STUDI PERBANDINGAN MORALITAS SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING CHIPS (TC) DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN KONSEP DIRI SISWA PADA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PESAWARAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(1)

ABSTRAK

STUDI PERBANDINGAN MORALITAS SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING CHIPS (TC) DAN

NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN KONSEP DIRI SISWA PADA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PESAWARAN

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh

Astika Kusni Wendhari Utomo

Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya moralitas siswa pada pelajaran IPS Terpadu siswa kelas VIII Semester ganjil SMP Negeri 2 Pesawaran. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan mana yang lebih efektif antara model pembelajaran TC dan model

pembelajaran NHT, serta untuk mengetahui konsep diri siswa pada kelas VIII SMP Negeri 2 Pesawaran dalam pembentukan karakter sikap moralitas di dalam pembelajaran IPS Terpadu tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui perbedaan moralitas siswa dan ada tidaknya interaksi antara model pembelajaran TC dan NHT. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu dengan pendekatan komparatif. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah teknik cluster random sampling. Penhujian hipotesis menggunakan rumus analisis varian dua jalan dan t-test dua sampel independen.

Berdasarkan analisis data diperoleh hasil: 1. ada perbedaan moralitas siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran TC dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran NHT, 2. Ada perbedaan moral siswa dalam pelajaran IPS Terpadu yang pelajarannya menggunakan model TC tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan model NHT terhadap konsep diri siswa yang positif. 3. Ada perbedaan moral siswa dalam pelajaran IPS Terpadu yang pembelajaranya menggunakan model TC lebih rendah dibandingkan dengan siswa pembelajarannya menggunakan model NHT terhadap konsep diri siswa yang negatif, 4. ada interaksi antara model pembelajaran dengan konsep diri siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu, 5. Ada perbedaan rata-rata hasil moralitas antara siswa yang memiliki konsep diri positif dan siswa yang memiliki konsep diri negatif


(2)

STUDI PERBANDINGAN MORALITAS SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING CHIPS (TC) DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT)

DENGAN MEMPERHATIKAN KONSEP DIRI PADA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PESAWARAN

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh :

Astika Kusni WENDHARI uTOMO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis di lahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 02 November 1991 dengan nama lengkap Astika Kusni Wendhari Utomo, yang merupakan anak ketiga dari pasangan bapak Kusno Utomo dan Ibu Sumarni dan memiliki Dua Kakak Laki-laki yang bernama Agung Kurniawan Utomo dan Awet Kusni Wendani Utomo

Pendidikan formal yang diselesaikan penulis yaitu: 1. TK Sungai Langka diselesaikan pada tahun 1998

2. SD Negeri 03 Sungai Langka diselesaikan pada tahun 2004 3. SMP Negeri 28 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2007 4. SMA Persada Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2010

Pada tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung melalui jalur MANDIRI (Ujian Masuk Lokal). Pada tahun 2013, penulis mengikuti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ke Semarang, Denpasar, Bandung, Jogjakarta, dan Jakarta. Serta pada bulan Juli-September mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pekon Liwa Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat dan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 3 Liwa.


(7)

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Persembahan

Penulis mengucapkan bersyukur alhamdulillah kepada Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-nyalah skirpsi ini dapat selesaikan.

Tak lupa shalawat serta salam dijunjung tinggi kepa Nabi Besar Muhammad SAW yang dinantikan syafa/atnya di Yaumul kiamah kelah, amin ya

rabbalalamin.

Penulis persembahkan karya kecil yang sederhana namun butuh perjuangan ini untuk orang-orang tercinta yang menjadi motivator, pendukung, dan bagian dari

kebahagiaan hidup penulis.

Ayahanda tersayang Kusno Utomo dan Ibunda tercinta Sumarni yang senantiasa menyayangi, membesarkan, membimbing, dan mendoakanku untuk dapat menjadi

orang yang sukses dan baik dalam menjalani hidup.

Keluarga besar yang saya sayangi, yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi yang telah memberikan bayak

ilmu yang bermanfaat. Para sahabat dan teman-teman

Keluarga Besar Pendidikan Ekonomi angkatan 2010 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Guru dan Staf tata usaha SMP Negeri 2 Pesawaran atas bimbinganya. Siswa-siswi SMP Negeri 2 Pesawaran.


(8)

Moto

Perbedaan pemenang dan pecundang, dapat dilihat dari berbagai ia menghabiskan waktu

(M. Rojaya)

Belajar dari kesalahan orang lain, karena umurmu tak cukup panjang untukmenjalani semua kesalahan

(M. Rojaya)

Berprasangka baiklah kepada Allah, karena Allah akan memberikan sesuatu sesuai prasangkamu

(Nurdin)

Tidak penting siapa kamu sekarang, yang penting siapa kamu nanti

(Astika)

Sukses itu kewajiban, kaya dan miskin itu hak yang menjalani (Astika)


(9)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin, dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, petunjuk, dan kemudahanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “STUDI

PERBANDINGAN MORALITAS SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING CHIPS (TC) DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN

MEMPERHATIKAN KONSEP DIRI PADA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PESAWARAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015. Shalawat beserta salam tetap tersanjung agungkan kepada Nabi kita Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam.

Selesainya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, motivasi, bimbingan dan saran dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila. 2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Wakil Dekan I FKIP Unila. 3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si., selaku Wakil Dekan II FKIP Unila.

4. Bapak Drs. Muhammad Fuad, M..Hum., selaku Wakil Dekan III FKIP Unila. 5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial FKIP Unila.

6. Bapak Drs. Hi. Nurdin, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Universitas Lampung, dan Pembimbing Akademik yang telah membimbing, dan saran serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(10)

menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Drs. Yon Rizal, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing, dan saran serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak Drs. Tedi Rusman, M.Si., selaku Dosen Pembahas yang telah

membimbing, dan saran serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Unila, terima kasih kepada ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

11. Bapak Hasbiyul FurQon, M.Ag selaku Kepala SMP Negeri 2 Pesawaran, terima kasih atas ketersediaannya memberikan kesempatan kepada saya untuk menjadikan SMP Negeri 2 Pesawaran sebagai subjek dalam penelitian skripsi ini.

12. Ibu Lely, S.Pd., selaku guru mata pelajaran IPS Terpadu di SMP Negeri 2 Pesawaran, terima kasih atas bimbingan, nasehat, dan motivasi serta

informasinya yang bermanfaat untuk kepentingan penelitian dalam skripsi ini. 13. Siswa-Siswi SMP Negeri 2 Pesawaran, terimakasih atas kerjasaman dan

kekompakkannya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. 14. Ayah dan Ibu Tercinta, beriburibu kata ‘terima kasih karena telah

mendoakanku dalam pengharapan- pengharapan yang pasti. Kesabaran, senyuman, air mata, tenaga dan pikiran tercurah disetiap perjuangan dan


(11)

15. Kakakku tercinta Agung Kurniawan Utomo dan Awet Kusni Wendani

Utomo, terimakasih atas dukungan dan motivasi sepanjang umur ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya untuk kalian. Amin Ya Rabbal A’lamiin.

16. Teman seperjuangan yang selalu membantu aku dalam skripsi Arum dan Desi, terimakasih atas bantuan nya semoga Allah membalas kebaikan kalian. Amien yarabalalamien.

17. Keluarga besar pendidikan ekonomi angkatan 2010 ganjil dan genap trimakasih buat semuanya yang selama ini yang dapat dirasakan suka dan duka selama kuliah

18. Kakak dan adik tingkat semuanya tanpa terkecuali terima kasih atas semua bantuan dan motivasinya.

19. Keluarga kecil KKN PPL yang tak akan pernah terlupa, Adzri, Topek, Deka, Cincin, Sesvita, Dita, Nabila, Sonia, Melinda, Cia terimakasih telah

memberikan banyak pengalaman dan kebahagiaan, serta keluarga besar SMP Negeri 3 Liwa.

20. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.

21. Terimakasih kepada suami dan anak ku tercinta atas dukungan, semangat dan doanya serta menjadi temen hidupku dikeluh kesahku selama ini, semoga sampai nanti.


(12)

Semoga segala bantuan, bimbingan, dorongan dan do’a yang diberikan kepada penulis mendapat ridho dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Bandar Lampung, Mei 2015 Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

ABSTRAK

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP

PERSEMBAHAN MOTTO

SANWACANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi Masalah ... ...7

C. Pembatasan Masalah ... ...8

D. Rumusan Masalah ... ...9

E. Tujuan Penelitian ... ...9

F. Kegunaan Penelitian ... ...10

G. Ruang Lingkup Penelitian ... ...11

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka... ...12

1. Belajar dan Hasil Belajar ... ...12

2. Ranah Afektif ... ...18

3. Moral ... ...20

4. Model Pembelajaran ... ...24

5. Model Pembelajaran Talking Chips (TC) ... ...27

6. Model Pembelajaran Numberd Heads Together (NHT)...30

7. Penerapan Model Pembelajaran IPS Terpadu ... ...36

8. Karakteristik Mata Pelajaran IPS Terpadu SMP ... ...39


(14)

E. Hipotesis ... ...53

III.METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian...54

1. Desain Eksperimen ... ...55

2. Prosedur Penelitian ... ...56

B. Populasi dan Sampel ... ...58

C. Variabel Penelitian ... ...59

D. Definisi Operasional Variabel ... ...60

E. Teknik Pengumpulan Data ... ...62

F. Uji Persyaratan Instrumen...63

1. Uji Validitas ... ...63

2. Uji Reliabilitas ... ...64

G. Uji Persyaratan Analisis Data...66

1. Uji Normalitas ... ...66

H. Uji Homogenitas ... ...66

I. Teknik Analisis Data...67

1. T-test Dua Sampel Independen ... ...67

2. Analisis Varian Dua Jalan ... ...69

3. Pengujian Hipotesis ... ...71

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambar Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya SMP Negeri 2 Pesawaran...74

2. Situasi dan Kondisi Sekolah...74

3. Kondisi Guru SMP Negeri 2 Pesawaran...75

4. Kondisi Siswa SMP Negeri 2 Pesawaran...75

B. Deskripsi Data 1. Data Skala Konsep Diri Siswa pada Moralitas Kelas Eksperimen...76

2. Data Skala Konsep Diri Siswa pada Moralitas Kelas Kontrol...78

3. Data Hasil Moralitas Siswa...80

a. Deskripsi Data Hasil Moralitas Siswa Kelas Eksperimen...80

b. Deskripsi Data Hasil Moralitas Siswa Kelas Kontrol...81

c. Deskripsi Data Moralitas Siswa yang Memiliki Konsep Diri Positif dan Negatif Kelas Eksperimen...83

C. Pengujian Persyaratan Analisis Data...89


(15)

F. Pembahasan ...96 V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...104 B. Saran ...105 DAFTAR PUSTAKA


(16)

Tabel Halaman

1. Kawasan/ Domain: Efektif dan Taksonominya...18

2. Tahap-Tahap Pembelajaran NHT...34

3. Penelitian yang Relevan...43

4. Definisi Oprasional Variabel...60

5. Rumus Unsur Tabel Persiapan Anava Dua Jalan...69

6. Rumus Menentukan Kesimpulan Hipotesis...69

7. Distribusi Frekuensi Hasil Konsep Diri Siswa Terhadap Moralitas Siswa Kelas Ekperimen...77

8. Kategori Variabel Hasil Konsep Diri Siswa Terhadap Moralitas Kelasa Eksperimen...77

9. Distribusi Frekuensi Hasil Konsep Diri Siswa Terhadap Moralitas Siswa Kelas Kontrol ...79

10.Kategori Variabel Hasil Konsep Diri Siswa Terhadap Moralitas Kelasa Kontrol...79

11.Distribusi Frekuensi Hasil Moralitas Siswa Kelas Eksperimen...81

12.Distribusi Frekuensi Hasil Moralitas Siswa Kelas Kontrol...82

13.Distribusi Frekuensi Hasil Moralitas Siswa yang Memiliki Konsep Diri Positif Kelas Eksperimen...83

14.Distribusi Frekuensi Hasil Moralitas Siswa yang Memiliki Konsep Diri Negatif Kelas Eksperimen...85

15.Distribusi Frekuensi Moralitas Siswa yang Memiliki Konsep Diri Siswa Positif Kelas Kontrol...86

16.Distribusi Frekuensi Moralitas Siswa yang Memiliki Konsep Diri Siswa Negatif Kelas Kontrol...88

17.Hasil Uji Normalitas Sampel Hasil Moralitas Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...89

18.Hasil Uji Homogenitas Varian Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...90

19.Distribusi Data Konsep Diri Siswa Pada Kelas Eksperimen...91

20.Distribusi Data Konsep Diri Siswa Pada Kelas Kontrol...92

21.Hasil Pengujian Hipotesis 1...94


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Struktur Organisasi SMP Negeri 2 Pesawaran

2. Daftar Nama Guru dan Pegawai SMP Negeri 2 Pesawaran 3. Daftar Nama Kelas Eksperimen

4. Daftar Nama Kelas Kontrol 5. Silabus Pembelajaran

6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen 7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol

8. Pembagian Kelompok Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 9. Tugas Diskusi Kelompok

10. Kisi-kisi Angket Konsep Diri 11. Kisi-Kisi Observasi Moraloias 12. Rubrik Observasi Moralitas 13. Hasil Uji Coba Angket Kosep Diri

14. Hasil Uji Coba Lembar Observasi Moralitas 15. Uji Reliabilitas Lembar Observasi Moralitas 16. Uji Reliabilitas Konsep Diri

17. Uji Normalitas Data 18. Uji Homogenitas

19. Anava untuk Mengetahui Hipotesis 1 dan 4 20. T-Test untuk Mengetahui Hipotesis 2dan 3 21. Surat Keterangan Dekan Fakultas

22. Surat Izin Penelitian 23. Surat Keterangan Sekolah


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Kerangka Pikir...52 2. Desain Penelitian...55


(19)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat perkembangan, oleh karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai bekal untuk masa depan.

Pada dasarnya pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter peserta didik. Tujuan yang diharapkan dalam pendidikan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 3 yang isinya adalah Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.


(20)

Dilihat dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional, dapat dipahami bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan yang diharapkan bersama. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu menjadi insan yang beretika, bermoral, dan mampu berinteraksi dengan masyarakat.

Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) saat ini moral siswa yang masih tergolong rendah. Banyaknya tindakan amoral yang dilakukan peserta didik seperti mencontek, tawuran, membolos dan tindakan lainnya mengindikasikan bahwa pendidikan formal gagal dalam membentuk karakter peserta didik. Sjarkawi (2006: 45) menyatakan bahwa perilaku dan tindakan amoral disebabkan oleh moralitas yang rendah. Moralitas yang rendah antara lain disebabkan oleh pendidikan moral di sekolah yang kurang efektif.

Sekolah memiliki peranan penting dalam menyiapkan generasi bangsa, hal ini berarti akan menentukan kualitas warga negara dalam menghadapi kehidupannya di masa yang akan datang. Salah satu mata pelajaran di sekolah yang dapat digunakan untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Ilmu Pengetahuan IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, ekonomi, geografi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan


(21)

cabang-cabang ilmu sosial (sosiologi, sejarah, ekonomi, geografi, politik, hukum, dan budaya). IPS itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, ekonomi, geografi, politik, antropologi, filsafat dan psikologi sosial.

Mata pelajaran IPS Terpadu bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah social yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap menilai positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan melatih keterampilan untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa diri sendiri atau masyarakat. Selain itu, IPS Terpadu mempunyai tugu mulia dan menjadi pondasi penting bagi pengembangan intelektual, emosional, dan sosial peserta didik, yaitu mampu mengembangkan cara berpikir, bersikap, dan berperilaku yang bertanggung jawab.

Tujuan IPS Terpadu di atas secara garis besar dibagi kedalam tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga aspek tersebut seharusnya menjadi perhatian dalam IPS Terpadu. Tetapi pada kenyataannya tujuan-tujuan tersebut sampai saat ini tampaknya masih belum tercapai

sepenuhnya.

Berdasarkan observasi di SMP Negeri 2 Pesawaran pada tanggal 22 November 2013, dalam proses pembelajaran guru hanya mengembangkan aspek kognitif saja, sedangkan aspek afektif dan psikomotor belum dijamah oleh guru. Selain itu, guru hanya menilai prestasi belajar siswa


(22)

dari aspek kognitif saja, sedangkan aspek afektif kurang diperhatikan oleh guru. Penilaian prestasi belajar yang mengutamakan penguasaan materi ajar seperti yang selama ini terjadi, cenderung mengabaikan nilai-nilai moral dan pengembangan karakter peserta didik.Padahal sangat perlu menanamkan nilai-nilai moral pada peserta didik, supaya peserta didik tidak hanya berintelektual saja tetapi juga mempunyai moralitas yang baik.

Menurut Budiningsih (2004: 24), moralitas merupakan sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriah. Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena ia mencari keuntungan. Jadi moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang benar tanpa pamrih. Hanya moralitaslah yang bernilai moral.

Seorang peserta didik dikatakan bermoral jika berperilaku sesuai dengan peraturan yang berlaku di sekolah tersebut. Jika peserta didik berperilaku sesuai dengan peraturan yang berlaku di sekolah, berarti peserta didik tersebut memiliki moralitas yang baik.

Guru sebagai bagian dari sistem pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam mengelola dan mengajar secara efektif agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan. Sistem pendidikan saat ini menuntut siswa untuk bersikap aktif, kreatif, dan inovatif dalam menanggapi setiap pelajaran yang diajarkan. Sehingga guru dituntut tidak hanya sekedar menerangkan hal-hal yang terdapat dalam buku, namun mendorong, memberi inspirasi,


(23)

membimbing siswa serta dapat memberikan motivasi agar siswa lebih semangat dalam usaha mencapai tujuan yang ingin dicapai.

Berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara terhadap guru IPS. Terpadu di SMP Negeri 2 Pesawaran kelas VIII diketahui bahwa proses pembelajaran IPS Terpadu yang dilakukan oleh guru hanya menggunakan metode ceramah atau metode langsung. Penyampaian materi secara lisan membuat siswa lebih terlihat pasif dalam proses pembelajaran dan kurang menimbulkan semangat kreatifitas siswa. Hal ini yang memicu siswa untuk melakukan tindakan tindakan moral seperti membolos dan tidak mengerjakan tugas.

Model pembelajaran konvensional (ceramah) adalah model pembelajaran yang masih banyak diterapkan oleh guru. Model ini hanya berpusat pada guru (teacher centered). Model in selain sederhana juga sangat mudah diterapkan. Namun jika strategi seperti ini diterapkan terus menerus akan berdampak kurang baik bagi siswa, seperi siswa kurang aktif dalam pembelajaran dan kurang berani untuk bertanya dan mengemukakan pendapat. Penerapan metode pembelajaran tersebut dapat menimbulkan kejenuhan pada siswa. Sehingga dalam pembelajaran siswa sering

melakukan tindakan amoral seperti mengonrol dengan teman sebangkunya atau asik dengan imajinasinya sendiri.

Model pembeajaran Talking Chips sebagai model pembelajaran merupakan salah satu dari jenis model struktual yang mengembangkan hubungan timbal-balik antara anggota kelompok dengan didasari adanya


(24)

kepentingan yang sama dan menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Konsep diri merupakan penentuan dalam keberhasilan perkembangan dalam siswa, bagaimana siswa tersebut menilai atau memberikan pandangan terhadap dirinya sendiri. Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya, perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan.

Konsep diri sebagai inti kepribadian menentukan arah perkembangan diri dan pertumbuhan karakter serta kepribadian. Konsep diri menentukan keberhasilan seseorang dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan komitmen dan kepercayaan seseorang dalam menentukan pilihan berperilaku.


(25)

Setiap individu berperilaku dalam berbagai cara dan bersifat konsisten dengan konsep diri masing-masing, tergantung pada konsep diri yang positif atau konsep diri yang negatif. Siswa yang memiliki konsep diri positif cendrung memiliki pencapaian hasil belajar yang lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki penilaian konsep diri yang negatif terhadap dirinya sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa pembelajaran tersebut menitik beratkan pada aktivitas siswa, sehingga siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan oleh guru dan dapat mencapai indikator dari

kompetensi dasar serta hasil belajar siswa dapat memenuhi KKM (kriteria ketuntasan minimum) yang ditetapkan oleh sekolah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang judul “Studi Perbandingan Moral Siswa yang

Pelajarannya Menggunakan Model Kooperatif Talking chips (TC) dan Numbered Heads Together (NHT)dengan Memperhatikan Konsep Diri Siswa dalam Pelajaran IPS Terpadu pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 2 Pesawaran Tahun Pelajaran 2014/2015”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut.


(26)

2. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered) sehingga partisipasi siswa secara aktif dalam proses pembelajaran masih tergolong rendah.

3. Guru hanya menilai prestasi belajar siswa dari aspek kognitif saja, sedangkan aspek afektif kurang diperhatikan.

4. Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran masih tergolong rendah. 5. Guru belum menggunakan model pembelajaran yang tepat.

6. Guru tidak atau kurang memperhatikan perilaku prilaku siswa dalam pembelajaran.

7. Penggunaan model pembelajaran yang kurang bervariasi. menyebabkan motivasi belajar siswa menjadi rendah.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini membatasi pada kajian perbandingan Moral siswa dalam pelajaran IPS antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran berbasis Talking Chips(TC) dengan siswa yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Numbered Heads Togethers(NHT)pada siswa kelas VIII semester ganjil di SMP Negeri 2 PesawaranTahun Pelajaran 2014/2015 dengan memperhatikan konsep diri siswa. Pokok bahasan mengenai hubungan sosial dan pranata sosial.


(27)

D. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat perbedaan moralitas siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran TC dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran NHT?

2. Moralitas siswa dalam pelajaran IPS Terpadu yang pelajarannya menggunakan model TC tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan model NHT terhadap konsep diri siswa yang positif? 3. Moralitas siswa dalam pelajaran IPS Terpadu yang pembelajaranya

menggunakan model TC lebih rendah dibandingkan dengan siswa pembelajarannya menggunakan model NHT terhadap konsep diri siswa yang negatif?

4. Apakah ada pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan konsep diri siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu?

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perbedaan moral siswa terhadap konsep diri dalam pelajaran IPS Terpadu antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran TC dan siswa yang diajar menggunakan model NHT. 2. Mengetahui efektivitas model pembelajaran TC dan NHT dalam

moral siswa terhadap konsep diri pada siswa yang tinggi belajarnya. 3. Mengetahui efektivitas model pembelajaran TC dan NHT dalam


(28)

4. Mengetahui interaksi antara model pembelajaran dengan konsep diri siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut .

1. Secara teoritis

a. Untuk melengkapi dan memperkaya khasanah keilmuan serta teori yang telah diperoleh sebelumnya.

b. Menyajikan suatu wawasan khusus tentang penelitian yang

menekankan pada moral siswa dan penerapan model pembelajaran yang berbeda pada mata pelajaran IPS Terpadu.

2. Secara Praktis

a. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan rujukan yang bermanfaat bagi perbaikan mutu pembelajaran. b. Bagi guru, sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran

tentang alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan moral dan konsep diri siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu. c. Bagi siswa, sebagai tambahan wawasan untuk meningkatkan moral

siswa melalui model pembelajaran yang melibatkan siswa secara lebih optimal dan mengurangi perilaku prilaku yang tidak baik pada pelajaran IPS Terpadu.


(29)

G. Ruang Lingkiup Penelitian 1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah moralitas siswa,model pembelajaran TC dan model pembelajaran NHT, dan konsep diri siswa.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas seluruh siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 2 Pesawaran tahun pelajaran 2014/2015. 3. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Pesawaran. 4. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genapa tahun pelajaran 2014/2015.

5. Ruang Lingkup Ilmu


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Belajar dan Hasil Belajar

Belajar merupakan suatu proses yang harus ditempuh seseorang dalam mencapai kemajuan dalam hidupnya, baik secara formal maupun

nonformal. Seseorang dikatakan telah mengalami pembelajaran jika dalam dirinya terjadi perubahan berupa kemampuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Perubahan-perubahan tersebut terjadi dengan tahapan-tahapan tertentu dan

berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan perubahan itu terjadi karena adanya usaha.

Menurut Hamalik (2001: 27) belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami dan terdapat pengubahan kelakuan. Menurut Sardiman (2001: 20) mengatakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya, membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Belajar akan lebih baik jika subjek belajar mengalami kesulitan atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistis, sedangkan


(31)

menurut Slameto (2003: 2), belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya.

Pengertian belajar erat kaitannya dengan teori belajar. Teori belajar sendiri disusun berdasarkan pemikiran bagaimana proses belajar terjadi. Teori belajar itu antara lain sebagai berikut.

a. Teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku. Menurut teori ini, yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Yang bisa diamati hanyalah stimulus dan respon. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Hal ini diperkuat

olehSkinner, yang berpendapat bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam

lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku(Budiningsih, 2005: 23).

b. Teori Kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa kejadian yang terjadi di dalam lingkungan. Oleh karena itu, dalam aliran kognitivisme lebih


(32)

mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Karena menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berfikir kompleks.

Tokoh-tokoh penting dalam teori kognitif salah satunya adalah J. Piaget dan Brunner. Menurut J.Piaget, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola-pola perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses asimilasi, akomodasi dan equilibrasi. Tahap-tahap perkembangan itu adalah tahap sensorimotor, tahap preoperasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal (Budiningsih 2005: 35). Sedangkan menurut Brunner, dengan teorinya free

discovery learning mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur pesan/informasi, dan bukan ditentukan oleh umur.

c. Menurut teori kontruktivisme, belajar adalah suatu proses

mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.Pembelajaran konstruktivisme membiasakan siswa untuk memecahkan masalah dan menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, mencari dan menemukan ide-ide dengan mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri.

Hal ini diperkuat oleh Piaget, teori ini berpendapat bahwa anak membangun sendiri skematanya dari pengalamannya sendiri dan lingkungan. Dalam pandangan Piaget pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar tergantung pada


(33)

seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. (http://riantinas.blogspot.com/2012/06/teori-belajar-konstruktivisme.html)

Berbeda dengan Piaget, konstruktivisme sosial oleh Vygotsky adalah belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Inti konstruktivis Vygotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.

Berdasarkan pengertian-pengertian belajar yang diungkapkan oleh para ahli di atas, dapat diketahui bahwa belajar merupakan proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan melalui interaksi dengan lingkungannya

Keberhasilan proses belajar mengajar ditentukan dengan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran. Jika tujuan pembelajaran tercapai maka proses belajar mengajar tersebut dapat dikatakan berhasil. Hasil belajar mempunyai arti yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Hasil belajar yang muncul dalam diri siswa merupakan akibat dari interaksi antara guru dengan peserta didik.


(34)

Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar, dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dari segi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Jika dalam proses pembelajaran interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa baik, maka hasil belajar yang diperoleh akan baik pula.

Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan

pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan, dan sebagainya (Hamalik, 2002: 155).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto (2003), yaitu:

a. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia (intern) Faktor ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis antara lain usia, kematangan dan kesehatan, sedangkan faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan , kebiasaan belajar.

b. Faktor yang bersumber dari luar manusia (ekstern)

Faktor ini diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor manusia dan faktor non manusia seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan fisik.


(35)

Hasil belajar yang diharapkan dapat tercapai secara optimal, maka proses pembelajaran harus dilakukan secara sadar dan terorganisir. Seperti yang diungkapkan oleh Sardiman (2001: 19), agar memperoleh hasil belajar yang optimal, maka proses belajar dan pembelajaran harus dilakukan secara sadar dan terorganisir.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, maka dapat diketahui bahwa hasil belajar adalah hasil dari proses pembelajaran yang dijadikan tolak ukur keberhasilan tujuan pembelajaran dan siswa dikatakan berhasil dalam belajar jika setelah mengikuti proses pembelajaran maka terdapat perubahan tingkah laku dalam diri siswa yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Perubahan tingkah laku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Aspek perubahan itu menurut Benjamin S. Bloom dalam Asep Jihad dan Abdul Haris (2008: 28) mencakup ke dalam tiga ranah (domain), yaitu :

a. domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika–matematika),

b. domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional), dan

c. domain psikomotor (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual–spasial, dan kecerdasan musikal.


(36)

Ketiga aspek tersebut sangat penting agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara komprehensif. Keberhasilan tujuan pembelajaran pada aspek kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil belajar yang optimal, karakteristik afektif siswa harus diperhatikan.

2. Ranah Afektif

Hasil belajar ranah afektif merupakan tujuan pembelajaran yang

berhubungan dengan nilai, perasaan, emosi, dan sikap hati (attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek, bahagia atau tidak bahagia. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi.

Ranah afektif terdiri dari lima aspek yaitu: menerima (receiving), merespon (responding), organisasi (organization) dan pembentukan karakter (characterization). Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 1. Kawasan/Domain:Ruang Lingkup Afektif

Lingkup Urutan Pertelaan Tujuan Kata Kunci Tujuan 1. Penerimaan

(Receiving)

Mau memusatkan perhatian, timbul minat, menyadari keperluan/kepentingan sesuatu, peka, mengikuti dengan penuh perhatian, terbuka hati nuraninya dan lain-lain.

Dapat merangkap, mau

mendengarkan, mampu

mengemukakan, dapat

menyebutkan, mengidentifikasi, dan


(37)

2. Respons (Responding)

Agar terlibat, tersentuh nuraninya, timbul dialog dirinya, menjawabnya sendiri, menyatakan posisi awalnya, berpartisipasi aktif dalam kegiatan, berekspresi, dan lain-lain. Menghayati, mengantisipasi, melibatkan diri, menyatakan, mengadakan reaksi, menjawab, menyangkal/memb enarkan, mengakui, dan lain-lain. 3. Menilai (Valueing) Agar pada diri siswa timbul

pertanyaan benar-salah/layak tidak atau dialog yang

mempertanyakan, kemauan untuk menggunakan

pengetahuan/perbekalan dirinya, mengkaji dan membanding serta menilai, keberanian/kemauan mengekspresikan atau mengambil keputusan. Mempertanyakan, mengkaji, memperbandingka n, memperhitungkan, menyatakan penilaian/pendapat , memilih, memutuskan, mempertimbangka n, , menanggapi, dan lain-lain. 4. Mengorganisasi

(Organizing)

Agar lahir kebutuhan untuk menyerap/mempelajari/mener ima/menolak/mengoreksi diri; mampu

memperjelas/mengklarifikasi diri dan menginternalisasi, memahami keadaan diri; menyadari akan perlunya/pentingnya sesuatu. Mengklarifikasi, menggambarkan, mendemonstrasika n, memerankan, menyatakan posisi/tanggapann ya. 5. Karakterisasi Mempribadikan (Characterizing)

Agar hasil poin 4

dimantapkan (dipribadikan = disaturagakan = personalized) menjadi

keyakinannya/prinsip/

pendiriannya serta diterapkan (acting). Mencintai, meyakini, mempertahankan, menginginkan, meragukan, menolak tegas, dan lain-lain. (Solihatin dan Raharjo, 2008: 133)

Ciri-ciri dari hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti perhatiannnya terhadap mata pelajaran, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran yang di


(38)

terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru dan sebagainya.

(http://zaifbio.wordpress.com/2009/11/15/ranah-penilaian-kognitif-afektif-dan-psikomotorik/)

Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Selanjutnya dalam penelitian ini akan di bahas lebih lanjut tentang moralitas.

3. Moral

Moral selalu menjadi suatu masalah yang menarik perhatian setiap orang dimanapun juga, baik dalam masyarakat yang telah maju maupun

masyarakat yang masih terbelakang. Antara moral dan manusia tidak dapat dipilah-pilah antara satu dengan yang lainnya. Karakter baik dan buruk seseorang dapat dilihat dari sikap perlaku atau moral yang dibawa dalam pergaulan masyarakat.

Mengatakan bahwa moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan larangan dan tindakan yang membicarakan salah atau benar. Oleh Magnis-Suseno, sikap moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia.(Budiningsih, 2004: 24)

Pengertian moral menurut Nata (2003: 92-93) adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, peringai, kehendak, pendapat atau perbuatan secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa moral adalah tindakan dan perbuatan manusia sebagai individu, dimana ia dituntut untuk dapat menilai atau memilih mana yang boleh atau tidak


(39)

boleh dilakukan, benar atau salah, sedangkan moralitas adalah sifat moral dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

Menurut Budiningsih (2004: 24) ,berpendapat bahwa moralitas merupakan sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriah. Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena ia mencari keuntungan. Jadi moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih. Hanya moralitaslah yang bernilai moral.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan perubahan moral peserta didik diantaranya:

a. faktor internal

Maksud dari faktor dari internal sendiri adalah, segala sesuatunya berasal dari dalam individu itu sendiri. Moral perindividu itu sendiri pada setiap tahap perkembangannya dia dapat atau sudah bisa menilai bagaimana moral yang ia miliki. Apakah sudah pantas pada dirinya sendiri dan baru dapat dinilai bermoral baik atau pantas apabila individu tersebut sudah dapat menilai dirinya sendiri.

b. faktor eksternal

Maksudnya, semua faktor perkembangan dan perubahan berasal dari luar dirinya atau lingkungan sekitarnya, seperti pada lingkungan sekolah, rumah, dan dalam pergaulannya diluar sekolah dan diluar rumah. Moral individu yang telah dapat menilai moral dirinya sendiri sudah pantas, maka moral pada individu jika dipandang oleh


(40)

lingkungan sekitar maka akan berpendapat baik. Pada lingkungan pergaulannya diluar lingkungan rumah dan sekolah seseorang akan mengikuti pola moral pada lingkungan pergaulannya.

(http://biosatudeumm.blogspot.com/2012/12/pengukuran-perkembangan-moral-peserta.html)

Moral seseorang tidak hadir, tumbuh, dan berkembang dengan begitu saja, tetapi berlangsung secara bertahap. Adapun tahapan-tahapan

perkembangan moral menurut Kohlberg (Budiningsih, 2004: 29), sebagai berikut.

1. Tingkat Pra-Konvensional

Pada tingkat ini seseorang sangat tanggap terhadap aturan-atuan kebudayaan dan penilaian baik atau buruk, tetapi ia menafsirkan baik atau buruk ini dalam rangka maksimalisasi kenikmatan atau akibat-akibat fisik dari tindakannya (hukuman fisik, penghargaan, tukar-menukar kebaikan).

2. Tingkat Konvensional

Pada tingkat ini seseorang menyadari dirinya sebagai seorang individu di tengah-tengah keluarga, masyarakat, dan bangsanya. Maka itu kecenderungan orang pada tahap ini adalah menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dan mengidentifikasikan dirinya terhadap kelompok sosialnya.

3. Tingkat Pasca-Konvensional atau Tingkat Otonom

Pada tingkat ini, orang bertindak sebagai subjek hukum dengan mengatasi hukum yang ada. Orang pada tahap ini sadar bahwa hukum


(41)

merupakan kontrak sosial demi ketertiban dan kesejahteraan umum, maka jika hukum tidak sesuai dengan martabat manusia, hukum dapat dirumuskan kembali

Moralitas siswa dapat berkembang sesuai dengan yang diinginkan, ada beberapa cara yang harus dilewati siswa untuk mencapai

perkembangantersebut. Menurut Syamsu Yusuf (2007: 134),

perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara sebagai berikut.

a. Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya. Disamping itu, yang paling penting dalam pendidikan moral ini adalah keteladanan dari orang tua, guru atau orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral. b. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru

penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya seperti orang tua, guru, kiai atau orang dewasa lainnya.

c. Proses coba-coba (trial dan error) yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang

mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikan.

Membentuk moral seseorang tidak dapat dilakukan dalam kurun waktu yang relatif singkat. Terdapat tahapan-tahapan dan proses yang harus dilalui oleh anak sehingga dia mempunyai moral yang baik. Dalam


(42)

tahapan-tahapan tersebut, anak sangat membutuhkan pembinaan dan pengarahan agar terhindar dari berbagai perilaku menyimpang dan sadar sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai kepribadian yang baik. Dengan demikian anak-anak harus dibimbing dengan sebaik-baiknya agar dapat menyesuaikan diri dengan segala sesuatu yang berkembang di masyarakat.

4. Model Pembelajaran

Kata metode berasal dari Bahasa Yunani dan terdiri-dari dua kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti „melalui‟ dan hodos berarti „jalan‟. Dengan demikian metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Djamarah dan Zain, 2010:46). Metode

pembelajaran menggunakan pendekatan CBSA (Cara Siswa Belajar Aktif). Cara Belajar Siswa Aktif adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menitik beratkan pada keaktifan siswa, yang merupakan inti dari kegiatan belajar. Secara harfiah, CBSA dapat diartikan sebagai suatu sistem belajar-mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual, dan emosionalguna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada hakikatnya, keaktifan belajar terjadi dan terdapat pada semua perbuatan belajar, tetapi kadarnya yang berbeda tergantung pada jenis kegiatannya, materi yang dipelajari, dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan kata lain, keaktifan dalam pendekatan CBSA menunjukkan kepada keaktifan mental, baik intelektual maupun emosional, meskipun untuk merealisasikan dalam


(43)

banyak hal dipersyaratkan atau dibutuhkan keterlibatan langsung dalam berbagai bentuk keaktifan fisik.

(http://www.scribd.com/doc/65889695/Cara-Siswa-Belajar-Aktif-CBSA)

Proses belajar mengajar, pengetahuan guru tentang metode-metode mengajar sangat diperlukan, sebab berhasil atau tidaknya siswa belajar sangat bergantung pada tepat atau tidaknya metode mengajar yang digunakan oleh guru. Jadi, metode pembelajaran adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didikuntuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai.

Setiap metode pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing-masing. Adakalanya seorang guru perlu menggunakan beberapa metode pembelajaran dalam menyampaikan suatu pokok bahasan pembelajaran tertentu. Dengan variasi beberapa metode pembelajaran, proses belajar mengajar tidak akan membosankan dan akan menarik perhatian peserta didik.

Menurut Djamarah dan Zain (2010:46) pemilihan dan penggunaan metode yang bervariasi tidak selamanya menguntungkan bila guru mengabaikan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya. Mengemukakan lima macam faktor yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar sebagai berikut.


(44)

b. Anak didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya. c. Situasi yang berbagai-bagai keadaannya.

d. Fasilitas yang berbagai-bagai kualitas dan kuantitasnya.

e. Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.

Pemilihan suatu metode pembelajaran tidak bisa sembarangan. Dalam menentukan suatu metode harus mempertimbangkan faktor-faktor lain. Menurut Winarno Surakhmad (Djamarah dan Zain, 2010: 78) mengatakan, bahwa pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut.

a. Anak didik (tingkat kemampuan,latar belakang, umur, dan pengalaman lingkungan sosialbudaya).

b. Tujuan (bagaimana kemampuan anak didik yang dikehendaki oleh tujuan, maka metode harus mendukung sepenuhnya).

c. Situasi (situasi yang diciptakan oleh guru dalam proses belajar mengajar mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar).

d. Fasilitas (lengkap tidaknya fasilitas belajar akan mempengaruhi pemilihan metode mengajar).

e. Guru (kepribadian, latar belakang pendidikan, dan pengalaman mengajar adalah permasalahan intern guru yang dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar).

Syarat-syarat yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam penggunaan metode pembelajaran adalah sebagai berikut.

a. Metode yang dipergunakan harus dapat membangkitkan motif, minat, atau gairah belajar siswa.

b. Metode yang digunakan dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut.

c. Metode yang digunakan harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk mewujudkan hasil karya.

d. Metode yang digunakan harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian siswa.

e. Metode yang digunakan harus dapat mendidik murid dalam teknik belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi.

f. Metode yang digunakan harus menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap siswa dalam kehidupan sehari-hari.

(http://yusrikeren85.blogspot.com/2011/11/makalah-metode-pembelajaran.html)


(45)

Kegiatan pembelajaran dan kerjasama guru dan siswa dalam mencapai sasaran dan tujuan pembelajaran melaui cara atau metode, yang pada hakekatnya ialah jalan mencapai sasaran dan tujuan pembelajaran. Jadi, ada hal-hal yang harus diperhatikan guru dalam memlilih dan menetapkan suatu metodedalam kegiatan pembelajaran.

Menurut Iskandar Agung (2010: 60) terdapat hal-hal di bawah ini yang dapat dilakukan guru untuk mewujudkan perilaku pembelajaran yang kreatif dalam menggunakan metode pembelajaran, yaitu:

1. mengkaji bentuk metode pembelajaran yang ada.

2. mengkaji segenap hal yang terkait dengan penggunaan metode pembelajaran, mulai dari bahan ajar atau materi pelajaran, tujuan pembelajaran yang akan disampaikan, upaya membangkitkan perhatian dan motivasi peserta didik, melibatkan keaktifan peserta didik, memberikan balikan dan penguatan, sampai dengan perhatian terhadap perbedaan karakteristik peserta didik.

3. merancang metode pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penggunaannya (ceramah, diskusi, eksperimen, simulasi, dan

sebagainya).

4. membahas rancangan penggunaan bentuk metode pembelajaran dengan kepala sekolah dan rekan guru lain untuk mendapatkan tanggapan, bimbingan, bantuan, dan arahan.

5. menyiapkan fasilitas pendukung penggunaan metode pembelajaran. 6. apabila diperlukan, terhadap penerapan metode pembelajaran tertentu

yang kurang dikuasai, mencari bantuan ahli yang berasal dari dalam maupun luar sekolah.

7. merancang pengembangan alat evaluasi terhadap hasil yang diperoleh dari penerapan metode pembelajaran yang digunakan.

8. menyusun rencana kerja pemanfaatan metode pembelajaran.

5. Model Pembelajaran Talking Chips (TC)

Salah satu pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran kooperatif tipe talking Chips. Model pembelajaran TC pertama kali dikembangkan oleh spencer kagan. Menurut spencer kagan (2000) “TC merupakan salah satu dari jenis metode struktual yang mengembangkan hubungan


(46)

timbal-balik antara anggota kelompok dengan didasari adanya kepentingan yang sama dan menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk

mempengaruhi pola-pola interaksi siswa”. Kagan juga mengemukakan tipe kacing gemerincing dengan istilah TC.

Chips yang dimaksud Kagan dapat berupa benda yang berwarna ukuran kecil. Istilah Talking Chips di indonesia kemudia lebih dikenal sebagai model pembelajaran kooperatif tipe TC,dan dikenalkan oleh Anita Lie.

Menurut Anita Lie (2002: 63),”TC adalah salah satu tipe pembelajaran koperatif yang masing-masing anggota kelompoknya mendapatkan kesempatan yang sama untuk memberikan kontrubusi mereka dean mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota kelompok lain. Model koperatif ini mengembangkan hubungan timbale-balik antara anggota kelompok dengan didasari adanya kepentingan yang sama. Tiap anggota mendapatkan chips yang berbeda yang harus digunakan setiap satu kali mereka ingin berbicara mengenai: menyatakan keraguan, menjawab pertanyaan, bertatanya, mengungkapkan ide, mengklarifikasikan pertanyaan, mengklarifikasikan ide, merangkum, menmdorong

partisipasi anggota lain. Model ini bisa juga diterapkan pada peserta didik secara individu. Tiap peserta didik diberi 2-3 chips yang nantinya dapat digunakan sampai beberapa kali pertemuan pembelajaran.

Berikut langkah-langkahnya.

a. Pengelompokan peserta didik suatu kelas menjadi kelompok-kelompok kecil 4-6 orang.

b. Menyiapkan suatu kotak yang berisi benda-benda kecil seperti potongan sedotan, kelereng kecil, dan sebagainya yang berfungsi


(47)

sebagai tanda untuk anggota kelompok yang akan mengemukakan pendapat.

c. Membagikan benda-benda kecil tersebut dengan dengan jumlah yang sama pada setiap anggota kelompok. Jumlahnya tergantung pada setiap tingkat kesulitan tugas yang diberikan.

d. Memulai proses belajar mengajar,pada proses ini setiap kali peserta didik mengeluarkan pendapat dalam kelompoknya,dia harus

menyerahkan salah satu benda yang dipegangnya dengan diletakkan ditengah-tengah kelompok. Apabila benda yang dipegang seorang peserta didik telah abis, maka ia tidak bisa mengemukakan pendapat lagi sampai semua temannya dalam kelompok tersebut

menghabiskan benda yang dipegang mereka. Jika semua benda yang dipegang sudah abis sedangkan tugas belum maka kelompok bisa mengambil kesempatan untuk membvagi kembali benda-benda kecil tersebut dan mengulang prosedurnya kembali tanpa mengabaikan waktu pengajaran. Guru pada proses ini berperan sebagai fasilitator dan motivator.

e. Persentasi hasil diskusi didepan kelas. Menurut kagan (2000: 47)

mengemukakan bahwa”dalam pelaksanaan Talking Chips setiap anggota kelompok diberi sejumlah kartu/chips biasannya diberu dua sampai tiga kartu). Setiap kali kalah seorang anggota kelompok menyampaikan pendapat dalam diskusi, ia harus meletakkan satu kartunya ditengah kelompok. Setiap kelompok diperkenankan menambah pendapatnya sampai semua kartu yang dimilikinya habis,ia tidak boleh berbicara lagi sampai semua anggota

kelompoknya juga menghabiskan kartu mereka. Jika semua kartu telah habis , sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesempatan untuk membagi-bagi kartu lagi dan

berdiskusi dapat diteruskan kembali”.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, siswa dalam hal ini diberikan kesempatan dua chips. Dalam suatu pertanyaan sistiap kelompok siswa diwajibkan mengeluarkan dua pendapat sehingga dua chips yang akan keluar pada setiap kelompok dalam tiap soal. Jika chips yang dimiliki telah habis, maka ia tidak boleh berbicara lagi sampai semua anggota kelomponya juga menghabiskan semua kartu mereka. Jika semua kartu telah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh menmgambil kesempatan untuk membagi-bagikan kartu lagi. Dengan demikian, semua


(48)

siswa mendapat kesempatan yang sama dalam mengungkapkan pendapatnya.

Kelebihan model pembelajaran kancing gemerincing sebagai berikut. 1. Saling ketergantungan yang positif.

2. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu. 3. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengolahan kelas. 4. Suasana yang rileks dan menyenangkan.

5. Terjalannya hubungan yang hangat.

6. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi menyenangkan.

Kelemahan model pembelajaran kancing gemerincing sebagai berikut. 1. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk melakukan diskusi,

seperti belajar kelompok biasa, siswa yang pandai menguasai jalannya diskusi, sehingga siswa yang kurang pandai kurang

kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya, yang tidak terbiasa dengan belajar.

2. Kelompok merasa asing dan sulit untuk bekerja sama.

6. Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

(http://www.ras-eko.com/2011/05/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-nht.html)

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Kepala bernomor)

dikembangkan Spencer Kagan. Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangan jawaban yang


(49)

paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Maksud dari kepala bernomor yaitu setiap anak mendapatkan nomor tertentu, dan setiap nomor mendapatkaan kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam menguasai materi. (Suprijono, 2013: 92).

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT tidak hanya menuntut siswa untuk sekedar paham konsep yang diberikan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dengan teman-temannya, belajar mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat teman, rasa kepedulian pada teman satu kelompok agar dapat menguasai konsep tersebut, siswa dapat saling berbagi ilmu dan informasi, suasana kelas yang rileks dan menyenangkan serta tidak terdapatnya siswa yang

mendominasi dalam kegiatan pembelajaran karena semua siswa memiliki peluang yang sama untuk tampil menjawab pertanyaan. Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT antara lain sebagai berikut.

a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.

b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/menge-tahui jawabannya. d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil

melaporkan hasil kerjasama mereka.Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.

( Suprijono, 2013: 92).

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk


(50)

mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, dan diarahkan untuk mempelajari materi yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Dalam hal ini, sebagian besar

pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran dan mendiskusikannya untuk memecahkan masalah.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu pembelajaran yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk

mempengaruhi pola interaksi siswa yang memiliki tujuan untuk

meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000:28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan, yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

1. Hasil belajara akademik structural

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam mengerjakan tugas- tugas akademik.

2. Pengakuan adanya keragaman

Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai latarbelakang berbeda.

3. Pengembangan Keterampilan Sosial

Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Penerapan pembelajaran NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000:29), dengan tiga langkah yaitu.

a. Pembentukan kelompok; b. Diskusi masalah;


(51)

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut.

Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran NHT.

Langkah 2. Pembentukan Kelompok

Pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.

Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin, dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.

Langkah 3. Setiap kelompok harus memiliki buku panduan atau buku paket.

Setiap kelompok harus memiliki buku panduan atau buku paket untuk memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan guru

Langkah 4. Diskusi kelompok

Guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Kerja kelompok ini mengharuskan setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru.

Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberi jawaban Guru menyebut satu nomor para siswa dari setiap kelompok untuk menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

Langkah 6. Memberi kesimpulan

Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari setiap pertanyaan yag berhubungan dengan materi yang disajikan.

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajarnya rendahyang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18) antara lain adalah:

a. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi b. Memperbaiki kehadiran

c. Penerimaan terhadap individu semakin besar d. Perilaku mengganggu lebih kecil

e. Konflik antar pribadi berkurang f. Pemahaman yang lebih mendalam

g. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi. h. Hasil belajar lebih tinggi.


(52)

Menurut Milkelayu (2012: 6) kelemahan tipe Numbered heads Together NHT.

1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. 2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

3. Kelas cenderung jadi ramai, dan jika guru tidak dapat mengkondisikan dengan baik,keramaian itu dapat menjadi tidak terkendali.

Adapun ciri-ciri pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads Together (NHT) yaitu :

1. Kelompok Heterogen

2. Setiap anggota kelompok memiliki nomor kepala yang berbeda-beda. 3. Berpikir bersama (Heads Together)

Menurut Kagan dalam Agus (2013: 65) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi,

mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, jadi siswa lebih produktif dalam pembelajaran.

Tabel 2. Tahap-tahap Pembelajaran NHT

Fase-Fase Perilaku Guru Perilaku Siswa

Fase 1. Penomoran (Numbering)

Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 orang dan memberi siswa nomor

Setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda,sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok. Fase 2. Pengajuan

Pertanyaan (Questioning)

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sesuai dengan materi yang sedang dipelajari yang bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi.

Siswa menyimak dan menjawab pertanyaan Fase3. Berpikir Bersama (Heads Together) Guru memberikan bimbingan bagi kelompok siswa yang membutuhkan.

Siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan


(53)

kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan. Fase 4. Pemberian

Jawaban (Answering)

-Guru menyebut salah satu nomor

-Guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyan tersebut

-Setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama

mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas Siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk

menjawab pertanyaan (http://mi1kelayu.blogspot.com/2012/06/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-n.html)

Pembelajaran NHT Merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan

akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagan dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Herdian, 2009).

Langkah-langkah pembelajaran NHT Menurut Suyatno (2009 : 53)

mengemukakan langkah-langkah pembelajaran (Numbered Head Together) NHT yaitu .

1. Mengarahkan.

2. Membuat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu. 3. Memberikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama

tapi, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok.

4. Mempresentasikan hasil kerja kelompok dengan nomor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas. 5. Mengadakan kuis individual dan membuat skor perkembangan tiap


(54)

6. Mengumumkan hasil kuis dan memberikan reward.

(http://www.sriudin.com/2011/06/model-pembelajaran-nht-numbered-head.html )

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan pembelajaran berkelompok yang setiap kelompok terdiri atas 4-6 orang yang bersama-sama memecahkam masalah yang diberikan oleh guru. Kemudian guru menunjuk nomor siswa pada kelompok untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru tentang materi yang sedang dibahas. Terakhir, guru dan siswa menyimpulkan materi yang telah diberikan.

Selain itu dapat pula kelemahan dan kelebihan dari metode NHT ini, yaitu: Kelebihan dari metode NHT sebagai berikut.

1. Setiap siswa jadi siap semua.

2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Kelemahan dari metode NHT sebagai berikut.

1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. 2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

7. Penerapan Model Pembelajaran IPS Terpadu

Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD sampai SMP. Mata pelajaran IPS Terpadu memuat materi geogafi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi sehingga bersifat interdisipliner ilmu. IPS Terpadu membahas tentang seperangkat

peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Dengan mempelajari IPS Terpadu, diharapkan siswa dapat memiliki sikap peka dan tanggap untuk bertindak secara rasional dan bertanggung jawab


(55)

dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupannya.

Kompetensi dalam mata pelajaran IPS Terpadu terdiri-dari kompetensi keterampilan intelektual, kompetensi keterampilan akademik dan kompetensi keterampilan sosial. Mata pelajaran IPS Terpadu di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan melatih keterampilan untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa diri sendiri atau masyarakat.

Mengenai definisi IPS Terpadu itu sendiri terdapat beberapa pengertian menurut beberapa sumber dalam

(http://massofa.wordpress.com/2010/12/09/pengertian-ruang-lingkup-dan-tujuan-ips/), yaitu:

1. Soemantri menyatakan bahwa IPS merupakan pelajaran ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Penyederhanaan mengandung arti:

a. menurunkan tingkat kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas menjadi pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa siswi sekolah dasar dan lanjutan, b. mempertautkan dan memadukan bahan aneka cabang ilmu-ilmu

sosial dan kehidupan masyarakat sehingga menjadi pelajaran yang mudah dicerna.


(56)

2. S. Nasution mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan fusi atau paduan sejumlah mata pelajaran sosial. Dinyatakan bahwa IPS merupakan bagian kurikulum sekolah yang berhubungan dengan peran manusia dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai subjek sejarah, ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial.

3. Tim IKIP Surabaya mengemukakan bahwa IPS merupakan bidang studi yang menghormati, mempelajari, mengolah, dan membahas hal-hal yang berhubungan dengan masalah-masalah human relationship hingga benar-benar dapat dipahami dan diperoleh pemecahannya. Penyajiannya harus merupakan bentuk yang terpadu dari berbagai ilmu sosial yang telah terpilih, kemudian disederhanakan sesuai dengan kepentingan sekolah-sekolah.

Menurut Depdiknas (2006: 417) IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.

Berdasarkan pengertian di atas IPS adalah ilmu pengetahuan yang terdiri-dari berbagai disiplin ilmu dan mempelajari tentang gejala-gejala atau masalah-masalah sosial ditinjau dari berbagai aspek kehidupan yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan masing-masing.

Banyak masalah-masalah sosial yang dapat diungkap dengan Ilmu Pengetahuan Sosial. Begitu pentingnya peran IPS Terpadu dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mata pelajaran IPS Terpadu diberikan pada jenjang pendidikan SD sampai SMP.


(57)

Pembelajaran IPS Terpadu memiliki karakteristik masing-masing. Dalam pelajaran IPS Terpadu, siswa sangat diharapkan untuk aktif, berkompeten dalam keterampilan intelektual, akademik dan sosial, serta moralitas yang positif sehingga sebaiknya menerapkan model pembelajaran yang tidak hanya mengembangkan intelektual siswa saja, tapi juga meningkatkan moralitas mereka.

Berbagai pendekatan dan metode yang digunakan senantiasa disesuaikan dengan kondisi lingkup masyarakat beserta segenap aspek kehidupan sosial yang menjadi pokok bahasan dalam IPS. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan dan mempertahankan suasana belajar yang hangat dan

menarik, sehingga para peserta didik tidak merasakan kebosanan atau kejenuhan. Dalam hal ini salah satunya ditentukan ketepatan dalam pemilihanmodel pembelajaran yang digunakan.

IPS Terpadu akan lebih dapat meningkatkan moralitas siswa jika menggunakan model pembelajaran yang tepat. Sehingga menerapkan model pembelajaran dalam mata pelajaran IPS Terpadu untuk

meningkatkan moralitas siswa merupakan alternatif yang tepat.

8. Karakteristik Mata Pelajaran IPS Terpadu di SMP

IPS Terpadu sebagai mata pelajaran yang mencakup berbagai ilmu sosial yang sangat kompleks dan menjadi bagian yang integral dalam penanaman nilai-nilai pendidikan dalam kehidupan sehari-hari, IPS dalam menyajikan


(58)

materi pelajaran terhadap siswa tidak terbatas pada pengetahuan sosial yang bersifat hapalan, tetapi mencakup gejala sosial yang dapat dijadikan pedoman dalam aktivitas sehari-hari.

Ruang lingkup IPS tidak lain adalah kehidupan sosial manusia di masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat inilah yang menjadi sumber utama dari IPS. Aspek kehidupan sosial apapun yang kita pelajari, apakah itu hubungan sosial, ekonomi, budaya, kejiwaan, sejarah, geografi

bersumber dari masyarakat. Dengan demikian masyarakat ini menjadi sumber materi IPS.

Peran strategi pendidikan IPS adalah meningkatkan sumber daya manusia. Karena itu, pendidikan IPS harus dikembangkan untuk menjadi pendidikan intelektual dan pendidikan moral yang handal dan dapat dirasakan

manfaatnya oleh peserta didik dan masyarakat. Pendidikan IPS dalam hal ini dihadapkan pada tantangan mutu pendidikan IPS agar dapat

menanamkan kekuatan intelektual dan emosional pada peserta didik untuk memberdayakan potensi dirinya.

Program pendidikan, IPS harus mampu memberikan berbagai pengertian yang mendasar, melatih berbagai keterampilan, serta meningkatkan moralitas yang dibutuhkan agar peserta didik menjadi warga masyarakat yang berguna, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.Ketiga aspek yang dikaji dalam proses pendidikan IPS (memberikan berbagai pengertian yang mendasar, melatih berbagai keterampilan, serta meningkatkan


(59)

9. Konsep Diri

Setiap orang mempunyai kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-cita akan dirinya, apakah sikap, perasaan, dan lain-lain tepat atau tidak, realistis atau tidak. Ketepatan dan kerealistisan sikap akan mempengaruhi kondisi kepribadian terutama kesehatan mentalnya. Seseorang yang memiliki kepercayaan lebih akan dirinya, akan mencita-citakan sesuatu yang jauh diatas kemampuannya, sehingga kemungkinan mendapatkan kegagalan besar sedikit sekali. Orang yang mempunyai kepercayaan lebih juga akan menilai rendah kepada orang lain. Sebaliknya, orang yang kurang percaya diri, akan banyak diliputi keraguan, ketidakberanian untuk bertindak, rasa rendah diri dan sebagainya.

Konsep diri menurut Burns dalam Slameto (2003: 182) adalah persepsi keseluruhan yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri. Sedangkan menurut Djaali (2007: 129) konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang menyangkut apa yang ia ketahui dan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaannya, serta bagaimana

perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain. Konsep diri merupakan kepercayaan mengenai keadaan diri sendiri yang relatif sulit diubah. Konsep diri tumbuh dari interaksi seseorang dengan orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya, biasanya orang tua, guru dan teman-teman.


(60)

Konsep diri merupakan faktor penting didalam berinteraksi. Hal ini disebabkan oleh setiap individu dalam bertingkah laku sedapat mungkin disesuaikan dengan konsep diri. Kemampuan manusia bila dibandingkan dengan mahluk lain adalah lebih mampu menyadari siapa dirinya, mengobservasi diri dalam setiap tindakan serta mampu mengevaluasi setiap tindakan sehingga mengerti dan memahami tingkah laku yang dapat diterima oleh lingkungan.

(http://www.duniapsikologi.com/konsep-diri-positif-dankonsep-diri negatif/.).

Manusia memiliki kecenderungan untuk menetapkan nilai-nilai pada saat mempersepsi sesuatu. Setiap individu dapat saja menyadari keadaannya atau identitas yang dimilikinya akan tetapi yang lebih penting adalah menyadari seberapa baik atau buruk keadaan yang dimiliki serta bagaimana harus bersikap terhadap keadaan tersebut. Tingkah laku individu sangat bergantung pada kualitas konsep dirinya yaitu konsep diri positif atau konsep diri negatif.

Menurut Brooks dan Emmart dalam http://www.duniapsikologi.com, orang yang memiliki konsep diri positif menunjukkan karakteristik sebagai berikut.

a. Merasa mampu mengatasi masalah. Pemahaman diri terhadap kemampuan subyektif untuk mengatasi persoalan-persoalan obyektif yang dihadapi.

b. Merasa setara dengan orang lain. Pemahaman bahwa manusia dilahirkan tidak dengan membawa pengetahuan dan kekayaan.

Pengetahuan dan kekayaan didapatkan dari proses belajar dan bekerja sepanjang hidup. Pemahaman tersebut menyebabkan individu tidak merasa lebih atau kurang terhadap orang lain.


(61)

c. Menerima pujian tanpa rasa malu. Pemahaman terhadap pujian, atau penghargaan layak diberikan terhadap individu berdasarkan dari hasil apa yang telah dikerjakan sebelumnya.

d. Merasa mampu memperbaiki diri. Kemampuan untuk melakukan proses refleksi diri untuk memperbaiki perilaku yang dianggap kurang.

Seseorang yang memiliki konsep diri yang negatif menunjukkan karakteristik sebagai berikut.

a. Peka terhadap kritik. Kurangnya kemampuan untuk menerima kritik dari orang lain sebagai proses refleksi diri.

b. Bersikap responsif terhadap pujian. Bersikap yang berlebihan terhadap tindakan yang telah dilakukan, sehingga merasa segala tindakannya perlu mendapat penghargaan.

c. Cenderung merasa tidak disukai orang lain. Perasaan subyektif bahwa setiap orang lain disekitarnya memandang dirinya dengan negatif. d. Mempunyai sikap hiperkritik. Suka melakukan kritik negatif secara

berlebihan terhadap orang lain.

e. Mengalami hambatan dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya. Merasa kurang mampu dalam berinteraksi dengan orang-orang lain. B. Penelitian yang Relevan

Berberapa penelitian yang ada kaitannya dengan pokok masalah ini dan sudah dilaksanakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Penelitian yang Relevan No. Nama Tahun Judul

Penelitian

Hasil Penelitian 1. Wati,Ria

Diana.

2012 Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe talking chips untuk meningkatkan keaktifan berkomunikasi siswa dalam pembelajaran Geografi kelas VII AMTS Negeri Kandat Kediri Hasil penelitian menunjukkan bahwa model talking chips dapat meningkatkan kektifan berkomuniasi siswa dari pra tindakan sampai siiklus kedua. Pada pra tindakan hanya 31.25% meningkat menjadi 56.07% pada siklus I ,dan 84.67% pada siklus kedua. Disarankan agar model pembelajaran ini digunakan untuk

meningkatkan keaktifan berkomunikasi siswa


(62)

2. Dwi Kuswatuti

2009 Pengaruh konsep diri dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar

akuntansi kelas XI IPS SMA Perintis 1 Bandar

Lampung tahun pelajaran 2008/2009

Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara konsep diri dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar akuntansi kelas XI IPS SMA Perintis 1 Bandar Lampung tahun pelajaran 2008/2009 yang ditunjukan dengan F hitung> F tabel yaitu 7,23> 2,38 yang berarti bahwa hasil belajar akuntansi dipengaruhi oleh konsep diri dan motivasi

berprestasi sebesar 38%.

3. Ayu Rahma

2009 Studi

perbandingan hasil belajar ekonomi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) dan model pembelajaran make a match kelas X SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012 dan Eksistensial

Tidak ada perbedaan hasil belajar ekonomi siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif NHT dan make match

4. Nadia Nandana Lestari

2012 Tingkat

Perkembangan Nilai Moral, Motivasi Belajar,

Perkembangan nilai moral contoh berada pada tingkat rendah, sedangkan


(63)

Kecerdasan Intrapersonal, dan Kecerdasan Interpersonal Siswa SMA Pada Berbagai Model

Pembelajaran

kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan

interpersonal berada pada kategori sedang terhadap hasil belajar siswa.

C. Kerangka Pikir

Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah penerapan metode pembelajaran, yaitu metode pembelajaran kancing gemerincing dan metode pembelajaran NHT. Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah perbedaan moral siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu yang

pembelajarannya menggunakan metode pembelajarankancing gemerincing dan perbedaan moral siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu yang

pembelajarannya menggunakan metode pembelajaran NHT. Variabel

moderator dalam penelitian ini adalah konsep diri siswa dalam mata pelajaran IPS Terpadu.

1. Terdapat perbedaan moralitas siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran TC dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran NHT

Metode pembelajaran merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai.

Metode pembelajaran memiliki berbagai macam, dua diantaranya adalah metode pembelajaran kancing gemerincing dan NHT. Kedua metode


(1)

73

Ha : ada interaksi antara model pembelajaran dengan konsep diri siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu

Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah:

Tolak HO apabila Fhitung Ftabel ; thitung tabel Terima HO apabila Fhitung Ftabel ; thitung ttabel

Hipotesis 1 dan 4 diuji menggunakan rumus analisis varian dua

jalan.

Hipotesis 2, dan 3 diuji menggunakan rumus t-test dua sampel


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan penguijian hipotesis, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut.

1. Terdapat perbedaan moralitas siswa dalam pembelajaran IPS

Terpadu antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran TC dengan siswa yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran NHT

2. Moralitas siswa dalam pelajaran IPS Terpadu yang pelajarannya

menggunakan model TC tinggi dibandingkan dengan siswa yang

diajar menggunakan model NHT terhadap konsep diri siswa yang

positif

3. Moralitas siswa dalam pelajaran IPS Terpadu yang pelajarannya

menggunakan model TC lebih rendah dibandingkan dengan siswa

yang diajar menggunakan model NHT terhadap konsep diri siswa

yang negatif

4. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan konsep diri


(3)

105

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang Studi perbandingan moralitas siswa yang pelajarannya menggunakan model kooperatif TC(Talking chips) dan NHT(Numbered Heads Together) dengan memperhatikan konsep diri siswa dalam Pelajaran IPS Terpadu pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 2 Pesawaran Tahun Pelajaran 2013/2014”, maka peneliti menyarankan.

1. Sebaiknya guru mempertimbangkan untuk menggunakan model pembelajaran TC dalam menilai moralitas siswa pembelajaran didalam kurikulum, agar meraka bisa mengenal materi lebih dalam lagi karena TC lebih baik dibandingkan model pembelajaran NHT.

2. Sebaiknya guru mengenalkan karakteristik siswa, termaksud konsep diri siswa baik didalam maupun di luar proses pembelajaran, sehingga guru dapat mengambil inisiatif dalam upaya pengembangan potensi tersebut.

3. Sebaiknya guru untuk menilai moralitas siswa pada siswa yang

memiliki konsep diri positif dengan menggunakan model pembelajaran TC karena model pembelajaran TC lebih baik dibandingkjan dengan model pembelajaran NHT

4. Sebaiknya guru harus menciptakan interaksi optimal faktor internal dan faktor eksternal) saat proses pembelajaran berlansung, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara komprehensif.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anita, Lie. 2000. Cooperatif learning. Jakarta. Alfabeta : Grafindo

Anita, Lie. 2002. Cooperatif learning. Jakarta. Alfabeta : Grafindo

Anita, Lie. 2004. Cooperatif learning. Jakarta: Grafindo

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 370 hlmn.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. 308 hlmn.

Asep Jihad dan Abdul Haris. 2008. Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta: Multi Presindo

Azwar, Saifuddin.2012. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Brata. 2009. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, Dan Model

Pembelajaran. http://mbahbrata-edu.blogspot.com/2009/12/

pengertian-pendekatan-strategi-metode.html

Budiningsih, C. Asri. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta: Rineka Cipta.

Budiningsih, C. Asri. 2005.Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas, (2006). Kurikulum 2006 Standar Kompetensi Mata Pelajaran. Jakarta: Depdiknas.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri.2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.


(5)

Hamalik, Oemar. 2004. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo

Hamalik, Oemar. 2001. Proses belajar mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Huzaifah Hamid. 2009. Ranah Penilaian Kognitif, Efektif, Psikomotor.

http://zaifbio.wordpress.com/2009/11/15/ranah-penilaian-kognitif-dan-psikomotorik/. (11 februari 2013)

Massofa. 2010. PengertianRuang Lingkup dan Tujuan IPS.

http://massofa.wordpress.com/2010/12/09/pengertian-ruang-lingkup-dan-tujuan-ips/. (22 september 2014).

Ibrahim, Muslimin,dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA Press

Lie, Anita. 2002. Memperhatikan Kooperatif Learning di kelas-kelas. Jakarta: Grafindo

Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning. Jakarta: Garafindo

Margono. 2002. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Reneka Cipta

Oktaviani, Dwi. 2012. Perbedaan Moralitas Siswa Dalam Pembelajaran IPS

Terpadu yang Pembelajarannya Menggunakan Metode Pembelajaran Simulasi dan Problem Solving dengan Memperhatikan Kecerdasan Intrapersonal dan

Interpersonal padaSiswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung

Purwanto, Ngalim. 2006. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali

Sardiman, 2001. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada.

Setiawan. 2009, Propesi Keguruan. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Sjarkawi. 2006, Prilaku dan Tindakan Amoral. Jakarta: UNESA

Sipranata. Setya. 2010. Penerapan Metode Pembelajaran Kooperative Snowball Throwing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Perbaikan Motor Otomotif Kelas

XI Teknologi Kendaraan Ringan di SMK Muhammadiyah I Salam.Universitas Negeri

Yogyakarta eprints .uny.ac.id/9400/I/Jurnal.pdf.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. 195 hlmn.

Sudjana, Nana. 2005. Penelitian Proses Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya


(6)

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. 451 hlmn

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta.

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta : Alfabeta

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara

Uno, Hamzah B. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Usman, Moh. Uzer. 1994. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosda Karya

http://www.sriudin.com/2011/06/model-pembelajaran-nht-numbered-head.html (tanggal 4

November 2013. Pukul 21:00).

Wahyudi, Deddy. 2011. Pembelajaran IPS Berbasis Kecerdasan Intrapersonal, Interpersonal, dan Ekstensial. Skripsi SPS. UPI

Wati. Ria Diana. 2012. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Talking chips untuk meningkatkan keaktifan berkomunikasi siswa dalam pembelajaran geografi kelas VII-A

MTS Negeri Kandat Kediri. 2012,Program Studi Pendidikan Geografi. Universitas


Dokumen yang terkait

ANALISIS HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN AWAL SISWA

0 5 50

ANALISIS HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN AWAL SISWA

2 12 53

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN GROUP INVESTIGATION (GI) PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 3 NATAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 23 171

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DAN TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 28

0 13 186

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK DAN TIPE SNOWBALL DRILLING DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN AWAL PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 10 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 9 95

STUDI PERBANDINGAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING CHIPS DAN TIPE MAKE A MATCH DENGAN MEMPERHATIKAN MINAT BELAJAR

1 11 105

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR AND SHARE (TPS) DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP

0 5 93

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GANJIL SMP NEGERI 2 WAY KENANGA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 6 90

STUDI PERBANDINGAN MORALITAS SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING CHIPS (TC) DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN KONSEP DIRI SISWA PADA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PESAWARAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 15 96

STUDI PERBANDINGAN BERPIKIR KRITIS MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE SCRIPT DAN TIPE BERTUKAR PASANGAN DENGAN MEMPERHATIKAN KONSEP DIRI SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SUMBERJAYA TAHUN AJARAN 20

0 4 81