Studi Preferensi Brand Ibu-Ibu Di Kecamatan Medan Tuntungan

(1)

SKRIPSI

STUDI PREFERENSI BRAND IBU-IBU DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN

OLEH

TAMBOK MARITO PARDEDE 080502141

PROGRAM STUDI STRATA-I MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

STUDI PREFERENSI BRAND IBU-IBU DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis adanya pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan aset-aset merek lainnya terhadap loyalitas merek pada ibu-ibu di Kecamatan Medan Tuntungan.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada ibu-ibu yang pernah mengkonsumsi mie instan dari beberapa merek produk mie instan pada sembilan kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan. Metode analisis yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif. Penelitian ini menggunakan 100

responden sebagai sampel penelitian yang diperoleh berdasarkan teknik purposive

sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan aset-aset merek lainnya sangat berpengaruh terhadap loyalitas ibu-ibu di Kecamatan Medan Tuntungan pada suatu merek mie instan tertentu dan juga menunjukkan bahwa Indomie merupakan merek mie instan

yang paling kuat (top of mind) walaupun pada beberapa indikator terjadi

perpindahan merek.

Kata Kunci: Kesadaran Merek, Asosiasi Merek, Persepsi Kualitas, Aset-aset


(3)

ABSTRACT

BRAND PREFERENCE STUDY OF MOTHERS IN SUB DISTRICT MEDAN TUNTUNGAN

The purpose of this research is to determine and analyze the influence of brand awareness, brand associations, perceived quality and brand assets against brand loyalty to the mothers in the sub district Medan Tuntungan.

Primary data collection done through the spread questionnaires to mothers who ever consume some of instant noodles from noodles instance brand product on ward nine in sub district Medan Tuntungan. This research used descriptive analysis techniques. This research using 100 respondents as the sample obtained by purposive sampling methods.

The results shows that brand awareness, brand associations,perceived quality and other brand assets greatly affect the loyalty of mothers in sub district Medan Tuntungan in certain instance a brand noodles and also show that the Indomie instant noodles brand is the most powerful (top of mind) although in some indicators of the brand moving event.

Keywords: Brand Awareness, Brand Associations, Perceived Quality, Other Brand


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan berkatNya yang melimpah sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Studi Preferensi Brand Ibu-Ibu di Kecamatan Medan Tuntungan”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara Medan. Skripsi ini peneliti persembahkan untuk kedua Orang Tua tercinta

papi R. Pardede dan terkhusus mami H. R. Nainggolan untuk kasih, doa dan

dukungan terbaik yang diberikan kepada peneliti.

Pada kesempatan ini pula peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Isfenty Sadalia, SE., M.Ec., selaku Ketua Departemen Manajemen dan Ibu Dra. Marhayanie, MSi. selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Endang Sulistiya Rini, SE., M.Si., selaku Ketua Program Studi Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Dra. Nisrul Irawaty, MBA, selaku pembimbing akademik yang telah

memberikan dukungan dan arahan kepada peneliti selama masa perkuliahan. 5. Bapak Syafrizal Helmi Situmorang, SE., M.Si., selaku dosen pembimbing

yang telah meluangkan waktu dan memberikan dukungan serta memberikan banyak masukan dan saran kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

6. Ibu Dra. Ulfah, MSi., selaku dosen pembaca dan penilai yang telah memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada peneliti selama mengikuti perkuliahan serta seluruh Pegawai Departemen Manajemen yang telah banyak membantu selama proses penulisan skripsi ini. 8. Saudara-saudara ku tersayang Kak Eva, Kak Yani, Kak Endang, adek ku

Ishak Immanuel dan Unita yang telah banyak mendukung baik moriil maupun materiil.

9. Sahabat-sahabat ku Valent, Vita, Devi, Budi, Nanda, Qaedy, Dony, Sumandi, dan Edy Fransius yang selalu mendukung dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini . Sahabat terkasih Markus B.T Sirait yang selalu memberikan perhatian, motivasi, dan saran. God Bless our friendship...

10. Teman-teman seperjuangan Manajemen stambuk 2008 yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

Akhir kata peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya.

Medan, Oktober 2012 Peneliti


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis ... 11

2.1.1 Produk (Product) ... 11

2.1.2 Merek (Brand) dan Preferensi Merek ... 13

2.1.2.1 Pengertian Merek ... 13

2.1.2.2 Pengertian Preferensi Merek ... 18

2.1.3 Ekuitas Merek (Brand Equity) ... 19

2.1.3.1 Kesadaran Merek (Brand Awareness) .. 20

2.1.3.2 Asosiasi (Brand Association) ... 24

2.1.3.3 Persepsi Kualitas (Perceived Quality) .. 27

2.1.3.4 Aset-aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Assets) ... 28

2.1.4 Loyalitas Merek ... 29

2.1.5 Perilaku Konsumen ... 31

2.1.5.1 Pengertian Perilaku Konsumen ... 31

2.1.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen ... 32

2.1.6 Proses Keputusan Pembelian ... 37

2.2 Penelitian Terdahulu ... 39

2.3 Kerangka Konseptual ... 41

2.4 Hipotesis ... 43

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 44

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

3.3 Batasan Operasional ... 44


(7)

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 47

3.6 Jenis Data ... 48

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 49

3.8 Teknik Analisis Deskriptif ... 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Medan Tuntungan ... 50

4.2 Analisis Deskriptif ... 52

4.2.1 Kesadaran Merek ... 52

4.2.2 Asosiasi Merek ... 56

4.2.3 Persepsi Kualitas ... 59

4.2.4 Aset-aset Merek Lainnya ... 65

4.2.5 Loyalitas Merek ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 73

5.2 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelurahan di KecamatanMedan

Tuntungan Tahun 2011 ... 8

Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011 ... 8

Tabel 2.1 Pertimbangan Perusahaan untuk Produk Konsumen ... 12

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel ... 46

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 51

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 51

Tabel 4.3 Jumlah Responden Tiap Merek Mie Instan ... 52

Tabel 4.4 Jumlah Responden yang Berpindah Merek ... 53

Tabel 4.5 Distribusi Jawaban Responden tentang Brand Association Tiap Merek Mie Instan ... 56

Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Responden tentang Perceived Quality Tiap Merek Mie Instan Pada Pernyataan “Porsinya Cukup Mengenyangkan” ... 59

Tabel 4.7 Distribusi Jawaban Responden tentang Perceived Quality Tiap Merek Mie Instan pada Pernyataan “Mie Tidak Cepat Mengembang” ... 60

Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Responden tentang Perceived Quality Tiap Merek Mie Instan pada Pernyataan “Mie Instan Dapat Digunakan Sebagai Pengganti Nasi” ... 61

Tabel 4.9 Distribusi Jawaban Responden tentang Perceived Quality Tiap Merek Mie Instan pada Pernyataan “Mie Instan Mudah Didapat” ... 62

Tabel 4.10 Distribusi Jawaban Responden tentang Perceived Quality Tiap Merek Mie Instan Pada Pernyataan “Kemasannya Menarik” ... 63

Tabel 4.11 Total Skor Index Perceived Quality Tiap Merek Produk ... 64

Tabel 4.12 Distribusi Jawaban Responden tentang Other Proprietary Assets Tiap Merek Mie Instan pada Pernyataan “Memiliki Cita Rasa yang Khas”... 65

Tabel 4.13 Distribusi Jawaban Responden tentang Other Proprietary Assets Tiap Merek Mie Instan pada Pernyataan “Penyampaian dari Bintang Iklan yang Membuat Konsumen Tertarik” ... 66

Tabel 4.14 Distribusi Jawaban Responden tentang Other Proprietary Assets Tiap Merek Mie Instan pada Pernyataan “Gambar pada Kemasan yang Mengundang Selera” ... 67

Tabel 4.15 Distribusi Jawaban Responden tentang Other Proprietary Assets Tiap Merek Mie Instan pada Pernyataan “Menyediakan Cita Rasa yang Baru” ... 68


(9)

Tabel 4.16 Total Skor Index Other Proprietary Brand Assets Tiap


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Tabel Judul Halaman

Gambar 2.1 Konsep Brand Equity ... 21 Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Penelitian ... 42


(11)

ABSTRAK

STUDI PREFERENSI BRAND IBU-IBU DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis adanya pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan aset-aset merek lainnya terhadap loyalitas merek pada ibu-ibu di Kecamatan Medan Tuntungan.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada ibu-ibu yang pernah mengkonsumsi mie instan dari beberapa merek produk mie instan pada sembilan kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan. Metode analisis yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif. Penelitian ini menggunakan 100

responden sebagai sampel penelitian yang diperoleh berdasarkan teknik purposive

sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan aset-aset merek lainnya sangat berpengaruh terhadap loyalitas ibu-ibu di Kecamatan Medan Tuntungan pada suatu merek mie instan tertentu dan juga menunjukkan bahwa Indomie merupakan merek mie instan

yang paling kuat (top of mind) walaupun pada beberapa indikator terjadi

perpindahan merek.

Kata Kunci: Kesadaran Merek, Asosiasi Merek, Persepsi Kualitas, Aset-aset


(12)

ABSTRACT

BRAND PREFERENCE STUDY OF MOTHERS IN SUB DISTRICT MEDAN TUNTUNGAN

The purpose of this research is to determine and analyze the influence of brand awareness, brand associations, perceived quality and brand assets against brand loyalty to the mothers in the sub district Medan Tuntungan.

Primary data collection done through the spread questionnaires to mothers who ever consume some of instant noodles from noodles instance brand product on ward nine in sub district Medan Tuntungan. This research used descriptive analysis techniques. This research using 100 respondents as the sample obtained by purposive sampling methods.

The results shows that brand awareness, brand associations,perceived quality and other brand assets greatly affect the loyalty of mothers in sub district Medan Tuntungan in certain instance a brand noodles and also show that the Indomie instant noodles brand is the most powerful (top of mind) although in some indicators of the brand moving event.

Keywords: Brand Awareness, Brand Associations, Perceived Quality, Other Brand


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi ini fenomena persaingan pasar yang semakin ketat secara tidak langsung mempengaruhi perusahaan dalam mempertahankan pangsa pasar. Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat turut memperlaju persaingan antar perusahaan semakin kompetitif. Perusahaan yang unggul adalah perusahaan yang mampu memberikan produk yang berkualitas baik, dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumennya, untuk mendapatkan dan mempertahankan konsumen (Fachriza, 2009: 1).

Persaingan perusahaan untuk merebut hati konsumen tidak lagi terbatas pada atribut fungsional produk seperti kegunaan suatu produk, melainkan sudah dikaitkan dengan merek yang mampu memberikan citra terhadap suatu produk. Untuk mampu bertahan dalam persaingan tersebut, maka produsen dituntut lebih memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen terutama pada strategi yang akan digunakan dalam mempertahankan loyalitas konsumennya baik terhadap produk maupun mereknya.

Merek merupakan sarana bagi perusahaan untuk mengembangkan dan memelihara loyalitas pelanggan. Merek yang kuat akan menghasilkan harga yang menarik dan menjadi penghalang bagi masuknya pesaing. Sebuah merek yang telah mencapai ekuitas tinggi merupakan aset yang berharga bagi perusahaan. Untuk itu, mempertahankan dan meningkatkan ekuitas merek bukanlah pekerjaan yang mudah, karena yang dihadapi adalah ekspektasi pelanggan. Konsumen akan


(14)

merasa familiar dengan nama merek yang pertama masuk ke pasar, meskipun merek-merek yang masuk belakangan memiliki kinerja yang lebih baik.

Merek memberikan konsumen suatu pilihan, menyederhanakan keputusan, menawarkan jaminan mutu dan mengurangi resiko, membantu ekspresi diri, serta menawarkan persahabatan dan kesenangan. Selain itu, merek yang memiliki karakteristik khusus akan memudahkan konsumen mencari produk tersebut karena mudah dikenal, diingat, dan menarik perhatian konsumen.

Durianto et. al. (2001) menyebutkan bahwa ekuitas merek (brand equity)

adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa, baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. Agar aset

dan liabilitas mendasari brand equity, maka aset dan liabilitas merek harus

berhubungan dengan nama atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar brand equity akan berubah pula.

Kotler (2005: 64) menyatakan bahwa merek berbeda-beda dalam jumlah kekuatan dan nilai yang dimilikinya di pasar. Pada satu sisi terdapat merek yang tidak dikenal sebagian besar pembeli. Kemudian, ada merek yang mempunyai

tingkat kesadaran merek (brand awareness) yang agak tinggi. Tingkatan di atas

ini adalah merek yang memiliki tingkat penerimaan merek (brand acceptability)

yang tinggi. Kemudian, ada merek yang menikmati tingkat preferensi merek (brand preference) yang tinggi. Akhirnya, ada merek yang memiliki tingkat kesetiaan merek (brand loyalty) yang tinggi.


(15)

Menurut Aaker (1991) merek adalah nama atau simbol yang bersifat membedakan (seperti logo, cap atau kemasan) untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual tertentu, serta membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan para pesaing. Pada akhirnya, merek memberikan tanda mengenai sumber produk serta melindungi konsumen maupun produsen dari para pesaing yang berusaha memberikan produk-produk yang tampak identik.

Merek merupakan identifier (dalam konstruksi apapun yang dipilih

pemiliknya, misalnya logo, simbol, nama, karakter, dan seterusnya) yang terdiri

atas dua elemen pokok: (1) produk atau market offering yang

direpresentasikannya; dan (2) komunikasi tawaran dan janji merek bersangkutan (Tjiptono, 2005: 21).

Terdapat beberapa manfaat dari merek yaitu dapat membangun loyalitas konsumen, memungkinkan tercapainya harga premium sehingga dapat memperoleh laba maksimal yang diharapkan, dan dapat membantu perusahaan memperoleh kredibilitas sebuah produk baru. Merek yang kuat akan membantu perusahaan untuk memperluas jaringannya. Selain itu, merek yang kuat juga akan menjadi pembeda yang jelas, bernilai dan berkesinambungan, menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan, serta sangat membantu dalam strategi pemasaran.

Sebuah merek lebih dari sekedar produk. Produk adalah sesuatu yang diproduksi di pabrik, sedangkan merek adalah sesuatu yang dibeli konsumen


(16)

yang mampu memberikan dimensi tambahan yang secara unik membedakannya dari produk-produk lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan serupa. Salah satu cara untuk membentuk persepsi konsumen adalah dengan menggunakan merek. Fungsi sebuah merek adalah untuk membedakan suatu produk dengan produk lainnya.

Produk menurut Kotler (2008: 266) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar menarik perhatian, akuisisi, penggunaan, atau konsumsi yang dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. Produk diklasifikasikan dalam dua kelompok berdasarkan tipe konsumen yang menggunakannya yaitu produk konsumen dan produk industri.

Produk konsumen adalah produk yang dibeli oleh konsumen akhir untuk konsumsi pribadi, produk ini meliputi produk kebutuhan sehari-hari, produk belanja, produk khusus dan produk yang tidak dicari. Yang termasuk dalam produk kebutuhan sehari-hari, misalnya minyak goreng, penyedap rasa, air minum kemasan, susu formula, sabun cuci piring, kecap, saus, teh celup, mie instant, bumbu instant, dan lain-lain. Produk belanja adalah produk yang jarang dibeli oleh konsumen dan pelanggan sering membandingkan kecocokan, kualitas, harga, dan gaya produk secara cermat. Dalam membeli produk belanja, konsumen harus dapat mengumpulkan informasi dan membuat perbandingan. Contoh produknya seperti perabot, pakaian, kulkas, kipas angin, penanak nasi (rice cooker), peralatan olahraga, dan lain-lain (Kotler dan Amstrong, 2008: 269).

Setiap produk pasti memiliki merek (brand), kualitas dan harga yang


(17)

semakin ketat, merek menjadi patokan pembelian konsumen. Yang dibagi dalam tiga kelompok yaitu, top of mind awareness, last used, dan future intention. Top of mind awareness adalah merek yang pertama kali disebut oleh responden ketika kategori produk disebutkan. Last used adalah merek yang terakhir kali digunakan

atau dikonsumsi oleh responden dalam satu pemakaian. Dan future intention

adalah merek yang ingin dikonsumsi di masa yang akan datang.

Pertumbuhan perekonomian yang semakin pesat tidak terlepas dari peranan

wanita. Hal ini dikarenakan daya beli (purchasing power) wanita lebih besar

dibandingkan dari kaum lelaki. Wanita merupakan sasaran yang mewakili segmen konsumen yang paling kompleks, terbagi, dan seringkali disalahpahami sebagai sasaran yang kurang berpengaruh, padahal 80% keputusan pembelian ada di tangan wanita.

Pasar ibu rumah tangga adalah segmen pasar yang sangat menggiurkan,

mengingat ukuran (market size) dan pertumbuhannya (market growth) yang

fantastis. Seorang ibu tidak hanya mengendalikan pembelian di dalam lingkup

rumah tangganya, tetapi juga dapat memicu adanya domino effect, dimana ibu

dapat mempengaruhi pembelian keluarga lain. Tanpa adanya persetujuan dari ibu, maka akan sulit untuk dilakukan pembelian suatu produk. Ini tidak hanya berlaku untuk keperluan pribadi, tetapi juga sebagai penentu pembelian keluarga.

Hal ini bukan hanya berlaku bagi ibu rumah tangga saja, tetapi juga bagi ibu yang bekerja atau wanita karir. Banyak hal yang menentukan seorang ibu/wanita melakukan keputusan pembelian suatu produk. Sebagian ibu ada yang hanya mementingkan kualitas dari suatu merek tertentu, ada yang hanya mementingkan


(18)

merek tanpa memperhitungkan kualitas dari produk yang dibeli, dan lebih dari 70% ibu memprioritaskan harga dalam membeli sebuah produk.

Pada umumnya, konsumen terutama ibu-ibu yang loyal tidak mencari alternatif produk dan tidak mudah berpaling pada merek produk lain. Dengan alasan tersebut perusahaan berusaha untuk menciptakan konsumen yang loyal. Persaingan yang semakin ketat ini jugalah yang melahirkan produk dengan

berbagai macam merek (brand) yang menjadi identitas masing-masing produk

tersebut. Produk yang berhasil adalah produk yang mampu memenangkan pasar ibu karena seorang ibu memiliki peran yang sangat besar dalam mempengaruhi anak-anaknya untuk loyal terhadap suatu merek produk tertentu. Jika anak tersebut telah dewasa dan berkeluarga, biasanya ia juga akan menggunakan merek tersebut untuk keluarganya dan berlangsung terus-menerus dari generasi ke generasi.

Pola konsumsi masyarakat kini telah banyak dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup. Makanan-makanan yang cepat saji atau instan kian digemari sebagai substitusi nasi. Salah satu dari produk makanan cepat saji itu adalah mie instan. Produk ini bahkan kian menjadi pilihan sebagai pengganti bahan makanan pokok. Pertimbangannya adalah kepraktisan, harga yang terjangkau, dan cukup mengenyangkan. Agar lebih mudah diterima oleh konsumen, perusahaan yang menghasilkan produk-produk mie instant berusaha untuk menampilkan sosok ibu dalam promosi produk tersebut. Sekarang ini, banyak terdapat merek mie instant yang menawarkan manfaat berbeda dengan harga yang lebih murah. Bagi


(19)

kebanyakan ibu-ibu merek produk yang pertama kali diingat (top of mind) adalah Indomie.

Permintaan yang semakin meningkat terhadap mie instan menyebabkan persaingan yang semakin meningkat pula. Kondisi ini menuntut produsen mie instan untuk selalu meningkatkan kualitas produk dan mencermati kondisi pasar yang cenderung dinamis dengan cara mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen yang heterogen. Peneliti memilih produk mie instant karena produk ini

adalah produk kebutuhan sehari-hari (convinience goods) yang bukan hanya untuk

kebutuhan pribadi ibu tetapi juga untuk semua anggota keluarga.

Kecamatan Medan Tuntungan merupakan salah satu pasar yang menjanjikan untuk pemasaran produk mie instant. Hal ini disebabkan adanya peningkatan jumlah keluarga yang berada di wilayah ini seiring dengan proyek pembangunan komplek perumahan secara besar-besaran dan semakin meningkatnya jumlah ibu yang bekerja. Sehingga permintaan terhadap produk kebutuhan sehari-hari seperti mie instant di wilayah ini meningkat pula. Badan Pusat Statistik Kota Medan tahun 2011 menunjukkan jumlah penduduk di Kecamatan Medan Tuntungan yang terbagi atas 9 kelurahan merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak.


(20)

Tabel 1.1

Jumlah Penduduk menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011

No. Kelurahan Jumlah penduduk

(Jiwa) Persentase

1 Baru Ladang Bambu 4790 4,6%

2 Sidomulyo 2046 1,95%

3 Lau Cih 1988 1,9%

4 Namu Gajah 2499 2,4%

5 Kemenangan Tani 5761 5,5%

6 Simalingkar B 6541 6,24%

7 Simpang Selayang 21663 20,7%

8 Tanjung Selamat 13572 12,9%

9 Mangga 45933 43,8%

Total Medan Tuntungan 104793 100%

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Medan (2012, diolah)

Data Badan Pusat Statistik Kota Medan juga menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih tinggi dari jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki.

Tabel 1.2

Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin Dirinci menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011

No. Kelurahan

Jenis Kelamin Jumlah Koresponden

(perempuan) Laki-laki Perempuan

1 Baru Ladang Bambu 2399 2391 4

2 Sidomulyo 1059 987 2

3 Lau Cih 1007 981 2

4 Namu Gajah 1241 1258 2

5 Kemenangan Tani 2818 2943 6

6 Simalingkar B 3236 3305 6

7 Simpang Selayang 10893 10770 21

8 Tanjung Selamat 6746 6826 13

9 Mangga 22856 23077 44

Total Medan Tuntungan 52255 52538 100


(21)

Dalam pasar yang kompetitif, persepsi dan loyalitas merek adalah kunci

sukses keberhasilan suatu produk (Durianto et.al., 2004). Salah satu cara untuk

membentuk persepsi konsumen adalah dengan menggunakan merek. Fungsi sebuah merek adalah untuk membedakan suatu produk dengan produk lainnya.

Menurut Aaker dalam Durianto et. al. (2004), merek memberikan nilai, sehingga

nilai total produk yang bermerek baik menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang dinilai semata-mata secara objektif.

Hal ini menunjukkan bahwa konsumen akhir adalah pelanggan rumah tangga yaitu ibu-ibu. Berdasarkan latar belakang ini, maka peneliti melakukan

penelitian dengan judul “Studi Preferensi Brand Ibu-Ibu di Kecamatan Medan

Tuntungan”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : “Apakah kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan aset-aset merek lainnya berpengaruh terhadap loyalitas merek pada ibu-ibu di Kecamatan Medan Tuntungan ?”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan menganalisis adanya pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan aset-aset merek lainnya terhadap loyalitas merek pada ibu-ibu di Kecamatan Medan Tuntungan.


(22)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Bagi konsumen atau pembeli

Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi kepada konsumen dalam

menentukan merek (brand) yang mempengaruhi keputusan pembelian.

2. Bagi Peneliti

Penelitian ini memberikan kontribusi untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai strategi pemasaran terutama mengenai merek (brand).

3. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini bermanfaat sebagai referensi dan bahan informasi yang dapat digunakan untuk perbandingan dalam melakukan penelitian pada bidang yang sama di waktu yang akan datang.

4. Bagi Perusahaan

Bagi perusahaan, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengetahui elemen-elemen ekuitas merek sebagai alat untuk meningkatkan pangsa pasar dan untuk menjaga loyalitas konsumen terhadap merek.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Produk (Product)

Produk menurut Kotler (2008: 266) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar menarik perhatian, akuisisi, penggunaan, atau konsumsi yang dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. Produk

mencakup lebih dari sekedar barang-barang yang berwujud (tangible). Dalam arti

luas, produk meliputi objek fisik, jasa, acara, orang, tempat, organisasi, ide, atau bauran entitas.

Menurut Kotler dan Armstrong (2008: 269) terdapat dua kelompok besar produk dan jasa berdasarkan tipe konsumen yang menggunakannya, yaitu:

1. Produk konsumen

Produk konsumen (consumer product) adalah produk dan jasa yang dibeli

oleh konsumen akhir untuk konsumsi pribadi. Pemasar biasanya menggolongkan produk ini berdasarkan bagaimana cara konsumen membelinya. Produk konsumen meliputi produk kebutuhan sehari-hari, produk belanja, produk khusus dan produk yang tidak dicari. Produk-produk ini mempunyai perbedaan dalam cara pembelian konsumen dan dalam cara pemasarannya.


(24)

Tabel 2.1 Pertimbangan Pemasaran untuk Produk Konsumen

Tipe Produk Konsumen Pertimbangan

Pemasaran

Kebutuhan Sehari-hari

Belanja Khusus Tak dicari

Perilaku pembelian pelanggan Pembelian sering, keterlibatan pelanggan rendah Pembelian jarang, banyak perencanaan dan usaha belanja, perbandingan harga, kualitas dan gaya merek Preferensi dan loyalitas merek yang kuat, usaha pembelian khusus, sedikit perbandingan merek, sensitivitas harga rendah Kesadaran dan pengetahuan produk kecil (atau, jika sadar, sedikit atau bahkan tidak ada minat)

Harga Harga murah Harga lebih

mahal

Harga mahal Beragam

Distribusi Distribusi luas,

lokasi mudah dijangkau Distribusi selektif di sedikit gerai Distribusi eksklusif, hanya di satu gerai per daerah pasar

Beragam

Promosi Promosi

massal oleh produsen Iklan dan penjualan pribadi oleh produsen dan penjual perantara Promosi yang ditargetkan secara lebih cermat oleh produsen dan penjual perantara Iklan agresif dan penjualan pribadi oleh produsen dan penjual perantara

Contoh Pasta gigi,

majalah, detergen Peralatan rumah tangga utama, televisi, perabot, pakaian Barang-barang mewah Asuransi jiwa, donor darah

Sumber: Kotler dan Armstrong (2008: 269) (diolah oleh peneliti)

2. Produk Industri

Produk industri (industrial product) adalah produk yang dibeli untuk

pemrosesan lebih lanjut atau untuk digunakan dalam menjalankan suatu bisnis.


(25)

Ada beberapa tingkatan produk atau jasa yang dapat menambah lebih banyak nilai pelanggan. Tingkat yang paling dasar adalah:

1. Produk inti

Ketika merancang produk, mula-mula pemasar harus mendefinisikan inti, manfaat penyelesaian masalah atau jasa yang dicari konsumen.

2. Produk aktual

Para perencana produk harus mengubah manfaat inti menjadi produk aktual. Produsen harus mengembangkan fitur produk dan jasa, desain, tingkat kualitas, nama merek, dan kemasan.

3. Produk tambahan

Perencanaan produk harus membangun produk tambahan di sekitar produk inti dan produk aktual dengan menawarkan pelayanan dan manfaat konsumen tambahan.

Dari tingkatan ini dapat dilihat bahwa konsumen melihat produk sebagai kumpulan manfaat kompleks yang memuaskan kebutuhan mereka.

2.1.2 Merek (Brand) dan Preferensi Merek 2.1.2.1 Pengertian Merek

Menurut Aaker (1991), merek adalah nama atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual tertentu, serta membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan para pesaing. Pada akhirnya, merek memberikan tanda mengenai sumber produk serta melindungi


(26)

konsumen maupun produsen dari para pesaing yang berusaha memberikan produ-produk yang tampak identik (Susanto dan Wijanarko, 2004: 6).

Merek memegang peranan yang sangat penting. Salah satunya adalah untuk menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian, dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama (Durianto, 2001).

Dalam membangun sebuah merek, strategi merek sangat diperlukan. Terdapat empat pilihan, yaitu:

1. Merek baru (new brand), yaitu menggunakan merek baru untuk kategori

produk baru.

2. Perluasan lini (line extension), yaitu menggunakan merek lama untuk kategori produk lama.

3. Perluasan merek (brand extension), yaitu menggunakan merek yang sudah

ada untuk produk baru, atau strategi menjadikan semua produk memiliki merek yang sama.

4. Multi-merek (multibrand), yaitu menggunakan merek baru untuk kategori

produk lama. Dalam pendekatan ini produknya sama, tetapi mereknya berbeda sehingga sebuah perusahaan bisa memiliki beberapa merek untuk produk yang sama.

Dari tingkatan ini dapat dilihat bahwa konsumen melihat produk sebagai kumpulan manfaat kompleks yang memuaskan kebutuhan mereka.


(27)

Secara garis besar, merek dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Merek fungsional (Functional Brands)

Merek fungsional terutama berkaitan dengan manfaat fungsional (functional benefit) sehingga sangat terkait dengan penafsiran yang dikaitkan dengan atribut-atribut fungsional. Contohnya adalah Rinso dan Pepsodent. Merek fungsional sangat mengutamakan kinerja produk dan

nilai ekonominya. Faktor yang menentukan adalah 3P, yaitu product,

price, dan place, sehingga kualitas produk, harga yang kompetitif, dan ketersediaannya pada saluran distribusi sangat menentukan. Ciri khas dalam mengelola merek jenis ini adalah selalu memelihara superioritas. 2. Merek citra (Image Brands)

Merek citra terutama untuk memberikan manfaat ekspresi diri (self

expression benefit). Sebagai merek yang bertujuan untuk meningkatkan citra pemakainya, merek ini haruslah mempunyai kekuatan untuk membangkitkan keinginan. Kemewahan, kemegahan dan keagungan merupakan ciri khas dalam pengelolaan merek ini.

3. Merek eksperiensial (Experiential Brands)

Merek eksperiensial terutama untuk memberikan manfaat emosional. Merek ini sangat mengutamakan kemampuannya dalam memberikan pengalaman yang unik kepada pelanggan, sehingga pelanggan merasa terkesan dan merasakan bedanya dengan pesaing. Faktor yang menentukan

adalah 2P yaitu, place dan people. Kunci untuk mengelola merek ini


(28)

Makna merek dalam konteks masa kini bukanlah sekedar nama merek (brand

name) tetapi sudah berkembang lebih jauh. Menurut Knapp dalam Sutanto dan

Wijanarko (2004: 9) dalam pikiran konsumen terdapat tiga sifat fundamental yang membedakan suatu merek sejati yaitu internalisasi kesan-kesan, posisi khusus dalam benak konsumen, serta manfaat emosional dan fungsional yang dirasakan. Pada akhirnya merek bukanlah apa yang dibuat oleh pabrik, tercetak pada kemasan atau apa yang diiklankan oleh pemasar. Merek adalah apa yang ada di dalam pikiran konsumen.

Menurut Knapp dalam Simamora (2002: 73) terdapat tiga strategi untuk membentuk merek yang kuat, yaitu :

1. Melakukan penilaian merek

Melakukan penilaian merek kira-kira sama dengan evaluasi posisi merek. Merek perlu dipandang sebagai subjek, bukan objek.

2. Mengembangkan janji merek

Mengembangkan janji merek yaitu harapan tentang bagaimana merek bekerja terhadap konsumen. Dengan sendirinya, kalau sudah berjanji, merek akan berusaha menepatinya.

3. Menciptakan blueprint’ merek

Menciptakan blueprint’ merek sama dengan menciptakan identitas merek

(brand identity). Blueprint’ merek harus dapat menangkap siapa yang menjadi pasar sasarannya, mengungkapkan keunikan produk/layanan, apa manfaat utamanya dan personifikasi yang diwakili sebuah merek.


(29)

Menurut Aaker dalam Simamora (2002: 14), ada tiga nilai yang dijanjikan sebuah merek, yaitu nilai fungsional, nilai emosional dan nilai ekspresi diri.

1. Nilai Fungsional

Nilai yang paling mudah dilihat adalah nilai fungsional, yaitu nilai yang diperoleh dari atribut produk yang memberikan kegunaan (utility) fungsional kepada konsumen. Nilai ini berkaitan langsung dengan fungsi yang diberikan oleh produk atau layanan kepada konsumen. Bila memiliki keunggulan secara fungsional, maka sebuah merek dapat mendominasi kategori.

2. Nilai Emosional

Pada intinya nilai emosional berhubungan dengan perasaan, yaitu perasaan positif apa yang akan dialami konsumen pada saat membeli produk. Nilai emosional pada umumnya berkaitan dengan nilai fungsional. Seringkali merek-merek yang bersaing memiliki nilai fungsional yang sama. Akan tetapi, biasanya satu merek lebih unggul dari merek lain karena memiliki nilai emosional. Oleh karena itu, kepuasan emosi perlu diperhatikan.

3. Nilai Ekspresi Diri

Nilai ekspresi diri merupakan bagian dari nilai emosi. Nilai emosional berkaitan dengan perasaan positif (misalnya nyaman, bahagia, dan bangga), sedangkan ekspresi diri berbicara tentang bentuk fisik produk itu di mata orang lain. Jadi, kalau nilai emosional berpusat pada diri sendiri, maka nilai ekspresi diri berpusat pada publik.

Menurut Keller dalam Soehadi (2005: 31) mengembangkan model ekuitas


(30)

terhadap penciptaan interaksi yang positif antara merek dengan pelanggannya. Asumsi pokok model ini adalah kekuatan sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan, dilihat, dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut sebagai hasil dari pengalamannya sepanjang waktu.

2.1.2.2 Pengertian Preferensi Merek

Mitchel dan Olsen dalam Afriansyah (2008: 17) menyebutkan bahwa preferensi merek merupakan kecenderungan terhadap suatu merek yang didasarkan pada kepercayaan pelanggan yang kuat pada saat tertentu.

Simamora (2003) memberikan ilustrasi tentang preferensi merek sebagai berikut :

“Saya lebih menyukai merek ini,” kata Susan sambil menunjuk teh siap

minum merek terkenal. Preferensi merek tercermin dari kata: I prefer this

brand, sebenarnya merupakan hasil proses evaluasi. Bermula dari preferensi merek ini, tinggal selangkah lagi menuju keputusan. “Saya lebih menyukai merek ini” adalah preferensi. “Saya putuskan untuk membelinya” adalah keputusan sebelum pembelian. Apakah keputusan pembelian ini benar-benar dilakukan? Belum tentu. Masih ada faktor situasi dan pengaruh orang lain yang memungkinkan keputusan pembelian sebenarnya. Setelah dilakukan pembelian maka akan diketahui apakah pembeli akan melakukan pembelian ulang dan menjadi loyal atau tidak.”

Kotler dalam Damanik (2010: 21) menyatakan bahwa konsumen memproses informasi tentang pilihan merek untuk membuat keputusan terakhir. Pertama, kita melihat bahwa konsumen mempunyai kebutuhan. Konsumen akan mencari manfaat tertentu dan selanjutnya mengevaluasi atribut produk. Konsumen akan memberi bobot yang berbeda untuk setiap atribut produk sesuai dengan kepentingannya. Kemudian konsumen mungkin akan mengembangkan himpunan kepercayaan merek. Konsumen juga dianggap memiliki fungsi utilitas, yaitu bagaimana konsumen mengharapkan kepuasan produk bervariasi menurut tingkat


(31)

alternatif tiap ciri. Akhirnya konsumen membentuk sikap terhadap alternatif-alternatif merek yang tersedia melalui prosedur tertentu.

Sudibyo (2002: 15) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan preferensi oleh konsumen terbagi menjadi dua yaitu : bersifat ekonomis dan bersifat non ekonomis. Preferensi konsumen yang bersifat ekonomis meliputi nilai dari pengorbanan serta manfaat yang dapat diraih. Sedangkan preferensi konsumen yang bersifat non ekonomis termasuk didalamnya kebutuhan aktualisasi diri dan penghargaan dari lingkungan.

2.1.3 Ekuitas Merek (Brand Equity)

Durianto et. al. (2001: 105) menyebutkan bahwa ekuitas merek (brand

equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa, baik pada perusahaan maupun pada

pelanggan. Agar aset dan liabilitas mendasari brand equity, maka aset dan

liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar brand equity akan berubah pula.

Ekuitas merek (brand equity) menurut Kotler (2008: 282) adalah pengaruh

diferensial positif bahwa jika pelanggan mengenal nama merek, pelanggan akan merespons produk atau jasa. Satu ukuran ekuitas merek adalah sejauh mana pelanggan bersedia membayar lebih untuk merek tersebut.

Merek dengan ekuitas merek yang kuat adalah aset yang sangat berharga. Ekuitas merek yang tinggi memberikan banyak keunggulan kompetitif bagi


(32)

perusahaan. Karena nama merek membawa kredibilitas tinggi, perusahaan bisa lebih mudah meluncurkan lini dan perluasan merek. Merek yang kuat memberikan beberapa pertahanan kepada perusahaan dalam menghadapi persaingan harga yang semakin ketat.

Menurut Aaker dalam Santoso (2010: 11) merek memiiki nilai positif dan negatif. Ekuitas merek adalah seperangkat aset, atau kewajiban, yang dimiliki nama merek atau simbol, yang dapat menambah atau mengurangi nilai produk atau layanan. Apabila bernilai positif, maka ekuitas merek menjadi aset. Apabila bernilai negatif, maka ekuitas merek menjadi kewajiban (liability).

Nilai ekuitas merek bisa berpengaruh kepada konsumen dan perusahaan. Ekuitas merek dapat menambah atau mengurangi nilai produk bagi konsumen. Konsumen dibantu dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi mengenai produk dan merek. Ekuitas merek juga mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil keputusan pembelian (baik itu karena pengalaman masa lalu dalam menggunakannya maupun kedekatan dengan merek dan aneka karakteristiknya).


(33)

Brand Association Perceived Quality

Brand Awareness Other Proprietary Assets

Sumber: Aaker dalamDurianto et. al., (2001, data diolah) Gambar 2.1

Konsep Brand Equity

2.1.3.1 Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu (Aaker dan Jacobson, 1994). Kesadaran merek mengacu pada seberapa besar kesadaran konsumen dan konsumen potensial terhadap merek

Brand Equity

Memberikan nilai kepada pelanggan dengan

memperkuat:

• Interpretasi/proses informasi

• Rasa percaya diri dalam pembelian

• Pencapaian kepuasan

dari pelanggan

Memberikan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat:

• Efisiensi dan

efektivitas program pemasaran

Brand loyalty

• Harga/laba

• Perluasan merek

• Peningkatan

perdagangan

• Keuntungan


(34)

dan produk – produknya (Gustafson dan Chabot, 2007: 128). Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh Lin dan Kao (2004: 82) bahwa kesadaran merek berpengaruh terhadap kemampuan pembeli potensial untuk mengenali dan mengingat bahwa suatu merek merupakan anggota dari suatu kategori produk

yang pasti. Sedangkan Pappu, et al (2005: 24) menyatakan bahwa kesadaran

merek berkaitan dengan kekuatan dari suatu merek yang muncul dalam ingatan konsumen.

Tolok ukur kesadaran suatu merek diukur keterkenalan dan mudahnya konsumen mengingat suatu merek. Kesadaran merek penting untuk membedakan suatu produk dengan produk pesaingnya (Gustafson dan Chabot, 2007: 93). Kesadaran merek merupakan langkah awal untuk membangun merek produk. Aspek paling penting dari kesadaran merek adalah bentuk informasi pertama dalam ingatan. Kesadaran merek penting sebelum asosiasi merek terbentuk (Pitta dan Katsanis, 1995).

Empat cara yang digunakan perusahaan untuk menciptakan kesadaran merek pada konsumen, yaitu menciptakan suatu pengenalan – pengenalan yang akan mempermudah konsumen mengingat merek, menimbulkan rasa terbiasa tentang keberadaan suatu merek ke dalam pikiran konsumen, memberikan sinyal kepercayaan terhadap merek dan memberikan alasan yang cukup kepada konsumen untuk percaya pada suatu merek (Aaker, 1991: 79). Kesadaran merek dikatakan tinggi jika konsumen dapat mengingat merek, baik sebelum proses pembelian, ketika dalam proses pembelian, maupun ketika konsumen mengonsumsi produk pesaing.


(35)

Aspek-aspek yang terkait dengan peningkatan brand awareness menjadi sangat penting. Misalnya, seberapa jauh merek mudah dikenal dan diingat, seberapa jauh merek tersebut mudah diucapkan. Untuk mengevaluasi seberapa

jauh konsumen aware terhadap sebuah merek, Keller (2000) (dalam Soehadi,

2005: 10) menyarankan penggunaan empat indikator :

1. Recall, yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengingat ketika ditanya merek

apa saja yang mereka ingat. Top of mind adalah salah satu cara yang sering

digunakan oleh praktisi pemasaran untuk mengukur brand recall.

2. Recognition, yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengenali merek tersebut termasuk dalam kategori tertentu.

3. Purchase, yaitu seberapa jauh konsumen akan memasukkan suatu merek ke dalam alternatif pilihan ketika mereka akan membeli produk/layanan. Indikator ini menunjukkan, jika merek tersebut tidak termasuk dalam

alternatif pilihan, terutama untuk merek baru, maka aktivitas below the line

menjadi sangat penting.

4. Consumption, yaitu seberapa jauh konsumen masih mengingat suatu merek ketika mereka sedang menggunakan produk/layanan pesaing.

Untuk membangun identitas yang kuat, konsistensi menjadi kunci utama yang perlu diperhatikan. Seluruh aktivitas yang terkait dengan merek tersebut harus sejalan dengan identitas yang akan dibangun. Selain itu, merancang dan menyampaikan informasi yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen juga merupakan prasyarat keberhasilan suatu aktivitas pemasaran, baik pemasaran produk/layanan maupun organisasi.


(36)

2.1.3.2 Asosiasi Merek (Brand Association)

Asosiasi merek adalah sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Menurut Durianto et. al. (2001) dalam Jamali (2008: 39), asosiasi

merek (brand association) adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang

terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait dengan merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan suatu merek dalam strategi komunikasinya, ditambah lagi jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain.

Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut

brand image. Semakin banyak asosiasi yang berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut.

Suatu merek yang telah mapan akan mempunyai posisi yang menonjol dalam persaingan karena didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Merek akan bernilai tinggi untuk atribut-atribut yang dikehendaki seperti layanan yang bersahabat, atau menduduki posisi yang berbeda dari posisi para pesaingnya (Susanto dan Wijanarko, 2004: 132).


(37)

Menurut Durianto dalam Santoso (2010: 42), Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut:

1. Atribut produk

Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi

positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek.

2. Atribut tak berwujud

Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif.

3. Manfaat bagi pelanggan

Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan maka biasanya terdapat hubungan antara keduanya. Manfaat bagi pelanggan terbagi menjadi dua, yaitu manfaat rasional dan manfaat psikologis. Manfaat rasional erat kaitannya dengan atribut dari produk yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional. Manfaat psikologis seringkali merupakan konsekuensi ekstrim dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut.

4. Harga relatif

Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga.


(38)

5. Penggunaan

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu.

6. Pengguna/pelanggan

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut.

7. Orang terkenal/khalayak

Mengkaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal kepada merek tersebut.

8. Gaya hidup/kepribadian

Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama.

9. Kelas produk

Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya.

10. Para pesaing

Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing.

11. Negara/wilayah geografis

Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan.


(39)

Di samping beberapa acuan yang telah disebutkan, beberapa merek juga memiliki asosiasi dengan hal lain yang belum disebutkan di atas. Akan tetapi, dalam kenyataannya tidak semua merek produk memiliki semua asosiasi di atas.

2.1.3.3 Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Menurut Durianto et. al. (2001: 63), perceived quality didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan.

Perceived quality ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk di mata pelanggan. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek.

Perceived quality yang positif akan mendorong keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Sebaliknya, jika perceived quality

pelanggan negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama di

pasar. Karena perceived quality merupakan persepsi dari pelanggan maka

perceived quality tidak dapat ditentukan secara objektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa.


(40)

Menurut Garvin dalam Durianto et. al. (2001: 48), perceived quality

dibagi dalam tujuh dimensi yaitu:

1. Kinerja : melibatkan berbagai karakteristik operasional utama. Karena faktor

kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain, seringkali pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut-atribut kinerja ini.

2. Pelayanan : mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan dalam

produk tersebut.

3. Ketahanan : mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.

4. Keandalan : konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu

pembelian ke pembelian berikutnya.

5. Karakteristik produk : bagian-bagian tambahan dari produk. Penambahan ini

biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir sama. Bagian-bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan pelanggannya yang sesuai perkembangan.

6. Kesesuaian dengan spesifikasi : merupakan pandangan mengenai kualitas

proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji.

7. Hasil : mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam

dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan “hasil akhir” produk yang baik, maka kemungkinan produk tersebut tidak akan memiliki atribut kualitas lain yang penting.


(41)

2.1.3.4 Aset-aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Assets)

Tiga elemen brand equity di luar aset-aset merek lainnya dikenal dengan

elemen-elemen utama dari brand equity. Elemen brand equity yang ke empat

secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari tiga elemen utama tersebut.

Aset-aset brand equity lainnya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi

perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki pesaing.

Biasanya, bila dimensi utama dari brand equity yaitu brand awareness, brand

association, dan perceived quality sudah sangat kuat, secara otomatis aset brand equity lainnya juga akan kuat. Aset-aset merek lainnya yaitu seperti hak paten dan cap.

2.1.4 Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Menurut Aaker dalam Santoso (2010: 14) loyalitas merek adalah kelekatan konsumen pada nilai yang tinggi dari suatu merek, dengan kelekatan yang dibangun ini maka konsumen akan menolak segala strategi yang dilakukan oleh kompetitor merek. Menurut Giddens dalam Santoso (2010: 17) konsumen akan memberikan loyalitas dan kepercayaannya pada merek selama merek tersebut sesuai dengan harapan yang dimiliki oleh konsumen, bertindak dalam cara-cara tertentu dan menawarkan nilai-nilai tertentu. Loyalitas pada merek timbul karena konsumen mempersepsikan merek tersebut menghasilkan produk yang memiliki sejumlah manfaat dan kualitas dengan harga yang sesuai. Loyalitas merek juga menjadi indikasi adanya ekuitas merek, karena tanpa loyalitas merek tidak akan tercipta ekuitas merek. Hal ini dapat dilihat pada merek-merek yang menjadi


(42)

pemimpin di pasaran, dapat dipastikan bahwa merek tersebut memiliki pelanggan yang loyal pada merek tersebut.

Lin dan Kao dalam Santoso (2010: 17) berpendapat bahwa konsumen yang loyal terhadap suatu merek memiliki ciri-ciri memiliki komitmen pada merek tersebut, berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan merek yang lain, akan merekomendasikan merek tersebut pada orang lain, tidak melakukan pertimbangan dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut, selalu mengikuti informasi yang berkaitan dengan merek tersebut dan mereka dapat menjadi semacam juru bicara dari merek dan mereka selalu mengembangkan hubungan dengan merek tersebut.

Schiffman dan Kanuk (2004: 21) menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi terbentuknya/terciptanya loyalitas merek antara lain perceived

product superiority (penerimaan keunggulan produk), personal fortitude

(keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap merek tersebut), bonding with

the product or company (keterikatan dengan produk atau perusahaan) dan kepuasan yang diperoleh konsumen.

Jenis produk yang dihasilkan suatu merek juga mempengaruhi loyalitas

merek. Pada barang-barang konsumsi sehari-hari (consumer goods) seperti

makanan, minuman, sabun, pembersih dan lain sebagainya, konsumen memiliki keterlibatan yang rendah dalam proses pembeliannya. Umumnya para konsumen tidak secara luas mencari informasi tentang merek, mengevaluasi karakteristik tentang merek, dan memutuskan merek apakah yang akan dibeli (Kotler, 2004).


(43)

tahapan coba-coba (trial) yang dipengaruhi oleh iklan yang beredar. Setelah melakukan pembelian dan mengalami kepuasan, bila dibandingkan dengan merek lain, maka pembelian produk tersebut akan dilakukan secara berulang. Pembelian berulang ini akan mengarahkan pada loyalitas merek (Schiffman dan Kanuk, 2004: 29).

Menurut Gommans et al, (2001) keuntungan–keuntungan yang akan

diperoleh oleh suatu merek yang memiliki pelanggan yang loyal yaitu dapat mempertahankan harga secara optimal, memiliki posisi tawar menawar yang kuat dalam saluran distribusi, mengurangi biaya penjualan, memiliki penghalang yang kuat terhadap produk-produk baru yang memiliki potensi yang besar untuk masuk dalam kategori produk atau layanan yang dimiliki oleh merek tersebut serta

keuntungan sinergis yang diperoleh dari brand extension yang berhubungan

dengan kategori produk atau pelayanan dari merek tersebut.

Giddens (2002) juga menambahkan dengan adanya loyalitas merek maka dapat meningkatkan (1) volume penjualan, dengan adanya loyalitas merek maka kehilangan konsumen dapat dikurangi. Dengan adanya pengurangan kehilangan konsumen maka akan meningkatkan pertumbuhan perusahaan dan penjualan; (2) Kemampuan perusahaan untuk menetapkan harga yang optimal, karena konsumen yang memiliki loyalitas merek kurang sensitif pada perubahan harga; (3) Konsumen dengan loyalitas merek akan selalu mencari merek favoritnya dan kurang sensitif pada promosi yang kompetitif. Dengan adanya loyalitas merek di kalangan pelanggan, maka perusahaan dapat mengurangi biaya promosi produknya karena konsumen tetap akan mencari merek yang disukainya.


(44)

2.1.5 Perilaku Konsumen

2.1.5.1 Pengertian perilaku konsumen

Perilaku pembelian konsumen (consumer buyer behavior) mengacu pada

perilaku pembelian konsumen akhir, baik perorangan maupun rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi (Kotler dan Armstrong, 2008: 158). Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini (dalam Setiadi 2003: 3).

Untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat, pemasar perlu memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi) dan mereka rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku), dan kejadian di sekitar yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa, dan

dilakukan konsumen. The American Marketing Association mendefinisikan

perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka.

2.1.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Perilaku merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan seseorang dalam reaksi terhadap rangsangan atau stimulus. Rangsangan tersebut bisa datang dari dalam dirinya atau dari luar dirinya. Menurut Kotler dan Armstrong (2008: 159) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku adalah sebagai berikut :


(45)

1) Faktor Budaya

Faktor budaya mempunyai pengaruh yang luas dan mendalam pada perilaku konsumen. Pemasar harus memahami peran yang dimainkan oleh budaya, sub-budaya, dan kelas sosial pembeli.

1. Budaya (culture) adalah penyebab keinginan dan perilaku seseorang yang

paling dasar. Perilaku manusia dipelajari secara luas. Setiap kelompok atau masyarakat mempunyai budaya, dan pengaruh budaya pada perilaku pembelian bisa sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain. Kegagalan menyesuaikan diri dengan perbedaan ini dapat menghasilkan pemasaran yang tidak efektif atau kesalahan yang memalukan.

2. Sub-budaya, masing-masing budaya mengandung sub-budaya (subculture)

yang lebih kecil, atau kelompok orang yang berbagi sistem nilai berdasarkan pengalaman hidup dan situasi yang umum. Sub-budaya meliputi kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah gaeografis. Banyak sub-budaya membentuk segmen pasar yang penting, dan pemasar sering merancang produk dan program pemasaran yang dibuat untuk kebutuhan mereka.

3. Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif permanen dan

berjenjang dimana anggotanya berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama. Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor, seperti pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan, dan variabel lain.


(46)

2) Faktor Sosial

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok kecil, keluarga, serta peran dan status sosial konsumen (Kotler dan Armstrong, 2008: 163).

1. Kelompok

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung dan tempat dimana seseorang menjadi anggotanya disebut kelompok keanggotaan. Sebaliknya, kelompok referensi bertindak sebagai titik perbandingan atau titik referensi langsung (berhadapan) atau tidak langsung dalam membentuk sikap atau perilaku seseorang.

2. Keluarga

Anggota keluarga bisa sangat mempengaruhi perilaku pembeli. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan telah diteliti secara ekstensif. Keterlibatan suami-istri dalam kategori produk dan tahap pembelian sangat beragam. Peran pembelian berubah sesuai dengan gaya hidup konsumen yang berubah. Biasanya, istri atau ibu merupakan agen pembelian utama bagi keluarga.

3. Peran dan Status

Seseorang menjadi anggota banyak kelompok, keluarga, klub, dan organisasi. Posisi seseorang dalam masing-masing kelompok dapat didefinisikan dalam peran dan status. Masing-masing peran membawa status yang mencerminkan nilai umum yang diberikan kepadanya oleh


(47)

masyarakat. Orang biasanya memilih produk yang sesuai dengan peran dan status mereka.

3) Faktor Pribadi

Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti usia dan tahap siklus hidup pembeli, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri.

1. Usia dan tahap siklus hidup

Selera makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi sering berhubungan dengan usia. Pembelian juga dibentuk oleh tahap siklus hidup keluarga yaitu tahap-tahap yang dilalui keluaraga ketika mereka menjadi matang dengan berjalannya waktu.

2. Pekerjaan

Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang mereka beli. Pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata pada produk dan jasa mereka.

3. Situasi ekonomi

Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar barang-barang yang sensitif terhadap pendapatan mengamati gejala pendapatan pribadi, tabungan, dan suku bunga. Jika indikator ekonomi menunjukkan resesi, pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, mereposisi, dan menetapkan harga kembali untuk produk mereka secara seksama. Beberapa pemasar menargetkan konsumen yang mempunyai banyak uang dan sumber daya, menetapkan harga yang sesuai.


(48)

4. Gaya hidup

Gaya hidup (lifestyle) adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan

dalam keadaan psikografisnya. Gaya hidup melibatkan pengukuran dimensi

AIO utama pelanggan. Activities/kegiatan (pekerjaan, hobi, belanja,

olahraga, acara sosial), interest/minat (makanan, minuman, pakaian,

keluarga, rekreasi), opinion/pendapat (tentang diri mereka, masalah sosial, bisnis, produk). Gaya hidup menangkap sesuatu yang lebih dari sekedar kelas sosial atau kepribadian seseorang.

5. Kepribadian dan konsep diri

Kepribadian (personality) mengacu pada karakteristik psikologi unik yang

menyebabkan respons yang relative konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan orang itu sendiri. Kepribadian biasanya digambarkan dalam karakteistik perilaku seperti kepercayaan diri, dominasi, kemampuan bersosialisasi, otonomi, cara mempertahankan diri, kemampuan beradaptasi, dan sifat agresif. Kepribadian dapat digunakan untuk menganalisis perilaku konsumen untuk produk atau pilihan merek tertentu.

4) Faktor psikologis

Keputusan pembelian dipengaruhi oleh empat psikologis utama yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, serta kepercayaan dan pendirian.

1. Motivasi

Seseorang mempunyai banyak kebutuhan pada setiap waktu tertentu. Sebagian kebutuhan bersifat biogenis. Kebutuhan yang demikian berasal dari tekanan biologis seperti lapar, haus, tidak nyaman, dan lainnya.


(49)

Kebutuhan yang lain bersifat psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa kepemilikan.

2. Persepsi

Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu, untuk memilih, mengorganisasi dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi guna menciptakan dunia yang memiliki arti.

3. Pembelajaran

Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku manusia adalah hasil dari belajar. Pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan kerja antara dorongan, rangsangan, petunjuk bertindak, tanggapan, dan penguatan.

4. Keyakinan dan sikap

Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang tentang tertentu. Keyakinan bisa didasarkan pada pengetahuan nyata, pendapat atau iman dan bisa membawa emosi maupun tidak. Sedangkan sikap menggambarkan evaluasi, perasaan, dan tendensi yang relative konsisten dari seseorang terhadap suatu objek atau ide. Sikap menempatkan orang ke dalam suatu kerangka pikiran untuk menyukai atau tidak menyukai sesuatu, untuk bergerak menuju atau meninggalkan sesuatu.


(50)

2.1.6 Proses Keputusan Pembelian

Konsumen membuat keputusan pembelian berdasarkan lima tahap, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. Tahap-tahap keputusan pembelian tersebut adalah (Kotler dan Armstrong, 2008: 179-181) :

1. Pengenalan kebutuhan

Proses pembelian dimulai dengan pengenalan kebutuhan (need recognition)

pembeli menyadari suatu masalah atau kebutuhan. Kebutuhan dapat dipicu oleh rangsangan internal ketika salah satu kebutuhan normal seseorang, rasa lapar, haus, seks yang timbul pada tingkat yang cukup tinggi sehingga menjadi dorongan. Dan kebutuhan juga bisa dipicu oleh rangsangan dari eksternal. Seperti iklan atau diskusi dengan teman.

2. Pencarian informasi

Konsumen yang tertarik mungkin mencari lebih banyak informasi atau mungkin tidak. Jika dorongan konsumen itu kuat dan produk yang memuaskan ada di dekat komponen itu, konsumen mungkin akan membelinya kemudian. Jika tidak, konsumen bisa menyimpan kebutuhan itu dalam ingatannya atau

melakukan pencarian informasi (information search) yang berhubungan

dengan kebutuhan. Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa sumber. Sumber-sumber ini meliputi sumber pribadi terdiri dari keluarga, teman, tetangga, rekan; sumber komersial terdiri dari iklan, wiraniaga, situs

web, penyalur, kemasan, pencarian internet; dan sumber pengalaman terdiri dari penanganan, pemeriksaan, pemakaian produk. Ketika semakin banyak


(51)

informasi yang diperoleh, kesadaran konsumen dan pengetahuan akan merek dan fitur yang tersedia meningkat.

3. Evaluasi alternatif

Evaluasi alternatif yaitu bagaimana konsumen memproses informasi untuk

sampai pada pilihan merek. Sedangkan, konsumen tidak menggunakan proses evaluasi yang sederhana dan tunggal dalam semua situasi pembelian. Adapun cara konsumen mengevaluasi alternatif bergantung pada konsumen pribadi dan situasi pembelian tertentu.

4. Keputusan pembelian

Dalam tahap evaluasi, konsumen menentukan peringkat merek dan membentuk niat pembelian. Pada umumnya, keputusan pembelian konsumen adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor bisa berada antara niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain. Faktor kedua adalah faktor situasional yang tidak diharapkan. Konsumen mungkin membentuk niat pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan, harga, dan manfaat produk yang diharapkan. Oleh karena itu, preferensi dan niat pembelian tidak selalu menghasilkan pilihan pembelian yang aktual.

5. Perilaku pasca pembelian

Setelah membeli produk, konsumen akan merasa puas atau tidak puas dan

terlibat dalam perilaku pasca pembelian (postpurchase behavior) yang harus

diperhatikan oleh pemasar. Hubungan ekspektasi konsumen dan kinerja anggapan produk sangatlah penting. Jika produk tidak memenuhi ekspektasi,


(52)

maka konsumen puas, dan jika melebihi ekspektasi, maka konsumen sangat puas.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya telah dilakukan Hutagalung (2012), dengan judul

“Studi Preferensi Brand di Kalangan Ibu-Ibu di Kota Medan (di Lingkungan

Dharma Wanita Universitas Sumatera Utara)”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terjadi perpindahan merek dengan produk tertentu ke merek lain di lingkungan Dharma Wanita Universitas Sumatera Utara (USU). Data diolah secara deskriptif, yaitu dengan cara mengumpulkan dan menafsirkan data yang ada sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai pengumpulan data, penyusunan dan analisis data, sehingga dapat diketahui gambaran umum yang diteliti.

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa tidak semua produk

dengan merek top of mind dapat menjamin konsumen akan tetap loyal dan

memberi kesan memuaskan. Melalui hasil analisis yang dilakukan peneliti terdahulu diperoleh hasil bahwa semakin tinggi loyalitas konsumen maka tidak akan terjadi perpindahan merek, dan begitu juga sebaliknya. Penelitian Hutagalung (2012) menunjukkan bahwa ibu-ibu Dharma Wanita Universitas Sumatera Utara melakukan pembelian suatu produk dengan merek tertentu berdasarkan keperluan pada saat itu dan bukan dikarenakan terkenal atau tidaknya suatu produk.

Damanik (2010), melakukan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Perceived


(53)

Indomie Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara”. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda, dengan SPSS versi

15.0. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Perceived Quality dan Brand

Association berpengaruh positif dan simultan terhadap Brand Loyalty mie instan merek Indomie pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada beberapa variabel yang diteliti, dimana Damanik (2010) juga meneliti dengan menggunakan

variabel perceived quality, brand association dan brand loyalty dan meneliti

produk yang sama yaitu mie instan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada produk dan lokasi penelitian, dimana Hutagalung (2012) meneliti produk kebutuhan sehari-hari ibu-ibu di lingkungan dharma wanita USU.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dan kerangka berpikir merupakan gambaran tentang hubungan antara variabel yang diteliti, yang tersusun dari teori yang telah dideskripsikan (Sugiyono, 2006: 49). Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hasil riset mengenai beberapa komponen ekuitas merek produk mie instant di mata konsumennya, terutama ibu-ibu sebagai pengambil keputusan di dalam rumah tangga. Seperti telah diketahui, bahwa semakin banyak produk-produk mie instant dengan berbagai merek yang memperketat persaingan.

Merek merupakan aset penting bagi perusahaan yang dalam perkembangannya banyak dipenuhi oleh persaingan. Untuk dapat melihat berhasil atau tidaknya perkembangan merek di pasar, dapat dilakukan analisis terhadap


(54)

beberapa komponen ekuitas merek (brand equity). Beberapa komponen brand equity yang dibahas adalah kesadaran merek (brand awareness), yaitu kesanggupan seorang pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori atau produk tertentu. Asosiasi merek (brand association) yaitu mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan gaya hidup, manfaat, atribut, produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain. Persepsi kualitas (perceived quality) mencerminkan perasaan pelanggan secara menyeluruh

mengenai suatu merek. Loyalitas merek (brand loyalty) yaitu ketika pelanggan

percaya akan suatu merek, dan memperlihatkan keinginan untuk bersandar pada merek tersebut. Hasil penelitian tentang ekuitas merek ini diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar produk-produk mie instant.

Dengan demikian hubungan brand equity terhadap loyalitas pelanggan

dapat digambarkan dalam kerangka berfikir sebagai berikut:

Sumber: Aaker dalamDurianto et. al., (2001, data diolah)

Gambar 2.2

Kerangka Konseptual Penelitian

Brand Awareness

(X1)

Brand Association

(X2)

Perceived Quality

(X3)

Other Proprietary Brand Assets

(X4)

BRAND LOYALTY


(55)

2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang hendak diuji kebenarannya melalui penelitian (Suliyanto, 2006: 53). Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ekuitas merek berpengaruh signifikan terhadap loyalitas ibu-ibu pada merek produk mie instant.


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, berjenis deskriptif. Penelitian dengan jenis deskriptif bertujuan untuk melukiskan fakta, populasi,

atau bidang tertentu secara factual dan sistematis dengan menggambarkan

keadaan subjek atau objek penelitian (orang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Simamora, 2004: 107).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada ibu-ibu di Kecamatan Medan Tuntungan di sembilan kelurahan, dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Medan Tuntungan dianggap mampu mempresentasikan wilayah yang menjadi sasaran utama pemasaran produk mie instant. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) untuk memudahkan dalam perolehan data dari responden. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni 2012 sampai dengan September 2012.

3.3 Batasan Operasional

Untuk menghindari kesimpangsiuran dalam membahas dan menganalisis permasalahan dalam penelitian ini maka dibuat suatu batasan operasional yaitu:

a. Variabel yang di analisis peneliti dalam penelitian ini adalah elemen-elemen

dari brand equity yaitu kesadaran merek (X1), asosiasi merek (X2), persepsi


(57)

b. Penelitian ini dilakukan untuk brand equity pada produk mie instan dalam beberapa merek.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah objek penelitian yang menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian (Kuncoro 2009: 121). Definisi operasional ini akan memberikan batasan, ciri atau indikator suatu variabel dengan merinci hal-hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut.

Definisi variabel yang diteliti adalah sebagai berikut : 1. Variabel bebas (independent variable)

Menurut Sugiyono (2004: 33), variabel bebas adaah variabel yang dapat mempengaruhi perubahan dalam variabel terikat dan mempunyai hubungan yang positif ataupun yang negatif bagi variabel nantinya. Dalam penelitian

ini, variabel bebasnya adalah kesadaran merek (X1), asosiasi merek (X2),

persepsi kualitas (X3), dan aset-aset merek lainnya (X4).

a. Kesadaran merek

Kesadaran merek (brand awareness) menunjukkan kesanggupan seorang

pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek mie instan yang merupakan bagian dari kategori atau produk.

b. Asosiasi merek

Asosiasi merek (brand association) mencerminkan pencitraan suatu

merek mie instan terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan gaya hidup, manfaat, atribut, produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain.


(58)

c. Persepsi kualitas

Persepsi kualitas (perceived quality) yaitu persepsi konsumen terhadap

keseluruhan kualitas atau jasa layanan yang diberikan oleh produsen mie

instan dengan maksud yang diharapkan konsumen. Perceived quality

mencerminkan perasaan pelanggan secara menyeluruh mengenai merek mie instan tertentu.

d. Aset-aset merek lainnya

Aset-aset merek lainnya (other propietary brand assets) merupakan

elemen brand equity yang ada diluar dari tiga elemen utama sebelumnya

dan dipengaruhi oleh ketiga elemen tersebut. (Aaker dalam Durianto et.

al 2001).

2. Variabel Terikat (dependent variable)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah loyalitas merek (brand loyalty). Loyalitas merek adalah ketika pelanggan percaya akan suatu merek, dan memperlihatkan keinginan untuk bersandar pada merek tersebut,maka pelanggan akan membentuk maksud pembelian yang positif terhadap merek tersebut (Arlan 2006: 73).

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

No. Variabel Defenisi Operasional Indikator Rasio

1. Brand Awareness

(X1)

Kesanggupan seorang pembeli untuk

mengenali dan mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori atau produk tertentu.

1. Top of mind

2. Last used

3. Future intention


(59)

No. Variabel Definisi Operasional Indikator Skala 2. Brand

Association

(X2)

Pencitraan suatu merek terhadap kesan tertentu dalam

kaitannya dengan kebiasaan gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain.

1. Atribut produk 2. Harga

3. Manfaat

Nominal

3. Perceived Quality (X3)

Perepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas dan jasa layanan dengan maksud yang

diharapkan konsumen.

1. Karateristik produk

2. Kualitas produk

Likert

4. Other Proprietary Brand Assets

(X4)

Elemen ekuitas merek yang secara langsung dipengaruhi oleh tiga elemen sebelumnya.

Daya tarik produk Likert

5. Brand Loyalty (Y)

Mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk.

1. Kesetiaan konsumen 2. Kepuasan

konsumen 3. Komitmen

Likert

3.5 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006: 55). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu di Kecamatan Medan Tuntungan yang terbagi atas sembilan kelurahan yang berjumlah 52.538 orang.

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2006: 116). Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah berdasarkan rumus Slovin. Simamora (2002) menyatakan bahwa untuk


(60)

menentukan jumlah sampel minimum berdasarkan populasi yang telah diketahui jumlahnya, maka dapat dilakukan dengan rumus Slovin sebagai berikut:

n = N / (1 + N.e

2

)

Dimana : n = jumlah sampel N = jumlah populasi

e = taraf kesalahan (persen kelonggaran penelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi), asumsi 10 %.

Dengan jumlah populasi (N) ibu-ibu di Kecamatan Medan Tuntungan pada tahun 2011 sebesar 52.538 jiwa, jumlah sampel (n) yang diperlukan sebanyak :

n = N/(1+N.e2)

= 52.538/(1 + 52.538 x 0,12)

= 99,8 = 100 ibu-ibu

Maka jumlah ibu-ibu yang menjadi responden adalah berjumlah 100 orang.

3.6 Jenis Data

Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa data yang diperoleh dari responden terpilih pada lokasi penelitian. Data primer diperoleh dengan melakukan survey dan pengisian kuesioner kepada ibu-ibu di Kecamatan Medan Tuntungan. Sedangkan data sekunder berupa data yang berisikan informasi dan teori-teori yang digunakan untuk mendukung penelitian yang dilakukan. Data ini diperoleh dari berbagai sumber seperti internet dan studi-studi literatur yang berhubungan dengan topik penelitian.


(61)

3.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

a. Metode riset dalam pengumpulan data primer dengan melakukan tanya jawab

dengan responden dan dengan pengisian kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner berupa pertanyaan terbuka (responden bebas memberikan jawaban) dan pertanyaan tertutup (kemungkinan jawaban telah ditentukan terlebih dahulu). Kuesioner dalam penelitian ini berisi pernyataan yang menyangkut variabel ekuitas merek pada mie instant (Indomie, Supermie, Sarimi, Mie Sedaap, Gaga Mie) yaitu variabel kesadaran merek, variabel asosiasi merek, variabel persepsi kualitas, dan variabel aset-aset merek lainnya. Kuesioner tersebut disebarkan kepada 100 responden (ibu-ibu) di Kecamatan Medan Tuntungan. Responden pada penelitian ini dibatasi pada ibu-ibu di sembilan kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan yang berusia antara 21-50 tahun.

b. Mengumpulkan data dan informasi dari buku-buku, tulisan ilmiah, dan

internet yang memiliki relevansi dengan penelitian, untuk dapat menunjang dan melengkapi informasi mengenai penelitian ini.

3.8 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Teknik analisis deskriptif adalah metode penelitian dengan cara mengumpulkan dan menafsirkan data yang ada sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai pengumpulan data, penyusunan, dan analisis data sehingga dapat diketahui gambaran umum yang diteliti.


(1)

Distribusi Jawaban Responden Tentang Brand Loyalty Sarimi Pada Pernyataan “Alasan Saya Membeli Mie Instan Dengan Merek

Tertentu Bukan Karena Kebiasaan”

Merek X f f.X %

Sarimi 1 0 0 0%

2 0 0 0%

3 0 0 0%

4 2 8 100%

5 0 0 0%

Total 2 8 100%

Rata-rata 4

Sumber : Data Primer, 2012 (diolah)

Distribusi Jawaban Responden Tentang Brand Loyalty Sarimi Pada Pernyataan “Saya Tidak Memiliki Keinginan Untuk

Pindah Ke Merek Lain”

Merek X f f.X %

Sarimi 1 0 0 0%

2 1 2 50%

3 1 3 50%

4 0 0 0%

5 0 0 0%

Total 2 5 100%

Rata-rata 2,5

Sumber : Data Primer, 2012 (diolah)

Distribusi Jawaban Responden Tentang Brand Loyalty Sarimi Pada Pernyataan “Saya Menyarankan Dan Mempromosikan

Kepada Orang Lain Untuk Membeli Mie Instan Dengan Merek Ini”

Merek X f f.X %

Sarimi 1 0 0 0%

2 0 0 0%

3 2 6 100%

4 0 0 0%

5 0 0 0%

Total 2 6 100%

Rata-rata 3


(2)

Distribusi Jawaban Responden Tentang Brand Loyalty Sarimi Pada Pernyataan “Saya Puas Dengan Kualitasnya Yang

Sesuai Dengan Harga”

Merek X f f.X %

Sarimi 1 0 0 0%

2 0 0 0%

3 0 0 0%

4 1 4 50%

5 1 5 50%

Total 2 9 100%

Rata-rata 4,5

Sumber : Data Primer, 2012 (diolah) 4. Mie Sedaap

Distribusi Jawaban Responden Tentang Brand Loyalty Mie Sedap Pada Pernyataan “Saya Benar-Benar Menyukai Merek Ini”

Merek X f f.X %

Mie Sedap

1 0 0 0%

2 0 0 0%

3 0 0 0%

4 10 40 91 %

5 1 5 9%

Total 11 45 100%

Rata-rata 4,09

Sumber : Data Primer, 2012 (diolah)

Distribusi Jawaban Responden Tentang Brand Loyalty Mie Sedap Pada Pernyataan “Saya Bersedia Membayar Lebih Untuk

Mendapatkan Merek Tersebut”

Merek X f f.X %

Mie Sedap

1 0 0 0%

2 2 4 18,18%

3 7 21 63,64%

4 2 8 18,18%

5 0 0 0%

Total 11 33 100%

Rata-rata 3


(3)

Distribusi Jawaban Responden Tentang Brand Loyalty Mie Sedap Pada Pernyataan “Alasan Saya Membeli Mie Instan Dengan Merek

Tertentu Bukan Karena Kebiasaan”

Merek X f f.X %

Mie Sedap

1 0 0 0%

2 0 0 0%

3 1 3 9,1%

4 9 36 81,8%

5 1 5 9,1%

Total 11 44 100%

Rata-rata 4

Sumber : Data Primer, 2012 (diolah)

Distribusi Jawaban Responden Tentang Brand Loyalty Mie Sedap Pada Pernyataan “Saya Tidak Memiliki Keinginan Untuk

Pindah Ke Merek Lain”

Merek X f f.X %

Mie Sedap

1 0 0 0%

2 1 2 9,1%

3 7 21 63,64%

4 3 12 27,3%

5 0 0 0%

Total 11 35 100%

Rata-rata 3,18

Sumber : Data Primer, 2012 (diolah)

Distribusi Jawaban Responden Tentang Brand Loyalty Mie Sedap Pada Pernyataan “Saya Menyarankan Dan Mempromosikan

Kepada Orang Lain Untuk Membeli Mie Instan Dengan Merek Ini”

Merek X f f.X %

Mie Sedaap

1 0 0 0%

2 0 0 0%

3 2 6 18,18%

4 8 32 72,73%

5 1 5 9,1%

Total 11 43 100%

Rata-rata 3,9


(4)

Distribusi Jawaban Responden Tentang Brand Loyalty Mie Sedap Pada Pernyataan “Saya Puas Dengan Kualitasnya Yang

Sesuai Dengan Harga”

Merek X f f.X %

Mie Sedap

1 0 0 0%

2 0 0 0%

3 0 0 0%

4 10 40 91%

5 1 5 9%

Total 11 45 100%

Rata-rata 4,09

Sumber : Data Primer, 2012 (diolah) 5. Gaga Mie

Distribusi Jawaban Responden Tentang Brand Loyalty Gaga Mie Pada Pernyataan “Saya Benar-Benar Menyukai Merek Ini”

Merek X f f.X %

Gaga mie 1 0 0 0%

2 0 0 0%

3 0 0 0%

4 1 4 50%

5 1 5 50%

Total 2 9 100%

Rata-rata 4,5

Sumber : Data Primer, 2012 (diolah)

Brand Loyalty Gaga Mie Pada Pernyataan “Saya Bersedia Membayar Lebih UntukMendapatkan Merek Tersebut”

Merek X f f.X %

Gaga mie 1 0 0 0%

2 1 2 50%

3 0 0 0%

4 0 0 0%

5 1 5 50%


(5)

Distribusi Jawaban Responden Tentang Brand Loyalty Gaga Mie Pada Pernyataan “Alasan Saya Membeli Mie Instan Dengan Merek

Tertentu Bukan Karena Kebiasaan”

Merek X f f.X %

Gaga Mie

1 0 0 0%

2 0 0 0%

3 0 0 0%

4 2 8 100%

5 0 0 0%

Total 2 8 100%

Rata-rata 4

Sumber : Data Primer, 2012 (diolah)

Distribusi Jawaban Responden Tentang Brand Loyalty Gaga Mie Pada Pernyataan “Saya Tidak Memiliki Keinginan Untuk

Pindah Ke Merek Lain”

Merek X f f.X %

Gaga Mie 1 0 0 0%

2 1 2 50%

3 0 0 0%

4 1 4 50%

5 0 0 0%

Total 2 6 100%

Rata-rata 3

Sumber : Data Primer, 2012 (diolah)

Distribusi Jawaban Responden Tentang Brand Loyalty Gaga Mie Pada Pernyataan “Saya Menyarankan Dan Mempromosikan

Kepada Orang Lain Untuk Membeli Mie Instan Dengan Merek Ini”

Merek X f f.X %

Gaga mie 1 0 0 0%

2 0 0 0%

3 0 0 0%

4 2 2 100%

5 0 0 0%

Total 2 2 100%

Rata-rata 1


(6)

Distribusi Jawaban Responden Tentang Brand Loyalty Gaga Mie Pada Pernyataan “Saya Puas Dengan Kualitasnya Yang

Sesuai Dengan Harga”

Merek X f f.X %

Gaga Mie 1 0 0 0%

2 0 0 0%

3 1 3 50%

4 0 0 0%

5 1 5 50%

Total 2 8 100%

Rata-rata 4