemerintah tidak menggunakan pendataan masyarakat yang akurat dalam merealisasikan program BLT karena masih menggunakan data tahun 2005, dimana belum melibatkan unsur pemerintahan dan pengurus setempat yang lebih tahu kondisi daerah masing-masing. Jika tidak dilakukan suatu evaluasi terhadap program dapat dipastikan BLT bisa menimbulkan potensi terjadinya konflik antar masyarakat, angka kemiskinan dan kriminalitas.

Realisasi dan realitas program BLT banyak mengalami kendala-kendala, persoalan-persoalan bahkan kekurangan-kekurangan. Salah satu contoh tentang realisasi dan realitas dapat dilihat dalam beberapa kutipan sebagai berikut: BLT Dipotong Rp.70.000,- untuk pembuatan KTP dan subsidi silang. Belasan ribu keluarga miskin (gakin) yang ada di Kota Tasikmalaya, Rabu (19/10) antri di beberapa kantor kelurahan untuk mencairkan BLT. Beberapa warga menjelaskan, uang Rp.300.000,- dipotong Rp.70.000,-. Potongan tersebut, masing-masing Rp.20.000,- untuk keperluan pengurusan KTP dan kartu keluarga. Sisanya Rp.50.000,- untuk subsidi warga lain yang dianggap miskin tetapi tidak mendapat BLT.

Pertaruhan PT Pos Indonesia. Tercatat enam orang rata-rata berusia 70 tahun meninggal dunia ketika sedang mengantri pencairan BLT. Antri berujung kematian itu sungguh memilukan dan memalukan. Untuk menghindari kejadian terulang, PT Pos menentukan hari pengambilan BLT untuk setiap desa secara

bergilir

pukul 23:00WIB).

Dalam perspektif moral, mengemis seharusnya dianggap pekerjaan hina. Tetapi karena malas dan kurang atau tidak memiliki harga diri akhirnya memilih


(23)

untuk menerima BLT. Sebagai contoh ada Perda larangan seperti di Jakarta, memberi uang kepada pengemis di jalan maupun gerombolan pengemis yang semakin banyak di jalanan. Hal ini patut menjadi perhatian semua pihak terkait.

Perda yang dibuat hanya bisa berjalan efektif bila dibarengi dengan pengawasan dilapangan. Perda tersebut hanya mungkin terlaksana bila dilakukan sosialisasi yang cukup kepada masyarakat dibarengi dengan upaya meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat. Kalau hanya sekedar membuat Perda sementara sosialisasinya tidak berjalan, maka dipastikan jumlah penerima BLT akan semakin banyak. Sejalan dengan situasi perekonomian semakin sulit. Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa rakyat miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara tetapi tidak dijalankan oleh pejabat pemerintah pusat maupun Prov/Kab/Kota.

Kota Pematangsiantar memiliki jumlah penduduk 240.787 jiwa dengan luas 79,97 km . Terdiri dari 6 kecamatan yaitu Siantar Barat, Siantar Marihat, Siantar Martoba, Siantar Selatan, Siantar Timur, Siantar Utara, Siantar Sitala Sari. Khusus pada kecamatan Siantar Barat terdiri dari 7 kelurahan, salah satunya adalah Kelurahan Bantan. Kelurahan Bantan memiliki luas 3,21 km dan jumlah penduduk 45.291 jiwa dengan kepadatan penduduk 14.131 jiwa/km.

Menurut data BPS Kota Pematangsiantar tahun 2006, bahwa jumlah rumah tangga miskin di Kota Pematangsiantar sebesar 11.908. Jumlah rumah tangga miskin tersebut terdiri dari 11.908 di Kecamatan Siantar Marihat, 2.306 di Kecamatan Siantar Martoba, 708 rumah tangga miskin di Kecamatan Siantar Selatan, 2.409 rumah tangga miskin di Kecamatan Siantar Timur, 1.850 rumah tangga miskin di Kecamatan Siantar Utara, 1.324 rumah tangga miskin di


(24)

Kecamatan Sitala Sari dan 1.305 rumah tangga miskin di Kecamatan Siantar Barat.

Di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat, menurut petugas kelurahan disana Program BLT pertama kali dilaksanakan pada tahun 2007. Ada 380 rumah tangga sasaran penerima BLT. Menurut petugas tersebut, pemerintah mengusulkan penerima bantuan di Kelurahan Bantan adalah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tahun 2007 sampai tahun 2008 penerima BLT tetap sebanyak 380 rumah tangga sasaran. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa tidak ada peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat miskin penerima BLT. Petugas kelurahan juga mengatakan masih ada masyarakat miskin yang tidak mendapatkan bantuan. Banyak hal yang mereka rasa ganjil dalam pelaksanaan program BLT.

Penulis juga mendapat informasi dari beberapa warga penerima BLT yang mengatakan pada tahun 2008 mereka hanya menerima Rp. 200.000,- pada periode bulan Juni sampai Agustus. Alasan potongan tersebut dilakukan juga belum jelas. Posisi warga sebagai obyek dan penerima bantuan memiliki reaksi cenderung apatis dalam proses penetapan kebijakan dan persiapan penyaluran bantuan. Masyarakat masih belum dibiasakan untuk ikut berperan aktif dalam perencanaan pembangunan.

Kebijakan BLT sama sekali tidak menunjukkan adanya kontribusi partisipasi masyarakat dalam proses penetapan. Masyarakat dihadapakan hanya pada satu pilihan untuk menerima kebijakan BLT sebagai alternatif untuk mengatasi kondisi. Sebagian masyarakat yang masih mampu mengimbangi laju kenaikan harga BBM tidak memberikan reaksi atas penetapan kebijakan BLT. Sementara warga miskin dan sangat miskin merasakan bahwa sekecil apapun


(25)

bantuan yang disediakan pemerintah sangat membantu untuk menyelamatkan keberlangsungan hidup mereka.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik memilih Kelurahan Bantan sebagai tempat penelitian untuk melihat kebenaran dari pelaksanaan Program BLT tepat sasaran secara ilmiah dan manfaat BLT bagi penerima bantuan. Program BLT yang diterapkan Pemerintah menjadi latar belakang penulis tertarik mengadakan penelitian di daerah tersebut dengan judul “Evaluasi Pelaksanaan

Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar”.

1.2 Perumusan Masalah

Menurut M. Nazir ( 2003 : 111) perumusan masalah merupakan langkah yang penting karena langkah ini akan menentukan kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah harus jelas dan tegas sehingga proses penelitian benar-benar terarah dan terfokus ke permasalahan yang jelas. Adapun perumusan masalah yang menjadi pokok penelitian ini adalah:

“Bagaimana pelaksanaan program bantuan langsung tunai di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar ?”

1.3 Pembatasan Penelitian

Adapun pembatasan penelitian ini adalah Program (BLT) tahun 2007 dan 2008 di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar.


(26)

1.4 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui evaluasi pelaksanaan program BLT di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar.

2. Untuk mengetahui manfaat BLT bagi penerima bantuan.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :

1. Dapat digunakan bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan yang berhubungan dengan Program BLT.

2. Untuk memperluas pengetahuan dan wawasan penulis dalam mengembangkan kemampuan berpikir melalui karya ilmiah.

3. Dapat digunakan sebagai masukan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam pembangunan yang berkaitan dengan kesejahteraan keluarga miskin.


(27)

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian terdiri dari :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab I berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penlitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab II menguraikan secara teoritis tinjauan-tinjauan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan yaitu Program Bantuan Langsung Tunai, kerangaka pemikiran, hipotesa, defenisi konsep, dan defenisi operasional pada penelitian ini.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab III berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data serta teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab IV berisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi di mana penulis melakukan penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab V berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu melalui quesioner yang dibagikan kepada Responden dalam penelitian ini yaitu penerima bantuan langsung tunai di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar.

BAB VI : PENUTUP

Bab VI berisikan kesimpulan dan saran sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Evaluasi

Banyak defenisi evaluasi dikemukakan oleh beberapa ahli. Seperti dikemukakan oleh Cronbach, Stufflebeam dan Alkin bahwa evaluasi adalah menyediakan informasi untuk membuat keputusan. Sedangkan Maclcolm dan Provus mendefenisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar. Ada yang mendefenisikan evaluasi sebagai penilai atas manfaat atau guna. Komite standar evaluasi menyebutkan bahwa evaluasi adalah penelitian sistematik atau teratur tentang manfaat atau guna beberapa objek. Namun hal yang perlu ditekankan dalam evaluasi adalah evaluator tidak boleh menghakimi ataupun menilai dari suatu program apakah berhasil atau tidak (Tayibnapis, 2000:3).

Evaluasi berfokus pada empat aspek, yaitu : a. Konteks

b. Input

c. Proses Implementasi (penerapan;pelaksanaan) d. Produk (Stuffelebeam, dalam Tayibnapis, 2003 : 5).

Melalui pendekatan ini maka evaluasi dapat menilai a) manfaat tujuannya, b) mutu rencana, c) sampai sejauhmana tujuan dijalankan, d) mutu hasilnya. Jadi evaluasi hendaknya berfokus pada tujuan dan kebutuhan, desain training, implementasi dan hasil training.


(29)

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi mempunyai peranan penting yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan Program BLT-RTS untuk perkembangan dan kewajiban suatu negara. Evaluasi dapat menilai kelemahan dan kekurangan Program BLT, sejak direncanakan sampai pada pelaksanaan untuk mencapai tujuan memenuhi kebutuhan masyarakat. Selanjutnya dengan mengetahui kekurangan dan kelemahan serta ketidaklancaran dan ketidakberhasilan pelaksanaan, dapat diajukan usaha perbaikan melalui perumusan kembali kebijakan dan penyesuaian-penyesuaian sejalan dengan kondisi masyarakat yang berkembang.

2.1.1 Tolak Ukur Evaluasi Program

Suatu program dapat dievaluasi apabila ada tolak ukur yang dijadikan penilaian suatu program. Berhasil atau tidak program berdasarkan tujuan yang dibuat sebelumnya, dimana tolak ukur harus dicapai dengan baik oleh sumber daya pengelola.

Adapun yang menjadi tolak ukur dalam evaluasi suatu program adalah : 1. Ketersediaan sarana untuk mencapai tujuan tersebut.

2. Apakah hasil proyek sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

3. Apakah sarana atau kegiatan yang dibuat benar-benar dapat dicapai atau dimanfaatkan orang-orang yang benar-benar membutuhkan.

4. Apakah sarana yang disediakan benar-benar dilakukan untuk tujuan semula. 5. Berapa persen jumlah atau luas sasaran sebenarnya yang dapat dijangkau oleh


(30)

6. Bagaimana mutu pekerjaan atau sarana yang dihasilkan oleh program (kualitas hidup, kualitas barang).

7. Berapa banyak sumber daya (tenaga, dana, barang) yang sudah digunakan (diinvestasikan) untuk mencapai tujuan tersebut.

8. Apakah sumber daya dan kegiatan yang dilakukan benar-benar dimanfaatkan secara maksimal.

9. Apakah kegiatan yang dilakukan benar-benar memberikan masukan terhadap perubahan yang diinginkan (Suwito, dalam modul jaringan kerja pemetaan partisipatif, 2002)

2.2 Pelaksanaan Program

Implementasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sama dengan pelaksanaan. Pelaksanaan kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan. Pelaksanaan kebijaksanaan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijaksanaan. Kebijaksanaan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. (Ujodi, dalam Wahab, 1990:51)

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa implementasi adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan suatu program. Tiga kegiatan berikut ini adalah pilar-pilarnya :

1. Organisasi adalah pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit-unit serta metode-metode untuk menjadikan program berjalan.

2. Interpretasi untuk menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima dan dilaksanakan.


(31)

3. Penerapan merupakan ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program (Jones, 1996:296). Implementasi adalah suatu kegiatan untuk melaksanakan atau mengoperasikan sebuah program. Program merupakan tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian kegiatan, berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan.

Dari defenisi implementasi dapat disimpulkan bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Program akan menunjang implementasi, karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara lain :

a. Ada tujuan yang ingin dicapai.

b. Ada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambil dalam mencapai tujuan. c. Ada aturan-aturan atau prosedur yang harus dipegang dan dilalui.

d. Ada perkiraan anggran yang dibutuhkan.

e. Ada strategi dalam pelaksanaan (Manila dalam Jones, 1996:43).

Dalam proses pelaksanaan program harus ada kelompok masyarakat menjadi sasaran program, sehingga hasil program yang dijalankan memiliki perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Tanpa memberikan manfaat kepada masyarakat maka dikatakan program tersebut telah gagal dilaksanakan. Berhasil atau tidaknya suatu program pelaksanaan tergantung dari unsur pelaksanaannya (eksekutif). Pelaksanaan itu penting artinya karena pelaksanaan baik itu organisasi ataupun perorangan bertanggungjawab dalam pengelolaan ataupun pengawasan dalam proses pelaksanaan.


(32)

Isi dari pada kebijaksanaan pada dasarnya meliputi adanya program yang bermanfaat, kelompok sasaran, terjadinya jangkauan perubahan. Terdapatnya sumber daya, serta adanya pelaksanaan program. Hasil akhir dari kegiatan pelaksanaan dapat dilihat dari tingkat perubahan yang dialami penerimanya. Kegagalan atau keberhasilan implementasi dapat dilihat dari kemampuan pelaksana secara nyata dalam mengoperasionalkan program yang telah dirancang. Untuk mengoperasionalkan pelaksanaan program agar tercapai suatu tujuan serta terpenuhinya misi program diperlukan kemampuan yang tinggi pada organisasi pelaksananya. Organisasi dapat dimulai dari organisasi tingkat atas sampai yang bearada di level baik itu pemerintah maupun swasta. Baik tidaknya suatu program atau kebijaksanaan yang telah ditetapkan merupakan masalah yang sungguh-sungguh kompleks bagi setiap organisasi, termasuk pemerintah. Hal ini menjadi masalah karena biasanya terdapat kesenjangan waktu antara penetapan program atau kebijaksanaan dengan pelaksanaannya.

Dalam melaksanakan suatu program pemerintah harus dapat merangsang masyarakat untuk memikul tanggung jawab dan dikembangkan dimulai dari bawah dan berakar secara kuat. Suatu keadaan yang membangkitkan, tanggapan yang spontanitas dan dukungan masyarakat terhadap program yang dirancang oleh organisasi pemerintah yang berorientasi kepada tujuan.

Berdasarkan uraian diatas maka evaluasi pelaksanaan Program BLT adalah sejauhmana pelaksanaan, manfaat nyata dan hasil dari Program BLT, alokasi dana Program BLT-RTS, penyaluran dan penyerapan dana, manfaat dan dampak dari BLT-RTS serta pelayanan dan penanganan pengaduan.


(33)

2.3 Bantuan Langsung Tunai

BLT merupakan salah satu jaringan pengaman sosial (JPS) dalam rangka meminimalisir dampak kenaikan BBM bagi masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, merupakan bantuan yang bersifat darurat (Emeregency). Program BLT yang dialokasikan pemerintah sebasar Rp. 14,1 triliun digunakan untuk pelaksanaan program selama tujuh bulan yakni mulai Juni s.d Desember 2008 dengan sasaran 91.1 juta rumah tangga. Dengan demikian setiap bulan alokasi dana yang diperlukan adalah sekitar Rp. 2 triliun. Sedangkan untuk PNS/TNI/Polri saat ini sedang disusun alokasi sebesar 4,3 triliun diluar dana yang Rp. 14,1 triliun tersebut diatas.

Setiap kupon/kartu mendapat subsidi sebasar Rp. 100.000,- dan disalurkan pertiga/empat bulan sekali. Dengan demikian masyarakat menerima uang yang akan diberikan secara bertahap. Tiga bulan pertama Rp.300.000,- perkepala keluarga dan empat bulan berikutnya Rp. 400.000,-.

2.3.1 Tujuan Program BLT

Program BLT dilatarbelakangi upaya mempertahankan tingkat konsumsi RTS sebagai akibat adanya kebijakan kenaikan harga BBM. Tujuan BLT adalah: 1. Membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasar. 2. Mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan

ekonomi


(34)

2.3.2 Sasaran Program BLT

Dasar hukum pelaksanaan program BLT adalah Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tanggal 14 Mei 2008 tentang Pelaksanaan Program BLT untuk rumah tangga sasaran. RTS adalah rumah tangga yang masuk dalam katagori sangat miskin, miskin, dan hampir miskin sesuai dengan hasil pendataan BPS.

Ada 14 indikator identifikasi dari BPS kriteria rumah tangga miskin adalah : 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal :

Kurang dari 8 m2 per orang.

2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal : Tanah/bambu/kayu murahan.

3. Jenis dinding tempat tinggal :

Bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. 4. Fasilitas tempat buang air besar :

Tidak punya/bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga :

Bukan listrik

6. Sumber air minum :

Sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari : Kayu bakar/arang/minyak tanah.

8. Konsumsi daging/susu/ayam per minggu :

Tidak pernah mengkonsumsi/hanya satu kali dalam seminggu. 9. Pembelian pakaian baru untuk setiap art dalam setahun :


(35)

Tidak pernah membeli/hanya membeli satu stel dalam setahun. 10. Makanan dalam sehari untuk setiap art :

Hanya satu kali makan/dua kali makan sehari.

11. Kemampuan membayar untuk berobat ke Puskesmas/Poliklinik : Tidak mampu membayar untuk berobat.

12. Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga :

Petani dengan luas lahan 0,5 ha/buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,- perbulan.

13. Pendidikan tertinggi kepala keluarga:

Tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tamat SD. 14. Pemilikan aset/tabungan:

Tidak punya tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,- setiap sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal, motor, atau barang modal lainnya (BPS : 2005)

2.3.3 Organisasi Pelaksana Penyaluran Dana BLT-RTS

Pelaksana Program BLT bagi RTS adalah Departemen Sosial selaku Kuasa Pengguna Anggaran dibantu oleh pihak-pihak terkait yang telah ditetapkan dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai untuk Rumah Tangga Sasaran.

Penyaluran BLT-RTS merupakan suatu bentuk kerjasama yang didasarkan pada fungsi dan tugas pokok, sehingga setiap lembaga bertanggung-jawab terhadap kelancaran bidang tugas masing-masing. Bentuk kerjasama dimaksudkan


(36)

untuk mempercepat proses penyaluran dana BLT-RTS kepada kelompok sasaran sehingga pemanfaatannya menjadi lebih optimal.

Untuk meningkatkan sinergi pelayanan secara maksimal, maka masing-masing lembaga saling berkoordinasi dan dalam pelaksanaan Program BLT difasilitasi penyediaan Unit Pelaksana Program BLT (UPP-BLT) dari tingkat pusat sampai dengan kecamatan. Tugas pokok dan tanggung jawab dari instansi dapat dilihat dari Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Program BLT untuk RTS yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Departemen Sosial

Departemen Sosial memiliki kewajiban untuk menyiapkan dana berdasarkan daftar nominative dan menyampaikan surat perintah kepada PT Pos Indonesia untuk membayarkan dana BLT untuk rumah tangga sasaran. Kerjasama dengan PT Pos Indonesia (Persero) dan PT BRI (Persero) Tbk untuk menyalurkan dana tersebut sesuai dengan daftar nomative penerima BLT yang disampaikan oleh BPS. Untuk kejelasan bagaimana proses penyalurannya, Departemen Sosial berkewajiban untuk membuat dan menyusun petunjuk teknis penyaluran BLT bersama dengan Bapenas, Menko Kesra, Depdagri, BPS, PT Pos Indonesia (Persero) dan PT BRI (persero) Tbk. Sebagai pertanggungjawaban terhadap pemerintah, Departemen Sosial berkewajiban membuat laporan pelaksanaan kepada Presiden RI tentang pelaksanaan penyaluran BLT (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).


(37)

2. PT. Pos Indonesia (Persero)

Adapun kewajiban dari PT.Pos Indonesia untuk program BLT dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi bahan bakar minyak adalah menyiapkan rekening Giro Utama di Bank Rakyat cabang Jakarta Veteran yang berfungsi untuk menampung dana BLT dari DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Departemen Sosial yang akan disalurkan kepada rekening giro Kantor Pos. Mencetak dan menyalurkan KKB (Kartu Kompensasi BBM) ke KPRK (Kantor Pos Pemeriksa) seluruh Indonesia berdasarkan daftar nominative, selanjutrnya KPRK menyalurkan KKB kepada RTS bekerjasama dengan aparat desa setempat, TKSM (Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat) dan aparat keamanan bila diperlukan.

Dalam hal ini PT.Pos Indonesia melaporkan realisasi penyaluran KKB kepada Departemen Sosial dan selanjutnya menyampaikan rencana penyaluran dana BLT. Mencetak KKB baru untuk RTS pengganti yang telah ditetapkan melalui musyawarah rembug desa dan telah dilegalisir oleh Kades/Lurah. Membayarkan dana BLT-RTS sesuai dengan daftar nomativ dan realisasi penyaluran KKB. Pembayaran dana BLT-RTS dilakukan atas dasar KKB pemilik RTS dengan menunjukkan identitas atau bukti diri yang sah. Menyediakan fasilitas kotak pos pengaduan pelaksanaan pembayaran dana BLT. Membuat laporan pelaksanaan Program BLT-RTS sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki kepada Mentri Sosial (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).


(38)

3. Bank Rakyat Indonesia

Bank Rakyat Indonesia memiliki peran untuk menyiapkan dana BLT atas permintaan PT.Pos Indonesia. BRI juga membebaskan biaya administrasi pembukaan rekening dan membebaskan atas kewajiban setoran pertama dalam pembukuan giro di kencana BRI Jakrta Veteran dan Kencana BRI seluruh Indonesia. Demi kelancaran dalam proses penyaluran dan segala administrasi dana BLT, BRI memberikan kemudahan kepada PT Pos Indonesia untuk memindahbukukan dana dari rekening giro Kantor Pos seluruh Indonesia. Sebagai bentuk kewajiban dan tanggung jawab, BRI juga menyampaikan laporan keuangan mutasi rekening giro utama dari giro Kantor Pos melalui layanan Cash

Management BRI (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).

4. Badan Pusat Statistik

BPS memiliki peran dan kewajiban untuk menyediakan data RTS penerima BLT yang dikatagorikan rumah tangga sangat miskin, rumah tangga miskin, rumah tangga hampir miskin. Kegiatan untuk menyediakan data tersebut dilakukan dengan updating lapangan, verifikasi dan evaluasi RTS oleh petugas BPS dan mitra serentak di seluruh Indonesia dan sebagai bentuk tanggungjawab atas proses menyediakan data, BPS juga memiliki kewajiban untuk membuat laporan pelaksanaan program BLT sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).


(39)

5. Dinas Sosial Provinsi

Dinas Sosial Provinsi memiliki kewajiban antara lain:

a. Mengelola Unit Pelaksana BLT pada tingkat provinsi dan struktur pelaksanaanya.

b. Melakukan pembinaan, supervisi dan pengawasan terhadap pelaksanaan BLT, termasuk pengelolaan Unit Pelaksana Program BLT ditingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan.

c. Mengkoordinasi Dinas Sosial Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pendampingan terhadap PT Pos pada saat pembagian kartu BLT dan pembayaran BLT dengan melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat. d. Menberikan perlindungan khusus bagi kelompok rentan (penyandang cacat, ibu

hamil, lanjut usia dan juga RTS yang sakit)

e. Sebagai tanggungjawab Dinas Sosial Provinsi harus membuat laporan pelaksanaan Program BLT sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).

6. Dinas Sosial Kabupaten/Kota

Adapun kewajiban Dinas Sosial Kabupaten/Kota antara lain adalah :

a. Mengelola Unit Pelaksana BLT pada tingkat Kabupaten/Kota dan struktur pelaksanaanya. Dimana ketua pengelola UPP-BLT adalah kepala dinas sosial yang bertugas secara intensif selam proses pelaksanaan Program BLT.

b. Melakukan pembinaan, supervisi dan pengawasan terhadap pelaksanaan BLT, ditingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan.


(40)

c. Memberikan perlindungan khusus bagi kelompok rentan (penyandang cacat, ibu hamil, lanjut usia dan juga RTS yang sakit)

d. Sebagai tanggungjawab Dinas Sosial Kabupaten/Kota harus membuat laporan pelaksanaan Program BLT sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).

7. Tingkat Kecamatan (Camat)

a. Mengelola Unit Pelaksana Program BLT pada tingkat kecamatan.

b. Memantau mitra kerja pada tingkat kecamatan dan Desa serta keseluruhan yang terlibat secara efektif dalam pendistribusian Kartu BLT dan penyaluran dana BLT serta pengendalian dan pengamanan di lapangan.

c. Menyelenggarakan pelaksanaan pertemuan-pertemuan koordinasi dengan seluruh mitra pada tingkat kecamatan.

d. Menginformasikan (sosialisasi) Program BLT kepada RTS dan mendukung sosialisasi kepada masyarakat umum.

e. Memantau petugas Pos pada saat distribusi Kartu BLT kepada RTS.

f. Melakukan pendampingan dan membantu petugas Pos pada saat pembagian Kartu dan pembayaran BLT dengan melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat.

g. Membuat laporan pelaksanaan program BLT sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki secara berjenjang kepada pihak-pihak terkait termasuk Kepala Dinas Sosial Kabupaten/Kota (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).


(41)

8. Desa/Kelurahan

a. Memantau petugas Pos pada saat pengecekan daftar penerima BLT dan mendistribusikan kartu kepada RTS.

b. Bersama dengan petugas Pos menentukan pengganti RTS yang pindah, meninggal (tanpa ahli waris) maka melalui rembug desa/kelurahan yang dihadiri oleh kepala desa/lurah, badan permusyawaratan desa/kelurahan, RT, RW tempat tinggal RTS yang diganti, tokoh agama, tokoh masyarakat dan karang taruna.

c. Melakukan pendampingan dan membantu petugas Pos pada saat pembagian kartu BLT dan pembayaran BLT dengan melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat.

e. Mengupayakan penyelesaian masalah yang terjadi (antara lain pada saat penetapan RTS, distribusi kartu, penyaluran dan BLT) sesuai dengan jenis pengaduan dan tingkat kewenangannya (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008)

2.3.4 Proses Mekanisme dan Tahapan Penyaluran Dana BLT untuk RTS

Secara umun tahapan yang dilaksanakan dalam penyaluran dana BLT adalah :

1. Sosialisasi Program BLT, dilaksanakan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika Departemen Sosial, bersama dengan Kementrian/Lembaga di pusat bersama-sama Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, aparat Kecamatan dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat, Karang Taruna,


(42)

Kader Taruna Siaga Bencana (TAGANA), Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), tokoh agama dan tokoh masyarakat.

2. Penyiapan data RTS dilaksanakan oleh BPS Pusat. Daftar nama dan alamat yang telah tersedia disimpan dalam sistem database BPS, Departemen Sosial dan PT Pos Indonesia.

3. Pengiriman data berdasarkan nama dan alamat RTS dari BPS ke PT Pos Indonesia.

4. Pencetakan KKB berdasarkan data yang diterima oleh PT Pos Indonesia. 5. Penandatanganan KKB oleh Menteri Keuangan RI.

6. Pengiriman KKB ke kantor Pos seluruh Indonesia.

7. Pengecekan kelayakan daftar RTS di tingkat desa/kelurahan.

8. Pembagian KKB kepada RTS oleh petugas Pos dibantu apaarat desa/kelurahan,tenaga kesejahteraan masyarakat, serta aparat keamanan setempat jika diperlukan.

9. Pencairan BLT kepada RTS berdasarkan KKB dikantor Pos atau dilokasi-lokasi pembayaran yang telah ditentukan untuk daerah-daerah yang terpencil/sulit menjangkau Kantor Pos. Terhadap kartu penerima dilakukan pencocokan dengan daftar penerima (dapem) yang kemudian dilakukan dikenal sebagai kartu duplikat.

10. Pembayaran terhadap penerima KKB dilakukan untuk Juni s/d Agustus sebesar Rp.300.000,- dan periode September s/d Desember sebesar Rp.400.000,-. Penjadwalan pembayaran pada setiap periode menjadi kewenangan dari PT Pos Indonesia.


(43)

11. Jika kondisi penerima KKB tidak memiliki identitas sebagai persyaratan kelengkapan verifikasi proses pembayaran, maka proses pembayaran dilakukan dengan verivikasi bukti diri yang sah (KTP,SIM, Kartu Keluarga, Surat Keterangan dari kelurahan).

12. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan penyaluran BLT oleh tim terpadu.

13. Laporan bulanan oleh PT Pos Indonesia kepada Departemen Sosial (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT untuk RTS dalam rangka Kompensasi Pengurangan Subsudi BBM Depsos RI, 2008).

Adapun mekanisme dan tahapan administrasi diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerjasama antar Depsos, PT Pos Indonesia dan PT BRI, serta Peraturan Dirjen Perbendaharaan. Penerima BLT adalah orang yang telah ditetapkan pemerintah untuk menerima BLT sesuai dengan data. Penerima diwakili oleh kepala keluarga dalam menerima Kartu Kompensasi BBM dari BPS Kota/Kabupaten.

Kartu Kompensasi BBM disebut dengan kartu asli adalah berisikan data penerima dan dua buah carik (kupon). Carik (kupon) adalah lembar yang dapat ditukarkan oleh pemilik kartu dengan senilai uang yang tertulis didalamnya. Kartu asli dianggap sebagai barang berharga, sehingga penyalahgunaan, kehilangan ataupun kerusakan kartu asli menjadi tanggung jawab penerima dan tidak dapat diganti.

2.4 Kemiskinan

Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan


(44)

juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok. Pada masyarakat modern yang rumit, kemiskinan menjadi suatu problema sosial karena sikap yang membenci kemiskinan. Seseorang bukan merasa miskin karena kekurangan makan, pakaian atau perumahan tetapi, karena harta miliknya dianggap tidak cukup untuk memenuhi taraf kehidupan yang ada. Hal ini terlihat dikota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta. Seseorang dianggap miskin karena tidak memiliki radio, televisi atau mobil. Lama kelamaan benda-benda sekunder tersebut dijadikan ukuran bagi keadaan sosial ekonomi seseorang, yaitu apakah dia miskin atau kaya (Soekanto, 1990 : 407).

Asumsi yang banyak dipakai menyebutkan bahwa orang Indonesia miskin karena pendidikan rendah, akses ke sumber daya ekonomi terbatas, dan kurangnya modal. Asumsi-asumsi ini pada spektrum tertentu ada benarnya.

Dengan tingkat survival yang mereka capai, akan banyak ditentukan oleh spektrum bahwa manusia hidup yang lebih luas yaitu nilai-nilai dan struktur organisasi sosial dimana mereka ada didalamnya. Seseorang itu menjadi miskin juga tidak terpisahkan dari sistem sosial yang berlaku yang telah membentuk budaya kemiskinan.

Budaya kemiskinan yang dimaksud adalah sesuatu cara hidup dan cara pandang yang lemah dan gampang puas, yang dialami serta yang dilakukan bersama-sama oleh orang miskin. Jarang sekali mendapat tempat dalam suatu diskursus perencanaan penanggulangan kemiskinan. Demensi ini sengaja mengada-ngada dan produk analisasi yang sengaja oleh para ilmuan Barat mungkin untuk sekedar menjelek-jelekkan orang Indonesia (Dyayadi, 144 : 2008).


(45)

Penggolongan tiga tipe orang miskin berdasarkan pendapatan yang diperoleh setiap orang dalam setiap bulan. Ketiga tipe-tipe tersebut adalah :

1. Miskin.

Orang miskin adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras yakni 320-480 Kg/orang/tahun. Jumlah ini dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan makan minimum (1900 kalori/orang/hari dan 40 gr protein/orang/hari).

2. Sangat miskin.

Orang yang dikatakan sangat miskin adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras yakni240-320 kg/orang/tahun.

3. Termiskin.

Orang termiskin adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras antar 180-240 kg/orang/tahun (Sajogyo, et.all, 1980 : 43 ).

Konsep kemiskinan yang dipakai dalam menganalisa rumah tangga miskin penerima BLT, antara lain kemiskinan absolut, kemiskinan struktural, dan kemiskinan buatan.

1. Kemiskinan Absolut

Seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak mampu memenuhi kebutuhan minimum hidupnya untuk memelihara fisiknya agar dapat bekerja penuh dan efesien. Orang yang dalam kondisi ini dikatagorikan dalam jenis kemiskinan absolut. Kemiskinan sangat ditentukan oleh nutrisi yang dibutuhkan setiap orang. Nutrisi akan mempengaruhi jumlah kalori yang dibutuhkan terutama untuk orang bekerja. Garis batas minimum kebutuhan hidup ditentukan BPS sebesar 2.100 kalori perkapita pertahun.


(46)

2. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural lebih menunjuk pada orang atau sekelompok orang yang tetap miskin karena struktur masyarakat yang timpang, tidak menguntungkan bagi golongan yang lemah. Mereka tetap miskin atau menjadi miskin bukan karena tidak mau berusaha memperbaiki nasibnya tetapi karena usaha yang mereka lakukan selalu kandas dan terbentur pada sistem dan struktur masyarakat yang berlaku (Johanes, 2000:24).

3. Kemiskinan buatan.

Terjadi karena kelembagaan-kelembagaan yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata (White, dalam Alfian, et.all, 1980 : 43).

Dilihat dari pengertiannya, konsep kemiskinan buatan dapat identik dengan kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita suatu golongan masyarakat, dimana karena struktur sosial masyarakat tersebut, mereka tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka (Soemardjan, dalam Alfian, et.all, 1980 : 5).

Dalam pengertian sistem, struktur dan institusi yang ada dalam masyarakat menyebabkan suatu kelompok menjadi miskin karena struktur tersebut telah menghambat mereka dalam penguasaan sumber daya serta berbagai peluang (Soetomo, 2008 : 325).

Lima karakteristik kemiskinan, antara lain adalah :

a. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri.

b. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri.


(47)

c. Tingkat pendidikan umumnya rendah.

d. Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas.

e. Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai (Emil Salim, dalam Supriatna, 2000 : 124).

2.4.1 Faktor Penyebab Kemiskinan

Menurut BPS, penyebab utama kenaikan jumlah orang miskin karena adanya kebijakan kenaikan harga BBM yang dinilai over dosis secara rata-rata 126 % pada bulan Oktober 2005. Selain itu, harga beras yang terus meroket mencekik leher rakyat.

F. Rahardi menulis dalam tajuk, “Ketika Orang Miskin Dipersalahkan”, bahwa Indonesia adalah negara yang jauh lebih kaya dari Thailand, Singapura, Malaysia apalagi Vietnam. Memang penduduk Indonesia lebih banyak, tetapi jelas tidak sebanyak RRC. Bedanya pemerintah negeri kita tidak bisa membuat rakyatnya produktif hingga menjadi makmur. Dalih bahwa penduduk Singapura dan Thailand sedikit sehingga mudah diurus menjadi mentah karena RRC yang berpenduduk lebih dari 1,4 milyar (sedangkan menurut BPS 2006, penduduk Indonesia “hanya” 220 juta jiwa), namun ternyata RRC bisa mendorong rakyatnya menjadi produktif dan makmur hanya dalam waktu 20 tahun saja (Kompas, 20 September 2006)

Produktivitas dan kreativitas sangat penting dalam upaya pemberantas kemiskinan penduduk kota. Secara khusus penyebab kemiskinan adalah :


(48)

1. Rendahnya tingkat pendidikan : rendahya taraf pendidikan menyebabkan kemampuan pengembangan diri menjadi terbatas sehingga lapangan kerja menjadi sempit

2. Rendahnya tingkat kesehatan : tingkat kesehatan dan tingkat gizi yang rendah menyebabkan daya tahan fisik, daya pikir serta prakarsa menjadi rendah pula, dengan demikian produktivitas menjadi berkurang.

3. Terbatasnya lapangan kerja : Selama lapangan kerja atau kegiatan usaha masih ada, maka harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan masih dapat dilakukan, sebaliknya dengan sempitnya lapangan kerja akan menimbulkan kemiskinan; dan

4. Kondisi yang terisolasi, proses jual beli hasil produksi dari dan ke daerah sekitar tidak akan terjadi jika tidak ada sarana fisik sebagai penghubung sebagai jalan dan alat transportasi. Hal ini berakibat perekonomian di daerah tersebut akan berkembang (Rahardi, dalam Dyayadi, 2008 : 145).

Sebuah opini dengan judul “Islam dan strategi penanggulangan kemiskinan“ menyebutkan beberapa penyebab kemiskinan antara lain adalah pertama kemiskinan natural, seperti alam yang tandus, kering dan sebagainya. Kedua kemiskinan kultural, karena perilaku malas, tidak mau bekerja dan mudah menyerah dan yang ketiga adalah kemiskinan struktural, karena berbagai peraturan dan kebijakan pemerintah pada masyarakat miskin. Kebijakan tersebut dalam bidang ekonomi, pendidikan dan sebagainya (Hafidhuddin, dalam Tabloid Jumat, 1 Juni 2007).

Ada juga opini dengan judul “Super Miskin” yang mengatakan bahwa rezim ekonomi sekarang sebenarnya sudah 40 tahun berkuasa dan hasilnya adalah


(49)

peningkatan kemiskinan rakyat dan kerusakan alam Indonesia serta penambahan saldo utang luar negeri. Padahal kita tahu tidak ada satu negara pun di dunia yang terbebas dari kemiskinan karena utang luar negeri, yang terjadi justru sebaliknya. Kalau berani jujur, Indonesia justru sudah lama diperkosa untuk menyelamatkan lembaga internasional seperti Bank Dunia dengan tetap setia menjadi nasbahnya. Dengan kata lain, Indonesia yang miskin telah lama mensubsidi Bank Dunia (Fuad Bawazir, dalam Republika, 16 April 2007).

2.4.2 Penanggulangan Kemiskinan

Strategi pembangunan masyarakat dalam menangani kemiskinan akan sangat dipengaruhi oleh pendekatan dalam memahami latar belakang dan sumber masalahnya. Apabila kemiskinan dilihat sebagai akibat dari cacat dan kelemahan individual, maka strategi yang digunakan untuk pemecahannya akan lebih ditekankan pada usaha untuk mengubah aspek manusia sebagai individu atau warga masyarakat. Dalam hal ini upaya pembangunan masyarakat akan lebih dititikberatkan pada peningkatan kualitas manusianya sehingga akan dapat berfungsi lebih efektif dalam upaya peningkatan taraf hidupnya. Dengan peningkatan kualitas ini akan memungkinkan peningkatan kemampuan dalam mengantisipasi berbagai peluang ekonomi yang muncul disamping peningkatan kemampuan dan produktivitas kerja (Soetomo, 2008:327)

Apabila kemiskinan dianggap merupakan akibat dari kelemahan struktural dan sisitem, maka strategi penanganan kemiskinan lebih dititikberatkan pada perubahan sistem dan perubahan struktural. Melalui serangkaian perubahan ini diharapkan akan dapat terwujud adanya distribusi penguasaan sumber daya yang


(50)

lebih baik. Di samping itu, perubahan struktural juga dimaksudkan sebagai upaya pemberdayaan lapisan miskin sehingga akan memberi peluang yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam posisi tawar. Kemiskinan buatan atau kemiskinan struktural diatasi melalui berbagai perubahan struktural, perubahan kelembagaan dan perubahan dalam berbagai bentuk hubungan sosial ekonomi (Soetomo, 2008:327).

Empat bentuk partisipasi lapisan miskin dalam program pengentasan kemiskinan khususnya melalui suatu model yang disebut Community Action Programs (CAP):

1. Merupakan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan pada kebijakan program yang akan dijalankan. Dengan keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan tersebut, diharapkan kepentingan dan permasalahan lapisan miskin akan dapat tercermin dalam program yang dibuat.

2. Partisipasi dalam perkembangan program. Dasar pemikirannya adalah sebagai kelompok sasaran, lapisan miskin akan berkedudukan sebagai konsumen program. Oleh sebab itu, agar program yang ditawarkan betul-betul sesuai dengan kebutuhan dan persoalan kelompok sasaran, maka mereka perlu didengar pendapat dan sarannya terutama tentang kebutuhan dan kepentingan serta aspirasinya yang betul-betul riil.

3. Lebih menekankan pada keterlibatan dalam gerakan sosial, bentuk ini berangkali paling radikal dan kontroversial dibandingkan bentuk yang lain. Dalam hal ini lapisan miskin dilihat sebagi pihak yang tidak berdaya .

4. Biasanya dinilai sebagai bentuk yang paling tidak kontroversial, berupa keterlibatan lapisan miskin didalam berbagai pekerjaan. Dasar


(51)

pertimbangannya adalah bahwa mereka menjadi miskin karena terbatasnya alternatif bagi mereka untuk dapat melakukan pekerjaan guna meningkatkan pendapatan (Kramer, dalam Soetomo, 1969 : 4).

Keeempat bentuk tersebut adalah sekedar alternatif yang ditawarkan Kramer. Alternatif mana yang dipilih akan sangat ditentukan oleh kondisi permasalahan kemiskinan yang dihadapi.

Umumnya strategi penanganan kemiskinan yang bersifar nasional diusahakan menggunakan pendekatan yang komprehensif dan berusaha mengakomodasi penanganan berbagai sumber masalahnya. Berkaitan dengan hal ini, terlepas dari bagaimana implementasi penanggulangan kemiskinan secara nasional di Indonesia, menggunakan 5 strategi utama antara lain :

1. Perluasan kesempatan kepada kelompok miskin dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan.

2. Pemberdayaan kelembagaan masyarakat guna lebih memungkinkan partisipasi kelompok miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik.

3. Peningkatan kapasitas untuk mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha kelompok miskin agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan.

4. Perlindungan sosial dan rasa aman terutama bagi kelompok rentan.

5. Penataan kemitraan global untuk menata ulang hubungan dan kerjasama dengan lembaga internasional guna mendukung pelaksanaan strategi pertama sampai keempat (Komite Penanggulangan Kemiskinan : 2005)

Melihat pengalaman pelaksanaan berbagai program penanganan kemiskinan yang sudah dilakukan selama ini, pendekatan yang komprehensif memang sangat


(52)

diperlukan. Pendekatan komprehensif tersebut meliputi penanganan masalah kemiskinan yang bukan hanya didekati secara darurat melalui model jaring pengaman tetapi juga yang bersifat institusional dan berkelanjutan, bukan hanya yang bersifat karitatif melainkan juga yang berdampak pengembangan kapasitas, bukan hanya pemberdayaan ekonomi melainkan juga pemberdayaan sosial dan politik.

Kurang berhasilnya berbagai program penanganan kemiskinan disebabkan karena program-program tersebut terlalu berorientasi pada pemberdayaan ekonomi, bersifat sektoral dan cakupan yang terbatas. Pemberdayaan ekonomi bukannya tidak penting, akan tetapi semestinya ditempatkan sebagai sarana menuju peningkatan kualitas hidup dalam pengertian yang lebih luas (Hikmat, dalam Soetomo, 339 : 2008)

Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dalam mengentaskan kemiskinan. Salah satu upaya menanggulangi rakyat miskin dan pengangguran, pemerintah telah meluncurkan BLT. Pemerintah mengklaim program BLT akan membantu menurunkan angka kemiskinan hingga 8,2% pada tahun 2009.

2.5 Kerangka Pemikiran

Pemerintah menaikkan harga dasar BBM, mengakibatkan harga kebutuhan pokok meningkat dan bagi masyarakat miskin dapat mengakibatkan daya beli mereka semakin menurun, karena mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan perkembangan harga di pasar. Pemerintah memandang perlu mereviu kebijakan tentang subsidi BBM, sehingga subsidi yang selama ini dinikmati juga oleh golongan masyarakat mampu dialihkan untuk golongan masyarakat miskin.


(53)

Adapun salah satu program tersebut adalah dengan penyaluran BLT kepada rumah tangga miskin di Indonesia, sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 2005. Dalam pelaksanaan, BLT disalurkan ke berbagai provinsi di Indonesia dan salah satunya adalah Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar. Program BLT di Kelurahan Bantan pada tahap awal adalah sosialisasi kepada masyarakat kemudian penyiapan data RTS, pencetakan kartu kompensasi BBM (KKB) dan dana diberikan kepada RTS sebesar Rp. 100.000,- perbulan selama 7 bulan, dengan rincian diberikan Rp. 300.000.-/3 bulan (Juni-Agustus) dan Rp. 400.000,-/4 bulan (September-Desember) tahun 2007-2008.

Manfaat BLT bagi rumah tangga sasaran di Kelurahan Bantan dalam rangka kompensasi subsidi BBM adalah agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasar, mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi. Penentuan RTS penerima BLT ada 14 indikator identifikasi dari BPS, secara garis besar antara lain kualitas menu makanan, kesehatan keluarga, pendidikan dan fasilitas tempat tinggal (BPS : 2005)

Organisasi pelaksana Program BLT adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, Departemen Sosial, PT Pos Indonesia, BRI, BPS, camat dan kepala desa. Sebagai bukti kesungguhan pemerintah dalam melaksanakan program BLT adalah melalui Depsos segera merespon dan memproses apabila terdapat keluhan ataupun permasalahan pelaksanaan BLT yang ditampung melalui PT Pos dan Dinas Sosial.

Pelaksanaan BLT di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat masih terjadi keganjilan sesuai dengan informasi penerima BLT dan petugas BLT.


(54)

Informasi dari beberapa warga mengatakan tahun 2008 mereka hanya menerima Rp.200.000,- pada periode bulan Juni-Agustus. Masyarakat juga belum dibiasakan untuk ikut berperan aktif dalam program BLT. Petugas BLT mengatakan bahwa masih ada masyarakat miskin di Kelurahan Bantan tidak mendapatkan bantuan.

Evaluasi pelaksanaan Program BLT di Kelurahan Bantan kepada RTS yaitu tingkat kesejahteraan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan bahan pokok antar lain jumlah konsumsi beras dalam sehari, kualitas menu makanan, jumlah pakaian yang dimiliki, kondisi kesehatan keluarga, tingkat pendidikan anggota keluarga dan fasilitas tempat tinggal penerima BLT.

Penulis juga mengevaluasi ketepatan waktu dan tepat sasaran bagi penerima BLT, pencapaian tujuan yaitu dapat mempertahankan kesejahteraan keluarga. Adanya sosialisasi BLT yang dilakukan petugas kepada penerima BLT, penyaluran dana secara efektif dan efesien yaitu bahwa dana yang diberikan pemerintah kepada RTS secara ekonomi mampu memenuhi kebutuhan bahan pokok dan bagi penerima BLT apakah dana tersebut dapat mempertahankan kelangsungan hidup. Penanganan pengaduan masyarakat secara efektif oleh petugas dan manfaat BLT bagi RTS di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat.


(55)

(56)

2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.6.1 Defenisi Konsep

Defenisi konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dan sejumlah karakter, kejadian, keadaan kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1989 : 34).

Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah :

1. Evaluasi adalah proses penilaian untuk menentukan sampai sejauhmana tujuan dapat dicapai dari keberhasilan sebuah program.

2. Pelaksanaan adalah tindakan yang dilakukan individu atau kelompok yang diarahkan pada tercapainya tujuan.

3. Program BLT adalah program kompensasi jangka pendek dalam mengimbangi dampak kenaikan harga BBM dengan tujuan utama adalah rumah tangga sasaran dapat memenuhi kebutuhan pokok.

4. Evaluasi Pelaksanaan Program BLT adalah kegiatan untuk menentukan sejauhmana efesiensi dan pelaksanaan program bantuan langsung tunai yang telah tercapai sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.

2.6.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur (Singarimbun, 1989 : 49). Bertujuan untuk memudahkan dalam melaksanakan penelitian dilapangan, maka perlu operasionalisasi dari konsep-konsep yang digunakan dan bertujuan untuk menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dengan kata-kata yang dapat diuji dan diketahui kebenarannya.


(57)

Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini adalah : 1. Program BLT yang merupakan program jangka pendek yang diberikan

pemerintah, sebagai kompensasi kenaikan harga BBM kepada rakyat miskin RTS berdasarkan data BPS sejumlah Rp. 300.000,-/3 bulan.

2. Evaluasi pelaksanaan program BLT adalah proses penilaian yang dilakukan penulis, yang diukur dari tahap pelaksanaan sampai hasil program BLT terlaksana dengan baik atau tidak (buruk).

a. Sosialisasi BLT adalah bahwa petugas BLT telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai program BLT yang dibuat oleh pemerintah dan bagi penerima BLT apakah sosialisasi program BLT sebelumnya sudah diterima oleh warga.

b. Penyaluran dana secara efektif dan efesian adalah bahwa dana yang diberikan pemerintah kepada RTS secara ekonomi mampu memenuhi kebutuhan bahan pokok dan bagi penerima BLT apakah dana tersebut dapat mempertahankan kelangsungan hidup.

c. Tepat waktu dan tepat sasaran adalah bahwa petugas BLT memberikan dana kepada penerima BLT tepat pada waktu yang telah ditetapkan pemerintah. Tepat sasaran kepada warga yang layak menerima berdasarkan 14 indikator kriteria rumah tangga miskin oleh BPS.

d. Mempertahankan kesejahteraan keluarga yaitu penerima BLT dapat memenuhi kebutuhan bahan pokok antara lain jumlah konsumsi beras, kualitas menu makanan, jumlah pakaian yang dimiliki, kondisi kesehatan keluarga, tingkat pendidikan anggota keluarga dan fasilitas tempat tinggal.


(58)

e. Pencapaian tujuan adalah penerima BLT mampu mempertahankan kelangsungan hidup dan memenuhi kebutuhan pokok sesuai dengan tujuan program BLT.

f. Manfaat BLT adalah bagi penerima BLT apakah sudah dapat membantu memenuhi kebutuhan pokok dan adanya perubahan ekonomi penerima BLT serta digunakan untuk mempertahankan kesejahteraan keluarga.

g. Pengaduan masyarakat adalah bagi petugas BLT khususnya PT Pos apakah sudah melakukan penanganan pengaduan masyarakat secara efektif.


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan pemusatan perhatian kepada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian. Bersifat aktual dan menggambarkan fakta-fakta dilapangan, bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok-kelompok orang, mengenai evaluasi pelaksanaan Program BLT di Kelurahan Bantan Pematangsiantar.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan khusus pada lingkungan II di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar Provinsi Sumatera Utara. Alasan peneliti adalah Kelurahan Bantan merupakan salah satu kelurahan yang mendapat Program BLT dari pemerintah, dimana penduduknya banyak yang terkena dampak kompensasi BBM terutama masyarakat keluarga miskin.


(60)

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002 : 109). Berdasarkan pendapat tersebut populasi dalam penelitian adalah seluruh masyarakat penerima BLT di lingkungan II Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar berjumlah 40 KK dan petugas Program BLT berjumlah 4 orang. Jumlah keseluruhan adalah 44 orang.

3.3.2 Sampel

Menurut Suharsimi Arikunto, jika jumlah populasi kurang dari 100 maka besar populasi sama dengan besar sampel (N=n). Berdasarkan jumlah populasi tersebut maka besar sampel yang digunakan adalah penerima BLT 40 KK dan 4 orang petugas Program BLT. Jumlah keseluruhan sampel adalah 44 orang.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan informasi adalah sebagai berikut :

1. Studi Kepustakaan

Yaitu teknik pengumpulan data dengan menelaah buku, majalah, surat kabar atau tulisan lain untuk memperkuat pertimbangan teoritis yang relevan dengan masalah yang akan diteliti.


(61)

2. Penelitian Lapangan

Yaitu teknik pengumpulan data diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung di lokasi penelitian untuk mencari hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti melalui:

a. Kuesioner yaitu mengumpulkan data dan informasi yang relevan melalui daftar pertanyaan, diajukan kepada 40 responden berdasarkan angket dan berpedoman pada defenisi operasional.

b. Wawancara

Yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung dan bertatap muka dengan responden dan 4 orang petugas BLT. Bertujuan untuk melengkapi data dari kuesioner yang telah diajukan seperti tokoh masyarakat setempat, Kepala Lurah dan Ketua RT.

c. Observasi

Yaitu mengumpulkan data tentang gejala tertentu, dilakukan dengan mengamati, mendengar, dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran peneliti. Metode dilaksanakan dengan jalan mengamati gerak dan tingkah laku penerima BLT, mengamati kondisi tempat tinggal dan pekerjaan mereka. Dipergunakan untuk menyesuaikan keterangan yang diberikan dengan situasi yang sebenarnya.

d. Life Story

Yaitu mengumpulkan informasi untuk memperjelas data secara lengkap dan akurat yang belum terjawab dari kuesioner melalui cerita dari kehidupan responden yang sudah menerima BLT. Ada dua life story yang digunakan dalam penelitian.


(62)

3.5 Teknik Analisa Data

Analisa data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan (Singarimbun, 1987 : 263). Dalam penelitian, setelah data informasi terkumpul (angket, observasi dan wawancara) maka selanjutnya disusun melalui proses pengeditan terhadap informasi data.

Teknik analisa data yang dilakukan dengan metode tabulasi yaitu suatu metode dimana data diperoleh, disusun lalu diinterpretasikan sehingga memberikan keterangan terhadap permasalahan yang diteliti dengan pendekatan kuantitatif dan dinarasikan dalam kualitatif. Untuk menganalisa data-data dari hasil penelitian maka teknik analisa data yang dipakai menggunakan tabel frekuensi dan disertai dengan life strory. Bertujuan untuk memperjelas dan melengkapi data manakala hasil-hasil yang diperoleh belum lengkap.


(63)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Bantan

Kelurahan Bantan merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar. Kelurahan Bantan memiliki luas 3,21 km dan jumlah penduduk 13.836 jiwa dan terdiri dari 2.851 KK. Kelurahan Bantan terdiri dari 2 lingkungan yaitu Lingkungan I dan Lingkungan II, 10 RW dan 37 RT. Adapun batas-batas dari Kelurahan Bantan adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan : Kelurahan Bane

Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kelurahan Timbang Galung Sebelah Barat berbatasan dengan : Desa Bah Kapul

Sebelah Timur berbatasan dengan : Kelurahan Banjar

4.2 Keadaan Geografis 4.2.1 Kondisi Geografis

Kelurahan Bantan merupakan salah satu kelurahan dari 7 kelurahan yang ada di Kecamatan Siantar Barat, Kota Pematangsiantar. Menurut data yang diambil dari Profil Kelurahan Bantan tahun 2009 bahwa ketinggian tanah dari permukaan laut adalah 384 meter. Artinya Kelurahan Bantan berada pada posisi diantara dataran rendah dan dataran tinggi, sehingga tanaman dataran rendah dan dataran tinggi dapat tumbuh di Kelurahan ini. Banyaknya curah hujan yaitu 2237 mm/tahun. Topografi Kelurahan Bantan adalah dataran dan bergelombang. Suhu udara rata-rata di Kelurahan Bantan yaitu 24C.


(1)

oleh ibu Nasriana, “memang tanpa BLT saya masih bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari apalagi masih ada masyarakat miskin disini yang tidak mendapatkan BLT, tapi namanya rezeki yang tidak mungkin saya tolak”. Dari pengakuan ibu Nasriana membuktikan bahwa BLT membuat orang menjadi malas dan menjadikan moral pengemis bagi masyarakat, karena orang yang mampu pun mengaku dirinya tidak mampu asalkan mendapat uang.


(2)

BAB VI PENUTUP

Pada bab VI peneliti menyimpulkan hasil penelitian di lapangan berdasarkan analisa dan interpretasi data yang dilakukan mengenai Evaluasi Pelaksanaan Program BLT di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat

1. Kesimpulan

1. Pelaksanaan BLT di Kelurahan Bantan tidak berjalan dengan baik. Adapun indikator-indikator dikatakan pelaksanaan BLT di Kelurahan Bantan tidak berjalan dengan baik dapat kita lihat pada distribusi responden tentang sosialisasi, penyaluran dana, tepat waktu, efesiensi dana BLT sejumlah Rp.300.000,-/3bulan, pengaduan masyarakat, tujuan dan manfaat BLT. Hanya satu pelaksanaan BLT di Kelurahan Bantan yang berjalan dengan baik yaitu tepat sasaran kepada masyarakat miskin. Data-data tersebut dapat kita lihat pada distribusi tabel-tabel tanggapan responden terhadap Program BLT.

2. Berdasarkan hasil analisa data pada Bab V bahwa BLT tidak mampu mencapai tujuan dan tidak bermanfaat bagi penerima BLT, hal ini dikarenakan BLT tidak efektif dapat memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraaan. Alasannya antara lain adalah BLT merupakan bantuan tanggap darurat di bidang ekonomi sosial, bantuan yang bersifat konsumtif dan tidak nyata dapat memenuhi kebutuhan pokok masyarakat miskin. Saat ini yang diperlukan adalah motivasi, komitmen, modal kerja dan lapangan kerja untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Sasaran utama peningkatan kesejahteraan adalah perubahan sikap mental masyarakat yang


(3)

malu mengakui dirinya miskin sehingga mereka lebih gigih dan berusaha untuk mempertahankan serta meningkatkan kesejahteraan sosial.

2. Saran

1. Bagi pemerintah agar menggunakan pendataan masyarakat yang akurat dan uptodate dalam merealisasikan pelaksanaan Program BLT. Melibatkan unsur pemerintahan serta pengurus setempat yang lebih tahu kondisi daerah masing-masing, hal ini karena pemerintah masih menggunakan data tahun 2005.

2. Untuk dapat merealisasikan data yang akurat dan uptodate diperlukan sebuah sistem yang ditopang oleh teknologi (peran SDM TI Indonesia), sarana dan prasarana yang memadai dalam mengumpulkan, mengolah dan menganalisa serta menyajikan data. Sudah saatnya pemerintah memperhatikan pembangunan SDM dan IT BPS, tanpa ini semua data yang tidak akurat dan uptodate akan menjadi masalah terus menerus.

3. Penulis menyarankan agar Program BLT sebaiknya dihentikan karena dari penelitian di lapangan menunjukkan bahwa BLT menciptakan mental pengemis kepada masyarakat karena pemerintah hanya membagi-bagikan uang sehingga masyarakat menjadi malas. Penulis menyarankan agar pemerintah memberikan subsidi kepada masyarakat untuk mengembangkan usahanya, proyek padat karya melalui subsidi bagi petani, nelayan, pemberian bantuan produktiv seperti bibit tanaman dan hewan kepada masyarakat miskin dan yang terpenting adalah motivasi, komitmen, modal kerja dan lapangan kerja untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.


(4)

4. Bagi petugas BLT di Kelurahan Bantan agar tepat waktu dalam memberikan dana BLT agar tidak menimbulkan potensi terjadinya konflik antar masyarakat dan petugas BLT. Lebih transparan dalam pemberian dana BLT, sehingga jika ada potongan pada penerimaan BLT masyarakat tahu kemana dana tersebut digunakan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, dkk. 1980. Kemiskinan Struktural. Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.Jakarta. Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Rineka Cipta. Jakarta.

Dyayadi.2008. Tata Kota Menurut Islam. Khalifa. Jakarta.

Jones. Charles. 1996. Pengantar Kebijakan Publik. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Komite Penanggulangan Kemiskinan. 2005. Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskian. Bappenas. Jakarta.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia.

Sajogyo, Sarman, Mukhtar. 2000. Masalah Penanggulangan Kemiskinan. Puspa Swara. Jakarta.

Silalahi, Uber. 2009. Metode Penelitian Sosial. PT Refika Aditama.Bandung. Singarimbun, Masri. 1989.Metode Penelitian Survei. LP3S. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soetomo. 2008. Masalah Sosial Dan Upaya Pemecahannya. Pustaka Pelajar. Yokyakarta.

Supriatna. 2000. Strategi Pembangunan dan Kemiskinan. Rinieka Cipta. Jakarta. Suwito dkk. 2002. Monitoring & Evaluasi Sebagai Media Belajar Bersama dari

Pengalaman. Modul Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif, Bogor. Tayibnapis, Farida Yusuf. 2000. Evaluasi Program. Rineka Cipta. Jakarta. Wahab, Solichin. 1990. Analisis Kebijakan Negara. Rieneka Cipta. Jakarta.


(6)

Sumber lain :

BPS. 2005.

BPS. Prov Sumut. 2007. BPS. Prov Sumut. 2009.

Dampak Psikososial Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Departemen Sosial RI. 2008. Petunjuk Teknis Penyaluran BLT.

Hidayati, Diah. 2008. Upaya Membangun Kesadaran Teologis Terhadap Persoalan Kemiskinan di Indonesia.

Kebijakan Fiskal Dalam Pembangunan Pro Rakyat. 23.00 WIB

Kompas, 20 September 2006. Republika, 16 April 2007. Tabloid Jumat, 1 Juni 2007.