Analisa Simulasi Performansi Wet Scrubber Terhadap Filtrasi Partikel 1 - 10μm Pada Instalasi Insinerator Limbah Rumah Sakit
SKRIPSI
MESIN FLUIDA
ANALISA SIMULASI PERFORMANSI WET SCRUBBER TERHADAP FILTRASI PARTIKEL 1 - 10μm
PADA INSTALASI INSINERATOR LIMBAH RUMAH SAKIT
OLEH :
NIM : 050421005
DAULAT ALI SATRIA PURBA
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
SKRIPSI
MESIN FLUIDA
ANALISA SIMULASI PERFORMANSI WET SCRUBBER TERHADAP FILTRASI PARTIKEL 1 - 10μm
PADA INSTALASI INSINERATOR LIMBAH RUMAH SAKIT
OLEH : NIM : 050421005
DAULAT ALI SATRIA PURBA
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat kasih dan hikmat yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi Strata-1 (S1), di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Adapun Skripsi ini diambil dari mata kuliah Mesin Fluida dengan judul ”Analisa Simulasi Performansi Wet Scrubber Terhadap Filtrasi Partikel 1-10μm pada Instalasi Insinerator Limbah Rumah Sakit”.
Dalam menyelesaikan Skripsi ini, Penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu Penulis patut mengucapkan terima kasih kepada :
1. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Zainuddin Syam P, SP. dan Ibunda Maeka S yang telah membesarkan, memberi kasih sayang, perhatian, serta dukungan baik materil serta spiritual.
2. Bapak Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc. yang telah meluangkan waktu dan fikiran serta kesabaran dalam membimbing dan mengajar penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikwansyah Isranuri sebagai Ketua Departemen Teknik Mesin USU, Bapak Tulus Burhanuddin S, ST. MT., sebagai Sekertaris Departemen Teknik Mesin USU.
4. Bapak Ir. Isril Amir sebagai Koordinator Program Pendidikan Sarjana Ekstensi Teknik Mesin USU.
(15)
5. Bapak Ir. Isril Amir dan Bapak Tulus Burhanuddin S, ST. MT. sebagai Dosen Pembanding I dan II, yang telah banyak memberikan arahan dalam penyusunan Skripsi ini.
6. Kedua Kakanda penulis, Parlindungan Ali Sentosa P, ST. dan Monang Ali Wijaya P, ST. serta Adinda Alyani Fadhli P atas dukungan serta motivasinya. 7. Keluarga besar Bapak H. M. Noor. El Husein D, MT atas doa, saran, serta
dukungannya.
8. Seluruh Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin USU, yang telah mengajar, membimbing, serta membantu penulis dalam menyelesaikan administrasi selama diperkuliahan.
9. Seluruh rekan mahasiswa Teknik Mesin USU, khususnya angkatan 2005 PPSE. 10. Terlebih kepada Pimpinan dan Staff IPAL RSU. Pirngadi Medan, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan survey lapangan dalam menyelesaikan Skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Skripsi ini masih belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan Skripsi ini.
Medan, Desember 2009
NIM : 050421005 Daulat Ali Satria P
(16)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GRAFIK... viii
DAFTAR NOTASI ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum ... 1
1.2 Tujuan Penulisan ... 2
1.3 Pembatasan Masalah... 2
1.4 Metodologi Penulisan ... 3
BAB II T1NJAUAN PUSTAKA 2.1 Polusi Udara ... 4
2.2 Sumber Polusi Udara ... 6
2.3 Fasilitas Penanganan Gas Buang ... 7
2.3.1 Scrurbber ... 7
2.3.2 Instalasi Scrubber ... 8
2.3.3 Klasifikasi Scrubber... 10
2.3.3.1 Dry Scrubber ... 11
2.3.3.2 Wet Scrubber ... 13
2.3.4 Prinsip Kerja Scrubber ... 19
2.3.5 Komponen yang Berhubungan dengan Scrubber ... 21
(17)
BAB 3 TINJAUAN THERMODINAMIKA
3.1 Analisa Siklus Wet Scrubber ... 26
3.1.1 Gas Buang Insinerator ... 27
3.1.2 Excess Air Blower ... 32
3.1.3 Air Distribusi ... 35
BAB 4 ANALISA PERFORMANSI 4.1 Analisa Temperatur ... 44
4.2 Analisa Butiran Air dan Partikel ... 45
4.2.1 Kecepatan Rata-rata Butiran Air dan Patikel ... 49
4.2.1.1 Kecepatan Rata-rata Butiran Air ... 49
4.2.1.2 Kecepatan Rata-rata Partikel ... 50
4.2.2 Massa Air Evaporasi ... 52
4.2.3 Analisa Gaya-gaya pada Butian Air dan Partikel ... 55
4.2.3.1 Analisa Gaya-gaya pada Partikel ... 57
4.2.3.2 Analisa Gaya-gaya pada Butian Air ... 58
4.3 Analisa Absobsi Gas ... 62
4.4 Analisa Performansi Filtrasi Partikel ... 67
BAB 5 TINJAUAN PENINGKATAN PERFORMANSI BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 80
6.2 Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA
(18)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Instalasi Insinerator ... 7
Gambar 2.2 Skema Instalasi Insinerator ... 8
Gambar 2.3 Skema Proses Insinerasi ... 9
Gambar 2.4 Cyclone Separator ... 11
Gambar 2.5 Knockout Box ... 11
Gambar 2.6 Baghouse ... 12
Gambar 2.7 Electrostatic Precipitators (ESPs)... 12
Gambar 2.8 Spray Tower ... 13
Gambar 2.9 Irrigate Cyclone Scrubber dan Cyclonic Spray Scrubber ... 14
Gambar 2.10 Mechanically Induced Spray Scrubber ... 15
Gambar 2.11 Centrifugal-Fan Scrubber ... 15
Gambar 2.12 Tray Tower ... 16
Gambar 2.13 Venturi Scrubber ... 17
Gambar 2.14 Orifice Scrubber ... 18
Gambar 2.15 Prinsip Kerja Dry Scrubber ... 19
Gambar 2.16 Prinsip Kerja Wet Scrubber ... 20
Gambar 2.17 Sentrifugal Fans ... 21
Gambar 2.18 Spray Nozzle ... 23
Gambar 3.1 Skema Kesetimbangan Sistem ... 26
Gambar 3.2 Bagian Sisi Masuk Udara dari Excess Air Blower ... 33
Gambar 3.3 Skema Aliran Air Distribusi ... 35
(19)
Gambar 3.5 Tangki Air Distribusi ... 37
Gambar 3.6 Kondisi pada Nozzle ... 40
Gambar 4.1 Proses Impaksi Partikel dengan Butiran Air ... 43
Gambar 4.2 Proses Diffusi Partikel pada Butiran Air ... 43
Gambar 4.3 Skema Kesetimbangan Sistem / Mixing Chamber ... 44
Gambar 4.4 Partikel pada Aliran Fluida ... 46
Gambar 4.5 Gaya-gaya pada Patikel dan Butiran Air ... 56
Gambar 4.6 Total Gaya pada Partikel ... 58
Gambar 4.7 Total Gaya pada Butiran Air ... 60
(20)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kondisi fluida-fluida yang bersiklus pada scrubber ... 41
Tabel 4.1 Red, CD, dan v∞ butiran air 150-500μm ... 50
Tabel 4.2 Red, CD, dan v∞ partikel 1-10μm ... 51
Tabel 4.3 Kecepatan rata-rata pasangan acak butiran air dengan partikel ... 52
Tabel 4.4 Massa Air Evaporasi ... 55
Tabel 4.5 Gaya total pasangan acak butiran air dengan partikel ... 62
Tabel 4.6 Persentase dan Massa Emisi Gas Buang Insinberator ... 63
Tabel 4.7 Henry’s Law Constant Emisi Gas Buang Insinerator ... 66
Tabel 4.8 Efisiensi Absorbsi Emisi Gas Buang Insinerator ... 66
Tabel 4.9 Kecepatan Relatif (vtd) ... 71
Tabel 4.10 Renold Number (Re) ... 71
Tabel 4.11 Schmidt Number (Sc) ... 71
Tabel 4.12 Rasio Diameter partikel dengan butiran air (κ) ... 72
Tabel 4.13 S* untuk Nilai Stoke Number (St) ... 72
Tabel 4.14 Stoke Number (St) ... 72
Tabel 4.15 Efisiensi Difusi untuk Pasangan Acak Partikel dengan Butiran Air ... 73
Tabel 4.16 Efisiensi Intersepsi untuk Pasangan Acak Partikel dengan Butiran Air . 73 Tabel 4.17 Efisiensi Impaksi untuk Pasangan Acak Partikel dengan Butiran Air ... 73
Tabel 4.18 Total Efisiensi untuk Pasangan Acak Partikel dengan Butiran Air ... 74
Tabel 5.1 Kecepatan Relatif (vtd) untuk peningkatan vg 50% ... 77
Tabel 5.2 Renold Number (Re) untuk peningkatan vg 50% ... 77
Tabel 5.3 Stoke Number (St) untuk peningkatan vg 50% ... 78
(21)
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.1 Faktor Kelebihan Udara ... 28
Grafik 4.1 Fungsi efisiensi berdasarkan ukuran partikel 1-10μm ... 74
Grafik 4.2 Fungsi efisiensi berdasarkan ukuran butiran air 150-500μm ... 75
Grafik 5.1 Fungsi efisiensi berdasarkan ukuran partikel 1-10μm untuk vg 50% ... 78
(22)
DAFTAR NOTASI
Simbol Keterangan Satuan
A Luas Penampang m2
AFR Rasio Bahan Bakar dengan udara
a Kecepatan suara m/s
Cc Cunningham Slip Correction Faktor
CD Drag koefisien
cp Kalor spesifik tekanan konstan kJ/kgoK
cv Kalor spesifik volume konstan kJ/kgoK
D Koefisien diffusivitas m2/s
dd Diameter butiran air m
dp Diameter partikel m
FD Drag Force N
Ff Frictional Drag N
Fp Form Drag N
g Gaya grafitasi m/s2
HV Heating Value kJ/kg
M Massa Molar kg/kmol
o
m Laju aliran massa kg/s
P Tekanan kPa
R Konstanta Gas Universal kJ/kgoK
Re Renold number
(23)
St Stoke Number
T Temperatur oK
−
T Temperatur rata-rata oK
Usd kecepatan relatif butiran air terhadap aliran gas m/s
Usi kecepatan rata-rata partikel pada aliran gas m/s
v Kecepatan aliran fluida m/s
vtd Kecepatan relatif burtiran air pada gas m/s
v∞ Kecepatan rata-rata m/s
v Viskositas kinematik m2/s
o
V Laju aliran volume m3/s
W Gaya Berat N
y Fraksi massa
λ Faktor udara lebih
η Efisiensi
γ Berat spesifik kN/m3
ρ Densitas kg/m3
μ Viscositas absolut Pa.s
η Efisiensi %
ηd Single Drop Eficiency %
κ Rasio Densitas
(24)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.5Tinjauan Umum
Untuk tiap instalasi pembangkit daya yang prinsip kerjanya berdasarkan pada proses pembakaran, selain menghasilkan energi juga akan menghasilkan emisi pada gas buang dari hasil pembakarannya, pada dasarnya emisi tersebut adalah efek samping dari proses yang diinginkan. Banyak contoh lain yang dapat dilihat memiliki kesamaan misalnya pada instalasi pertambangan, tanur pada instalasi peleburan baja, gas buang dari motor bakar, serta instalasi insinerator untuk pengolahan limbah padat.
Keseluruhan proses yang terjadi diatas menghasilkan material baik itu dalam bentuk cairan, gas ataupun padatan yang kehadirannya tidak dibutuhkan atau memungkinkan untuk menjadi material yang merugikan. Hal tersebut dapat terjadi jika pada prosesnya sistem tersebut tidak berjalan dengan sempurna misalnya pada proses pembakaran, atau juga proses tersebut tanpa bisa dihindari akan menghasilkan efek samping.
Material-material yang tidak diinginkan pada proses pembakaran umum dikenal sebagai emisi yang keseluruhannya ikut mengalir pada aliran gas buang. Dalam kondisinya emisi tersebut mungkin akan menyebabkan korosif, penyumbatan aliran pada instalasi gas buang oleh emisi padat berakibat terjadinya timbunan, dan beberapa hal lain yang keseluruhannya merupakan dampak negatif baik instalasi itu sendiri atau terhadap lingkungan sekitar. Untuk itu diperlukan alat atau instalasi yang fungsinya mengendalikan emisi tersebut sehingga efek-efek samping yang dihasilkan dapat dikendalikan atau paling tidak diminimalisir.
(25)
Cukup banyak alternatif yang digunakan untuk mengendalikan emisi gas. Pada tinjauan ini dibahas salah satu alat pengendali gas buang instalasi insinerator yaitu scrubber, pada instalasi insinerator limbah padat Rumah Sakit. Konstribusi alat ini secara umum adalah sebagai pengendali partikel, gas dapat larut, serta pengendali temperatur yang dapat dikategorikan dalam arti persamaan prinsip kerja sebuah Mesin Fluida. Berdasarkan hal-hal tersebut diambil topik ini sebagai bahan tulisan untuk Skipsi, yang pada pembahasannya sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan diambil dari scrubber pada Instalasi Insinerator di RSU Pirngadi Medan.
1.6Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Strata 1 dari Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, sedangkan tujuan umum penulisan ini adalah :
a. Untuk lebih mengetahui dan memahami aplikasi ilmu yang diperoleh di bangku kuliah.
b. Melakukan simulasi secara teoritis untuk mengkaji perubahan performansi pada instalasi terpasang, yang nantinya dapat dijadikan bahan masukan bagi instansi tekait, atau pihak lain yang membutuhkan.
1.7 Pembatasan Masalah
Untuk penulisan ini permasalahan dibatasi pada analisa performansi aplikasi terpasang terhadap filtrasi partikel ukuran 1-10μm dengan ketentuan-ketentuan yang diambil berdasarkan literatur, serta melakukan simulasi terhadap karakteristik fluida
(26)
yang bersirkulasi untuk menganalisa perubahan performansi efisiensi scrubber terpasang. Selanjutnya mengambil kesimpulan dari hasil simulasi yang dilakukan.
1.4 Metodologi Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan Skripsi ini adalah :
a. Survey lapangan, yakni berupa peninjauan langsung ke lokasi tempat unit tersebut berada.
b. Studi literatur, yakni berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku, dan tulisan-tulisan yang terkait.
c. Diskusi, yakni berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing serta dosen pembanding yang nanti akan ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik Mesin – FT USU, mengenai kekurangan-kekurangan penulisan Skripsi ini.
(27)
BAB II
T1NJAUAN PUSTAKA
2.1 Polusi Udara
Permasalahan polusi udara sangat dipengaruhi dan berbeda oleh berbagai faktor yaitu tofografi, kependudukan, iklim, cuaca, serta tingkat perkembangan sosial ekonomi dan industrialisasi. Bertambahnya jumlah penduduk akan berbanding lurus dengan peningkatan jumlah limbah, terutama limbah padat. Permasalahan yang menjadi pertimbangan adalah karena limbah yang dibuang sifatnya kontiniu. Penanganan limbah padat dengan proses pembakaran masih merupakan salah satu cara yang efektif saat ini, tetapi akibat dari proses itu juga merupakan sumber utama dari pencemaran udara.
Beberapa parameter pencemar udara yang sering digunakan didasarkan pada baku mutu udara ambien diantaranya Sulfur Oxides (SOx), Combustible, Nitrogen
Oxides (NOx), Partikel , Hidro karbon (HC), serta Dioksin dan Furan.
1. Sulfur Oxides (SOx)
Penggolongan dari Sulfur Oxides (SOx) diantaranya adalah SO, S2O,
SO2, S3O, SO3, dan SO4. Untuk proses dengan temperatur tinggi SOx yang
terbentuk dominan pada ikatan SO2, sedangkan pada temperatur rendah
cendrung ke SO3. Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua
tahap reaksi sebagai berikut (Lit.12, Hal 497) S + O2 SO2
2 SO2 + O2 2 SO3
2. Combustible
Tergolong atas dua bagian yaitu Carbon Monoksida (CO) dan Volatile Organic Compounds (VOCs). Terbentuknya Carbon Monoksida karena proses
(28)
pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar sehingga keseluruhan atom Carbon dan Hidrogen tidak habis terbakar. Sedangkan Volatile Organic Compounds (VOCs) dominan terbentuk akibat pemanasan dari material yang dibakar. Sumber dari VOCs banyak berasal dari golongan Hazarduos Waste yang penggolongannya meliputi Alcohols, Ketones, Esters, dan Aldehydes. Tipikal VOCs meliputi Benzene, Acetone, Acetaldehyde, Cloroform, Toluence, Methanol, dan Formaldehyde.
3. Nitrogen Oxides (NOx)
NOx terbentuk akibat ikatan antara NO pada kandungan udara dengan
kadar O2 yang lebih banyak, penggolongannya meliputi Nitrit Oxide (NO), Nitrogen Dioksida (NO2), Nitrous Oxide (N2O), dan Nitrogen Tetraoxide (N2O).
Untuk proses pada temperatur tinggi NOx yang terbentuk dominan adalah NO2.
4. Partikel
Banyak terbentuk akibat proses pembakaran material padat, biasa diistilahkan dengan Particulate Matter (PM) atau Fly Ash. untuk partikel yang dihasilkan dari proses pembakaran molekulnya merupakan kandungan High- Molecular-weight Polycyclic Hydrocarbons didefenisikan sebagai Char (arang). Kategorinya didasarkan atas ukuran dimulai dari >1 mikron sampai ukuran maksimum 500 mikron. ukuran partikel yang berbahaya bagi kesehatan adalah antara 0,1-10 mikron.
5. Hidrokarbon (HC)
Struktur Hidrokarbon (HC) terdiri dari elemen Hidrogen dan Karbon, sifat fisik HC dipengaruhi oleh jumlah atom karbon yang menyusun molekul HC. HC adalah bahan pencemar udara yang dapat berbentuk gas, cairan maupun
(29)
padatan. Semakin tinggi jumlah atom Karbon, unsur ini akan cenderung berbentuk padatan. Hidrokarbon dengan kandungan unsur C antara 1-4 atom Karbon akan berbentuk gas pada suhu kamar, sedangkan kandungan karbon diatas 5 akan berbentuk cairan dan padatan. HC yang berupa gas akan tercampur dengan gas-gas hasil buangan lainnya. Sedangkan bila berupa cair maka HC akan membentuk semacam kabut minyak, bila berbentuk padatan akan membentuk asap yang pekat dan akhirnya menggumpal menjadi debu. Untuk sifat fisis gas, Hidrokarbon lebih dominan pada ikatan Methane (CH4).
6. Dioksin dan Furan
Adalah segala komponen Carbon-Hidrogen-Oksigen Halogen. Dioksin biasa terbentuk karena pembakaran tidak sempurna dari material yang beraneka ragam, yang tergolong pada bagian dioksin adalah Polyclorinated Dibenzo-p-Dioksin Compounds (PCDD), sedangkan Furan adalah keseluruhan dari Polyclorinated Dibenzofuran Compounds (PCDF).
2.2 Sumber Polusi Udara
Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dan sebagainya. Salah satu teknologi yang digunakan saat ini yang merupakan sumber pencemaran udara adalah instalasi Insinerator. Instalasi ini jika tidak terencana dengan baik akan bernilai negatif terhadap lingkungan, karena efek yang dihasilkan adalah produk-produk yang destruktif.
(30)
Insinerator adalah instalasi yang digunakan untuk pengolahan limbah padat dengan proses pembakaran. Insenerator itu sendiri cukup banyak jenis dan tipenya, perencanaannya bergantung pada karakteristik limbah padat yang akan diinsinerasi. Salah satur gambaran dari instalasi Insinerator seperti diperlihatkan pada gambar berikut
Gambar 2.1 Instalasi Insinerator
2.3 Fasilitas Penanganan Gas Buang
Untuk mengendalikan emisi yang dihasilkan dari proses insinerasi, pada insinerator dipasang fasilitas penanganan gas buang. Instalasi yang sering dijumpai adalah scrubber dan Hazard Particle Pervade.
2.3.1 Scrubber
Scrubber merupakan salah satu dari beberapa alat pengendali polusi udara atau emisi pada suatu instalasi yang konstribusinya secara umum adalah untuk mengendalikan partikel-partikel berupa padatan dan ataupun gas yang sifatnya dapat
(31)
larut pada air, sehingga pada instalasinya mungkin akan dijumpai beberapa alat pendukung lain yang berhubungan untuk mendistribusikan air.
2.3.2 Instalasi Scrubber
Scrubber biasanya dipasang pada bagian lanjutan dari instalasi yang outlet-nya mengeluarkan emisi, dikarenakan instalasinya bertujuan untuk mengendalikan emisi yang keluar dari instalasi tersebut. skema pemasangan scrubber pada insinerator diperlihatkan pada gambar berikut ini
Gambar 2.2 Skema Instalasi Insinerator Primary
Chamber
Secondary Chamber Secondary
Burner
Primary Burner Primary
Fan Secondary
Fan
Excess Air Blower
Scrubber Hazard Particle
Pervade Cerobong
1 2
3
7 6
5
9 10
12
4
8
(32)
Tipe ini merupakan tipe insinerator sekali bakar dalam satu kali proses dengan ruang bakar ganda. Skema yang terjadi pada proses ini diperlihatkan pada diagram berikut
Gambar 2.3 Skema Proses Insinerasi
Pada proses insinerasi limbah padat dimasukkan ke ruang bakar utama (1), disini limbah dibakar dengan burner pertama (2) dan kebutuhan udara pembakaran disuplay dari fan pertama (3). Kemampuan insinerator rata-rata mencapai 70% dalam
LIMBAH PRIMARY CHAMBER SECONDARY
CHAMBER SCRUBBER HAZARD PARTICLE
PERVADE CEROBONG GAS BERSIH
PRIMARY FAN SECONDARY
FAN
PRIMARY BURNER SECONDARY
BURNER POMPA
SPRAY
EXCESS AIR BLOWER
1
2 3
4
5 6
7
8 9
10 12
(33)
proses reduksi massa, 30% dari massa yang tertinggal pada ruang bakar utama berupa material yang tidak habis terbakar serta abu endapan. Gas hasil pembakaran pada ruang bakar utama dibakar kembali pada ruang bakar kedua (4), sama halnya pada ruang bakar pertama, ruang bakar kedua juga dilengkapi dengan burner kedua (5) serta fan kedua (6) untuk proses pembakaran. Dengan proses dua kali bakar ini maka gas-gas karbonisasi yang dihasilkan dari ruang bakar pertama akan habis dibakar pada ruang bakar kedua. Gas hasil pembakaran dari ruang bakar kedua ini selanjutnya diproses ke scrubber (7).
Pada scrubber didistribusikan air (8), dimana digunakan nozzle untuk menghasilkan spray. Fungsinya adalah untuk memfiltrasi partikel, serta sebagai katalis gas-gas emisi hasil pembakaran, juga untuk menurunkan temperatur gas. Partikel berukuran besar yang terikat oleh air akan terpisah dari gas akibat gaya berat atau melekat pada dinding scrubber akibat keadaannya yang menjadi lembab. Pada scrubber juga didisribusikan udara menggunakan blower (9), untuk menambahkan kadar Oksigen serta untuk menambah daya dorong gas agar sampai ke cerobong. Selanjutnya gas tersebut melintasi Hazard Particle Pervade (10) untuk mengabsorbsi gas yang sudah terkatalisir dengan air, juga sebagai absorber partikel yang tidak terfiltrasi pada scrubber. Untuk pengendali tekanan, digunakan cerobong (12) yang juga untuk mengendalikan jangkauan penyebaran gas akhir yang dikeluarkan dari instalasi.
2.3.3 Klasifikasi Scrubber
Klasifikasi scrubber secara garis besar terbagi atas 2 bagian yaitu Dry Scrubber dan Wet Scrubber. Perbedaan antara kedua tipe ini adalah pada penggunaan fluida cair pada proses kerjanya, dimana pada Wet Scrubber terdapat penggunaan fluida cair yang kegunaannya sebagai pengikat partikel berupa fly ash, pelarut gas, serta untuk pengendali temperatur.
(34)
2.3.3.1 Dry Scrubber
Sesuai dengan sebutannya Dry Scrubber merupakan alat pengendali polusi yang dalam aplikasinya berlangsung dalam proses kering. aplikasi ini lebih dominan hanya untuk pengendali partikel-partikel dalam bentuk padat. Dikarenakan pada proses kerjanya hanya dapat mengendalikan emisi dalam bentuk padatan seperti fly ash (partikel padat). Beberapa tipe dari aplikasi ini diantaranya:
1. Cyclone Separator
Cyclone Separator dikenal juga dengan beberapa sebutan, diantaranya Cyclone Collector, Centrifugal Separator, atau Inertial Separator. Berikut gambaran dari Cyclone Separator.
Gambar 2.4 Cyclone Separator 2. Knockout Box
Perbedaan aplikasi ini dengan Cyclone Separator adalah penerapannya terhadap aliran gas seperti terlihat pada gambar berikut ini.
(35)
3. Baghouse
Baghouse merupakan aplikasi yang penerapannya berdasarkan pada sistem filtrasi dengan menempatkan komponen filtrasi yang desainnya dibuat pada beberapa tingkatan atau lapisan. Gambaran dari Baghouse dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.6 Baghouse
4. Electrostatic Precipitators (ESPs)
ESPs menerapkan aplikasi elektrostatis untuk mengikat partikel dimana pada konsepnya memanfaatkan tenaga listrik yaitu dengan menghasilkan medan listrik untuk mengikat partikel. Gambaran dari ESPs dapat dilihat pada gambar berikut ini.
(36)
2.3.3.2 Wet Scrubber
Perbedaan yang signifikan antara Wet Scrubber dengan Dry Scrubber adalah adanya fluida cair pada aplikasi kerjanya, fluida cair yang umum digunakan pada Wet Scrubber adalah air. Kelebihan khusus dari penambahan fluida ini adalah pengontrolannya terhadap gas dapat larut seperti SOx dan NOx, yang pada Dry Scrubber emisi ini tidak dapat dikontrol dengan baik oleh sistem tersebut. Kelebihan lainnya adalah sebagai pengendali temperatur, dikarenakan pada prosesnya terjadi penggabungan antara 2 jenis fluida dengan perbedaan temperatur yang signifikan. Klasifikasi dari tipe Wet Scrubber ini cukup banyak, beberapa dari pembagiannya diantaranya :
1. Spray Tower
Tipe paling sederhana dari Wet Scrubber adalah Spray Tower, partikel yang ikut mengalir bersama aliran gas disemprot dengan air menggunakan nozzle. konstruksi tipe ini bisa ditempatkan secara horizontal atau vertikal. Berikut ini contoh dari Spray Tower dengan pemasangan secara vertikal.
(37)
Efisiensi filtrasi partikel untuk tipe ini berdasarkan ukuran partikel yang ada pada aliran gas. Untuk ukuran partikel > 5μm bisa mencapai 90%, 3 – 5μm antara 60 – 80%, dan < 3μm dibawah 50%. Sistem ini memiliki aplikasi L/G ratio sekitar 20 gal/ 1000 ft3 dengan aliran gas yang mengalir sekitar 1 – 47 m3/s atau (1500 – 100.000 cfm).
2. Cyclonic Spray
Perbedaan antara Cyclonic Spray dengan Spray Tower adalah dari segi konstruksi pada bagian aliran udara masuk ke Scrubber. Cyclonic Spray memiliki konstruksi bagian inlet gas yang dibuat pada posisi tangensial terhadap silinder Scrubber sehingga gas yang masuk akan mengalami aliran turbulen sehingga alirannya akan bersinggungan dengan dinding silinder Scrubber. Hal ini mengakibatkan gas yang mengalir bertambah kecepatan alirannya. Sedangkan air yang disemprotkan berasal dari nozzle yang ditempatkan pada bagian tengah atas konstruksi inlet atau dari pipa yang ditempatkan ditengah sepanjang Scrubber. Berikut beberapa tipe dari Cyclonic Spray.
(38)
Efisiensi aplikasi untuk tipe ini lebih baik dibandingkan dengan Spray Tower. Efisiensinya mencapai 95% untuk ukuran partikel > 5μm dan untuk ukuran sub mikron antara 60 – 75%.
3. Dynamic Srubber
Dynamic Scrubber atau sering disebut dengan Mechanically-Aided Scrubber atau Disintegrator Scrubber memiliki rotor pada konstruksinya yang fungsinya untuk mengarahkan aliran gas serta partikel hasil filtrasi.
Gambar 2.10 Mechanically Induced Spray Scrubber
(39)
Rotor yang ada pada scrubber digerakkan oleh motor listrik dengan penempatan rotor bisa ditempatkan diluar atau didalam konstruksi. Tipe ini lebih effisien digunakan untuk filtrasi partikel berukuran < 1μm dan penggunaannya untuk aliran gas 1.000 – 5.000 cfm.
4. Tray Tower
Tray Tower Scrubber atau Plate Tower Scrubber merupakan scrubber vertikal yang dilengapi dengan beberapa pelat berlubang yang ditempatkan secara horizontal pada bagian dalamnya. Gas yang mengalir dari bagian bawah Scrubber akan melintas dari lubang-lubang yang ada pada setiap pelat yang digenangi oleh aliran air yang mengalir dari bagian atas scrubber. Berikut gambar dari Tray Tower.
Gambar 2.12 Tray Tower
Tipe ini tidak efektif untuk ukuran partikel sub mikron tetapi tipe ini memiliki efisiensi tinggi untuk ukuran partikel > 5μm dimana dengan ukuran tersebut efisiensi yang didapat mencapai 97%. Desain ini baik digunakan untuk aliran gas 1.000 – 75.000
(40)
cfm dengan L/G ratio lebih kecil dibandingkan dengan Spray Tower dan Ventury Scrubber.
5. Ventury Scrubber
Pada tipe ini konstruksinya mengalami pengecilan diameter lalu pembesaran kembali. Bagian yang memiliki diameter terkecil disebut throat, dengan adanya throat aliran gas akan mengalami proses pencekikan, sehingga akan terjadi tumpukan partikel pada bagian tersebut.. Aliran air ditempatkan untuk menggenangi dan mengalir melalui throat seperti diperlihatkan pada gambar berikut ini.
Gambar 2.13 Venturi Scrubber
Kecepatan aliran gas dengan kondisi pencekikan pada bagian throat menghasilkan efisiensi tinggi pada tipe ini yaitu antara 70 – 99% untuk partikel berukuran > 1μm tetapi hanya > 50% untuk ukuran partikel sub mikron.
6. Orifice Scrubber
(41)
partikel akan mengendap sedangkan untuk partikel berukuran lebih kecil pada kondisi basah partikel akan melekat dan jatuh pada pelat penghantar dan mengalir kembali ke genangan air. Beberapa tipe dirancang dengan pelat penghantar yang dapat disetel kemiringannya agar kecepatan aliran partikel dapat dikendalikan. Untuk membuang endapan sistem ini menggunakan proses mekanik yang dibuat pada bagian bawah genangan air. Endapan tersebut dibuang dengan penghantar yang aplikasinya seperti conveyor ke bagian luar scrubber. Tipe ini mampu menampung aliran gas diatas 50.000 cfm. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.14 Orifice Scrubber
Klasifikasi yang lainnya adalah klasifikasi yang didapat dari hasil proses penggabungan dari Dry dan Wet Scrubber, aplikasi tipe ini dapat dilihat pada Wet Precipitators ataupun juga penambahan komponen pada instalasi Scrubber misalnya menambahkan jumlah instalasi Packet Bed sehingga proses filtrasi akan terjadi beberapa kali dalam 1 siklus. Dalam hal efisiensinya aplikasi gabungan ini akan lebih baik tetapi sejalan dengan itu proses perawatan serta investasi untuk aplikasi ini juga akan lebih rumit dan bertambah besar.
(42)
2.3.4 Prinsip Kerja Scrubber
Prinsip kerja Scrubber terbagi atas dua bagian penting yaitu proses yang terjadi terhadap parikel serta proses yang terjadi terhadap gas. Pada kondisi ini Dry Scrubber tidak memiliki dampak terhadap proses pengendalian gas dikarenakan karakteristiknya difokuskan hanya untuk pengendali partikel padatan. Pada Dry Scrubber prinsip kerja srubber adalah dengan mengendalikan aliran gas yang mengandung partikel padat atau langsung memfiltrasi aliran gas.
Beberapa cara yang digunakan untuk mengendalikan aliran gas diantaranya dengan mengubah sifat aliran gas tersebut dari aliran laminar menjadi aliran turbular, hal ini akan berakibat terhadap kecepatan aliran partikel padat yang teoritisnya partikel padat yang terdapat pada gas akan mengalami dampak impacition atau bantingan lebih besar dibandingkan yang dialami gas itu sendiri. Cara lainnya yaitu dengan mematahkan aliran gas, partikel akan mengalami impaction berupa benturan secara langsung pada bagian bagian pembatas. Cara paling sederhana adalah dengan memfiltrasi langsung aliran gas, dimana partikel padat akan tertinggal pada media filtrasi. Untuk lebih jelasnya proses kerja pada Dry Scrubber diperlihatkan pada gambar berikut ini.
(43)
Efisiensi pengumpulan partikel pada Wet Scrubber lebih baik dibandingkan Dry Scrubber, karena Wet Scrubber mampu menangkap partikel dengan ukuran yang lebih kecil serta mampu mengikat emisi dalam bentuk gas. Pada Wet Scrubber prinsip kerjanya adalah dengan mengalirkan fluida cair pada aliran gas, sehingga gas yang mengalir akan difiltrasi oleh fluida cair tersebut. Beberapa cara yang ada pada Wet Scrubber untuk sistem distribusi fluida cair diantaranya adalah dengan proses atomizing, proses ini mengatomisasi fluida cair menjadi partikel-partikel yang didistribusikan dalam jumlah banyak sehingga sistem filtrasi terjadi secara merata. Terdapat 3 tipe berdasarkan arah aliran gas dan air yang bersiklus yaitu Countercurrent, Crosscurrent, dan Cocurrent.
Cara lain adalah dengan mengalirkan gas melalui genangan fluida cair, dengan proses ini partikel akan melekat dan mengendap pada genangan air. Berikut gambaran dari proses kerja Wet Scrubber.
(44)
2.3.5 Komponen yang Berhubungan dengan Scrubber
Dalam aplikasinya terhadap suatu instalasi banyak komponen lainnya yang terpasang untuk melengkapi sistem scrubber itu sendiri. Komponen-komponen itu dipasang dan disesuaikan dengan tipe scrubber yang ada pada instalasi tersebut. Pada dasarnya komponen yang berhubungan dengan Wet Scrubber lebih banyak dibandingkan pada Dry scrubber hal ini sejalan dengan jumlah jenis fluida yang ada pada sistem.
1. Fans (Kipas atau Blower)
Tujuan pemasangan fans pada instalasi ini adalah untuk mendistribusikan gas. Tipe yang umum digunakan adalah sentrifugal fans dimana gas yang mengalir masuk dari bagian samping dan keluar pada sudut 90o sisi masuknya. Sentrifugal fans itu sendiri memiliki beberapa klasifikasi diantaranya adalah Forward-curved, Backward-curved, Radial, dan Airfoil dimana klasifikasi ini didasarkan pada bentuk sudu yang terpasang seperti diperlihatkan pada gambar dibawah ini
(45)
Pemasangannya pada scrubber dapat diletakkan sebelum atau setelah scrubber, pemilihannya berdasarkan kondisi yang dibutuhkan, terhadap instalasi utama. Pada posisi sebelum scrubber gas yang didistribusikan oleh fans dominan bersifat kering tetapi dalam kondisi kotor dan bertemperatur relatif tinggi, umum dipasang karena gas memerlukan tekanan dorong ke bagian scrubber.
Sedangkan pada posisi setelah Scrubber dominan beroperasi pada kondisi keadaan gas yang lebih lembab dikarenakan terdapat penambahan komponen fluida cair. Relatif digunakan untuk proses pengisapan gas dari scrubber ke instalasi berikutnya. Hal-hal diatas tersebut menjadi dasar untuk pemilihan jenis dan material dari fans yang akan digunakan.
2. Instalasi Saluran Gas (Duct)
Instalasi duct disini adalah untuk saluran pendistribusian gas, dimana konstruksinya disesuaikan berdasarkan instalasi utama menuju dan dari scrubber. Ukurannya akan menentukan debit gas yang diproses serta kesesuaiannya terhadap scrubber baik itu untuk kondisi bagian inlet gas ataupun outlet gasnya.
3. Pompa dan Pemipaan
Pompa yang terpasang disini adalah untuk mendistribusikan fluida cair menuju scrubber, aplikasinya dapat dilihat pada tipe Wet Scrubber dikarenakan pada umumnya fluida tersebut harus dalam kondisi bertekanan sebagai syarat atomisasi serta kondisi penempatan scrubber yang lebih tinggi dari pada bak penampung.
4. Atomzier/Nozzle Spray
Atomizer berfungsi untuk proses atomisasi fluida cair seperti yang sudah dibahas sebelumnya untuk beberapa tipe aplikasi fluida cair ini perlu diubah kedalam bentuk
(46)
partikel dalam jumlah cukup banyak. Beberapa jenis yang digunakan untuk scrubber ini diantaranya Rotary Atomizer, Two- fluid Nozzle, serta Impingment Spray-Nozzle, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 2.18 Spray Nozzle 2.3.6 Performansi Wet Scrubber
Pencapaian target performansi (unjuk kerja) merupakan hal utama dibuatnya suatu instalasi. Untuk mendapatkan nilai performansi pada aplikasi scrubber terdapat beberapa hal yang menjadi tinjauan utama, analisa tersebut meliputi :
1. Perbandingan Air dengan Gas
Adalah perbandingan antara volume cairan yang diinjeksikan ke scrubber dengan volume gas yang mengalir pada Srubber. L/G ratio maksimum untuk tiap tipe beraneka ragam, sehingga komponen ini dapat digunakan untuk pemilihan tipe scrubber yang harus dipasang pada instalasi yang menggunakannya.
(47)
2. Kecepatan dan Tekanan
Kecepatan dan tekanan fluida, dengan meningkatkan kecepatan antara aliran gas dan tetesan cairan mengakibatkan pertambahan kecepatan terhadap gerakan partikel. Dikarenakan filtrasi terjadi secara impact, sehingga faktor tersebut akan menambah efisiensi persatuan waktu. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi kecepatan aliran diantaranya memperkecil dimensi penampang aliran atau menginjeksikan fluida secara berlawanan arah.
3. Jumlah dan ukuran partikel yang didistribusikan
Jumlah dan ukuran partikel yang didistribusikan pada gas menentukan kemampuan filtrasi dari scrubber. Kemampuan scrubber untuk mengurangi jumlah partikel pada bagian keluaran adalah dasar penentuan efisiensi dari scrubber. Jumlah partikel yang dimuat pada aliran gas akan menentukan L/G ratio, sebab semakin banyak partikel yang dimuat maka cairan yang harus didistribusikan juga harus ditambahkan volumenya.
4. Temperatur dan kelembaban
Temperatur dan kelembaban pada proses selain untuk menentukan kondisi fluida juga untuk menentukan material serta konstruksi yang akan digunakan pada scrubber. 5. Waktu filtrasi
Waktu yang dibutuhkan oleh cairan untuk memfiltrasi gas sangat menentukan dimana semakin lama waktu tersebut maka efisiensi filtrasi serta dampak lain yang terjadi seperti penurunan temperatur gas akan semakin tinggi.
6. Ukuran tetesan air distribusi
Ukuran tetesan air distribusi yang berukuran kecil dengan laju yang sama akan sangat baik untuk sistem filtrasi dikarenakan dengan kondisi dimensi scrubber yang
(48)
sama tetesan cairan yang berukuran lebih kecil dapat didistribusikan secara merata dan jumlahnya juga menjadi relatif lebih banyak. Ukuran tetesan ini ditentukan oleh nozzle yang digunakan serta fasilitas pendukung dari distribusi air itu sendiri.
(49)
(50)
Udara Gas Buang
Incinerator
Air Gas bersih
Air Kotor BAB 3
TINJAUAN THERMODINAMIKA
3.1 Analisa Siklus Wet Scrubber
Secara garis besar tinjauan siklus untuk Wet Scrubber adalah berdasarkan fluida-fluida yang bersiklus, instalasi Wet Scrubber memuat karakteristik fluida-fluida yang lebih kompleks dibandingkan Dry Scrubber. Untuk tinjauan tersebut hal-hal yang menjadi pedoman diantaranya adalah karakteristik fluida sebelum proses, saat proses, dan sesudah proses. Adapun skema dari proses-proses sirkulasi fluida pada wet scrubber dapat dilihat pada gambar berikut (diambil dari gambar 2.2)
(51)
3.1.1 Gas Buang Insinerator
Gas panas yang masuk ke scrubber adalah gas panas hasil pembakaran dari ruang bakar insinerator,
TRB2 = Tgas buang insinerator = 1100 oC ……….…...…(Data)
dengan luas penampang bagian sisi masuk scrubber adalah, A = 2
4d
π dimana, d = 0,75 m ………...(Data)
= 0,442 m2
Berdasarkan kesetinbangan massa, min = mout
massa yang masuk ke ruang bakar insinerator adalah mlimbah + (mbahan bakar + mudara pembakaran)+ mudara air fan
mlimbah = kapasitas insinerator = 60 kg/jam ………..(Data)
konsumsi bahan bakar= 60 ltr/4 jam (untuk 2 ruang bakar) .………...…(Data) bahan bakar yang digunakan adalah solar (C16H34), dengan konsumsi bahan bakar
rata-rata 60 liter/4 jam untuk 2 ruang bakar, maka: o
f
V = 15 ltr/jam = 15.10−3 m3/jam
Untuk C16H34 dengan nilai ON-30, dan kondisi kandungan udara terdiri dari
21%O2 + 79%N2. Reaksi stokiometri dengan kondisi udara pembakar 21%O2 + 79%N2
dengan aditif C10H11 adalah sebagai berikut (Lit.13, Hal.38)
0,3C16H34 + 0,7C10H11 + 0,21O2 + 0,79N2 aCO2 + bH2O + cN2
0,3C16H34 + 0,7C10H11 + 0,21O2 + 0,79N2 aCO2 + bH2O + 0,79N2
(52)
Sehingga, perbandingan udara dengan bahan bakar adalah
0,3C16H34 + 0,7C10H11 + 16,275O2 + 0,79N2 11,8CO2 + 8,95H2O + 0,79N2
B.bakar Udara AFR = 34 16 2 2 3 , 0 79 , 0 275 , 16 H C N O + = ) 34 . 1 ( 3 , 0 ) 16 . 12 ( 3 , 0 ) 2 . 14 ( 79 , 0 ) 2 . 16 ( 275 , 16 ++ = 8 , 67 12 , 542
AFRteo = 7,996 kg udara/kg bahan bakar
Faktor excess air untuk temperatur pembakaran rata-rata pada 2 ruang bakar adalah
2
2 1 RB RB T
T +
dimana, TRB1
−
= 825 oC
2
RB
T− = 1100 oC ……….………..…(Data)
−
T = 962,5 oC , dengan temperatur udara luar yang disuplai 30oC, berdasarkan grafik berikut
Grafik 3.1 Faktor Kelebihan Udara Dari grafik diatas, λ = 2,7
(53)
λ =
teo teo akt
AFR AFR AFR −
AFRakt = (λ.AFRteo) + AFRteo
= 29,59 kg udara/kg bahan bakar
densitas solar, ρf = 852,5 kg/m3, …….………...………….(Lamp.1)
berdasarkan o m = ρ
o V Keterangan:
o
m : Laju aliran massa (kg/s) ρ : Densitas (kg/m3) o
V : Laju aliran volume (m3/s) maka, f
o m = ρf
o f V
= 852,5. 15.10−3 = 12,7875 kg/jam
a o
m = 12,7875.29,59 = 378,38 kg/jam
Massa udara yang disuplai dari Air fan primer dan sekunder, berdasarkan
Kapasitas Air fan = 23 m3/menit ………..(Data) = 0,383 m3/s
berdasarkan tabel (Lamp.4), setelah diinterpolasi, ρudara@T30oC = 1,1514 kg/m
3
Maka: o m = ρ
o V
= 1,1514. 0,383 = 0,441 kg/s
(54)
Total udara yang disuplai oleh Air fan pada RB1 dan RB2 adalah o
m = 2.0,441 = 0,882 kg/s = 3175,1 kg/jam
Effisiensi reduksi massa insinerator rata-rata mencapai 70% (lit.2, hal.1), maka massa limbah yang masuk ke scrubber adalah
bah o
mlim = 60.70%
= 45 kg/jam
Sehingga massa gas buang insinerator keseluruhan yang masuk ke scrubber adalah T
o
m = 45 + 12,7875 + 378,38 + 3175,1 = 3611,27 kg/jam
= 1,003 kg/s
Tekanan gas masuk scrubber adalah berdasarkan tekanan pada ruang bakar, TRB1 = 825oC
PRB1 = -150 mmH2O [Pgauge] = - 150.9,807 = -1,471 kPa ……….……..…..(Data)
= Patm + Pgauge
= 99,83 kPa
Berdasarkan perbandingan temperatur antara ruang bakar 1 dan ruang bakar 2, dimana persentase kenaikan temperatur adalah sebanding dengan persentase kenaikan tekanan (Lit. 3, Hal. 101), sehingga berdasarkan
TRB1 = 825oC
(55)
Persentase peningkatan temperatur adalah
ΔTg =
−
825 825 1100
x100% = 33,33%
Maka perubahan tekanan dengan kenaikan sebesar 33,33% adalah PRB2 = PRB1 + (33,33%.P1)
= 99,83 + (0,3333.99,83) = 133,107 kPa
Berdasarkan PV = mRT
Maka o V =
P RT m
o
R = Konstanta gas, berdasarkan k = 1,33 ………...(Lit. 4, Hal. 835) nilai Heating Value Gas Buang Insinerator diambil
1000 Btu/lb gas buang ……….………..………….(Lamp. 6) HV = 1000.1,055/0,454
= 2323,79 kJ/kg gas buang
Dengan laju aliran massa gas buang insinerator, o
m = 1,003 kg/s maka HV = 2323,79.1,003
= 2330,76 kJ/s
Untuk aliran tanpa kerja, HV = ΔQ, HV = ΔQ = mcp T
o
∆ ………..(Lit. 5, Hal. 156) dimana, ΔT = T2 – T1
Keterangan
(56)
T1 = Temperatur standart (25oC) o
m = Laju aliran massa gas (kg/s) cp = Kalor spesifik tekanan konstan (kJ/kgoK)
Sehingga cp =
) 298 1373 .( 003 , 1 73 , 2330 −
= 2,16 kJ/kgoK
k = cp/cv, dan R = cp - cv , maka R = cp – (cp/k)
R = 2,16 – 1,264 = 0,536 kJ/kgoK maka
o V =
107 , 133 1373 . 536 , 0 . 003 , 1
= 5,55 m3/s
Sehingga ρ = o o
V m
= 0,181 kg/m3
Kecepatan aliran gas berdasarkan luas penampang sisi masuk, d = 0,75 m maka v =
o
V /A , A = 0,442 m2 = 12,56 m/s
3.1.2 Excess Air Blower
Untuk mendistribusikan gas ke cerobong asap digunakan blower, blower yang digunakan adalah blower sentrifugal
Kapasitas : 30 m3/menit : 0,5 m3/s
Diameter sisi keluaran 3” ………...………(Data) o
m = ρ o
(57)
0,
0642 m
1 2
0,5 m 0,5 m
1,608 m
0,
75 m
h o
m = 1,1514.0,5 = 0,576 kg/s
berdasarkan konstruksi bagian sisi masuk udara pada scrubber, (diambil dari gambar 2.2)
Gambar 3.2 Bagian Sisi Masuk Udara dari Excess Air Blower
Kecepatan udara pada sisi keluaran blower adalah
vout =
A V
o
dimana A = 2
4 d
π , d = 0,0642 m
A= 0,00324 m2 vout =
00324 , 0
5 , 0
(58)
Tekanan udara pada sisi keluar blower berdasarkan ΔPBlower, maka dengan
kenaikan tekanan melintasi blower
Berdasarkan Wsf = f o
P v m
η∆ ………(Lit. 5, Hal. 99)
Keterangan Wsf = Daya blower (W)
o
m = Laju aliran massa (kg/s)
ηf = Efisiensi blower (diambil 90%)
ΔP = Kenaikan tekanan melintasi blower (Pa) v = volume spesifik fluida (m3/kg) berdasarkan ρudara@T30oC = 1,1514 kg/m
3
, v = 0,869 m3/kg Maka ΔP =
869 , 0 . 576 , 0 9 , 0 . 4 , 0
= 0,18 kPa Sehingga tekanan fluida keluar
Berdasarkan ΔP = Pout – Pin , dengan Pin (tekanan udara luar) = 101,301 kPa
Pout = 101,481 kPa
Tekanan merata pada titik 2, berdasarkan P2 = P1 +
2 1
ρ (v12 – v22) + ρgh ………..…….…(Lit. 6, Hal. 22)
Kecepatan aliran udara pada titik 2, berdasarkan
v2 =
2
A V o
dimana A2 = 2
4 d
π , d= 0,75 m
A2= 0,442 m2
v2 =
442 , 0 5 , 0
(59)
h, berdasarkan konstruksi
h = 0,5-(0,75/2) + 0,5-0,0381 = 0,5869 m
maka:
P2 = 101481 +
2 1
1,1514 (154,322-1,1312) + 1,1514.9,81 (-0,5869) = 115,183 kPa
3.1.3 Air Distribusi
Air didistribusikan oleh pompa dari tangki tampung, ketinggian air pada tangki 1m dengan kapasitas pompa 10 galon/jam yang didistribusikan melalui pipa berukuran 1 inchi seperti terlihat pada gambar berikut ini
Gambar 3.3 Skema Aliran Air Distribusi o
V = 10 galon/jam ……….(Data)
= 10.
60 1
.6,309.10-5 m3/s = 1,052.10-5 m3/s
Sehingga laju aliran massa air distribusi o
m = ρ o
V ,
C T air@ 30o
ρ = 996 kg/m3
Pipa 1inchi
2,4 m
1 m
(60)
o
m = 996.1,052.10-5 = 0,0105 kg/s
Dengan kecepatan aliran fluida pada pipa berdasarkan luas penampang pipa, berdasarkan standart ASME/ANSI B36.19 schedule 40 ………..(Lamp.2)
do = 33,401 mm, di = 26,645 mm
sehingga luas penampang sisi bagian dalam pipa Ai =
2
4di
π = 0,56.10-3
m2
vi = i o
A V
= 3
5
10 . 56 , 0
10 . 052 , 1
− −
= 1,88.10-2 m/s
Pada ujung pipa terpasang nozzle, konstruksi dan ukuran nozzle yang terpasang diperlihatkan pada gambar berikut
Gambar 3.4 Nozzle Air Distribusi Dengan ukuran nozzle
din = 5 mm
dout = 10 mm ……….(Data)
maka luas penampang sisi masuk dan keluaran nozzle A1 =
2
4din
π = 1,96.10-5
m2
Nozzle Adapter
(61)
A2 =
2
4dout
π = 7,85.10-5
m2 Selisih tekanan melintasi pompa
ΔP = 1,1 kg/cm2 ………...(Data)
ΔP = 1,1.98,07 = 107,877 kPa P2 – P1 = 107,877 kPa
P2 = (P1 + 107,877) kPa
Tekanan fluida pada sisi masuk pompa berdasarkan kecepatan aliran pada pipa sisi masuk pompa, dimana ukuran pipa pada sisi masuk adalah sama dengan ukuran pipa pada sisi keluaran
din = dout = 26,645 mm
Karena perubahan suhu atau volume melintasi pompa diasumsikan kecil atau boleh diasumsikan konstan, maka
1
o
V = 2
o V =
o V
Maka, kecepatan fluida pada sisi masuk pompa berdasarkan
1
o
V A1 = 2
o
V A2, dimana, A1 = A2
Sehingga, v1 = v2 = v = 1,88.10-2 m/s
Gambar 3.5 Tangki Air Distribusi
1,88.10-2 m/s
1m Air Pipa 1 inchi
(62)
Tekanan fluida pada pipa sisi masuk berdasarkan
P = γ (H – v2/2g – z) ………...…..(Lit. 6, Hal.23) Keterangan:
P : Tekanan fluida (kPa)
γ : Berat spesifik (kN/m3),
C T air@ 30o
γ = 9,77 kN/m3 (Lamp. 3) v : Kecepatan aliran fluida (m/s)
maka
P = 9,77(1 – (1,88.10-2 )2/2.9,81 – 0) = 9,77 kPa
Sehingga tekanan fluida pada bagian sisi keluaran pompa adalah P2 – P1 = 107,877 kPa
P2 = 107,877 + 9,77
= 117,647 kPa
tekanan fluida pada ujung pipa berdasarkan P2’ = P2 +
2 1
ρ (v12 – v22) + ρgh………..….…(Lit. 6, Hal. 22)
dengan kondisi pada pipa dimana kecepatan fluida pada pipa konstan, maka P2’= P2 + ρgh ρair@T30oC = 996 kg/m
3
…..……..(lamp. 3) = 117647 + 996.9,81.(-2,4)
= 94,197 kPa
Tekanan fluida pada sisi masuk nozzle adalah tekanan pada kondisi stagnasi Ps = P0
1 2
2 1 1
−
+ − kk
o k
(63)
Keterangan
Ps = Tekanan fluida pada titik stagnasi (kPa)
P0 = Tekanan awal fluida (kPa)
M = Bilangan mach
v = Kecepatan (m/s)
a = Kecepatan suara (m/s)
berdasarkan, k = cp/cv dan cp – cv = R
Rair = 0,4615 kJ/kgoK……….(Lamp. 5)
cp = 4,18 kJ/kgoK
Maka k = R c c p p − = 4615 , 0 18 , 4 18 , 4 −
= 1,124 kJ/kgoK
Mo = vo/ao ,dimana ao = kRT = 1,124.461,5.(30+273) = 396,45 m/s
= 1,88.10-2 /396,45 = 4,74.10-5
Ps = 94197
1 124 , 1 124 , 1 2 5 2 1 124 , 1 ) 10 . 74 , 4 ( 1 − − + −
= 94,197 kPa
Temperatur pada kondisi stagnasi Ts = T1+
p c v 2 2 1
………..………...(Lit. 4, Hal 834) Keterangan
Ts = Temperatur pada titik stagnasi (oK)
(64)
v1 = Kecepatan awal (m/s)
cp = Kalor spesifik tekanan konstan (kJ/kgoK)
cp air pada T 30oC = 4,18 kJ/kgoK
maka
Ts = 303 +
4180 . 2
) 10 . 88 , 1
( −2 2
= 303 oK
Kondisi fluida pada sisi masuk nozzle P1 = Ps = 94,197 kPa
v1 = o
V /A , dimana Ain = 1,96.10-5m2
= 1,052.10-5 / 1,96.10-5 = 0,537 m/s
Ma1 = v1/a1 , a1 = kRT1 = 1,124.461,5.303 = 396,45 m/s
= 0,537/396,45 = 0,0014
Gambar 3.6 Kondisi pada Nozzle Kecepatan fluida pada titik 2 berdasarkan luas penampang
v2 = o
V /Aout , dimana Aout = 7,85.10-5m2
= 1,052.10-5 / 7,85.10-5 = 0,134 m/s
Shock wave
2 1
(65)
untuk sisi diverging
( )
( )
1 /2 1 2 / 1 1 2 2 2 1 1 2 − + − + = k M k M T T aa ……….(Lit. 4, Hal 855)
Ma2 = v2/a2 , a2 = kRT2 = 1,124.461,5.303 = 396,45 m/s
= 0,134/396,45 = 0,00034 T2/T1 = 0,998
T2 = 303.0,988
= 302,4 oK Berdasarkan
1 2
P P
= 2
2 2 1 1 1 a a kM kM +
+ ………...(Lit. 4, Hal. 855)
P2 = 94,197
(
)
(
)
+ + 2 2 00034 , 0 124 , 1 1 0014 , 0 124 , 1 1 = 94,1972 kPaMaka dari data hasil perhitungan diatas, kondisi fluida-fluida yang bersiklus pada scrubber adalah
Tabel 3.1 Kondisi fluida-fluida yang bersiklus pada scrubber No Fluida
o
m ρ
o
V T P v
(kg/s) (kg/m3) (m3 /s) (oC) (kPa) (m/s) 1 Gas Buang
Insinerator 1,003 0,181 5,55 1100 133,107 12,56 2 Excess Air
Blower 0,576 1,1514 0,5 30 115,183 1,131
(66)
(67)
BAB 4
ANALISA PERFORMANSI
Berdasarkan desain dan karakteristiknya wet scrubber dirancang untuk memfiltrasi partikel, gas, ataupun partikel dan gas sekaligus. Performansi wet scrubber adalah berdasarkan kemampuannya dalam menangkap partikel ataupun mengabsorbsi gas. Proses filtrasi partikel pada wet scrubber adalah menangkap partikel yang terdapat pada gas dengan menggunakan butiran air sebagai fluida pengikatnya yang kemudian memisahkannya dari aliran gas. Untuk ukuran partikel itu sendiri disimbolkan dengan PM (Particulate Matter) dengan identifikasi berdasarkan diameter partikel disimbolkan dengan PM2,5 berarti partikel dengan diameter aerodinamik 2,5μm, PM10 berarti partikel
dengan diameter aerodinamik 10μm.
Kategori partikel berdasarkan ukuran diameternya dikategorikan atas ukuran kecil dan ukuran besar dimana PM2,5 dikategorikan sebagai partikel berukuran kecil, dan
PM10 dikategorikan partikel berukuran besar (Lit. 7, Hal. 2-4).
Proses koleksi pada wet scrubber terhadap partikel yang paling dominan adalah proses impaksi, dan difusi. Pada proses impaksi partikel yang terdapat pada gas mengalir menurut aliran gas dan mengalami tubrukan dengan butiran air yang alirannya berlawanan arah dengan aliran gas, untuk ukuran partikel ≥ 1μm sistem koleksi yang paling dominan adalah proses impaksi, ataupun pada kondisi aliran gas pada scrubber yang memiliki kecepatan aliran ≥ 0,3 m/s sistem koleksi ini juga menjadi faktor utama proses koleksi. Adapun gambaran dari proses impaksi pada scrubber seperti terlihat pada gambar berikut
(68)
Gambar 4.1 Proses Impaksi Partikel dengan Butiran Air
Sedangkan partikel berukuran sangat kecil < 0,1μm bergerak secara acak pada aliran gas, dan saat partikel bersinggungan dengan butiran air terjadi proses pengikatan dimana partikel mengalami difusi dan masuk ke dalam butiran air, untuk partikel berukuran < 0,1μm proses koleksi utama adalah difusi, proses difusi diperlihatkan pada gambar berikut,
Gambar 4.2 Proses Diffusi Partikel pada Butiran Air
Pada wet scrubber butiran air yang diproduksi pada umumnya berkisar antara 150 – 500μm (Lit. 8, Hal. 2-2). Sedangkan ukuran partikel lebih spesifik bergantung dari proses sumber, misalnya untuk proses mekanik seperti pada pertambangan akan menghasilkan partikel berukuran lebih besar bila dibandingkan dengan proses kimia seperti pembakaran, rata-rata berukuran ±10μm, sedangkan pada proses pembakaran atau reaksi kimia akan dihasilkan juga partikel berukuran lebih kecil dari 5μm dan submicron partikel (Lit. 8, Hal. 2-2).
(69)
Proses filtrasi pada scrubber adalah berdasarkan proses percampuran antara fluida-fluida yang berproses pada mixing chamber, adapun fluida-fluida yang berproses diperlihatkan pada gambar berikut
Gambar 4.3 Skema Kesetimbangan Sistem / Mixing Chamber
Untuk menganalisa kesetimbangan dapat dianalisa dari proses kesetimbangan energi yang terjadi berdasarkan persamaan energi pada sistem.
4.1 Analisa Temperatur
Temperatur rata-rata pada scrubber adalah berdasarkan pencampuran antara gas buang insinerator, excess air blower, dan air distribusi.
Kesetimbangan energi antara gas buang dengan excess air blower, berdasarkan
(
1)
1
1 T T
c
m p f
o
− + 4
(
4)
4 T T
c
m p f
o
− = 0 , ………...(Lit. 4, Hal. 191) cp udara pada T 30oC, cp4 = 1,007 kJ/kgoK,maka
Mixing Chamber
Udara dari Blower (0,576 kg/s)
[4] Air bersih (0,0105 kg/s)
[3]
Air Kotor
[2]
[1] Gas Buang Insinerator (1,003 kg/s)
Gas bersih
(70)
1,003.2,16
(
Tf −1373)
+0,576.1,007(
Tf −303)
=0 Tf = 1147,56 oK = 874,56 oCKesetimbangan energi dengan air distribusi, berdasarkan
(
f m)
pm m o
T T c
m − + m3cp3
(
Tf T3)
o
− = 0
dimana, m
o
m = mgas buang + mudara excess air blower
= 1,003 + 0,576 = 1,579 kg/s
cpm = Σyicpi dimana, y1 = 1,003/1,579 = 0,64
y4 = 0,576/1,579 = 0,36
maka cpm = 0,64.2,16 + 0,36.1,007
= 1,74 kJ/kgoK sehingga m pm
(
f m)
o
T T c
m − + m3cp3
(
Tf T3)
o
− = 0 cp3 = cp air pada T 30oC
= 4,18 kJ/kgoK 1,579.1,74
(
Tf −1147,56)
+0,0105.4,18(
Tf −302,4)
=0Tf = 1133,86 oK = 860,86oC
Sehingga temperatur rata-rata campuran fluida pada scrubber adalah 1133,86oK (860,86oC)
4.2 Analisa Butiran Air dan Patikel
Analisa butiran air dan partikel adalah berdasarkan kondisi awal pendistribusiannya serta kondisi yang dialami pada bagian pencampuran (mixing chamber). Batasan yang diambil adalah partikel dengan ukuan 1-10μm dan butiran air 150-500 μm.
(71)
4.2.1 Kecepatan Rata-rata Butiran Air dan Patikel
Analisa kecepatan rata-rata butiran air dan partikel berdasarkan pada kondisi aliran fluida, serta kecepatan awal dari butiran air dan partikel tersebut. fluida disini merupakan campuran antara gas buang insinerator dengan udara dari excess air blower. Gambaran dari proses diatas diperlihatkan pada gambar berikut
Gambar 4.4 Butiran air atau Partikel pada Aliran Fluida
Viscositas gas pada Mixing Chamber adalah viscositas campuran antara gas buang insinerator dengan udara dari excess air blower.
Berdasarkan persamaan Wilkey’s mix
µ =
∑∑
i j ij j i i y y φ µ = ji i j j j ij j i i i y y y y y y φ µ φ µ + + + ij
φ =
(
) (
)
(
)
122 4 1 2 1 1 8284 , 2 } 1 { j i i j i j M M M M +
+ µ µ
ji
φ =
(
) (
)
(
)
122 4 1 2 1 1 8284 , 2 } 1 { i j j i j i M M M M +
+ µ µ
……….…(Lit. 9, Hal. 234) Keterangan
y = Fraksi massa
M = Molar massa (kg/kmol)
berdasarkan massa total campuran mT = mgas + mudara = 1,579 kg/s
Butiran Air atau Partikel
(72)
ygas = 1,006/1,579 = 0,64
yudara = 0,576/1,579 = 0,36
Viscositas gas buang insinerator, berdasarkan
v = -4,344.10-6+3,539.10-8T+8,627.10-11T2 ………...(Lit. 10, Hal. 446) Keterangan
v = Viskositas kinematik (m2/s) T = Temperatur gas (oK)
maka, berdasarkan temperatur gas buang insinerator = 1100oC = 1373oK v = -4,344.10-6 + 3,539.10-8.(1373) + 8,627.10-11.(1373)2
= 2,07.10-4 m2/s
Viscositas absolut gas berdasarkan μ = vρ
keterangan
μ = Viscositas absolut (Pa.s) v = Viscositas kinematik (m2/s)
ρ = Densitas gas (kg/m3) maka
μgas = 2,07.10-4.0,181
= 3,75.10-5 Pa.s μudara =μudara @T 30 C
= 1,86.10-5 Pa.s ……….………..………...………....(Lamp. 4) Massa molar gas buang insinerator berdasarkan
PV = NRuT ………...(Lit 5, Hal. 9)
(73)
133,107.5,55 = N.8,314.1373 N = 0,065 kmol/s
Sehingga
Mgas = m/N
= 1,003/0.065 = 15,43 kg/kmol
Mudara = 28,97 kg/kmol ………...(Lamp. 5)
Sehingga Фij =
2 1 2 4 1 2 1 ) / 1 ( 8284 , 2 } ) / ( ) / ( 1 { udara gas gas udara gas udara M M M M +
+ µ µ
= 2 1 2 4 1 2 1 5 5 ) 97 , 28 / 15,43 1 ( 8284 , 2 } ) 15,43 / 97 , 28 ( ) 10 . 75 , 3 / 10 . 86 , 1 ( 1 { + + − − = 0,38 Фji =
2 1 2 4 1 2 1 ) / 1 ( 8284 , 2 } ) / ( ) / ( 1 { gas udara udara gas udara gas M M M M +
+ µ µ
= 2 1 2 4 1 2 1 5 5 ) 43 , 15 / 97 , 28 1 ( 8284 , 2 } ) 97 , 28 / 43 , 15 ( ) 10 . 86 , 1 / 10 . 75 , 3 ( 1 { + + − − = 1,07
Maka viscositas campuran gas buang dengan udara dari excess air blower
μmix =
ji gas udara udara udara ij udara gas gas gas y y y y y y φ µ φ µ + +
+ ……….…(Lit. 9, Hal. 234)
= ) 07 , 1 . 64 , 0 ( 36 , 0 36 , 0 . 10 . 86 , 1 ) 38 , 0 . 36 , 0 ( 64 , 0 64 , 0 . 10 . 75 ,
3 5 5
+ + +
− −
(74)
Densitas campuran gas buang dengan udara ,berdasarkan
ρm= Σyiρi
= 0,64.0,181 + 0.36.1,1514 = 0,534 kg/m3
4.2.1.1 Kecepatan Rata-rata Butiran Air
Kecepatan rata-rata dari butiran air pada campuran gas buang insinerator dengan udara dari excess air blower, dimana kecepatan awal butiran air keluar dari nozzle v0 =
0,134 m/s, maka
Red = ρf.dd.v0/μf ………(Lit. 9, Hal. 103)
Keterangan
Red = Renold Number butiran air
ρf = Densitas fluida (kg/m3)
dd = Diameter butiran air (m)
v0 = Kecepatan awal (m/s)
μf = Viscositas fluida (Pa.s)
sehingga untuk butiran air berukuran 150μm, Red = 0,534.150.10-6.0,134/3,72.10-5
= 0,289
CD = (1 0,125.Re )
Re
24 0,72
d d
+ ………...(Lit. 9, Hal 106)
= (1 0,125.(0,289) ) 289
, 0
24 0,72
+
= 87,43 v∞ =
2 1
3 ) (
4
−
D f
d f d
C g d
ρρ ρ
(75)
= 2 1 6 43 , 87 . 534 , 0 . 3 81 , 9 . 10 . 150 ) 534 , 0 996 ( 4 − −
= 0,205 m/s
Red, CD, dan v∞ untuk butiran air 150-500μm diperlihatkan pada tabel
Tabel 4.1 Red, CD, dan v∞ Butiran Air 150-500μm
dd
(μm) Red CD
v∞ (m/s)
150 0.289 87.428 0.205
200 0.385 66.305 0.236
250 0.481 53.590 0.264
300 0.577 45.089 0.289
350 0.673 39.000 0.312
400 0.769 34.421 0.334
450 0.866 30.850 0.354
500 0.962 27.987 0.373
4.2.1.2 Kecepatan Rata-rata Partikel
Kondisi kecepatan rata-rata partikel pada aliran fluida, dengan kondisi kecepatan awal partikel diasumsikan sama dengan kecepatan aliran gas buang yaitu 12,56 m/s, untuk partikel berdiameter 1μm,
Rep = 0,534.1.10-6.12,56/3,72.10-5
= 0,18
CD = (1 0,125.Re )
Re
24 0,72
p p
+
= (1 0,125.(0,18) ) 18
, 0
24 + 0,72
= 137,96
Maka v∞ =
2 1 3 ) ( 4 − D f p f p C g d ρ ρ ρ = 2 1 6 96 , 137 . 534 , 0 . 3 81 , 9 . 10 . 1 ) 534 , 0 2500 ( 4 − −
= 0,021 m/s Red, CD, dan v∞ untuk partikel 1-10μm diperlihatkan pada tabel
(76)
Tabel 4.2 Red, CD, dan v∞ Partikel 1-10μm
dp
(μm) Red CD
v∞ (m/s)
1 0.180 137.961 0.021
2 0.361 70.549 0.030
3 0.541 47.935 0.036
4 0.721 36.566 0.042
5 0.901 29.711 0.047
6 1.082 25.120 0.052
7 1.262 21.827 0.056
8 1.442 19.347 0.060
9 1.623 17.410 0.063
10 1.803 15.855 0.067
Kecepatan rata-rata campuran partikel dengan butiran air berdasarkan perbandingan massa. Untuk gabungan partikel berukuran 1μm dengan butiran air berukuran 150μm,
mT = mp + md
mT = ρp
3
6 Dp
π + ρ
d
3
6 Dd π
= 2500. 6 3
) 10 . 1 ( 6
−
π + 996. 6 3
) 10 . 150 ( 6
−
π
= 1,31.10-15 + 1,76.10-9 = 1,76.10-9 kg
Maka kecepatan rata-rata berdasarkan perbandingan massa
v = Σyivi ………....(Lit. 9, Hal. 11)
= (0,001.0,021) + (0.999.0,204) = 0,205 m/s
Kecepatan rata-rata untuk pasangan partikel dan butiran air secara acak diperlihatkan pada tabel
(77)
Tabel 4.3 Kecepatan Rata-rata Pasangan Acak Butiran Air dengan Partikel v∞
(m/s)
dd
(μm)
150 200 250 300 350 400 450 500
dp
(μm)
1 0.205 0.236 0.264 0.289 0.312 0.334 0.354 0.373
2 0.205 0.236 0.264 0.289 0.312 0.334 0.354 0.373
3 0.205 0.236 0.264 0.289 0.312 0.334 0.354 0.373
4 0.205 0.236 0.264 0.289 0.312 0.334 0.354 0.373
5 0.205 0.236 0.264 0.289 0.312 0.334 0.354 0.373
6 0.205 0.236 0.264 0.289 0.312 0.334 0.354 0.373
7 0.204 0.236 0.264 0.289 0.312 0.334 0.354 0.373
8 0.204 0.236 0.264 0.289 0.312 0.334 0.354 0.373
9 0.204 0.236 0.264 0.289 0.312 0.334 0.354 0.373
10 0.204 0.236 0.264 0.289 0.312 0.334 0.354 0.373
4.2.2 Massa Air Evaporasi
Total massa air yang berevaporasi dapat dihitung melalui perhitungan massa air yang berevaporasi dari satu butiran air, berdasarkan
md (evaporasi) = Luas permukaan . NA . t ...(Lit.9,Hal.114)
Keterangan
NA : Number of Transfer Unit (kg/m2.s-1)
t : waktu kontak (detik) dimana,
NA =
− . ω ω ρ ω 1 ). -Sh(1 g d d D
Sh(1-ω) = 2+0,6Sc1/3Re1/2 D = d g c d kTC πµ
3 , dimana, Cc = 1 + dd T ) 10 . 21 , 6
( −4
Keterangan
Shd = Sherwood Number butiran air
(78)
dd = Diameter butiran air (m)
ω = Spesifik humidity (kg H2O/kg Udara kering)
Sc = Schmidt Number butiran air Re = Renold Number butiran air
k = konstanta Boltzmann (1,381.10-23 J/oK) Cc = Cunningham Slip Correction Faktor
Diasumsikan temperatur permukaan air merupakan temperatur cembul basah (wet bulb temperature), dari tabel psikometri Twb = 302,4oK, didapat ω = 0,0272, maka
untuk butiran air yang didistribusikan diasumsikan merata dengan ukuran 150μm dari tabel 4.1, diperoleh
Re = 0,289 Cc = 1 +
d d T ) 10 . 21 , 6
( −4
= 1 +
150 4 , 302 ) 10 . 21 , 6
( −4
= 1,0014 D = d g c d kTC πµ
3 , T = Temperatur rata-rata fluida pada mixing chamber (
o
K)
D = 5 6
23 10 . 150 . 10 . 72 , 3 . 3 0014 , 1 . 86 , 1138 . 10 . 381 , 1 − − − π
= 2,9.10-13 m2/s Sc = D g g ρ µ
= 13
5 10 . 9 , 2 . 534 , 0 10 . 72 , 3 − − = 2,3.108
Maka
Sh(1-ω) = 2+{0,6[(2,4.108)1/3.(0,2891/2)]} = 200,18
(79)
NA = 0272 , 0 1 0272 . 0 . 10 . 150 10 . 9 , 2 . 534 , 0 . 18 , 200 6 13 − − −
= 5,97.10-9 kg/m2s
t = s/v∞ , dimana s adalah jarak yang ditempuh oleh butiran air melintasi gas, diambil jarak maksimum daerah mixing chamber yaitu sejauh diameter scrubber, maka
Luas permukaan butiran air = πd2 = π.(150.10-6)2 = 7,07.10-8 m2 md (evaporasi) = Luas permukaan . NA . t
= 7,07.10-8. 5,97.10-9. 0,75/0,205 = 1,55.10-15 kg
Total massa air distribusi yang berevaporasi, berdasarkan massa satu butiran air distribusi
md = π/6.d3.ρd
= π/6.(150.10-6)2.996 = 1,76.10-9 kg
Total jumlah butiran air untuk ukuran 150μm, berdasarkan n = mT/md
= 0,0105/1,76.10-9
= 5,96.106≈ 6.106 butir/detik Maka total massa air yang berevaporasi
T o
m (evaporasi) = n.md (evaporasi) = 6.106. 1,55.10-15
= 9,23.10-9 kg/s
Dengan proses yang sama, total massa air yang berevaporasi untuk diameter butiran air antara 150-500μm diperlihatkan pada tabel berikut
(80)
Tabel 4.4 Massa Air Evaporasi dd
(μm) Cc (mD 2s) Sc Sh(1-ω)
NA
(kg/m2s)
md(evap)
kg
mT(evap)
kg/s
150 1.0014 3.00E-13 2.33E+08 200.18 5.97E-09 1.547E-15 9.231E-09
200 1.0010 2.25E-13 3.10E+08 253.90 4.26E-09 1.698E-15 4.276E-09
250 1.0008 1.80E-13 3.88E+08 305.40 3.28E-09 1.827E-15 2.355E-09
300 1.0007 1.50E-13 4.65E+08 355.20 2.65E-09 1.939E-15 1.447E-09
350 1.0006 1.28E-13 5.43E+08 403.62 2.21E-09 2.040E-15 9.585E-10
400 1.0005 1.12E-13 6.21E+08 450.91 1.89E-09 2.132E-15 6.709E-10
450 1.0005 9.98E-14 6.98E+08 497.21 1.65E-09 2.216E-15 4.899E-10
500 1.0004 8.98E-14 7.76E+08 542.67 1.46E-09 2.294E-15 3.697E-10
4.2.3 Analisa Gaya-gaya pada Butiran Air dan Partikel
Gaya-gaya yang dialami butiran air yang didistribusikan melalui nozzle adalah akibat aliran-aliran fluida serta akibat proses filtrasi dari partikel yang ditangkapnya serta gaya berat dari butiran air itu sendiri. Butiran air dan partikel mengalami gaya berdasarkan bentuk (Form Drag), serta gaya berdasarkan tegangan geser yang (Frictional Drag) diakibatkan oleh aliran fluida, total dari keseluruhan gaya ini disebut juga dengan Drag Force, berdasarkan
FD = Fp + Ff ………...(Lit. 9, Hal. 103)
= πμdU + 2πμdU =
8
π C
Dd2ρfU2
Keterangan
Fp = Form Drag (N)
Ff = Frictional Drag (N)
μ = Viscositas absolut gas (Pa.s) d = Diameter partikel atau butiran air (m)
ρf = Densitas aliran fluida (kg/m3)
(81)
Searah dengan itu butiran air dan partikel juga memiliki gaya akibat tekanan statis dari aliran fluida berdasarkan luas penampang kritisnya, serta gaya berat berdasarkan massa,
F = P.A = Pstatis fluida .
3
6 dp π
W = m.g = ρVg = ρg 3
6 dp π
Adapun gaya-gaya yang dialami tersebut diperlihatkan pada gambar berikut
Gambar 4.5 Gaya-gaya pada Patikel dan Butiran Air Keterangan
FD1 = Drag Force Akibat Aliran Fluida 1
FD2 = Drag Force Akibat Aliran Fluida 2
W = Gaya Berat
Drag koefisien berdasarkan bilangan Renold Rep = ρf.d.v0/μf
CD = (1 0,125.Re )
Re
24 0,72
p p
+
FD1
Partikel
FD2 + W
P1
P2
FD1
Butiran Air
FD2 + W
P2
P1
(82)
4.2.3.1 Analisa Gaya-gaya pada Partikel
Gaya-gaya yang dialami oleh partikel pada aliran fluida, diambil analisa pada partikel berukuran 1μm. Dari tabel 4.2, didapat kondisi partikel pada fluida
Rep = 0,18 CD = 137,96
FD =
8
π C
Ddp2ρfUf2
Kecepatan rata-rata aliran fluida berdasarkan perbandingan massa antara gas buang insinerator dengan udara dari excess air blower
U = y1.v1 + y2.v2 = 0,64.12,56 + 0,36.1,131
= 8,39 m/s FD =
8
π 137,96(1.10-6
)2.0,534.( 8,39)2 = 2,04.10-9 N
- Analisa gaya Horizontal F1 = P1.
2
4dp
π
= 133,107. 6 2
) 10 . 1 ( 4 − π
= 1,045.10-10 kN - Analisa gaya Vertikal
F2 = P2.
2
4dp π
= 115,183. 6 2
) 10 . 1 ( 4 − π
= 9,04.10-11 kN W = ρpg 3
6dp
π
= 2500.9,81. (1.10 6)3 6
−
π
(83)
Total gaya searah horizontal
FH = 1,045.10-10 [kN] – 2,04.10-9 cos 45o [N]
= 1,03.10-10 kN Total gaya searah vertikal
FV = 9,04.10-11 [kN] – 1,28.10-14 [N] + 2,04.10-9 sin 45o [N]
= 8,89.10-11 kN
Maka total gaya yang dialami partikel berdasarkan gaya searah horizontal dan vertikal, diperlihatkan pada gambar berikut
Gambar 4.6 Total Gaya pada Partikel FT = {(1,03.10-10)2 + (8.89.10-11)2}0,5
= 1,34.10-7kN (searah FR)
4.2.3.2 Analisa Gaya-gaya pada Butiran Air
Untuk analisa ini diambil butiran air berukuran 150 μm, berdasarkan tabel 4.1, untuk butiran air berukuran 150 μm,
Rep = 0,288 CD = 87,43
FD =
8
π C
Ddd2ρfUf2
=
8
π 87,43 (150.10-6
)2.0,534.( 8,39)2 = 2,9.10-5 N
FR FV
FH
(84)
Analisa gaya Horizontal
F1 = P1.
2
4dd
π
= 133,107. (150.10 6)2 4
−
π = 2,35.10-6
kN FN = PN.
2
4dd π
= 94,197. 6 2
) 10 . 150 ( 4
−
π
= 1,66.10-6 kN Analisa gaya Vertikal
F2 = P2.
2
4dd π
= 115,183. (150.10 6)2 4
−
π
= 2,034.10-6 kN W = ρdg
3
6dp
π
= 996.9,81. (150.10 6)3 6
−
π
= 1,73.10-8 N Total gaya searah horizontal
FH = 2,35.10-6 [kN] – 1,66.10-6 [kN] – 2,9.10-5 cos 45o [N]
= 0,67.10-6 kN Total gaya searah vertikal
FV = 2,034.10-6 (kN) – 1,73.10-8 (N) + 2,9.10-5 sin 45o [N]
= 2,01.10-6 kN
Maka total gaya-gaya pada butiran air dan partikel berdasarkan gaya searah horizontal dan vertikal, diperlihatkan pada gambar berikut
(85)
Gambar 4.7 Total Gaya pada Butiran Air FT = {(0,67.10-6)2 + (2,01.10-6)2}0,5
= 2,12.10-6kN (searah FR)
Total gaya yang dialami campuran butiran air dengan partikel FTm = (1,34.10-7) + (2,12.10-6)
FTm = 2,12.10-6 kN
Untuk kalkulasi gaya dengan kondisi ukuran partikel 1-10μm dan butiran air berukuran 150-500μm diperlihatkan pada tabel berikut
FR FV
FH
FD
(86)
Butiran Air Distribusi
FH FV
dd
(μm) Re CD
v∞ (m/s) m (kg) FD (N) F1 (N) FN (N) F2 (N) W (N) FH (N) FV (N) FT (N)
150 0.289 87.428 0.205 1.759E-09 2.903E-05 0.002 0.002 0.002 1.726E-08 0.001 0.002 0.002
200 0.385 66.305 0.236 4.170E-09 3.914E-05 0.004 0.003 0.004 4.091E-08 0.001 0.004 0.004
250 0.481 53.590 0.264 8.144E-09 4.943E-05 0.007 0.005 0.006 7.990E-08 0.002 0.006 0.006
300 0.577 45.089 0.289 1.407E-08 5.988E-05 0.009 0.007 0.008 1.381E-07 0.003 0.008 0.009
350 0.673 39.000 0.312 2.235E-08 7.050E-05 0.013 0.009 0.011 2.192E-07 0.004 0.011 0.012
400 0.769 34.421 0.334 3.336E-08 8.127E-05 0.017 0.012 0.014 3.273E-07 0.005 0.014 0.015
450 0.866 30.850 0.354 4.750E-08 9.219E-05 0.021 0.015 0.018 4.660E-07 0.006 0.018 0.019
500 0.962 27.987 0.373 6.516E-08 1.032E-04 0.026 0.018 0.023 6.392E-07 0.008 0.023 0.024
Partikel
FH FV
dp
(μm) Re CD
v∞ (m/s) m (kg) FD (N) F1 (N) FN (N) F2 (N) FH (N) FV (N) FT (N)
1 0.180 137.961 0.021 1.308E-15 2.036E-09 1.045E-07 9.042E-08 1.283E-14 1.030E-07 8.898E-08 1.341E-07
2 0.361 70.549 0.030 1.047E-14 4.164E-09 4.180E-07 3.617E-07 1.027E-13 4.150E-07 3.587E-07 5.444E-07
3 0.541 47.935 0.036 3.533E-14 6.366E-09 9.404E-07 8.138E-07 3.465E-13 9.359E-07 8.093E-07 1.237E-06
4 0.721 36.566 0.042 8.373E-14 8.634E-09 1.672E-06 1.447E-06 8.214E-13 1.666E-06 1.441E-06 2.202E-06
5 0.901 29.711 0.047 1.635E-13 1.096E-08 2.612E-06 2.260E-06 1.604E-12 2.604E-06 2.253E-06 3.444E-06
6 1.082 25.120 0.052 2.826E-13 1.335E-08 3.762E-06 3.255E-06 2.772E-12 3.752E-06 3.246E-06 4.961E-06
7 1.262 21.827 0.056 4.488E-13 1.578E-08 5.120E-06 4.431E-06 4.402E-12 5.109E-06 4.419E-06 6.755E-06
8 1.442 19.347 0.060 6.699E-13 1.827E-08 6.687E-06 5.787E-06 6.571E-12 6.674E-06 5.774E-06 8.825E-06
9 1.623 17.410 0.063 9.538E-13 2.081E-08 8.464E-06 7.324E-06 9.357E-12 8.449E-06 7.309E-06 1.115E-05
10 1.803 15.855 0.067 1.308E-12 2.340E-08 1.045E-05 9.042E-06 1.283E-11 1.043E-05 9.025E-06 1.379E-05
Kec. awal partikel : 12,56 m/s Densitas Gas : 0,534 kg/m3 Densitas partikel : 2500 kg/m3 Viscositas Gas : 3,72.10-5 Pa.s Kec. awal butiran air : 0,134 m/s
(87)
Sehingga total gaya resultan dari campuran partikel dengan butiran air pada mixing chamber dengan kondisi ukuran partikel 1-10μm, dan butiran air berukuran 150-500μm dipasangkan secara acak diperlihatkan pada tabel
Tabel 4.5 Gaya Total Pasangan Acak Butiran Air dengan Partikel FR
(N)
dd
(μm)
150 200 250 300 350 400 450 500
dp
(μm)
1 0.00212 0.00378 0.00592 0.00854 0.01163 0.01520 0.01924 0.02377
2 0.00212 0.00378 0.00592 0.00854 0.01163 0.01520 0.01924 0.02377
3 0.00212 0.00378 0.00592 0.00854 0.01163 0.01520 0.01924 0.02377
4 0.00212 0.00378 0.00592 0.00854 0.01163 0.01520 0.01925 0.02377
5 0.00212 0.00379 0.00592 0.00854 0.01163 0.01520 0.01925 0.02377
6 0.00213 0.00379 0.00593 0.00854 0.01163 0.01520 0.01925 0.02377
7 0.00213 0.00379 0.00593 0.00854 0.01163 0.01520 0.01925 0.02377
8 0.00213 0.00379 0.00593 0.00854 0.01164 0.01521 0.01925 0.02378
9 0.00213 0.00379 0.00593 0.00855 0.01164 0.01521 0.01925 0.02378
10 0.00214 0.00380 0.00593 0.00855 0.01164 0.01521 0.01926 0.02378
4.3 Analisa Absorbsi Gas
Efektifitas wet scrubber terhadap absorbsi gas menentukan efisiensi wet scrubber terhadap filtrasi emisi fluida, efektifitas absorbsinya sendiri adalah bergantung pada kondisi air yang didistribusikan sebagai zat pelarut serta kondisi zat dapat larut yang terdapat pada gas buang, yang proses pencampurannya terjadi pada scrubber. Adapun komposisi emisi yang terdapat pada gas buang insinerator diperlihatkan pada tabel Faktor Emisi Gas Buang Insinerator (Lamp. 7)
Berdasarkan tipe insinerator yang dianalisa, diambil faktor emisi komposisi emisi gas berdasarkan tipe Municipal Multiple Chamber, maka massa emisi pada gas buang insinerator berdasarkan persentase, serta massa total tiap emisi gas pada 1,003 kg/s gas buang insinerator diperlihatkan pada tabel berikut
(1)
(2)
Data Teknis Cyclonic Spray Scrubber
(3)
FASILITAS INSINERATOR
Tipe Insinerator : Tipe Pyrolysis, Tipe Batch Kapasitas Insinerator : 60 kg/jam (240kg/4jam/1 Batch)
Limbah : Limbah Medis
1. RUANG BAKAR PERTAMA
- Dimensi :
ø
1.600x2.135 L(Luar),ø
1.270x1.875 L(Dalam) mm- Luas Tungku : 2,5 m2
- Volume tungku pembakaran utama : 2,4 m2
- Material : Luar - SS 400 9.0T, Dalam – Castable CT-160, Insulasi 50T - Pintu input limbah : Diameter luar
ø
1600mm, Diameter dalamø
1270mm - Pintu abu : Sama dengan pintu input limbah- Asesoris : Pengontrol Indikasi Temperatur, Lubang Inspeksi
ø
60mm2. RUANG BAKAR KEDUA
- Dimensi :
ø
914x1.618 L(Luar),ø
610xø
726x1.295 L(Dalam) mm - Volume tungku pembakaran utama : 1,1 m2- Material : Luar - SS 400 9.0T, Dalam – Castable CT-160, Insulasi 50T - Asesoris : Pengontrol Indikasi Temperatur
3. BURNER PRIMER
- Tipe : Gun Type (MGH-301) - Sistem Kontrol : On/Off
- Kapasitas : 60.000 - 350.000 Kcal/Hr - Bahan Bakar : Solar
- Power : 0,25kW x 220/380V x 50Hz x 2P x 3
ø
- Asesoris : Blower Φ180 x 80W x Φ12, Gear Pump VD23. BURNER SEKUNDER
- Tipe : Gun Type (MGH-401) - Sistem Kontrol : High-Low
- Kapasitas : 100.000 - 450.000 Kcal/Hr - Bahan Bakar : Light Oil/Solar
(4)
- Power : 0,4kW x 220/380V x 50Hz x 2P x 3
ø
- Asesoris : Blower Φ225 x 80W x Φ12, Gear Pump VD2
4. AIR FAN PRIMER
- Tipe : Turbo
- Kapasitas : 23 m3/Min x 190mmAq - Material : SS400
- Power : 0,4kW x 220/380V x 50Hz x Φ3 - Berat Netto : 19Kg
5. AIR FAN SEKUNDER
- Tipe : Turbo
- Kapasitas : 23 m3/Min x 190mmAq - Material : SS400
- Power : 0,4kW x 220/380V x 50Hz x Φ3 - Berat Netto : 19Kg
6. SISTEM LIQUIFIRE
- Kapasitas : 0,05-0,08 m3/Min - Efisiensi : 90-99%
- Sistem : Fog Noz
- Pompa : 0,05-0,08 m3/Min x 0,4kW x 50Hz x IP54 - Berat Netto : Approx. 50Kg
FASILITAS PENANGANAN GAS BUANG 1. CYCLONIC SCRUBBER
- Material : SS400 8T
- Tipe : Vertikal Co.Current
- Flow Rate Udara Anjuran : 3.000 CFM - Volume Kemampuan Atomizing : 5-10 Gln/Hr
- Dimensi :
ø
750x3.108H mm- Pompa : 5-10 Gln/Hr x 0,15kW x IP54
(5)
2. HAZARD PARTICLE PERVADE
- Material : SS400 6T
- Densitas Bulk : 0,45-0,48 mg/ml
- Tingkat Kelembaban (Berat) : 2-5%
- Kekerasan : 90%
- Ukuran Partikulat : 4-8 mesh (90%)
- Casing : Zig Zag Mounted
- Penyerap : Xetonas 90
- Dimensi :
ø
750x1.500H mm- Berat Netto : Approx. 300Kg
3. CEROBONG
- Material : STS 304 (5mm)
- Diameter (Luar) :
ø
500x4.500H mm - Insulasi (Ketebalan) : 25T- Pelapisan Castable (Ketebalan) : 25T
- Lengkap dengan Penutup : 750L x 750 W
4. EXCESS AIR BLOWER
- Tipe : Centrifugal Fan
- Volume Udara : 30 m3/Min
- Drive Horse Power : 0,5kW x 220/380V x 3P x 50Hz
Operasional Ruang Bakar Insinerator
Kapasitas Insinerator : 60kg/jam (240kg/4jam/1Batch) Jumlah ruang bakar : 2 Buah
Temperatur Pembakaran : RB1 : 800oC - 850oC RB2 : 1050oC - 1150oC Konsumsi Bahan Bakar : 60 Liter/1 Batch
Tekanan (Alat Ukur) : RB1 : Min -50 mmH2O Max -250 mmH2O
(6)
NO JLH NAMA BAHAN 1
2 3
BAHAN NORMALI SASI CATATAN PERI NGATAN SKALA : 1: 30
SATUAN : mm TGL :
DI GAMBAR : DAULAT ALI SATRI A P NI M : 050421005 DI LI HAT :