B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah 1. mengetahui pengaruh tingkat penggunaan klorin terhadap total mikroba dan pH
daging broiler; 2. mengetahui tingkat terbaik penggunaan klorin terhadap total mikroba dan pH daging
broiler dibandingkan dengan kontrol
C. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi produsen tentang tingkat penggunaan klorin sebagai bahan pengawet daging broiler yang dapat mempertahankan
kualitas dan memperpanjang daya simpan dengan mengurangi pertumbuhan mikroba dan mempertahankan pH dalam kondisi normal. Bagi konsumen berguna sebagai acuan untuk
mendapatkan jaminan kualitas, gizi, dan keamanan karkas broiler yang dikonsumsinya.
D. Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan mikroba pada daging broiler dipengaruhi oleh faktor dalam intrinsik termasuk nilai nutrisi daging, kadar air, pH, potensi oksidasi-reduksi, dan ada tidaknya
substansi penghalang atau penghambat serta faktor luar ekstrinsik termasuk temperatur, kelembaban relatif, dan bentuk atau kondisi daging Soeparno, 1998. Kontaminasi
mikroba pada daging broiler mengakibatkan kerusakan dan memperpendek daya simpan. Kerusakan daging broiler yang disebabkan oleh mikroba dipengaruhi oleh pH daging
yang cenderung mengalami perubahan setelah penyembelihan. Hal ini ditentukan oleh kandungan asam laktat, kandungan glikogen dan penanganan sebelum penyembelihan
Buckle, et al.,1985. Pada kondisi pH daging yang normal atau rendah maka
pertumbuhan mikroba dapat dihambat, tetapi apabila kondisi pH daging tinggi maka mikroba dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Menurut Soeparno 1998, mikroba
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi pH 7. Klorin merupakan bahan alternatif pengganti formalin yang dapat digunakan untuk
pengawetan daging. Klorin adalah bahan kimia yang cukup aman, bersifat sanitizer, relatif murah, mudah didapat dan mudah dideteksi bila penggunaannya dalam konsentrasi
besar karena zat kimia ini mempunyai sifat mengendap. Sebagai bahan pengawet klorin digunakan dalam bentuk larutan sehingga dapat berfungsi sebagai senyawa aktif yang
bekerja membunuh dan menghancurkan bakteri Winarno, 1994. North dan Bell 1995, mengemukakan bahwa klorin merupakan desinfektan yang baik,
ketika ditambahkan dalam air akan menghasilkan asam hipochlorus yang bekerja aktif sebagai zat antimikroba. Asam hipochlorus paling aktif mematikan sel mikroba dengan
cara penghambatan oksidasi glukosa oleh gugus sulfida pengoksidasi klorin dari enzim- enzim tertentu yang penting dalam metabolisme karbohidrat Jenie, 1988. Klorin efektif
terhadap bakteri dan fungi yang bekerja lebih efektif pada suasana asam daripada suasana alkali dan dalam keadaan hangat daripada dingin. Menurut Cunningham dan Cox 1987,
penggunaan klorin sebagai bahan kimia penghambat pertumbuhan mikroba dengan cara menghambat metabolisme dari mikroba sehingga tidak dapat berkembang atau bahkan
mati. Penambahan klorin dalam air akan merusak struktur sel organisme sehingga mikroba dalam air akan mati. Akan tetapi, proses tersebut akan berlangsung bila klorin
mengalami kontak langsung dengan mikroba tersebut. Jika air mengandung lumpur, mikroba dapat bersembunyi didalamnya dan tidak dapat dicapai oleh klorin, sehingga
kerja klorin kurang efisien. Penelitian ini menggunakan larutan klorin dengan konsentrasi 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm,
150 ppm, dan 200 ppm. Hal ini sesuai dengan penelitian Patterson 1968, bahwa daya
simpan daging ayam dapat diperpanjang 20 ketika karkas dicelupkan pada larutan klorin 200--400 ppm selama 4 jam. Menurut Mead dan Thomas 1973, klorinasi dapat
digunakan untuk mengurangi bakteri fecal dan bakteri pembusuk pada air rendaman terakhir. Smith 1970, melaporkan
bahwa 40--60 ppm klorin yang ditambahkan ke dalam air pencuci dengan pH 6,5--7,5 terbukti dapat mengurangi total mikroba sekitar log 0,7 dibandingkan dengan air pencuci
kontrol. Sanders dan Blacksear 1971, menemukan bahwa larutan hipoklorit dalam 40-- 60 ppm klorin yang ditambahkan dalam air pencucian juga efektif mengurangi total
mikroba. Lillard 1980, menambahkan bahwa 20 ppm Cl
2
dan 3 ppm ClO
2
nyata mengurangi total bakteri dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan klorin.
Tiessen, et al. 1985, melaporkan bahwa peningkatan konsentrasi ClO
2
dari 0,0 sampai 1,39 mgliter nyata dapat mengurangi total bakteri terutama salmonella.
Pada kondisi normal, daging memiliki pH 5,5--5,7. Saat daging terkontaminasi baik secara intrinsik maupun ekstrinsik pH daging mengalami peningkatan. Daging pada
kondisi pH tinggi antara 6,2--7,2 merupakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Penambahan klorin sebagai bahan pengawet dapat menurunkan pH daging
karena klorin merupakan senyawa asam. Efektivitas klorin dipengaruhi oleh pH keasaman air. Pada kondisi pH air lebih dari 7,2 atau kurang dari 6,8 klorinasi tidak
akan efektif. Kondisi pH daging yang rendah di bawah 6 akan menghambat pertumbuhan mikroba Buckle, et al.,1985. Menurut Jenie 1988, klorin pada pH lebih
dari 10 akan kehilangan efektifitas.
E. Hipotesis