HUBUNGAN PERILAKU MAKAN PAGI (SARAPAN) DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KONSENTRASI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN PERILAKU MAKAN PAGI (SARAPAN) DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KONSENTRASI PADA MAHASISWA FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh

Tanika Sonia Putri Larega

Remaja merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan di masa datang, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, banyak faktor yang harus diperhatikan diantaranya adalah faktor pangan (unsur gizi) dipagi hari dan status gizi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara perilaku makan pagi (sarapan) dan status gizi dengan tingkat konsentrasi.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross-sectional. Penelitian ini dilakukan pada 87 orang mahasiswa Fakultas Kedokteran pre klinik Universitas Lampung. Sampel diambil dengan propotionated stratified random sampling. Uji analisis yang digunakan adalah uji chi-square.

Didapatkan responden yang tidak sarapan 58,6%, sarapan 41,4%. Status gizi normal 74,4%, kurus 18,4%, gemuk 6,9%. Tingkat konsentrasi baik 64,4%, sedang 31,0%, kurang 4,6%. Didapatkan tidak terdapat hubungan antara perilaku makan pagi (sarapan) dengan tingkat konsentrasi (p = 0,082) dan tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan tingkat konsentrasi (p =0,161).


(2)

ABSTRACT

RELATED BEHAVIOR BREAKFAST AND NUTRITIONAL STATUS OF LEVEL CONCENTRATION ON THE STUDENTS FACULTY OF

MEDICINE LAMPUNG UNIVERSITY

By

Tanika Sonia Putri Larega

Teenagers are human resource for development in the future, to improve the quality of human resources, many factors must be considered including the factor of food (nutrients) in the morning and nutritional status. The purpose of this study was to determine the relationship between the behavior of breakfast (breakfast) and nutritional status by level of concentration.

This study is observational analytic cross-sectional design. This study was conducted on 87 students of the Faculty of Medicine, University of Lampung pre clinic. Samples were taken with propotionated stratified random sampling. Test analysis used chi-square test.

Obtained respondents who did not have breakfast 58.6%, 41.4% breakfast. Normal nutritional status of 74.4%, 18.4% lean, fat 6.9%. Good concentration level of 64.4%, being 31.0%, less than 4.6%. It was found there was no correlation between the behavior of breakfast with a concentration level (p = 0.082) and there was no correlation between nutritional status and the level of concentration (p = 0.161).


(3)

HUBUNGAN PERILAKU MAKAN PAGI (SARAPAN) DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KONSENTRASI PADA MAHASISWA FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh

TANIKA SONIA PUTRI LAREGA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandarlampung, Lampung pada tanggal 15 Januari 1994, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari Bapak Suwondo dan Ibu Sapta Kurnia. Adik penulis bernama Rizky Prawira. Penulis bertempat tinggal di Jalan Untung Suropati, Perum. Puri Surapati Blok A3-4, Labuhanratu, Bandarlampung.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Tamansiswa diselesaikan pada tahun 1999. Penulis melanjutkan sekolah dasar (SD) di SD Tamansiswa sampai tahun 2005.

Pada tahun 2005-2008 penulis mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Bandarlampung. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Al-Kautsar Bandarlampung hingga tahun 2011.

Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(8)

Dengan penuh cinta...

Skripsi ini aku

persembahkan untuk

Papa

Mama

Wira

نورفْ ت

و

يل

اور ْشاو

ْمكْركْذأ

ينوركْذاف

“Karena itu, ingatlah kamu kepada

-Ku niscaya Aku ingat (pula)

kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu


(9)

SANWACANA

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi berjudul “Hubungan Perilaku Makan Pagi (Sarapan) dan Status Gizi dengan Tingkat Konsentrasi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung” ini merupakan syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M. S., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

3. dr. Dian Isti Angraini, M. P. H., selaku Pembimbing Utama dan Pembimbing Akademik atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, ilmu, motivasi, saran, dan kritik selama menjalani perkuliahan dan dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(10)

4. dr. Reni Zuraida, M. Si., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, ilmu, motivasi, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Ibu Ratna Widiastuti, S. Psi., M. A., Psi., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi; terimakasih atas masukan dan saran-saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;

6. Teman-teman angkatan 2011-2014 atas ketersediannya untuk menjadi responden dalam penelitian ini;

7. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan;

8. Seluruh Staf Tata Usaha, Administrasi, dan Akademik FK Unila, serta pegawai yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini;

9. Yang tercinta dan aku sayangi Papa dan Mama, terima kasih atas kasih sayang, doa yang tulus, perjuangan yang luar biasa untuk bisa melihat anaknya mendapatkan pendidikan yang setinggi-tingginya, kesabaran, motivasi, dan dukungan yang tiada henti. Ini semua kupersembahkan untuk kalian dan untuk adik yang aku sayangi;

10. Guru-guruku di TK Tamansiswa, SD Tamansiswa, SMPN 3, SMA Al-Kautsar Bandarlampung terima kasih atas ilmu, semangat, dan dukungannya hingga aku bisa melanjutkan sampai sekarang ini;

11. Sahabat dan saudaraku senasib seperjuangan Neola dan Rifka terima kasih atas kebersamaan selama menjalani perjuangan panjang ini dengan tangis, canda, dan tawa;


(11)

12. Teman-temanku Caca, Gita Dewita, Gusti Ayu, Gusti Indra, Jihan, Kak Heru, Nordiansyah, Stevan, Syafiq terima kasih atas bantuan, motivasi, tawa, dan canda yang mengiringi;

13. Rekan–rekan angkatan 2011 yang tak bisa disebutkan satu per satu, terimakasih atas kebersamaan, kekompakan, dan kerja samanya selama ini; 14. Kakak-kakak 2002-2010 dan adik-adik 2012-2014 FK Unila, terima kasih

atas dukungan, motivasi, dan semangatnya;

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu yang telah memberikan bantuan dan memberi semangat selama kuliah dan dalam penulisan skripsi.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandarlampung, Januari 2015 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Kerangka Penelitian ... 9

1.5.1 Kerangka Teori... 9

1.5.2 Kerangka Konsep ... 12

1.5.3 Hipotesis ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Mahasiswa ... 9

2.1.1 Definisi Mahasiswa ... 9

2.1.2 Definisi Remaja ... 10

2.1.3 Perilaku Makan ... 12

2.1.4 Gizi Remaja ... 15

2.2 Makan Pagi (Sarapan) ... 17

2.2.1 Definisi Makan Pagi (Sarapan) ... 17

2.2.2 Manfaat Makan Pagi (Sarapan) ... 19


(13)

2.3 Status Gizi ... 24

2.3.1 Definisi Status Gizi ... 24

2.3.2 Penilaian Status Gizi ... 26

2.3.3 Penilaian Asupan Makan ... 28

2.4 Konsentrasi ... 29

2.4.1 Definisi Konsentrasi ... 29

2.4.2 Faktor Pendukung Konsentrasi ... 29

2.4.3 Konsentrasi Mahasiswa ... 30

2.5 Tes Merk Aufgaben ... 31

2.5.1 Definisi Tes Merk Aufgaben ... 31

2.5.2 Kekurangan Intelegenz Struktur Test ... 32

III. METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 36

3.2.1 Waktu Penelitian ... 36

3.2.2 Tempat Penelitian... 36

3.3 Etika Penelitian ... 37

3.4 Subyek Penelitian ... 37

3.4.1 Populasi ... 37

3.4.2 Sampel ... 38

3.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 41

3.5 Variabel Penelitian... 42

3.5.1 Variabel Bebas ... 42

3.5.2 Variabel Terikat ... 42

3.6 Definisi Operasional... 43

3.7 Cara Pengumpulan Data ... 44

3.8 Pengolahan dan Analisis Data ... 45

3.8.1 Pengolahan Data... 45


(14)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1 Gambaran Umum Penelitian ... 48

4.2 Hasil dan Pembahasan... 49

4.2.1 Karakteristik Responden Penelitian ... 49

4.2.2 Analisis Bivariat ... 56

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran ... 64


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Remaja dan Dewasa

Awal ... 25 Tabel 2.2 Kategori IMT untuk Indonesia (Riskesdes, 2010) ... 27 Tabel 3.1 Daftar Perhitungan Jumlah Sampel... 40 Tabel 3.2 Proporsi Berdasarkan Jumlah Angkatan Mahasiswa FK Unila

Penelitian Hanum (2010) dengan Jumlah Sampel 87 Orang ... 41 Tabel 3.3 Definisi Operasional ... 43 Tabel 4.1 Tabulasi Silang 2x2 Hubungan Makan Pagi (Sarapan) dengan

Tingkat Konsentrasi ... 56 Tabel 4.2 Tabulasi Silang 2x3 Hubungan Status Gizi dengan Tingkat


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Etik

Lampiran 2 Lembar Informasi untuk Responden Lampiran 3 Pernyataan Bersedia Menjadi Responden Lampiran 4 Form Identitas

Lampiran 5 Formulir Food Recall Remaja Lampiran 6 Form Antropometri

Lampiran 7 Cara Mengukur Berat Badan dan Tinggi Badan Lampiran 8 Kuesioner ME

Lampiran 9 UPTD Balai Metrologi Lampiran 10 Daftar Responden Lampiran11 Foto


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Kerangka Teori ... 11

Gambar 1.2 Kerangka Konsep ... 12

Gambar 4.1 Karakteristik Jenis Kelamin Responden ... 49

Gambar 4.2 Karakteristik Usia Responden ... 50

Gambar 4.3 Karakteristik Makan Pagi (Sarapan) Responden ... 51

Gambar 4.4 Karakteristik Status Gizi Responden... 53


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan di masa datang. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, banyak faktor yang harus diperhatikan antara lain faktor pangan (unsur gizi), kesehatan, pendidikan, informasi, teknologi, dan lain-lain (Amelia, 2008).

Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk dunia adalah remaja. Sebanyak 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan 2000, kelompok umur 15–24 jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau 18% menjadi 21% dari total jumlah populasi penduduk Indonesia (Kusmiran, 2011).

Usia remaja merupakan masa peralihan dari anak menjadi dewasa dimana terjadi pertumbuhan fisik, mental, dan emosional yang sangat cepat. Makanan yang mengandung unsur zat gizi sangat diperlukan untuk proses tumbuh


(19)

2

kembang, dengan mengonsumsi makanan yang cukup gizi dan teratur sangat bermanfaat bagi terpeliharanya fungsi tubuh yang optimal. Dengan demikian, remaja nantinya akan tumbuh sehat sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang tinggi, kebugaran untuk mengikuti semua aktifitas dan dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif ditentukan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang sangat essensial adalah masalah gizi (Kemenkes, 2008).

Konsentrasi merupakan hal yang terpenting pada setiap individu, terlebih pada pelajar (Susanto, 2006). Konsentrasi merupakan suatu kemampuan untuk memfokuskan pikiran, perasaan, kemauan, dan segenap panca indra ke satu obyek di dalam satu aktivitas tertentu, dengan disertai usaha untuk tidak memerdulikan obyek-obyek lain yang tidak ada hubungannya dengan aktivitas itu (Hakim, 2011). Apabila mereka tidak bisa konsentrasi dengan baik pada materi yang disampaikan maka bisa dipastikan bahwa pelajar tersebut secara otomatis akan menjumpai kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Banyak faktor yang memengaruhi konsentrasi diantaranya, yaitu ketidaksiapan menerima pelajaran, kondisi fisik, kondisi psikologis, modalitas belajar, adanya suara-suara berisik dari TV, radio, atau suara-suara yang mengganggu lainnya, dan pemenuhan zat-zat gizi di pagi hari (Susanto, 2006).


(20)

3

Kebutuhan gizi seseorang tidak mungkin terpenuhi hanya dari satu atau dua kali makan sehari, khususnya pada mahasiswa yang mempunyai aktivitas fisik yang padat. Aktivitas remaja didefinisikan sebagai kegiatan yang biasa dilakukan oleh remaja sehari-hari dan akan membentuk pola aktivitas fisik. Remaja biasanya mengalokasikan waktunya selama 24 jam dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan kegiatan rutin dan berulang-ulang (Nur’aini, 2009).

Hampir 50% remaja terutama remaja akhir tidak sarapan. Penelitian lain juga membuktikan masih banyak remaja (89%) yang menyakini kalau sarapan pagi memang penting. Mereka yang sarapan secara teratur hanya 60%. Remaja putri malah melewatkan dua kali waktu makan dan lebih memilih kudapan (Arisman, 2004).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010 kebiasaan sarapan juga termasuk ke dalam PUGS (Pesan Umum Gizi Seimbang) yang dibuat oleh Departemen Kesehatan (Depkes) pada tahun 2002, yaitu pada pesan ke-8 yang disebutkan “Biasakanlah sarapan untuk memelihara ketahanan fisik dan meningkatkan produktivitas kerja”. Sarapan menyumbang 15-30% pemenuhan kalori dari kebutuhan sehari. Sangat disayangkan sebesar 26,1% anak Indonesia hanya mengonsumsi minuman (air putih, teh, atau susu) dan sekitar 44,6% yang kurang atau bahkan tidak sarapan. Banyak masyarakat Indonesia terutama anak-anak, remaja, dan dewasa yang beranggapan salah mengenai sarapan, mereka mengira hanya mengonsumsi air putih, teh, kopi,


(21)

4

susu, atau sepotong kue kecil untuk sarapan. Selain itu makan pada jam 10 pagi atau jam istirahat sekolah atau kerja dianggap sebagai sarapan (Kemenkes, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh University of Massachusetts Medical School, sarapan secara teratur dapat menurunkan risiko obesitas. Orang yang tidak pernah sarapan atau mengonsumsi makanan pada pagi hari akan berisiko menderita obesitas 4,5 kali lebih tinggi daripada orang yang sarapan secara teratur. Selain orang yang tidak sarapan akan merasa lebih lapar pada siang dan malam hari daripada mereka yang sarapan. Mereka akan mengonsumsi lebih banyak makanan pada waktu siang dan malam hari. Asupan makanan yang banyak pada malam hari akan berakibat pada meningkatnya glukosa yang disimpan sebagai glikogen. Karena aktivitas fisik pada malam hari sangat rendah, glikogen kemudian disimpan dalam bentuk lemak (Siagian, 2004).

Menurut Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), Prof. Dr. Hardinsyah, M. S., saat ini jumlah penderita obesitas di Indonesia untuk populasi remaja dewasa sudah mencapai angka 18% (Siswono, 2007). Sedangkan menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia tahun 2010 menunjukkan angka kelebihan berat badan dan obesitas pada penduduk berusia di atas usia 18 tahun besarnya 21,7%. Prevalensi obesitas lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan dengan pedesaan, dan juga lebih tinggi pada kelompok yang berpendidikan lebih tinggi. Berdasarkan


(22)

5

jenis kelamin, prevalensi kegemukan dan obesitas pada perempuan lebih tinggi (26,9%) dibandingkan dengan laki-laki (16,3%). Semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita, terdapat kecenderungan semakin tinggi pula prevalensi obesitas (Kemenkes, 2011).

Sarapan bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan konsentrasi belajar dan kemampuan fisik. Selain itu, kebiasaan sarapan dengan gizi yang seimbang dapat membangun pola makan yang baik, membantu manajemen mencapai berat badan ideal, dan memiliki kecenderungan status gizi yang lebih baik (Martianto, 2006).

1.2Rumusan Masalah

Mahasiswa adalah sebagian kecil dari generasi muda Indonesia yang mendapat kesempatan untuk mengasah kemampuannya di Perguruan Tinggi, yang usianya berkisar antara 18 hingga 22 tahun. Dalam teori perkembangan, usia ini termasuk dalam masa remaja akhir (Siswoyo, 2007). Dalam proses belajar, mahasiswa memerlukan konsentrasi untuk dapat memahami pelajaran dengan baik yang nantinya akan memengaruhi prestasi belajar mahasiswa tersebut. Mahasiswa memerlukan gizi yang cukup sehingga kebutuhan gizi perhari dapat terpenuhi. Hal ini dikarenakan, mahasiswa mempunyai aktivitas fisik yang padat. Dalam 24 jam mahasiswa sering melakukan kegitan yang rutin dan berulang-ulang (Nur’aini, 2009).


(23)

6

Konsentrasi sendiri dipengaruhi oleh berbagai macam hal, diantaranya makan

pagi (sarapan) dan status gizi. Kebutuhan gizi seseorang tidak mungkin

terpenuhi hanya dari satu atau dua kali makan sehari (Nur’aini, 2009). Kebutuhan gizi dipengaruhi oleh pola makan, yang terdiri dari makan pagi (sarapan), makan siang, dan makan malam. Sayangnya banyak remaja, terutama mahasiswa melewatkan waktu makan pagi (sarapan) dalam kehidupan sehari-hari yang nantinya dapat memengaruhi aktivitas fisik dan proses belajar mahasiswa tersebut. Selain itu, banyak remaja terutama mahasiswa memiliki persepsi yang salah mengenai sarapan. Banyak mahasiswa yang menganggap dengan mengonsumsi segelas susu atau teh saja sebagai sarapan. Makan pagi (sarapan) minimal harus terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak kemudian dapat ditambah vitamin dan mineral. Sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi perharinya. Makan pagi (sarapan) juga harus memenuhi 15-30% dari kebutuhan energi total perhari yang dilakukan dari pukul 06.00-10.00. Selain itu, makan pagi (sarapan) juga dapat memengaruhi status gizi. Seseorang yang tidak melakukan makan pagi (sarapan) cenderung akan memakan cemilan, makan siang, atau makan malam lebih banyak sebagai upaya untuk mengatasi rasa lapar yang dialaminya.

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan antara perilaku makan pagi (sarapan) dan status gizi dengan tingkat konsentrasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung”.


(24)

7

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan perilaku makan pagi (sarapan) dan status gizi dengan tingkat konsentrasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran perilaku makan pagi (sarapan) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

b. Mengetahui gambaran status gizi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

c. Mengetahui gambaran tingkat konsentrasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

d. Mengetahui hubungan antara perilaku makan pagi (sarapan) dengan tingkat konsentrasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

e. Mengetahui hubungan antara status gizi dengan tingkat konsentrasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(25)

8

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Masyarakat

Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terutama remaja, akan pentingnya makan pagi (sarapan) bagi kehidupan sehari-hari.

1.4.2 Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan penulis terutama tentang pentingnya makan pagi (sarapan) dan status gizi terhadap tingkat konsentrasi mahasiswa.

1.4.3 Bagi Peneliti Lain

Membantu memberikan gambaran bagi peneliti selanjutnya untuk bisa melakukan penelitian yang lebih baik dan lebih mendalam terutama tentang faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi kebiasaan makan pagi (sarapan) mahasiswa, faktor-faktor yang memengaruhi status gizi mahasiswa, dan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat konsentrasi mahasiswa.


(26)

9

1.5Kerangka Penelitian 1.5.1 Kerangka Teori

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari. Status gizi yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan, membantu pertumbuhan (Irianto, 2006).

Menurut para ilmuan, sarapan pagi merupakan makanan khusus untuk otak. Bahkan dalam sebuah penelitian, menunjukkan bahwa sarapan berhubungan erat dengan kecerdasan mental. Sehingga memberikan nilai positif terhadap aktivitas otak, menjadi lebih cerdas, peka, dan mudah konsentrasi. Dari sebuah survei, anak-anak dan remaja yang sarapan dengan makanan yang kaya karbohidrat memiliki performa lebih, mampu mencurahkan perhatian pada pelajaran, ceria, kooperatif, dan gampang berteman (Anonim, 2008).

Manusia membutuhkan sarapan pagi, karena dalam sarapan pagi diharapkan memenuhi kecukupan energi yang diperlukan untuk jam pertama dalam melakukan aktivitas. Jika tidak sarapan, maka tubuh akan tidak mempunyai energi yang cukup terutama pada proses belajar mengajar (Moehji, 2003).


(27)

10

Terjadinya proses belajar membutuhkan konsentrasi belajar. Konsentrasi belajar dapat dipengaruhi oleh makan pagi (sarapan) yang berfungsi untuk mengembalikan kadar glukosa di dalam tubuh yang telah terpakai ketika malam hari sehingga hal tersebut dapat mencegah terjadinya hipoglikemia yang dapat mengakibatkan tubuh gemetaran, pusing, dan sulit berkonsentrasi (Wiharyanti, 2006). Status gizi yang baik atau normal membantu seseorang untuk mempertahankan kebugaran dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan memengaruhi kesehatan seseorang sehingga hal tersebut dapat membantu seseorang untuk lebih berkonsentrasi (Irianto, 2006). Tanpa konsentrasi belajar, maka peristiwa belajar itu sesungguhnya tidak ada atau tidak berlangsung (Surya, 2009).


(28)

11

Gambar 1.1. Kerangka Teori Faktor-faktor yang Memengaruhi Konsentrasi Belajar (Modikisasi Teori Soemantri, 1978)

Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Gizi (Status Gizi)

Energi (Sarapan Pagi) Daya Tahan Tubuh

Infeksi dan Infestasi Cacing Anemia

Fasilitas

Stimulus, Latihan, dan Bimbingan

Konsentrasi Belajar


(29)

12

1.5.2 Kerangka Konsep

Gambar 1.2. Kerangka Konsep Hubungan Makan Pagi (Sarapan) dan Status Gizi dengan Tinkat Konsentrasi

1.5.3 Hipotesis

a. Terdapat hubungan antara perilaku makan pagi (sarapan) dengan tingkat konsentrasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

b. Terdapat hubungan antara status gizi dengan tingkat konsentrasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Perilaku Makan

Pagi (Sarapan)

Tingkat Konsentrasi


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Mahasiswa

2.1.1 Definisi Mahasiswa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mahasiswa adalah mereka yang sedang belajar di perguruan tinggi (Poerwadarminta, 2005). Mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Umumnya mahasiswa berada pada tahapan remaja akhir, yaitu berusia 18–21 tahun. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi. Mahasiswa adalah manusia yang tercipta untuk selalu berpikir yang saling melengkapi (Siswoyo, 2007).

Mahasiswa adalah individu yang belajar dan menekuni disiplin ilmu yang ditempuhnya secara mantap, dimana didalam menjalani serangkaian kuliah itu sangat dipengaruhi oleh kemampuan


(31)

14

mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya diantara mahasiswa ada yang sudah bekerja atau disibukan oleh kegiatan organisasi kemahasiswaan (Ganda, 2004).

2.1.2 Definisi Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Pada umumnya masa remaja dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007).

Remaja pada umumnya didefenisikan sebagai orang-orang yang mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO), remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10-19 tahun. Sementara dalam terminologi lain Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan anak muda (youth) untuk mereka yang berusia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam sebuah terminologi kaum muda (young people) yang mencakup 10-24 tahun. Sementara itu dalam program Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) disebutkan bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 10-24 tahun (Siregar, 2006). Sedangkan menurut Widiyastuti (2009) masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi, dan psikis dimana usianaya yakni antara 10-19


(32)

15

tahun dan masa ini adalah suatu periode pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut sebagai masa pubertas.

Definisi remaja untuk masyarakat Indonesia adalah menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan sebagai berikut:

a. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik).

b. Di Indonesia usia 11 tahun sudah dianggap akil balig, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memerlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial). c. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan

perkembangan jiwa atau kriteria psikologis seperti tercapainya identitas diri ego identity (Erik Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikososial (Freud), dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (Piaget) maupun moral (Kohlberg).

d. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orangtua.

e. Dalam definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun kehidupan


(33)

16

bermasyarakat dan keluarga. Karena itu definisi remaja disini dibatasi khusus yang belum menikah (Siregar 2006).

2.1.3 Perilaku Makan

Banyak remaja memiliki kebiasaan tidak sarapan pagi. Mereka sering menggantikan makan pagi dengan makan siang yang berlebih atau memakan makanan kecil yang tinggi lemak dan kalori dalam jumlah yang relatif banyak (Arnelia, 2005). Makanan olahan yang diklaim kaya akan vitamin dan mineral pada iklan di televisi ternyata banyak mengandung gula, lemak, dan zat aditif. Konsumsi makanan jenis ini secara berlebihan dapat berakibat kekurangan zat gizi lain. Kegemaran pada makanan olahan yang mengandung zat ini menyebabkan remaja mengalami perubahan patologis yang terlalu dini (Arisman, 2004).

Menurut Arnelia (2005) faktor-faktor yang memengaruhi perilaku makan remaja:

a. Tingkat perkembangan teknologi dan komunikasi

Perkembangan teknologi dan komunikasi yang pesat memengaruhi jumlah dan jenis pangan, sehingga remaja dihadapkan beberapa alternatif pemilihan makanan yang tentunya akan memengaruhi perilaku makannya.

b. Faktor sosial dan ekonomi

Fungsi makanan bukanlah sekedar kumpulan-kumpulan zat-zat, tetapi makanan memiliki fungsi sosial. Perkembangan sosial ekonomi menyebabkan terjadinya perubahan dan


(34)

17

pergeseran pola makan yang merefleksikan pola hidup dan gaya hidup.

c. Penampilan makan

Ketika memilih makanan, remaja lebih tertarik pada warna, rasa, tekstur, serta tidak lepas dari hedonisme atau mendapatkan kenikmatan semata-mata dibanding nilai gizi dari makanan tersebut. Perilaku makan sudah lebih rumit lagi, tidak hanya mengutamakan kesegaran dan kelezatan, tetapi juga cara penampilan, penyajian, dan keeksotisan tanpa mempertimbangkan nilai gizinya.

d. Pengaruh teman sebaya

Aktivitas yang banyak dilakukan di luar rumah membuat individu sering dipengaruhi teman sebayanya termasuk perilaku makan.

e. Tingkat ekonomi

Dari sudut pandang ekonomi, remaja menjadi pasar yang potensial untuk produk makanan tertentu. Umumnya remaja mempunyai uang saku. Hal ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemasang iklan melalui berbagai media cetak maupun elektronik.

f. Suasana dalam keluarga

Suasana dalam keluarga yang menyenangkan berpengaruh pada pola kebiasaan makan. Hal ini mungkin dilandasi oleh ada atau tidak adanya kebiasaan makan bersama. Oleh karena


(35)

18

itu kebiasaan makan bersama akhirnya luntur karena tiadanya waktu saling berkumpul, apalagi makan bersama.

g. Kemajuan industri makanan

Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia memengaruhi pola makan kaum remaja di kota. Khususnya bagi remaja tingkat menengah keatas, restaurant fast food merupakan tempat yang tepat untuk bersantai. Makanan yang ditawarkan pun relatif dengan harga yang terjangkau kantong mereka, pelayanannya cepat, dan jenis makanannya memenuhi selera.

Sedangkan menurut Lawrence Green, perilaku remaja dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu:

a. Faktor Predisposisi (predisposing factors)

Faktor pencetus timbulnya perilaku seperti umur, pengetahuan, pengalaman, pendidikan, sikap, keyakinan, paritas, dan lain sebagainya.

b. Faktor Pendukung (enabling factors)

Faktor yang mendukung timbulnya perilaku seperti lingkungan fisik, dana, dan sumber daya yang ada di masyarakat.

c. Faktor Pendorong (reinforcing factors)

Faktor yang memperkuat atau mendorong seseorang untuk berperilaku yang berasal dari orang lain misalnya teman (Notoadmodjo, 2007).


(36)

19

Perilaku makan remaja yang sangat khas dan berbeda dibandingkan usia lainnya, yaitu:

a. Tidak makan terutama makan pagi atau sarapan.

b. Kegemaran makan snacks dan kembang gula serta softdrinks. Snacks (makanan kecil) umumnya dikonsumsi pada waktu sore hari setelah pulang dari sekolah.

c. Makanan cepat saji sangat digemari, baik yang langsung dibeli atau makanan yang dibawa dari rumah. Makanan modern ini dikonsumsi sebagai bagian dari life style (gaya hidup). Makanan ini mengandung zat gizi yang tinggi energi, lemak, serta protein.

d. Gemar mengonsumsi minuman ringan (soft drink) (Arnelia, 2005).

2.1.4 Gizi Remaja

Remaja dengan segala beban masa depan yang harus diraihnya sangat memerlukan gizi yang seimbang sebagai penunjang untuk meraih masa depannya. Perilaku makan yang buruk dapat menimbulkan masalah kesehatan salah satunya gangguan makan yang serius seperti bulimia dan anorexia. Masalah gizi pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat kesehatan masyarakat, misalnya penurunan konsentrasi belajar, risiko melahirkan bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), dan penurunan kesegaran jasmani (Safitri, 2007).


(37)

20

Kebutuhan energi dan zat gizi di usia remaja ditunjukkan untuk deposisi jaringan tubuhnya. Total kebutuhan energi dan zat gizi remaja juga lebih tinggi dibandingkan dengan rentan usia sebelum dan sesudahnya. Apalagi masa remaja merupakan masa transisi penting pertumbuhan dari anak-anak menuju dewasa. Gizi seimbang pada masa tersebut akan sangat menentukan kematangan mereka di masa depan (Dedeh, 2010).

Energi dan protein yang dibutuhkan remaja lebih banyak dari pada orang dewasa, begitu juga vitamin dan mineral. Seorang remaja laki-laki yang aktif membutuhkan 3.000 kalori atau lebih perhari untuk mempertahankan berat badan normal. Seorang remaja putri membutuhkan 2.000 kalori perhari untuk mempertahankan berat badan normal. Vitamin B1, B2, dan B3 penting untuk metabolisme karbohidrat menjadi energi, asam folat, dan vitamin B12 untuk pembentukan sel darah merah dan vitamin A untuk pertumbuhan jaringan. Sebagai tambahan, untuk pertumbuhan tulang dibutuhkan kalsium dan vitamin D yang cukup. Vitamin A, C, dan E penting untuk menjaga jaringan-jaringan baru supaya berfungsi optimal. Zat besi merupakan zat gizi yang penting untuk remaja terutama remaja putri yang dibutuhkan untuk pembentukan sel-sel darah merah akibat kehilangan darah pada saat menstruasi (Husaini, 2006).


(38)

21

2.2Makan Pagi (Sarapan)

2.2.1 Definisi Makan Pagi (Sarapan)

Sarapan atau makan pagi adalah menu makanan pertama yang dikonsumsi seseorang. Biasanya orang makan malam sekitar pukul 19.00 dan baru makan lagi paginya sekitar pukul 06.00. Berarti selama sekitar 10-12 jam mereka puasa. Dengan adanya puasa itu, cadangan gula darah (glukosa) dalam tubuh seseorang hanya cukup untuk aktivitas dua sampai tiga jam di pagi hari. Tanpa sarapan seseorang akan mengalami hipoglikemia atau kadar glukosa di bawah normal. Hipoglikemia mengakibatkan tubuh gemetaran, pusing dan sulit berkonsentrasi. Itu semua karena kekurangan glukosa yang merupakan sumber energi bagi otak. Sarapan atau makan pagi berarti berbuka puasa setelah malam hari kita tidak makan. Sarapan memutus masa “puasa” tersebut, bila puasa tersebut tidak disudahi dengan makan pagi, cadangan gula darah (glukosa) dalam tubuh seseorang hanya cukup untuk aktivitas dua-tiga jam di pagi hari. Kadar glukosa normal antara 70 hingga 110 mg/dl. Tanpa sarapan seseorang akan mengalami hipoglikemia atau kadar glukosa dibawah normal (Wiharyanti, 2006).

Sarapan atau makan pagi adalah makanan yang disantap pada pagi hari, waktu sarapan dimulai dari pukul 06.00 pagi sampai dengan pukul 10.00 pagi. Sarapan dianjurkan menyantap makanan yang ringan bagi kerja pencernaan, sehingga dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang memiliki kadar serat tinggi dengan


(39)

22

protein yang cukup namun dengan kadar lemak rendah. Selain itu, mengonsumsi protein dan kadar serat yang tinggi juga dapat membuat seseorang tetap merasa kenyang hingga waktu makan siang (Jetvig, 2010). Sarapan pagi yang baik harus banyak mengandung karbohidrat karena akan merangsang glukosa dan mikronutrien dalam otak yang dapat menghasilkan energi, selain itu dapat berlangsung memacu otak agar membantu memusatkan pikiran untuk belajar dan memudahkan penyerapan pelajaran (Moehji, 2009).

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO)/World Health Organization (WHO) proporsi pemenuhan zat-zat gizi dalam sehari berasal dari: sarapan memberikan 14%, makan siang memberikan 44%, makan selingan memberikan 14% (masing-masing 7% untuk selingan pagi dan sore), dan makan malam memberikan 28%. Jika tidak ada makanan selingan di pagi hari, proporsi sarapan adalah 20% dari kebutuhan zat gizi dalam sehari. Jumlah ini tentu bukan merupakan nilai mutlak, tetapi tergantung pula pada faktor umur, tinggi dan berat badan maupun aktivitas yang dilakukan sehari-hari (Almatsier, 2010).

Sarapan dapat mengisi energi yang dibutuhkan oleh tubuh dan menyediakan karbohidrat yang akan digunakan untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Tidak sarapan menyebabkan persediaan gula darah lebih rendah dari normalnya sehingga persediaan glukosa pada


(40)

23

otak tidak cukup, denyut jantung menjadi cepat, kepala pusing, mata berkunang-kunang, bahkan pingsan (Site, 2008).

2.2.2 Manfaat Makan Pagi (Sarapan)

Manusia membutuhkan sarapan pagi karena dalam sarapan pagi diharapkan terjadinya ketersediaan energi yang digunakan untuk jam pertama melakukan aktivitas. Akibat tidak sarapan pagi akan menyebabkan tubuh tidak mempunyai energi yang cukup untuk melakukan aktivitas terutama pada proses belajar karena pada malam hari di tubuh tetap berlangsung proses oksidasi guna menghasilkan tenaga untuk menggerakan jantung, paru-paru, dan otot-otot tubuh lainnya (Moehji, 2009). Konsumsi sarapan memang tidak perlu selengkap dan sebanyak porsi makan siang. Artinya sarapan bukan hanya mengenyangkan, tapi juga bergizi lengkap dan seimbang. Menu sarapan, sebaiknya mengandung zat tenaga, protein atau zat pembangun, vitamin, dan mineral, misalnya sayur-sayuran dan buah-buahan. Karbohidrat juga sangat penting, karena kandungannya akan merangsang glukosa dan mikronutrien dalam otak. Nutrien berfungsi untuk menghasilkan energi dan memacu otak. Dari dua jenis karbohidrat, simpleks dan kompleks, karbohidrat kompleks lebih bermanfaat bagi kecerdasan otak karena mengandung serat dan vitamin yang bisa dicerna dan diserap perlahan-lahan, sehingga kadar gula darah dalam tubuh naik secara perlahan-lahan. Karbohidrat kompleks banyak dijumpai pada nasi, roti, jagung, mie, dan kentang (Anonim, 2008).


(41)

24

Berdasarkan penelitian yang dilakukan University of Minnesota selama lima tahun pada 2.000 remaja didapatkan fakta bahwa remaja yang melewatkan sarapan mengalami kenaikan bobot badan sebanyak 2,3 kilogram dibandingkan dengan remaja yang menikmati sarapan. Menurut ketua penelitian Mark Pereira, remaja yang melewatkan sarapan, saat siang akan makan berlebih dan cenderung tidak aktif setelahnya. Kekenyangan membuat remaja lebih malas untuk beraktivitas (Cesillia, 2008).

Berikut adalah manfaat sarapan pagi: (Rahmi, 2007; Bagwel, 2008). a. Memberi energi untuk otak

Hanya minum teh manis atau makan beberapa potong biskuit hingga waktunya makan siang bukan merupakan sarapan. Manfaat sarapan adalah adalah meningkatkan kemampuan otak dan lebih mudah untuk berkonsentrasi.

b. Meningkatkan asupan vitamin

Jus buah segar adalah sarapan yang dianjurkan karena mengandung vitamin dan mineral yang menyehatkan. Sari buah alami dapat meningkatkan kadar gula darah setelah semalaman kita tidak dapat makan. Setelah itu bisa dilanjutkan dengan makan sereal, nasi, atau roti. Menu pilihan lain berupa roti dan telur, bubur, susu, mie, pasta, dan lain-lain.

c. Meningkatkan memori atau daya ingat

Penelitian terakhir membuktikan bahwa tidur semalaman membuat otak kita kelaparan. Jika kita tidak mendapat glukosa


(42)

25

yang cukup pada saat sarapan, maka fungsi otak atau memori dapat terganggu.

Menurut penelitian yang dilakukan Bagwel (2008) pada dua kelompok populasi dengan kebiasaan sarapan yang rutin pada satu kelompok dan kebiasaan sarapan yang tidak rutin pada kelompok lainnya, menggunakan Tes Daya Ingat yaitu dengan cara memberikan 8 (delapan) kata-kata yang sering ditemui oleh kedua kelompok tersebut untuk dihafal selama lima menit, kemudian menuliskannya kembali dalam waktu satu menit. Hasil dari tes tersebut didapatkan nilai rata-rata yang lebih tinggi pada kelompok dengan kebiasaan sarapan rutin dibandingkan dengan kelompok yang kebiasaan sarapannya tidak rutin.

d. Meningkatkan daya tahan terhadap stres

Dari sebuah survei, anak-anak dan remaja yang sarapan memiliki performa lebih, mampu mencurahkan perhatian pada pelajaran, berperilaku positif, ceria, kooperatif, gampang berteman, dan dapat menyelesaikan masalah dengan baik. Sedangkan anak yang tidak sarapan, tidak dapat berpikir dengan baik dan selalu kelihatan malas.


(43)

26

2.2.3 Komposisi Makan Pagi (Sarapan)

Untuk menu sarapan lebih diutamakan kandungan gula sebaiknya memenuhi 58% energi (terdiri dari 2/3 gula kompleks dan 1/3 gula cepat terserap) sedangkan lemak 30% (2/3 lemak tidak jenuh dari nabati dan 1/3 asal hewani, ikan, dan ternak) dari kebutuhan energi harian. Agar seimbang dan lengkap nilai gizinya, sarapan hendaknya tersusun dari jenis pangan seperti berikut: (Rahmi, 2007; Bagwel, 2008).

a. Susu dan produk olahan susu

Susu, keju, dan yoghurt merupakan sumber protein hewani, kalsium, vitamin A, B2, dan D. Meski susu bergizi, namun masih ada kekurangan asam amino esensial (penting dan mutlak ada tapi tidak dapat dibuat dalam tubuh) khususnya metionin. Susu merupakan pangan terbaik sebagai pembawa kalsium dalam tubuh. Mineral kalsium sangat penting sebagai dasar masa pertumbuhan linear seperti pertumbuhan tulang (panjang badan, tinggi badan, lingkar kepala, dan lingkar dada) dan gizi. Satu liter susu mengandung protein setara dengan empat butir telur. Susu sebanyak itu mencukupi kebutuhan bayi/balita sebanyak 40% energi, 70% protein, >100% kalsium, >100% fosfor, 10% besi, 40% vitamin A, 10% vitamin D, 60% vitamin B1, >100% vitamin B2, dan 40% vitamin C. Sedangkan bagi orang dewasa, 1 liter susu identik dengan pemenuhan kebutuhan sebanyak 22% energi, 45% protein, >100% kalsium, 100% fosfor, 6% zat besi, 40%


(44)

27

vitamin A, 30% vitamin B1, 60% vitamin B2, dan hanya 25% vitamin C. Protein sangat penting untuk membangun tubuh serta pembaruan jaringan dan otot. Sedangkan vitamin B2 berperan dalam transformasi dan asimilasi berbagai zat gizi (protein, lemak, dan karbohidrat) oleh organ tubuh. Susu juga mengandung vitamin A, sehingga penting bagi penglihatan malam serta kualitas kulit. Sedangkan vitamin D untuk membantu penglihatan dan penggunaan kalsium oleh organ tubuh.

b. Telur

Dilihat dari kualitas gizi proteinnya telur merupakan pangan standar. Satu butir setara gizi proteinnya dengan semangkuk susu. Dibandingkan dengan protein susu, protein telur unggul dalam penyediaan asam amino esensial treonin dan methionin, namun kalah kandungan isoleusin, leusin, tyrosin, dan ionin. Dibandingkan dengan daging, telur unggul pada semua asam amino esensial kecuali kandungan lisin dan histidinnya, sedangkan kedelai, unggul dalam semuanya, kecuali fenilalanin.

c. Nasi, roti, dan produk serealia

Nasi, roti, dan produk serealia merupakan sumber karbohidrat kompleks, vitamin kelompok B, dan mineral. Roti bisa diolesi margarin, mentega, atau madu kental. Di samping itu mentega juga sebagai sumber vitamin A. Pagi hari sebaiknya makan makanan yang rendah lemak, khususnya bagi mereka yang


(45)

28

bermasalah dengan kadar kolesterol atau ingin melangsingkan tubuh. Produk serelia dikenal sebagai sumber energi karena kandungan gulanya (karbohidrat). Bila dikonsumsi saat makan, gulanya akan membebaskan energi sepanjang pagi dan akan menghindari menurunnya tekanan terus (ketegangan otot). Selain sebagai sumber energi, serealia juga kaya akan protein untuk melengkapi protein susu, khususnya karena kadar metioninnya cukup tinggi.

2.3Status Gizi

2.3.1 Definisi Status Gizi

Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak, dan gizi lainnya (Nix, 2005). Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu (Wardlaw, 2007). Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang dikeluarkan (Nix, 2005).


(46)

29

Faktor-faktor yang memengaruhi status gizi secara langsung adalah asupan makanan dan infeksi. Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada tiga faktor yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, dan lingkungan kesehatan yang tepat, termasuk akses terhadap pelayanan kesehatan (Simarmata, 2009).

Angka kecukupan gizi adalah suatu kecukupan rata-rata gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas untuk mencegah terjadinya defisiensi gizi. Dalam dunia internasional istilah yang banyak digunakan adalah Recommended Dietary Allowance (RDA) (Anonim, 2004).

Tabel 2.1. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Remaja dan Dewasa Awal

Zat Gizi Perempuan (tahun) Laki-laki (tahun) 13-15 16-18 19-29 13-15 16-18 19-29 Energi (kkal) 2350 2200 1900 2400 2600 2550

Protein (g) 57 55 50 60 65 60

Kalsium (mg) 1000 1000 800 1000 1000 800

Besi (mg) 26 26 26 19 15 13

Vit A (RE) 600 600 500 600 600 600

Vit E (mg) 15 15 15 15 15 15

Vit B1 (mg) 11 11 10 12 13 13

Vit C (mg) 65 75 75 75 90 90

Folat (mg) 400 400 400 400 400 400


(47)

30

2.3.2 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat obyektif maupun subyektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Data obyektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorang, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim penilai. Komponen penilaian status gizi meliputi (1) asupan pangan; (2) pemeriksaan biokimiawi; (3) pemeriksaan klinis; (4) pemeriksaan antopometris; dan (5) data psikososial (Arisman, 2009).

Pengukuran status gizi sering diukur dengan pemeriksaan antropometri. Metode pengukuran antropometri digunakan untuk menilai komposisi tubuh berdasarkan total massa tubuh yang terdiri dari dua komponen yaitu lemak dan massa bebas lemak, disebut juga massa sel tubuh. Pengukuran antropometri secara tidak langsung dapat mengukur jumlah dan proporsi lemak tubuh dan massa bebas lemak untuk dijadikan indikator status gizi (Gibson, 2005). Pengukuran lemak relatif dengan antropometri diantaranya berat badan, berat badan per tinggi badan, lingkar pinggang, dan pinggul. Pengukuran berat badan dan tinggi badan merupakan salah satu pengukuran antropometri untuk menentukan status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) (Hills, 2007).


(48)

31

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan rumus matematis yang berkaitan dengan lemak tubuh orang dewasa dan dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam ukuran meter).

���= �� (��)

��² ( 2)

Rumus ini hanya cocok diterapkan pada mereka yang berusia antara 18-70 tahun, berstruktur tulang belakang normal, bukan atlet atau binaragawan, juga bukan ibu hamil atau menyusui. Cara ini digunakan terutama jika pengukuran tebal lipatan kulit tidak dapat dilakukan (lansia) atau nilai bakunya tidak tersedia (Arisman, 2009).

Tabel 2.2. Kategori IMT untuk Indonesia (Riskesdes, 2010)

Kategori IMT

Kurus

Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,5

Normal 18,5 – 24,9

Gemuk

Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,0 – 27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

IMT (Indeks Massa Tubuh) atau status gizi berdasarkan umur direkomendasikan sebagai indikator terbaik yang dapat digunakan pada remaja. Keuntungan mendapatkan IMT berdasarkan umur yaitu


(49)

32

dapat digunakan untuk remaja muda. IMT berhubungan dengan kesehatan dan dapat dibandingkan dengan baik terhadap hasil pemeriksaan laboratorium atau pengukuran lemak tubuh. Selain menggabungkan indeks BB/TB dengan umur, indikator ini juga telah divalidasi sebagai indikator lemak tubuh total bagi mereka yang berada di atas persentil yang normal. Indikator ini juga memberikan data dengan kualitas tinggi dan berkesinambungan dengan indikator yang direkomendasikan untuk dewasa (Heryanti 2009).

Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dkk, 2007).

Jadi, status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, yang dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2009).

2.3.3 Penilaian Asupan Makanan

Metode food recall 24 jam dilakukan sebanyak dua kali dan dipilih hari yang mewakili hari kerja dan yang mewakili hari libur. Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1 x 24 jam) maka data yang diperoleh kurang refresentatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang kali dan harinya tidak berturut-turut. Sampel


(50)

33

diwawancarai tanpa diberitahu sebelumnya, hal ini untuk memastikan sampel tidak merubah kebiasaan makan selama penelitian ini dilaksanakan, peneliti menanyakan tentang semua kegiatan, makanan, dan minuman yang dimakan pada 24 jam yang lalu (Supariasa, 2011).

2.4Konsentrasi

2.4.1 Definisi Konsentrasi

Menurut Petersen secara umum yang dimaksud dengan konsentrasi adalah kemampuan seseorang untuk dapat mencurahkan perhatian dalam waktu yang relatif lama (Susanto, 2006). Konsentrasi mencakup proses serial atau berurutan di dalam mengidentifikasi obyek-obyek (Suharnan, 2005).

2.4.2 Faktor Pendukung Konsentrasi

Faktor-faktor yang mendukung terjadinya konsentrasi ada 2, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal meliputi: (1) motivasi untuk belajar, dimana motivasi adalah fase pertama dalam proses belajar; (2) nutrisi memegang sarana yang paling penting untuk meningkatkan kemampuan konsentrasi belajar; (3) keadaan psikologis, yang mana dapat dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya gangguan mental tertentu, masalah internal baik dengan teman maupun dengan guru, adanya kecenderungan mudah gugup atau grogi dan penyakit gangguan konsentrasi atau Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD); dan yang terakhir (4) keadaan fisiologis, seperti


(51)

34

kualitas tidur anak, aktifitas fisik yang cukup, tidak dalam pengaruh obat-obatan dan tidak sakit. Konsentrasi belajar juga banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, antara lain: suara, pencahayaan, suhu serta desain belajar (Hakim, 2002).

2.4.3 Konsentrasi Mahasiswa

Stres sering terjadi pada orang yang bekerja dan pada situasi perkuliahan. Grafik usia mahasiswa menunjukkan bahwa para mahasiswa umumnya berada dalam tahap remaja akhir hingga dewasa awal. Masalah-masalah yang sering dihadapi mahasiswa dapat berasal dalam hal perkuliahan maupun kehidupan di luar kampus. Dampak negatif pada mahasiswa secara kognitif antara lain sulit berkonsentrasi, sulit mengingat pelajaran, dan sulit memahami pelajaran. Dampak negatif secara emosional antara lain sulit memotivasi diri, munculnya perasaan cemas, sedih, kemarahan, frustrasi, dan efek negatif lainnya. Dampak negatif secara fisiologis antara lain gangguan kesehatan, daya tahan tubuh yang menurun terhadap penyakit, sering pusing, badan terasa lesu, lemah, dan insomnia. Dampak perilaku yang muncul antara lain menunda-nunda penyelesaian tugas kuliah, malas kuliah, penyalahgunaan obat dan alkohol, terlibat dalam kegiatan mencari kesenangan yang berlebih-lebihan serta berisiko tinggi (Koochaki, 2011).


(52)

35

Penelitian dari Tanaka dkk menunjukkan adanya kejadian stres yang tinggi pada mahasiswa kedokteran, yang memiliki konsekuensi merugikan dalam prestasi akademik, kompetensi, dan kesehatan (Al-dubai, 2011)

2.5Tes Merk Aufgaben

2.5.1 Definisi Tes Merk Aufgaben

Tes Merk Aufgaben (ME) merupakan bagian dari Intelegenz Struktur Test (IST) yang merupakan salah satu dari jenis tes inteligensi yang banyak digunakan saat ini. Tes ini terdiri dari 9 subtes yang mengukur aspek inteligensi yang berbeda-beda satu sama lain. Tes IST terdiri dari sembilan subtes, yaitu Satzerganzung (SE) mengukur masalah pembentukan keputusan, akal sehat, suatu penilaian yang mendekati realitas, dan untuk menggali apakah seseorang dapat berpikir secara mandiri, Wortauswahl (WA) mengukur daya pikir verbal yang integratif, dapat memahami isi dari suatu pengertian, dan suatu kemampuan untuk menghayati masalah bahasa seperti kemampuan empati, Analogien (AN) mengukur kemampuan mengkombinasi yang dapat menunjukkan fleksibilitas, pemahaman dan kedalaman dalam berpikir, Gemeinsamkeiten (GE) mengukur kemampuan abstraksi, yaitu pengertian kemampuan untuk menyatakan pengertian di dalam bahasa, Rechen Aufgaben (RA) mengukur daya pikir praktis dalam berhitung, Zahlen Reihen (ZR) mengukur daya pikir induktif yang menggunakan bilangan-bilangan, Form Auswahl (FA) mengukur


(53)

36

kemampuan membayangkan, kekayaan untuk membayangkan dan suatu cara untuk berpikir secara keseluruhan secara konkrit, Wurfel Aufgaben (WA) mengukur kemampuan membayangkan ruang, komponen-komponen konstruktif-teknis dan momen analitis, terakhir adalah Merk Aufgaben (ME) mengukur daya ingat kata-kata yang diberikan waktu 3 menit untuk mengingat dan kemampuan menyimpan kata-kata yang telah dipelajari (Novi, 2010).

2.5.2 Kekurangan Intelegenz Struktur Test

Permasalahan dalam penggunaan IST yaitu pemakaian yang dianggap sudah terlalu sering sehingga terdapat kejenuhan dalam pemakaiannya dan menimbulkkan efek pembelajaran bagi seseorang. Di samping itu penggunaanya yang sering dimaksudkan untuk kepentingan seleksi menyebabkan orang-orang berusaha untuk mempelajari tes tersebut dengan berbagai cara, termasuk mencari buku-buku panduan dan soal-soal latihan yang memang sudah banyak beredar di internet maupun di toko-toko buku (Novi, 2010).


(54)

III. METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, dimana variabel bebas yaitu perilaku makan pagi (sarapan) dan status gizi dan variabel terikat yaitu tingkat konsentrasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dinilai pada satu waktu.

3.2Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 s.d. Januari 2015.

3.2.2 Tempat Penelitian


(55)

38

3.3Etika Penelitian

Penelitian ini telah dinyatakan lulus kaji etik dengan nomor surat: 2137/UN26/8/DT/2014. Dalam penelitian ini hak-hak responden dilindungi dan dijamin kerahasiaannya. Sebelum memberikan lembar persetujuan kepada calon responden, peneliti telah melakukan pendekatan dan menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya penelitian. Setelah itu calon responden diberikan lembar persetujuan untuk ditandatangani sebagai bukti kesediaan menjadi responden penelitian. Untuk menjadi responden tidak ada unsur paksaan.

3.4Subyek Peneltian 3.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung tahap pre-klinik tahun akademik 2014-2015 yang berjumlah 727 orang, terdiri dari angkatan 2011 sebanyak 139 mahasiswa, angkatan 2012 sebanyak 169 mahasiswa, angkatan 2013 sebanyak 179 mahasiswa, dan angkatan 2014 sebanyak 240 mahasiswa.


(56)

39

3.4.2 Sampel

Sampel yang akan digunakan adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, yang dipilih dengan metode propotionated stratified random sampling.

Adapun rumus yang digunakan dalam teknik pengambilan sampel adalah dengan pendekatan analitik komparatif katerogikal tidak berpasangan (Dahlan, 2006).

1 = 2 = � 2 + � 1 1 + 2 2 1− 2

2

Keterangan:

= besar sampel penelitian

� = kesalahan 5%, hipotesis dua arah, sehingga � = derivat baku alfa = 1,96 dengan tingkat kemaknaan 95%

� = kesalahan 20%, derivat baku beta dengan kekuatan uji penelitian (power) 80% = 0,842

1 = Proporsi pada berisiko atau kasus

2 = Proporsi pada kelompok tidak terpajan atau kontrol 1 = 1− 1

2 = 1− 1 = Proporsi total = 1−


(57)

40

1− 2 = Perbedaan proporsi minimal yang dianggap bermakna = 0,2

Hasil:

� = 1,96

� = 0,84

1 = dari penelitian Hanum (2010) didapatkan 87,5% (0,87) jika dimasukan ke dalam rumus:

1 = 2 + 0,2 = 0,52 + 0,2 = 0,72

2 = dari penelitian Hanum (2010) didapatkan 52,3% (0,52) 2 = 1− 1 = 1−0,87 = 0,13

1 = 1− 1 = 1−0,72 = 0,28 = 1 + 2

2 =

0,72 + 0,52 2 =

1,24

2 = 0,62 = 1− = 1−0,62 = 0,38

1 = 2 = � 2 + � 1 1 + 2 2

1− 2

2

1 = 2 = 1,96 2 × 0,62 × 0,38 + 0,84 0,72 × 0,28 + 0,52 × 0,13 0,2

2

1 = 2 = 1,96 0,4712 + 0,84 0,2692 0,2

2

1 = 2 = 1,3454225805 + 0,4358296915 0,2


(58)

41

1 = 2 = 1,781252272 0,2

2

1 = 2 = 8,9062613599 2 1 = 2 = 79,3214914105 1 = 2 = 79

Tabel 3.1. Daftar perhitungan jumlah sampel

No Penelitian Variabel Proporsi Jumlah

Sampel 1 Hanum (2010) pada

74 anak SDN Wonocatur dan SDN Sumberejo I, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri. Makan pagi dengan daya konsentrasi.

P1: Tidak terbiasa makan pagi dengan daya konsentrasi rendah. P2: Terbiasa makan pagi dengan daya konsentrasi rendah. 79 orang ditambah 10% = 87 orang.

2 Hanum (2010) pada 74 anak SDN Wonocatur dan SDN Sumberejo I, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri. Tingkat konsumsi zat gizi dengan daya konsentrasi.

P1: Kalori kurang dengan daya konsentrasi rendah.

P2: Kalori cukup dengan daya konsentrasi rendah.

42 orang ditambah 10% = 46 oarang.

Berdasarkan daftar perhitungan jumlah sampel, dalam penelitian ini dipilih jumlah sampel berdasarkan penelitian Hanum (2010) dengan variabel makan pagi dengan daya konsentrasi yaitu sebanyak 79 orang. Untuk menghindari sampel yang drop out dan loss to follow up maka jumlah sampel ditambah 10% menjadi 87 orang.


(59)

42

Metode pengambilan sampel menggunakan, propotionated statified random sampling, yaitu:

Tabel 3.2. Proporsi berdasarkan jumlah angkatan mahasiswa FK Unila penelitian Hanum (2010) dengan jumlah sampel 87 orang.

No. Angkatan Jumlah Mahasiswa Jumlah Sampel (n)

1. 2011 139 n = 139/727 x 87 = 17

2. 2012 169 n = 169/727 x 87 = 20

3. 2013 179 n = 179/727 x 87 = 21

4. 2014 240 n = 240/727 x 87 = 29

TOTAL 727 87

3.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi a. Kriteria Inklusi

1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran usia 18-22 tahun.

2. Mahasiswa yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

b. Kriteria Eksklusi

1. Mahasiswa yang memiliki penyakit kronis. 2. Mahasiswa yang menderita anemia.

3. Memiliki riwayat trauma kepala berat. 4. Menjalani puasa saat diadakan penelitian.


(60)

43

3.5Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Bebas

Perilaku makan pagi (sarapan) dan status gizi.

3.5.2 Variabel Terikat


(61)

44

3.6Definisi Operasional

Tabel 3.3. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Perilaku makan pagi (sarapan) mahasiswa

Kegiatan mahasiswa dalam hal makan pagi (sarapan) dinilai dengan 4 jam food recall yang dinilai dari pukul 06.00 – 10.00 (Wiharyanti, 2006) yang mencakup minimal 15% dari kebutuhan energi total perhari dengan komposisi yang sesuai Pesan Umum Gizi Seimbang (Kemenkes, 2011).

Kuesioner Tidak Sarapan Sarapan Nominal Status gizi mahasiswa Ukuran keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrisi yang diindikasikan oleh variabel tertentu yang diukur melalui indikator BB (kg)/(TB)2 (cm) (WHO-Antropometri, 2005). Alat pengukur tinggi badan dan berat badan Kurus: IMT < 17,0 – 18,5 Normal: IMT 18,5

– 24,9 Gemuk: IMT 25,0 - > 27,0

Ordinal Tingkat konsentrasi mahasiswa Mengukur tingkat konsentrasi dengan

memberikan waktu 3 menit untuk mengingat kata-kata, kemudian mengerjakan soal dari tes Merk Aufgaben

selama 6 menit (Amthauer, 1953).

Tes Merk Aufgaben yang merupakan bagian dari tes Intelligenz Struktur Test Kurang: 0-6 Sedang: 7-14 Baik: 15-20 Ordinal


(62)

45

3.7Cara Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

a. Pengumpulan data dilakukan pada saat penelitian bulan Oktober s.d. November 2014.

b. Data primer:

Data yang didapatkan dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui perilaku makan pagi (sarapan) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Sedangkan untuk mengukur status gizi digunakan timbangan injak yang mempunyai tingkat ketelitian 0,5 kg untuk mengukur berat badan yang telah dikalibrasi dan microtoise yang mempunyai ketelitian 0,1 cm untuk mengukur tinggi badan. Untuk mengukur tingkat konsentrasi mahasiswa digunakan tes Merk Aufgaben berupa tes mengingat kata yang merupakan bagian dari tes Intelligenz Struktur Test berupa tes psikologi untuk mengukur tingkat intelegensi seseorang.

c. Data Sekunder:

Daftar jumlah dan daftar nama mahasiswa Fakultas Kedokteran Unila angkatan 2011 sampai 2014.


(63)

46

3.8Pengolahan dan Analisis Data 3.8.1 Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan akan diolah menggunakan program komputer, dan akan disajikan dalam bentuk tabel-tabel.

Proses pengolahan data mengunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu:

a. Editing, untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner mengenai jawaban kuesioner yang diharapkan lengkap, jelas, relevan, dan konsisten.

b. Coding, untuk mengkonversikan atau menerjemahkan data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

c. Data entry, memasukan data ke dalam komputer.

d. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukan ke komputer.


(64)

47

3.8.2 Analisis Data

Analisis data terdiri dari: a. Analisis Univariat

Analisa yang digunakan dengan menjelaskan secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi variabel-variabel yang diteliti, baik variabel terikat maupun variabel bebas.

b. Analisis Bivariat

Analisa yang digunakan untuk menguji hubungan antara perilaku makan pagi (sarapan) dan status gizi dengan tingkat konsentrasi menggunakan uji statistik chi-square. Uji chi-square merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan untuk mencari hubungan dua variabel atau lebih bila datanya berbentuk skala kategorik. Apabila uji chi-square tidak memenuhi syarat (nilai expected count yang kurang dari 5 >20%) maka dipilih uji alternatif yaitu uji fisher exact untuk tabel 2x2, uji kolmogorov smirnov untuk tabel 2xK, dan uji hipotesis komparatif kategorik tidak berpasangan selain tabel 2x2 dan 2xK dengan cara melakukan transformasi data.

Untuk menilai uji kemaknaan, digunakan batas kemaknaan sebesar 5% ( = 0,05). Hasil uji dikatakan ada hubungan yang bermakna bila nilai � value < (� value < 0,05). Hasil uji


(65)

48

dikatakan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik apabila nilai (�value > 0,05).

Langkah-langkah melakukan uji chi-square:

1) Analyze Descriptives statistic Crosstabs.

2) Masukan variabel bebas ke dalam Rows (makan pagi (sarapan) dan status gizi).

3) Masukan variabel terikat ke dalam Columns (tingkat konsentrasi).

4) Klik kotak Statistics, lalu pilih Chi-Square pada kiri atas kotak, lalu klik Continue.

5) Aktifkan kotak Cell, lalu pilih Observed dan Expected pada kotak Counts, lalu Continue.


(66)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

1. Didapatkan responden yang memiliki perilaku tidak sarapan (58,6%) lebih banyak dibanding responden yang memiliki perilaku sarapan (41,4%).

2. Didapatkan responden yang memiliki status gizi normal (74,7%) lebih banyak dibanding responden yang memiliki status gizi kurus (18,4%) atau gemuk (6,9%). 3. Didapatkan responden yang memiliki tingkat konsentrasi baik (64,4%) lebih banyak dibanding responden yang memiliki tingkat konsentrasi kurang (4,6%) atau sedang (31,0%).

4. Tidak terdapat hubungan antara perilaku makan pagi (sarapan) dengan tingkat konsentrasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (p = 0.082; p = >0,05).

5. Tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan tingkat konsentrasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (p = 0.161; p = >0,05).


(67)

65

5.2Saran

Saran dalam penelitian ini adalah:

1. Peneliti menyarankan agar masyarakat terutama remaja dalam hal ini mahasiswa dapat meningkatkan kepedulian akan pentingnya makan pagi (sarapan) bagi kehidupan sehari-hari.

2. Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengadakan penelitian tentang faktor-faktor yang dapat memengaruhi kebiasaan makan pagi (sarapan) mahasiswa, yaitu aktivitas mahasiswa sebagai mahasiswa kedokteran, aktivitas mahasiswa, jenis-jenis diet pada remaja.

3. Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengadakan penelitian tentang faktor-faktor yang dapat memengaruhi status gizi mahasiswa, yaitu pengetahuan responden sebagai mahasiswa kedokteran mengenai gizi, jenis-jenis diet pada remaja, dan aktivitas mahasiswa.

4. Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengadakan penelitian tentang faktor-faktor yang dapat memengaruhi tingkat konsentrasi mahasiswa, yaitu aktivitas mahasiswa sebagai mahasiswa kedokteran, aktivitas mahasiswa, masalah yang dihadapi oleh mahasiswa kedokteran, dan masalah-masalah yang dihadapi oleh remaja akhir atau dewasa awal.


(68)

DAFTAR PUSTAKA

Al-dubai, S.A., Al-naggal, R.A., Rampal, K.G. 2011. Stress and coping strategis of students in a medical faculty in Malaysia. Malays J Med Sci, 18 Januari 2015.

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Almatsier, S., S. Soetardjo., & M. Soekarti. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Amelia F. 2008. Konsumsi Pangan, Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik dan Status Gizi pada Remaja di Kota Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anonim, 2008. Otak Encer Berkat Sarapan. http://pikiran-rakyat.com. Diakses 15 September 2014.

Arisman. 2004. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan Edisi 2. EGC. Jakarta. hlm. 79.

Arisman, 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan Edisi 2. EGC. Jakarta. Arnelia, A.H. 2005. Perilaku Makan Khas Remaja.

Bagwel, E, S. 2008. The Relationship Between Breakfast and School Performance. http://clearinghouse.missouriwestern.edu/manuscripts/202.asp. Diakses 16 September 2014.

Cesillia, S. P. 2008. Jangan lewatkan sarapan. Jurnal Nasional, 17 September 2014.

Dahlan, S. 2012. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Sagung Seto. Jakarta.

Dedeh. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. PT Penerbit Sarana Bobo. Jakarta. Ganda, Y. 2004. Petunjuk Praktis Cara Mahasiswa Belajar di Perguruan Tinggi. PT.

Grasindo. Jakarta.

Gibson, R.S. 2005. Principle of Nutritional and Assessment. Oxford University Press. Newyork.


(69)

Hakim, T. 2002. Mengatasi Gangguan Konsentrasi Plus Teknik-teknik Latihan Konsentrasi. Puspa Swara. Jakarta.

Hakim, T. 2011. Belajar Secara Efektif. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta. Hanum, A. & T. Mahmudiono. 2010. Hubungan Makan Pagi dan Tingkat Konsumsi Zat Gizi

dengan Daya Konsentrasi Siswa Sekolah Dasar. J. dari Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga. Surabaya

Hartriyanti & Triyanti. 2007. Penilaian Status Gizi: Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, FKM UI. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Heryanti, E. 2009. Hubungan Kebiasaan Makan Cepat Saji (Fast Food Modern), Aktivitas Fisik dan Faktor Lainnya Dengan Status Gizi Mahasiswa Penghuni Asrama UI Depok. Skripsi. FKM UI.

Hills. 2007. Children, Obesity and Exercise: Prevention, treatment and management of childhood and adolescent obesity. Routledge. New York.

Husaini, Y. K. 2006. Perilaku Memberi Makan untuk Meningkatkan Tumbuh Kembang Anak. Gizi Indonesia. Jakarta.

Irianto, Djoko P. 2006. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Andi Yogyakarta. Yogyakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. Diakses 15 September 2014.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Riset Kesehatan Dasar 2010. Diakses 28 Agustus 2014.

Koochaki, G., Charkazi, A., Hasanzadeh, A., Saedani, M., Qorbani, M., Marjani, A. 2011. Prevalence of stress among Iranian medical students : a questionnaire survey. Eastern Mediterranean Health Journal, 18 Januari 2015.

Kusmiran, E. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Salemba Medika. Jakarta. Martianto, D. 2006. Kalau Mau Sehat Jangan Tinggalkan Kebiasaan Sarapan Pagi.

http://202.155.15.208/suplemen/cetak_detail.asp?mid=2&id=256022&kat_id=105&ka_ _id1=150. Diakses 27 Aguatus 2014.

Michael, J. Gibney. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta. Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi 2. Penerbit Papas Sinar Sinanti. Jakarta.

Moehji, S. 2009. Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk. PT. Bhratara Niaga Media. Jakarta.


(70)

Nix S. W. 2005. Basic Nutrition & Diet Therapy, 12th ed. Mosby-Year Book. St. Louis. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta. Novi. 2010. Informasi Mengenai Penggunaan IST di P3M Fakultas Psikologi USU. Medan. Nur’aini. 2009. Pola Aktivitas, Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan di

Kota Bandung. Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Poewardaminta. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Yogyakarta.

Rahmi. 2008. Jangan Sepelekan Sarapan Pagi Untuk Si kecil. www.halohalo.com. Diakses 16 September 2014.

Safitri, D. 2007. Prinsip Pemberian MP ASI (4). http//www.sehatgroup.web.id. Diakses 28 Agustus 2014.

Siagian, A. 2010. Epidemiologi Gizi. Erlangga. Jakarta.

Simarmata, D. 2009. Kajian Ketersediaan Pangan Rumah Tangga, Status Ekonomi Keluarga, Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Melati Kecamatan Perbaungan Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Siregar, A. 2006. Harga Diri pada Remaja Obesitas. Diakses 17 September 2014 http://www.library.usu.ac.id

Siswoyo. 2007. Ilmu Pendidikan. UNY Pers. Yogyakarta.

Site, M. 2008. Kebiasaan Buruk yang Merusak Otak. http://makarims.blogspot.com/2008/01/kebiasaan-buruk-yg-merusak-otak. Diakses 28 Agustus 2014.

Sondang, P. S. 2004. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Rineke Cipta. Jakarta. Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Srikandi. Surabaya.

Supariasa. 2011. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta. Supariasa. 2012. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.

Surya, Hendra. 2009. Menjadi Manusia Pembelajar. Elek Media Komputindo. Jakarta. Susanto, H. 2006. Meningkatkan Konsentrasi Siswa Melalui Optimalisasi Modalitas Belajar

Siswa. http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.46-51MeningkatkanKonsentrasi.pdf. Diakses 28 Agustus 2014.

Wardlaw, G.M. 2007. Perspective in Nutrition. 7th ed. McGraw-Hill, New York. USA. Widyastuti, Y. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya. Yogyakarta.


(71)

Wiharyanti, R. 2006. Anak Yang Sarapan Daya Ingatnya Lebih Baik. www.bernas.co.id. Diakses 16 September 2014.

Widyakarya Nasional pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. LIPI. Jakarta.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG). 2004. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

1. Didapatkan responden yang memiliki perilaku tidak sarapan (58,6%) lebih banyak dibanding responden yang memiliki perilaku sarapan (41,4%).

2. Didapatkan responden yang memiliki status gizi normal (74,7%) lebih banyak dibanding responden yang memiliki status gizi kurus (18,4%) atau gemuk (6,9%). 3. Didapatkan responden yang memiliki tingkat konsentrasi baik (64,4%) lebih banyak dibanding responden yang memiliki tingkat konsentrasi kurang (4,6%) atau sedang (31,0%).

4. Tidak terdapat hubungan antara perilaku makan pagi (sarapan) dengan tingkat konsentrasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (p = 0.082; p = >0,05).

5. Tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan tingkat konsentrasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (p = 0.161; p = >0,05).


(2)

65

5.2Saran

Saran dalam penelitian ini adalah:

1. Peneliti menyarankan agar masyarakat terutama remaja dalam hal ini mahasiswa dapat meningkatkan kepedulian akan pentingnya makan pagi (sarapan) bagi kehidupan sehari-hari.

2. Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengadakan penelitian tentang faktor-faktor yang dapat memengaruhi kebiasaan makan pagi (sarapan) mahasiswa, yaitu aktivitas mahasiswa sebagai mahasiswa kedokteran, aktivitas mahasiswa, jenis-jenis diet pada remaja.

3. Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengadakan penelitian tentang faktor-faktor yang dapat memengaruhi status gizi mahasiswa, yaitu pengetahuan responden sebagai mahasiswa kedokteran mengenai gizi, jenis-jenis diet pada remaja, dan aktivitas mahasiswa.

4. Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengadakan penelitian tentang faktor-faktor yang dapat memengaruhi tingkat konsentrasi mahasiswa, yaitu aktivitas mahasiswa sebagai mahasiswa kedokteran, aktivitas mahasiswa, masalah yang dihadapi oleh mahasiswa kedokteran, dan masalah-masalah yang dihadapi oleh remaja akhir atau dewasa awal.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Al-dubai, S.A., Al-naggal, R.A., Rampal, K.G. 2011. Stress and coping strategis of students in a medical faculty in Malaysia. Malays J Med Sci, 18 Januari 2015.

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Almatsier, S., S. Soetardjo., & M. Soekarti. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Amelia F. 2008. Konsumsi Pangan, Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik dan Status Gizi pada Remaja di Kota Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anonim, 2008. Otak Encer Berkat Sarapan. http://pikiran-rakyat.com. Diakses 15 September 2014.

Arisman. 2004. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan Edisi 2. EGC. Jakarta. hlm. 79.

Arisman, 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan Edisi 2. EGC. Jakarta. Arnelia, A.H. 2005. Perilaku Makan Khas Remaja.

Bagwel, E, S. 2008. The Relationship Between Breakfast and School Performance. http://clearinghouse.missouriwestern.edu/manuscripts/202.asp. Diakses 16 September 2014.

Cesillia, S. P. 2008. Jangan lewatkan sarapan. Jurnal Nasional, 17 September 2014.

Dahlan, S. 2012. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Sagung Seto. Jakarta.

Dedeh. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. PT Penerbit Sarana Bobo. Jakarta. Ganda, Y. 2004. Petunjuk Praktis Cara Mahasiswa Belajar di Perguruan Tinggi. PT.

Grasindo. Jakarta.

Gibson, R.S. 2005. Principle of Nutritional and Assessment. Oxford University Press. Newyork.


(4)

Hakim, T. 2002. Mengatasi Gangguan Konsentrasi Plus Teknik-teknik Latihan Konsentrasi. Puspa Swara. Jakarta.

Hakim, T. 2011. Belajar Secara Efektif. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta. Hanum, A. & T. Mahmudiono. 2010. Hubungan Makan Pagi dan Tingkat Konsumsi Zat Gizi

dengan Daya Konsentrasi Siswa Sekolah Dasar. J. dari Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga. Surabaya

Hartriyanti & Triyanti. 2007. Penilaian Status Gizi: Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, FKM UI. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Heryanti, E. 2009. Hubungan Kebiasaan Makan Cepat Saji (Fast Food Modern), Aktivitas Fisik dan Faktor Lainnya Dengan Status Gizi Mahasiswa Penghuni Asrama UI Depok. Skripsi. FKM UI.

Hills. 2007. Children, Obesity and Exercise: Prevention, treatment and management of childhood and adolescent obesity. Routledge. New York.

Husaini, Y. K. 2006. Perilaku Memberi Makan untuk Meningkatkan Tumbuh Kembang Anak. Gizi Indonesia. Jakarta.

Irianto, Djoko P. 2006. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Andi Yogyakarta. Yogyakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. Diakses 15 September 2014.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Riset Kesehatan Dasar 2010. Diakses 28 Agustus 2014.

Koochaki, G., Charkazi, A., Hasanzadeh, A., Saedani, M., Qorbani, M., Marjani, A. 2011. Prevalence of stress among Iranian medical students : a questionnaire survey. Eastern Mediterranean Health Journal, 18 Januari 2015.

Kusmiran, E. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Salemba Medika. Jakarta. Martianto, D. 2006. Kalau Mau Sehat Jangan Tinggalkan Kebiasaan Sarapan Pagi.

http://202.155.15.208/suplemen/cetak_detail.asp?mid=2&id=256022&kat_id=105&ka_ _id1=150. Diakses 27 Aguatus 2014.

Michael, J. Gibney. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta. Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi 2. Penerbit Papas Sinar Sinanti. Jakarta.

Moehji, S. 2009. Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk. PT. Bhratara Niaga Media. Jakarta.


(5)

Nix S. W. 2005. Basic Nutrition & Diet Therapy, 12th ed. Mosby-Year Book. St. Louis. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta. Novi. 2010. Informasi Mengenai Penggunaan IST di P3M Fakultas Psikologi USU. Medan. Nur’aini. 2009. Pola Aktivitas, Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan di

Kota Bandung. Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Poewardaminta. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Yogyakarta.

Rahmi. 2008. Jangan Sepelekan Sarapan Pagi Untuk Si kecil. www.halohalo.com. Diakses 16 September 2014.

Safitri, D. 2007. Prinsip Pemberian MP ASI (4). http//www.sehatgroup.web.id. Diakses 28 Agustus 2014.

Siagian, A. 2010. Epidemiologi Gizi. Erlangga. Jakarta.

Simarmata, D. 2009. Kajian Ketersediaan Pangan Rumah Tangga, Status Ekonomi Keluarga, Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Melati Kecamatan Perbaungan Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Siregar, A. 2006. Harga Diri pada Remaja Obesitas. Diakses 17 September 2014 http://www.library.usu.ac.id

Siswoyo. 2007. Ilmu Pendidikan. UNY Pers. Yogyakarta.

Site, M. 2008. Kebiasaan Buruk yang Merusak Otak.

http://makarims.blogspot.com/2008/01/kebiasaan-buruk-yg-merusak-otak. Diakses 28 Agustus 2014.

Sondang, P. S. 2004. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Rineke Cipta. Jakarta. Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Srikandi. Surabaya.

Supariasa. 2011. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta. Supariasa. 2012. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.

Surya, Hendra. 2009. Menjadi Manusia Pembelajar. Elek Media Komputindo. Jakarta. Susanto, H. 2006. Meningkatkan Konsentrasi Siswa Melalui Optimalisasi Modalitas Belajar

Siswa. http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.46-51MeningkatkanKonsentrasi.pdf.

Diakses 28 Agustus 2014.

Wardlaw, G.M. 2007. Perspective in Nutrition. 7th ed. McGraw-Hill, New York. USA. Widyastuti, Y. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya. Yogyakarta.


(6)

Wiharyanti, R. 2006. Anak Yang Sarapan Daya Ingatnya Lebih Baik. www.bernas.co.id. Diakses 16 September 2014.

Widyakarya Nasional pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. LIPI. Jakarta.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG). 2004. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.


Dokumen yang terkait

GAMBARAN ABSENTEISME MAKAN PAGI DAN STATUS GIZI PADA MAHASISWA (STUDI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER)

0 5 89

HUBUNGAN ASUPAN MAKAN TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA PADA MAHASISWA OBESITAS DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

3 47 78

Hubungan body image dengan perilaku makan, perilaku sehat, status gizi dan kesehatan mahasiswa

3 16 77

Hubungan Pola Makan dan Status Gizi Dengan Terjadinya Anemia Defisiensi Besi Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 Tahun 2013

0 4 90

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MAKAN PAGI DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KESEGARAN JASMANI PADA SISWI Hubungan Antara Kebiasaan Makan Pagi Dan Status Gizi Dengan Tingkat Kesegaran Jasmani Pada Siswi Di Pondok Madrasah Aliyah Al – Manshur Tegalgondo, Klaten.

0 3 19

PERBEDAAN TINGKAT KONSENTRASI PADA SISWA YANG MELAKUKAN SARAPAN PAGI DENGAN YANG Perbedaan Tingkat Konsentrasi Pada Siswa Yang Melakukan Sarapan Pagi Dengan Yang Tidak Melakukan Sarapan Pagi Di SDN Gondang III Kecamatan Nawangan Pacitan.

0 2 16

PERBEDAAN TINGKAT KONSENTRASI PADA SISWA YANG MELAKUKAN SARAPAN PAGI DENGAN YANG Perbedaan Tingkat Konsentrasi Pada Siswa Yang Melakukan Sarapan Pagi Dengan Yang Tidak Melakukan Sarapan Pagi Di SDN Gondang III Kecamatan Nawangan Pacitan.

0 3 15

Hubungan Pola Makan terhadap Status Gizi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Tahun 2016.

0 4 29

ANALISIS HUBUNGAN POLITIK DOMESTIK DENGA

0 0 11

34 HUBUNGAN KEBIASAAN SARAPAN PAGI DENGAN TINGKAT KONSENTRASI BELAJAR PADA ANAK

0 3 6