Hubungan Pola Makan dan Status Gizi Dengan Terjadinya Anemia Defisiensi Besi Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 Tahun 2013
LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Indah Sari Atika Sembiring
Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 23 Mei 1991
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum menikah Nama Orang Tua (Ayah) : H. Darwin Sembiring Nama Orang Tua (Ibu) : Dra. Hj. Sakdiah Hasibuan
Alamat Rumah : Jalan Karya Wisata Villa Luxor B16, Medan Riwayat Pendidikan:
1. TK Tunas Harapan Aek Nabara 1995 - 1997 2. SD Negeri 112174 Bilah Hulu Aek Nabara 1997 - 1999
3. SD Swasta TPI-YPI Torgamba 1999 - 2002
4. SD Negeri 112143 Rantau Prapat 2003 - 2003 5. SMP Negeri 1 Rantau Selatan 2003 - 2006 6. SMA Negeri 3 Rantau Utara 2006 - 2009
7. Fakultas Kedokteran USU 2010 - Sekarang
Riwayat Organisasi:
1. Anggota Pramuka SD TPI YPTG Torgamba
2. Anggota Humas TBM FK USU PEMA FK USU 2011-2013 3. Panitia Porseni FK USU 2012 sebagai anggota konsumsi
(2)
LAMPIRAN 2
LEMBAR PENJELASAN
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Saya adalah mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang akan melakukan penelitian berjudul “Hubungan Pola Makan dan Status Gizi dengan Terjadinya Anemia Defisiensi Besi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 Tahun 2013”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan Pola Makan dan Status Gizi dengan Terjadinya Anemia Defisiensi Besi.
Oleh karena itu, saya meminta kesediaan saudara/i untuk ikut serta menjadi subjek penelitian ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada saat wawancara untuk pola makan dan bersedia untuk melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk status gizi. Ada pun data individu dalam penelitian ini tidak akan dipublikasikan. Untuk penelitian ini saudara/i tidak akan dikenakan biaya apa pun. Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan saudara/i bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah saya sediakan.
Terima kasih saya ucapkan kepada saudara/i yang telah ikut berpartisipasi pada penelitian ini. Keikutsertaan saudara/i dalam penelitian ini akan menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.
Peneliti,
(3)
LAMPIRAN 3
LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ………
Jenis Kelamin : ……….
Umur : ………
Kelas : ………
Alamat : ………
setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan, dengan ini menyatakan SETUJU/ MENOLAK* untuk ikut serta menjadi subjek penelitian dengan bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan pada saat wawancara dan bersedia mengikuti pengukuran berat badan serta tinggi badan.
Medan, ………2013
Peneliti, Yang membuat pernyataan,
Indah Sari Atika. S ………
(4)
LAMPIRAN 4
FORMULIR FOOD FREQUENCY
Nama :
Jenis Kelamin : L / P
Umur :
Kelas : Alamat :
No Bahan
Makanan
Tidak Pernah
Setiap Hari
Seminggu Sekali
Sebulan Sekali
Jarang
1 Nasi 2 Jagung 3 Mie 4 Roti
5 Biscuit/roti kering 6 Kentang
7 Singkong/ubi 8 Tempe/tahu 9 Oncom
10 Kacang kering 11 Ayam
12 Daging sapi
13 Daging diawetkan 14 Bakso
15 Ikan basah 16 Ikan asin 17 Udang segar 18 Telur ayam/bebek 19 Sayuran hijau
(5)
20 Sayur kacangan 21 Sayur
tomat/wortel 22 Sayur lain 23 Pisang 24 Papaya 25 Jeruk
26 Buah segar lain 27 Buah awet 28 Susu segar
29 Susu kental manis 30 Tepung susu
whole
31 Tepung susu skim 32 Es krim
33 Keju
34 Minyak goreng 35 Kelapa/santan 36 Margarin/mentega 37 Teh manis/gula 38 Kue basah 39 Sirup
40 Minuman botol ringan
(6)
LAMPIRAN 5
FOOD RECALL 24 JAM
(KONSUMSI MAKANAN)
Nama : Umur :
Kelas : Jenis Kelamin : L / P
Alamat :
WAKTU MENU BAHAN
MAKANAN
URT BERAT (GRAM)
KET
Pagi
Snack jam 10.00
(7)
Snack jam 16.00
(8)
LAMPIRAN 6
INDEKS MASSA TUBUH (IMT) GRAFIK CDC
Nama :
Alamat : Jenis kelamin : L / P
Umur :
Kelas : Berat badan : Tinggi badan :
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
LAMPIRAN 9
DATA INDUK RESPONDEN
Nama JK Umur BB (kg) TB (cm) Percentile Status Gizi Besi Hb RBC MCV IM Anemia Defisiensi Besi
Responden 1 P 17 49 160 5-85% Normal 2.5 14.3 4.39 88.0 20.04 Tidak Anemia
Responden 2 L 18 78 165 85-95% Overweight 7.9 18.1 5.40 86.0 15.92 Tidak Anemia Responden 3 P 17 48 150 5-85% Normal 15.2 11.8 4.45 86.0 19.32 Anemia Defisiensi Besi
Responden 4 P 17 56 168 5-85% Normal 3.3 12.5 4.52 86.0 19.02 Tidak Anemia
Responden 5 L 18 100 168 > 95% Obese 3.2 15.9 5.87 89.0 15.16 Tidak Anemia Responden 6 P 17 85 163 85-95% Overweight 2.9 11.8 4.80 78.0 16.25 Anemia Defisiensi Besi Responden 7 L 18 101 180 > 95% Obese 12.0 12.7 3.73 88.0 23.59 Anemia Defisiensi Besi Responden 8 P 18 42 150 5-85% Normal 15.4 11.6 4.98 72.8 14.61 Anemia Defisiensi Besi Responden 9 P 18 42 160 < 5% Underweight 14.8 12.9 4.68 85.0 18.16 Tidak Anemia Responden 10 L 18 61 162 5-85% Normal 5.9 15.2 5.67 88.0 15.52 Tidak Anemia Responden 11 P 19 80 164 > 95% Obese 19.0 11.5 4.38 76.0 17.35 Anemia Defisiensi Besi Responden 12 L 18 111 182 > 95% Obese 13.7 13.7 5.50 79.1 14.38 Tidak Anemia Responden 13 L 19 65 172 5-85% Normal 9.2 15.7 5.67 88.0 15.52 Tidak Anemia Responden 14 P 17 72 163 85-95% Overweight 6.5 14.5 4.90 82.0 16.73 Tidak Anemia Responden 15 L 18 53 168 5-85% Normal 6.7 14.5 4.90 91.0 18.57 Tidak Anemia Responden 16 P 17 49 159 5-85% Normal 6.9 12.4 4.58 82.0 17.90 Tidak Anemia Responden 17 P 17 47 157 5-85% Normal 5.9 13.0 4.38 85.0 19.40 Tidak Anemia Responden 18 P 18 69 152 85-95% Overweight 4.7 15.8 4.61 91.0 19.73 Tidak Anemia Responden 19 L 18 47 162 < 5% Underweight 3.5 14.9 4.88 88.0 18.03 Tidak Anemia Responden 20 P 17 60 159 5-85% Normal 5.6 14.4 4.19 87.0 20.76 Tidak Anemia
(15)
Responden 21 P 17 42 154 5-85% Normal 5.3 13.4 4.58 91.0 19.86 Tidak Anemia Responden 22 P 18 53 156 5-85% Normal 4.0 12.4 4.07 90.0 22.11 Tidak Anemia Responden 23 L 18 112 168 > 95% Obese 11.3 15.5 5.88 82.0 13.94 Tidak Anemia Responden 24 L 17 70 168 5-85% Normal 3.9 13.6 5.66 83.8 14.80 Tidak Anemia Responden 25 L 17 69 165 85-95% Overweight 7.0 18.1 6.67 75.0 11.24 Tidak Anemia Responden 26 P 18 68 161 85-95% Overweight 4.7 17.2 5.18 91.0 17.56 Tidak Anemia Responden 27 L 17 96 167 > 95% Obese 3.7 15.0 4.92 89.0 18.08 Tidak Anemia Responden 28 L 18 64 157 85-95% Overweight 2.3 11.9 4.38 83.0 18.94 Anemia Defisiensi Besi Responden 29 P 17 51 160 5-85% Normal 7.7 11.8 4.60 81.8 17.78 Anemia Defisiensi Besi Responden 30 L 17 75 170 85-95% Overweight 12.2 15.1 5.46 84.9 15.54 Tidak Anemia Responden 31 P 18 45 160 < 5% Underweight 5.9 10.7 4.71 79.6 16.90 Anemia Defisiensi Besi Responden 32 L 18 58 164 5-85% Normal 7.2 14.9 5.46 82.7 15.14 Tidak Anemia Responden 33 L 19 102 183 > 95% Obese 6.1 12.0 5.42 74.0 13.65 Anemia Defisiensi Besi Responden 34 P 18 63 157 5-85% Normal 7.9 15.0 4.65 89.0 19.13 Tidak Anemia Responden 35 L 18 75 187 5-85% Normal 2.3 14.2 4.55 87.0 19.12 Tidak Anemia Responden 36 P 18 48 163 < 5% Underweight 2.3 9.5 4.05 70.0 16.20 Anemia Defisiensi Besi Responden 37 P 17 43 154 5-85% Normal 9.6 14.1 4.96 89.0 17.94 Tidak Anemia Responden 38 L 19 103 167 > 95% Obese 8.2 11.7 4.86 78.0 16.04 Anemia Defisiensi Besi Responden 39 L 18 90 175 > 95% Obese 3.5 14.5 5.57 81.0 14.54 Tidak Anemia Responden 40 P 18 51 155 5-85% Normal 9.2 10.0 4.55 74.0 16.26 Anemia Defisiensi Besi Responden 41 L 17 55 167 5-85% Normal 3.9 18.1 6.85 74.0 10.80 Tidak Anemia Responden 42 P 17 85 162 > 95% Obese 3.7 12.7 4.63 86.0 18.57 Tidak Anemia Responden 43 P 17 43 158 < 5% Underweight 6.4 14.9 4.99 83.0 16.63 Tidak Anemia Responden 44 P 17 53 163 5-85% Normal 6.3 13.7 4.67 89.0 19.05 Tidak Anemia
(16)
Responden 45 P 17 48 154 5-85% Normal 20.9 12.3 5.07 76.8 15.14 Tidak Anemia Responden 46 L 18 76 169 85-95% Overweight 3.5 12.8 5.27 83.3 15.80 Anemia Defisiensi Besi Responden 47 L 17 56 172 5-85% Normal 4.8 14.3 6.10 74.0 12.13 Tidak Anemia Responden 48 L 17 90 175 > 95% Obese 2.0 16.7 5.29 85.0 16.06 Tidak Anemia Responden 49 L 17 85 180 85-95% Overweight 2.3 18.3 5.72 85.0 14.86 Tidak Anemia Responden 50 L 18 49 163 5-85% Normal 8.3 13.2 5.24 77.5 14.79 Tidak Anemia Responden 51 L 17 94 174 > 95% Obese 7.4 15.9 5.77 84.0 14.55 Tidak Anemia Responden 52 P 18 58 160 5-85% Normal 4.0 9.5 4.30 75.0 17.44 Anemia Defisiensi Besi Responden 53 P 18 85 159 > 95% Obese 15.6 11.2 3.71 88.0 23.71 Anemia Defisiensi Besi Responden 54 P 17 54 165 5-85% Normal 6.6 12.4 5.29 74.4 14.06 Tidak Anemia Responden 55 P 19 62 147 85-95% Overweight 2.2 13.8 4.70 87.0 18.51 Tidak Anemia Responden 56 P 17 49 157 5-85% Normal 3.7 13.0 4.73 83.5 17.65 Tidak Anemia Responden 57 P 18 49 161 5-85% Normal 9.9 11.0 4.65 80.0 17.20 Anemia Defisiensi Besi Responden 58 P 18 75 148 > 95% Obese 2.7 17.3 5.32 87.0 16.35 Tidak Anemia Responden 59 P 17 45 157 5-85% Normal 3.6 12.6 4.78 82.0 17.15 Tidak Anemia Responden 60 P 18 42 164 < 5% Underweight 2.7 13.9 5.07 85.0 16.76 Tidak Anemia Responden 61 L 19 55 155 5-85% Normal 4.5 15.7 5.84 85.7 14.67 Tidak Anemia Responden 62 P 19 48 154 5-85% Normal 7.0 11.4 4.81 82.3 17.11 Anemia Defisiensi Besi Responden 63 P 18 53 143 85-95% Overweight 5.8 14.0 4.87 88.0 18.06 Tidak Anemia Responden 64 P 18 45 158 5-85% Normal 3.8 10.6 5.03 67.0 13.32 Anemia Defisiensi Besi Responden 65 L 18 65 167 5-85% Normal 8.7 13.4 5.18 88.3 17.04 Tidak Anemia Responden 66 P 18 53 152 5-85% Normal 3.1 13.9 4.47 91.0 20.35 Tidak Anemia Responden 67 P 18 64 163 5-85% Normal 3.4 16.5 5.24 89.0 16.98 Tidak Anemia Responden 68 P 18 49 161 < 5% Underweight 7.9 11.0 4.65 80.0 17.20 Anemia Defisiensi Besi
(17)
Responden 69 P 17 45 153 5-85% Normal 6.1 16.5 5.35 86.0 16.07 Tidak Anemia Responden 70 L 17 54 164 5-85% Normal 7.6 12.1 4.53 84.8 18.71 Anemia Defisiensi Besi Responden 71 P 18 53 150 5-85% Normal 3.7 13.4 4.17 93.0 22.30 Tidak Anemia Responden 72 L 17 74 160 > 95% Obese 1.0 14.5 5.33 85.6 16.06 Tidak Anemia Responden 73 L 17 85 175 85-95% Overweight 3.6 15.0 5.22 86.0 16.47 Tidak Anemia Responden 74 L 18 82 180 5-85% Normal 4.1 13.9 5.15 83.0 16.11 Tidak Anemia Responden 75 P 17 46 153 5-85% Normal 9.3 12.2 4.21 92.0 21.85 Tidak Anemia Responden 76 P 18 80 168 85-95% Overweight 6.7 12.4 4.75 86.1 18.12 Tidak Anemia Responden 77 P 18 67 158 85-95% Overweight 51.5 12.5 4.28 87.0 20.32 Tidak Anemia Responden 78 L 17 55 167 5-85% Normal 6.5 15.2 4.80 90.0 18.75 Tidak Anemia Responden 79 P 19 43 155 < 5% Underweight 3.8 11.5 4.25 82.8 19.48 Anemia Defisiensi Besi Responden 80 P 17 46 156 5-85% Normal 7.0 13.9 4.55 90.0 19.78 Tidak Anemia Responden 81 P 17 57 150 85-95% Overweight 7.4 14.3 4.44 86.0 19.36 Tidak Anemia
Keterangan:
JK = Jenis Kelamin IM = Indeks Mentzer
P = Perempuan RBC = Red Blood Cell
L = Laki-Laki Hb = Hemoglobin
(18)
LAMPIRAN 10
POLA MAKAN RESPONDEN
Jenis Makanan
Frekuensi Tidak
Pernah
Setiap Hari
Seminggu Sekali
Sebulan
Sekali Jarang Total
Nasi 0 % 100 % 0 % 0 % 0 % 100 %
Jagung 8,6 % 0 % 8,6 % 9,9 % 72,8 % 100 %
Mie 0 % 4,9 % 35,8 % 18,5 % 40,7 % 100 %
Roti 0 % 23,5 % 56,8 % 4,9 % 14,8 % 100 %
Biscuit/Roti Kering 1,2 % 24,7 % 38,3 % 7,4 % 28,4 % 100 %
Kentang 2,5 % 11,1 % 49,4 % 7,4 % 29,6 % 100 %
Singkong/Ubi 7,4 % 2,5 % 11,1 % 19,8 % 59,3 % 100 %
Tempe/Tahu 1,2 % 13,6 % 59,3 % 6,2 % 19,8 % 100 %
Oncom 45,6 % 2,5 % 8,6 % 2,5 % 40,7 % 100 %
Kacang Kering 13,5 % 12,3 % 7,4 % 13,6 % 53 % 100 %
Ayam 1,2 % 29,6 % 53 % 6,2 % 9,9 % 100 %
Daging Sapi 6,2 % 7,4 % 49,4 % 13,6 % 23,5 % 100 %
Daging Diawetkan 29,6 % 2,5 % 17,3 % 12,3 % 38,3 % 100 %
Bakso 4,9 % 2,5 % 30,9 % 21 % 40,7 % 100 %
Ikan Basah 7,4 % 30,9 % 34,6 % 8,6 % 18,5 % 100 %
Ikan Asin 12,3 % 4,9 % 21 % 14,8 % 47 % 100 %
Udang Segar 8,6 % 8,6 % 37 % 19,8 % 26 % 100 %
Telur Ayam/Bebek 1,2 % 37 % 49,4 % 8,6 % 3,7 % 100 % Sayuran Hijau 2,5 % 64,2 % 28,4 % 1,2 % 3,7 % 100 % Sayur Kacangan 8,6 % 18,5 % 42 % 7,4 % 23,5 % 100 % Sayur Tomat/Wortel 0 % 45,7 % 38,3 % 4,9 % 11,1 % 100 %
Sayur Lain 3,7 % 38,3 % 39,5 % 4,9 % 13,6 % 100 %
(19)
Pepaya 2,5 % 8,6 % 37 % 19,8 % 32 % 100 %
Jeruk 0 % 23,5 % 38,3 % 13,6 % 24,7 % 100 %
Buah Segar Lain 3,7 % 21 % 42 % 9,9 % 23,5 % 100 %
Buah Awet 21 % 13,6 % 30,9 % 8,6 % 26 % 100 %
Susu Segar 14,8 % 23,5 % 23,5 % 6,2 % 32 % 100 %
Susu Kental Manis 13,6 % 21 % 21 % 8,6 % 35,8 % 100 % Tepung Susu Whole 24,7 % 13,6 % 13,6 % 6,2 % 42 % 100 % Tepung Susu Skim 27,2 % 6,2 % 12,3 % 9,9 % 44,4 % 100 %
Es Krim 6,2 % 6,2 % 27,2 % 26 % 34,6 % 100 %
Keju 2,5 % 23,5 % 19,8 % 28,4 % 23,5 % 100 %
Minyak Goreng 4,9 % 43,2 % 19,8 % 8,6 % 23,5 % 100 %
Kelapa/Santan 1,2 % 33,3 % 32 % 9,9 % 23,5 % 100 %
Margarin/Mentega 1,2 % 26 % 35,8 % 13,6 % 23,5 % 100 % Teh Manis/Gula 2,5 % 30,9 % 28,4 % 12,3 % 26 % 100 %
Kue Basah 3,7 % 13,6 % 40,7 % 11,1 % 30,9 % 100 %
Sirup 4,9 % 16 % 30,9 % 8,6 % 39,5 % 100 %
Minuman Botol
(20)
LAMPIRAN 11
HASIL UJI STATISTIK
Tabel Frekuensi Jenis Kelamin
Jenis KelaminFrequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Laki-Laki 33 40.7 40.7 40.7
Perempuan 48 59.3 59.3 100.0
Total 81 100.0 100.0
Tabel Frekuensi Umur
UmurFrequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
17 35 43.2 43.2 43.2
18 38 46.9 46.9 90.1
19 8 9.9 9.9 100.0
(21)
Tabel Frekuensi Berat Badan
Berat Badan KategoriFrequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
42-48 kg 19 23.5 23.5 23.5
49-55 kg 19 23.5 23.5 46.9
56-62 kg 8 9.9 9.9 56.8
63-69 kg 9 11.1 11.1 67.9
70-76 kg 7 8.6 8.6 76.5
77-83 kg 4 4.9 4.9 81.5
84-90 kg 7 8.6 8.6 90.1
91-97 kg 2 2.5 2.5 92.6
98-104 kg 4 4.9 4.9 97.5
105-111 kg 2 2.5 2.5 100.0
Total 81 100.0 100.0
Tabel Frekuensi Tinggi Badan
Tinggi Badan KategoriFrequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
143-149 cm 3 3.7 3.7 3.7
150-156 cm 17 21.0 21.0 24.7
157-163 cm 29 35.8 35.8 60.5
164-170 cm 20 24.7 24.7 85.2
171-177 cm 6 7.4 7.4 92.6
178-184 cm 5 6.2 6.2 98.8
185-191 cm 1 1.2 1.2 100.0
(22)
Tabel Frekuensi Percentile
PercentileFrequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
< 5% 8 9.9 9.9 9.9
5-85% 42 51.9 51.9 61.7
85-95% 16 19.8 19.8 81.5
> 95% 15 18.5 18.5 100.0
Total 81 100.0 100.0
Tabel Frekuensi Status Gizi
Status Gizi KategoriFrequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Underweight 8 9.9 9.9 9.9
Normal 42 51.9 51.9 61.7
Overweight 16 19.8 19.8 81.5
Obese 15 18.5 18.5 100.0
Total 81 100.0 100.0
Tabel Frekuensi Konsumsi Besi
Konsumsi Besi KategoriFrequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Cukup 12 14.8 14.8 14.8
Tidak Cukup 69 85.2 85.2 100.0
(23)
Tabel Frekuensi Hemoglobin
Hemoglobin KategoriFrequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Normal 60 74.1 74.1 74.1
Anemia 21 25.9 25.9 100.0
Total 81 100.0 100.0
Tabel Frekuensi Anemia Defisiensi Besi
Anemia Defisiensi Besi KategoriFrequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Anemia Defisiensi Besi 21 25.9 25.9 25.9
Tidak Anemia 60 74.1 74.1 100.0
Total 81 100.0 100.0
Crosstab Pola Makan dengan Anemia Defisiensi Besi
Konsumsi Besi Kategori * Anemia Defisiensi Besi Kategori CrosstabulationAnemia Defisiensi Besi Kategori Total
Anemia Defisiensi Besi
Tidak Anemia
Konsumsi Besi Kategori
Cukup Count 6 6 12
Expected Count 3.1 8.9 12.0
Tidak Cukup Count 15 54 69
Expected Count 17.9 51.1 69.0
Total Count 21 60 81
(24)
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 4.251a 1 .039
Continuity Correctionb 2.907 1 .088
Likelihood Ratio 3.819 1 .051
Fisher's Exact Test .069 .049
Linear-by-Linear Association
4.199 1 .040
N of Valid Cases 81
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.11. b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab Status Gizi dengan Anemia Deisiensi Besi
Status Gizi Kategori * Anemia Defisiensi Besi Kategori CrosstabulationAnemia Defisiensi Besi Kategori Total
Anemia Defisiensi Besi
Tidak Anemia
Status Gizi Kategori
Normal Count 9 33 42
Expected Count 10.9 31.1 42.0
Tidak Normal Count 12 27 39
Expected Count 10.1 28.9 39.0
Total Count 21 60 81
(25)
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .919a 1 .338
Continuity Correctionb .497 1 .481
Likelihood Ratio .920 1 .337
Fisher's Exact Test .448 .241
Linear-by-Linear Association
.907 1 .341
N of Valid Cases 81
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.11. b. Computed only for a 2x2 table
(26)
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Leon., 2008. Penilaian Status Gizi Setelah Terapi Besi Pada Anak Sekolah Dasar Yang Menderita Anemia Defisiensi Besi. Universitas Sumatera Utara: USU e-Repository [ Accessed 21 November 2013 ].
Akramipour, R., Razaei, M., Rahimi, Z., 2008. Prevalence of Iron Deficiency Anemia among Adolescent Schoolgirls from Kermanshah. Available From: http://ijjh.tums.ac.ir [ Accessed 28 Mei 2013 ].
Atmarita, 2005. Nutrition Problems in Indonesia. Gajah Mada Univerrsity: Directorate of Community Nutrition, The Ministry of Health. [ Accesed 30 Mei 2013 ].
Balci, Y., Karabulut, A., Gurses, D., et al., 2012. Prevalence and Risk Factors of Anemia among Adolescent in Denizli, Turkey. Iran: Department of Pediatric Hematology.
Balducci, L., Ershler, W.B., Bennett, J.M., 2007. Anemia in the Elderly. New York: Pringer Science, Business Media, LLC.
Baliwati, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Benoist, B., McLean, E., Egli, I., et al., 2008. Worldwide Prevalence of Anemia 1993-2005. Geneva, Switzerland: World Health Organization [ Accessed 2 Juni 2013].
Centers for Disease Control and Prevention , 2013. About BMI for Children and
(27)
http://www.cdc.gov/healthyweight/assessing/bmi/childrens_bmi/about_chi ldrens_bmi.html. [ Accessed 15 Juni 2013].
Centers for Disease Control and Prevention, 2013. Iron and Iron Deficiency.
Available From
http://www.cdc.gov/nutrition/everyone/basics/vitamins/iron.html. [ Accessed 1 Juni 2013 ].
Cruz-Gongora., Gaona, B., Villalpando, S., et al., 2011. Anemia and Iron, Zinc, Copper, and Magnesium Deficiency in Mexican Adolescents: National Health and Nutrition Survey 2006. Mexico: Instituto Nacional de Salud Publica.
Dallman, P.R., YIP R., Oski FA., 1996. Iron Deficiency and Related Nutritional Anemia. Philadelphia: Saunders.
Darlina, 2004. Faktor Pendorong Mie Instant dan Kontribusi Energi dan Proteinnya pada Mahasiswa di Asrama. Medan: Skripsi FKM USU.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Tiga Kelompok Permasalahan
Gizi di Indonesia. Available From
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/2136-menkes-ada-tiga-kelompok-permasalahan-gizi-di-indonesia.html. [ Accessed 2 Juni 2013 ].
Developed by The National Center for Health Statistic in collaboration with The National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, 2000. Available From http://www..cdc.gov/growthcharts. [ Accessed 5 Juni 2013].
(28)
Dietary Reference Intakes, Institute of Medicine, Food and Nutrition Board. Available From http://www.iom.edu/Object.File/Master/21/372/0.pdf. [ Accessed 2 Juni 2013 ].
Estimated Calorie Needs per Day by Age, Gender, and Physical Activity Level. Available From: http://www.cnpp.usda.gov/publications/USDAfoodpatterns [ Accessed 2 Juni 2013 ].
Hillman, R.S., 1995. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practise. A guide to Diagnosis and Management. New York: McGraw Hill.
Ikatan Dokter Indonesia Jembrana Bali, 2011. Dasar Kebutuhan dan Kecukupan
Gizi. Available From:
www.idijembrana.or.id/index.php?module=artikel&kode=9. [ Accessed 20 Mei 2013].
Instalasi Gizi RS Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Diet Indonesia, 2007. Penuntun Diet.
Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik . 1991. Bahan Makanan Penukar.
Irwin, J.J., Kirchner, J.T., 2001. Anemia in Children.
Kiess, W., Marcus, C., Wabitsch, M., 2004. Obesity in Childhood and Adolescence. Brussel.
Mathers, C., Steven, G., Mascarenhas, M., 2009. Global Health Risks: Mortality and Burden of Disease Attributable to Selected Major Risks. Geneva, Switzerland: World Health Organization.
(29)
Mirmiran, P., Golzarand, M., Majem, L.S., et al., 2012. Iron, Iodine, and Vitamin A in the Middle East; A Systematic Review of Deficiency and Food Fortification. Iran: Public Health. Available From: http://ijjh.tums.ac.ir [ Accessed 28 Mei 2013 ].
Murray, R.K., 2009. Biokimia Harper. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Needlman, R.D., 2004. Assessment of Growth. Philadelphia: Saunders.
Pasricha., Drakesmith, H., Black, J., et al., 2013. Control of Iron Deficiency Anemia in Low-and Middle-Income Countries. Available From: http://bloodjournal.hematologylibrary.org/content/121/14/2607.full#xref-ref-1-1 [ Accessed 25 April 2013 ].
Provan, D., 2003. ABC of Clinical Haematology, Second Edition. London: BMJ Books, BMA House, Tavistock Square.
Rubenstein, D., 2007. Kedokteran Klinis edisi Keenam. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Sandoval, C., Jayabose, S., 2004. Trends in Diagnosis and Management of Iron Deficiency during Infancy and Early Childhood. Hematology Oncology Clinic.
Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.4th Edition. Jakarta: Sagung Seto.
(30)
Story, M., Stang, J., 2005. Guidelines for Adolescents Nutritions Services. Available From: http://www.epi.umn.edu/let/pubs/adol_book.shtm [ Accessed 27 Mei 2013 ].
Wahyuni, A.S., 2007. Statistika Kedokteran. Jakarta: Bamboedoea Communication.
World Health Organization / UNICEF / UNU, 2001. Iron Deficiency Anaemia: Assessment, Prevention, and Control. A Guide for Programme Managers. Geneva, Switzerland: World Health Organization.
World Health Organization, 1998. Guideline for the Inpatient Treatment of Severely Malnourished Children, WHO Searo.
World Health Organization, 2006. Iron Deficiency Anaemia Assessment, Prevention, and Control.
(31)
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Dari kerangka pemikiran di atas, dapat dibuat bagan kerangka konsep sebagai berikut :
Pola Makan Status Gizi
Baik Buruk Overweight
Wawancara IMT dan CDC
Anemia
Defisiensi Besi Mahasiswa memenuhi
kriteria inkklusi dan
eksklusi
Normal
(32)
3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Pola Makan
Definisi operasional : Pola makan adalah informasi tentang berbagai macam makanan yang dikonsumsi selama 1 hari ketika makan pagi, makan siang, makan malam dan makanan kecil di luar waktu makan tersebut.
Cara ukur : Wawancara
Alat ukur : Formulir food recall dan food frequency
Hasil ukur : Jumlah konsumsi karbohidrat, lemak, protein, dan energy ditukar ke jumlah kandungan besi
Skala Ukur : Ordinal
Food recall 24 jam yang dilakukan adalah :
Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan atau minuman yang dikonsumsi responden dalam URT selama kurun waktu 24 jam yang lalu, kemudian petugas melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram).
Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan DKBM.
3.2.2. Status Gizi
Definisi operasional: Keadaan gizi mahasiswa berdasarkan indeks massa tubuh yang diukur dengan berat badan dalam satuan kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam satuan meter kuadrat (m2). Hasil pengukuran IMT akan di plot dalam grafik CDC 2000 untuk melihat mahasiswa tersebut berada dalam kategori status underweight, normal, overweight, atau obese.
(33)
Berat Badan (kg)
IMT =
(Tinggi Badan (m))2
Cara ukur : Observasional
Alat ukur : Berat badan : menggunakan timbangan injak “SMIC” tipe ZT-120
Tinggi badan : menggunakan microtoise “SMIC” tipe ZT-120
Hasil ukur : Underweight BMI < 5th percentile Normal BMI 5th - 85th percentile Overweight BMI 85th -95th percentile Obese BMI ≥ 95th percentile (CDC, 2000) Skala ukur : Ordinal
3.2.3. Anemia Defisiensi Besi
Definisi operasional :Suatu keadaan dimana responden dinyatakan dalam anemia defisiensi besi berdasarkan hasil laboratorium yang dinilai melalui Hb dan Indeks Mentzer.
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 yang berusia 17-19 tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berjumlah 81 orang.
Data sampel darah responden yang diperoleh dari Poliklinik USU dihitung dan dianalisa. Lihat jumlah Hb, jika pada perempuan jumlah Hb <12 gr/dl dan pada laki-laki <13gr/dl, maka responden mengalami anemia. Jika ditemukan mikrositik (ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal) yaitu MCV <76 fl, maka responden menderita anemia mikrositik.
(34)
Hb : nilai hemoglobin responden yang diperoleh dari rekam medik Poliklinik Universitas Sumatera Utara tahun 2013 Indeks Mentzer : hasil bagi antara MCV dengan RBC responden yang
terdapat pada rekam medik Poliklinik Universitas
Sumatera Utara dengan menggunakan laboratorium Prodia Jika nilai Indeks Mentzer >13, maka responden menderita anemia defisiensi besi
Cara ukur : Dokumentasi
Alat ukur : Hb dan Indeks Mentzer
Hasil ukur : Hb Laki-Laki <13 gr/dl : Anemia >13 gr/dl : Non Anemia Hb perempuan <12 gr/dl : Anemia
>12 gr/dl : Non Anemia
Indeks Mentzer >13 gr/dl : Anemia Defisiensi Besi <13 gr/dl : Anemia Non Defisiensi Besi Skala ukur : Nominal
3.3. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan antara pola makan dan status gizi dengan terjadinya anemia defisiensi besi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 tahun 2013.
(35)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mendapatkan hubungan pola makan dan status gizi dengan terjadinya anemia defisiensi besi serta mengetahui faktor risiko terjadinya anemia defisisensi besi pada responden yang memiliki pola makan yang baik mau pun buruk dengan status gizi underweight, normal, overweight, mau pun obese.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2013.
4.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Lokasi ini dipilih karena mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara mempunyai berbagai kegiatan akademik mau pun non akademik yang dapat mempengaruhi pola makan dan asupan gizi.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 berjumlah 492 orang.
4.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasi. Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini adalah teknik berdasarkan peluang atau probability sampling dengan cara simple
(36)
kesempatan yang sama untuk terpilih atau untuk tidak terpilih sebagai sampel penelitian.
Besarnya sampel penelitian ini dihitung dengan menggunakan perhitungan dengan rumus menurut Wahyuni (2007).
� =
�.�2 − �2∙�∙ −��− �2+�2 − �2∙�∙ −�
Keterangan
n = besar sampel minimal N = jumlah populasi
Z1-a/2 = nilai distribusi normal baku (table Z) pada α tertentu P = proporsi di populasi
d = kesalahan (absolut) yang dapat di tolerir (ditetapkan oleh peneliti)
berdasarkan rumus tersebut maka besar sampel dapat dihitung sebagai berikut: n = besar sampel minimal
N = 492
Z1-a/2 = 1,96 (95%) P = 0,5
d = 0,1
� = − . ,, + ,∙ , ∙ , ∙− , − ,
� = , , � = ,
Dengan besar sampel minimal tersebut, maka sampel dibulatkan menjadi 81 orang.
(37)
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah: a. Kriteria Inklusi
1. Merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 tahun 2013
2. Berusia 17-19 tahun
3. Bersedia ikut penelitian dengan menandatangani formulir persetujuan 4. Mahasiswa anemia dan non anemia
b. Kriteria Eksklusi
1. Mahasiswa sedang sakit 2. Mahasiswa sedang menstruasi 3. Mahasiswa dalam keadaan hamil
4.4. Teknik Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil pengukuran dan wawancara yang dilakukan pada responden. Pengumpulan data pola makan dan status gizi dilakukan langsung oleh peneliti.
4.4.2. Data Sekunder
Data sekunder penelitian ini adalah data jumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 yang diperoleh dari bagian kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan juga data sampel darah responden yang diperoleh dari Poliklinik USU.
4.5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah: a. Formulir penjelasan penelitian kepada responden
(38)
d. Microtoise “SMIC” tipe ZT-120
e. Data sampel darah responden dari Poliklinik USU f. Formulir Food Recall
g. Formulir Food Frequency 24 jam h. Formulir IMT dan grafik CDC i. Daftar bahan makanan penukar j. Daftar RDA besi
k. Daftar kandungan besi pada makanan
4.6. Kerangka Operasional
Gambar 4.1. Kerangka Operasional Data sampel
darah
Hb, MCV,
RBC
Indeks Mentzer > 13
(39)
4.7. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data yang terkumpul dianalisa secara analitik secara komputerisasi dengan menggunakan Program SPSS 19 (Statistical Package for the Social Science) for Windows. Data dianalisis secara statistik dan untuk menentukan hubungan kebermaknaan dilakukan uji Chi-square. Data yang telah dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel.
4.8. Metode Analisis Data 4.8.1. Analisis Univariat
Analisis data univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari seluruh variabel penelitian. Penyajian akan didistribusikan dalam bentuk tabel.
4.8.2. Analisis Bivariat
Analisis data bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Hubungan pola makan, status gizi dan anemia defisiensi besi akan dianalisis secara statistik dengan bantuan program komputer Statistic Package for Social Science (SPSS) Version 19 dan untuk menilai hubungan kebermaknaan dilakukan uji Chi-square jika memenuhi syarat, yaitu bila tidak lebih dari 20% expected count bernilai kurang dari 5 dan masing-masing sel bernilai 1 atau lebih. Jika tidak memenuhi syarat maka untuk tabel berukuran lebih besar dari 2x2 dilakukan penggabungan sel agar dapat memenuhi syarat uji Chi-square, namun jika belum juga memenuhi syarat, maka tabel diubah ke bentuk 2x2. Nilai p sebesar 0,05 (5%) atau lebih kecil dianggap bermakna atau signifikan. Metode ini dipilih karena baik data yang dihasilkan dari variabel independen (pola makan dan status gizi) dan dependen (anemia defisiensi besi) merupakan skala kategorik (Sastroasmoro, 2011).
(40)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang terletak di Jalan Dr. Mansyur nomor 5, Kampus USU Medan, Sumatera Utara sejak bulan Oktober sampai November 2013. Subjek penelitian dalam penelitian ini merupakan subjek yang telah telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Sampel yang diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 81 orang. Distribusi frekuensi responden meliputi jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, percentile, status gizi, pola makan, hemoglobin, MCV, RBC, IM, anemia defisiensi besi. Mayoritas responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 48 orang (59,3%) dan responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 33 orang (40,7%). Reponden berumur 18 tahun sebanyak 38 orang (46,9%), responden berumur 19 tahun sebanyak 8 orang (9,9%). Berat badan rata-rata responden adalah 63,8 kg. Tinggi badan rata-rata responden adalah 162,4 cm. Underweight sebanyak 8 orang (9,9%) merupakan kelompok status gizi minoritas. Hb perempuan <12 g/dl sebanyak 15 orang (18,6%), Hb laki-laki <13 g/dl sebanyak 6 orang (7,4%). MCV <76 fl sebanyak 10 orang (12,3%). Indeks Mentzer >13 sebanyak 21 orang (25,9%). Konsumsi besi pada umur 17 tahun dan 18 tahun pada kelompok perempuan sebanyak 39 orang (48,1%) merupakan kelompok mayoritas yang konsumsi besinya di bawah 15 mg/hari. Sebanyak 69 orang (85,2%) konsumsi besi tidak cukup dan sebanyak 12 orang (14,8%) konsumsi besi cukup. Responden yang mengalami anemia defisiensi besi sebanyak 21 orang (25,9%) dan yang tidak anemia sebanyak 60 orang (74,1%). Karakteristik responden tersebut dapat ditunjukkan pada tabel 5.1. di bawah ini.
(41)
Tabel 5.1. Karakteristik Responden
Jumlah (Orang) Persentase (%) Jenis Kelamin Perempuan Laki-Laki Umur (Tahun) 17 18 19
Berat Rata-Rata (kg) 63,8 kg
Tinggi Rata-Rata (cm) 162,4 Status Gizi Underweight Normal Overweight Obese Status Hematologi Hb
Perempuan <12 g/dl Laki-Laki <13g/dl MCV
< 76 fl IM
>13 Pola Makan
Konsumsi Besi Tidak Cukup Umur 17-18 Tahun Perempuan
Laki-Laki Umur 19 Tahun Perempuan Laki-Laki Konsumsi Besi Cukup Konsumsi Besi Tidak Cukup
48 33 35 38 8 81 81 8 42 16 15 15 6 10 21 39 25 3 2 12 69 59,3 40,7 43,2 46,9 9,9 9,9 51,9 19,8 18,5 18,6 7,4 12,3 25,9 48,1 30,9 3,7 2,5 14,8 85,2
(42)
Tabel 5.2. Distribusi Pola Makan Responden
Jenis Makanan Frekuensi
Tidak Pernah Setiap Hari Seminggu Sekali Sebulan Sekali
Jarang Total
Karbohidrat
Nasi 0 % 100 % 0 % 0 % 0 % 100 %
Roti 0 % 23,5 % 56,8 % 4,9 % 14,8 % 100 %
Biskuit 1,2 % 24,7 % 38,3 % 7,4 % 28,4 % 100 % Protein
Ayam 1,2 % 29,6 % 53 % 6,3 % 9,9 % 100 %
Ikan Basah 7,4 % 30,9 % 34,6 % 8,6 % 18,5 % 100 % Telur Ayam/Bebek
Sayur-Sayuran
1,2 % 37 % 49,4 % 8,6 % 3,8 % 100 %
Sayuran Hijau 2,5 % 64,2 % 28,4 % 1,2 % 3,7 % 100 % Tomat/Wortel 0 % 45,7 % 38,3 % 4,9 % 11,1 % 100 % Sayur Lain 3,7 % 38,3 % 39,5 % 4,9 % 13,6 % 100 % Buah-Buahan
Pisang 0 % 16 % 39,5 % 19,8 % 24,7 % 100 % Jeruk 0 % 23,5 % 38,3 % 13,5 % 24,7 % 100 % Buah Segar Lain 3,7 % 21 % 42 % 9,8 % 23,5 % 100 % Minuman
Susu Segar 14,8 % 23,5 % 23,5 % 6,2 % 32 % 100 % Susu Kental Manis 13,6 % 21 % 21 % 8,6 % 35,8 % 100 % Teh Manis/Gula 2,5 % 30,9 % 28,4 % 12,2 % 26 % 100 %
Lemak
Minyak Goreng 4,9 % 43,2 % 19,8 % 8,6 % 23,5 % 100 % Kelapa/Santan 1,3 % 33,3 % 32 % 9,9 % 23,5 % 100 % Margarin/Mentega
Jajanan
1,2 % 26 % 35,8 % 13,5 % 23,5 % 100 %
Kue Basah Bakso 3,7 % 4,9% 13,6 % 2,5% 40,7 % 30,9% 11,1 % 21% 30,9 % 40,7% 100 % 100%
Dari Tabel 5.2. dapat dilihat bahwa jenis makanan karbohidrat yang dikonsumsi responden setiap hari adalah nasi, roti, dan biskuit dengan persentase masing-masing 100%, 23,5%, dan 24,7%. Nasi merupakan jenis karbohidrat paling banyak yang dikonsumsi responden. Protein yang setiap hari dikonsumsi responden adalah ayam, ikan basah, dan telur dengan persentase masing-masing 29,6%, 30,9%, dan 37%. Telur merupakan jenis protein yang paling banyak
(43)
dikonsumsi responden. Sayuran yang setiap hari dikonsumsi responden adalah sayuran hijau, tomat/wortel, dan sayuran lain dengan persentase masing-masing 64,2%, 45,7%, dan 38,3%. Sayuran hijau merupakan jenis sayuran yang paling banyak dikonsumsi responden. Buah-buahan yang setiap hari dikonsumsi responden adalah pisang, jeruk, dan buah segar lain dengan persentase masing-masing 16%, 23,5%, dan 21%. Jeruk merupakan jenis buah-buahan yang paling banyak dikonsumsi responden. Minuman yang setiap hari dikonsumsi responden adalah susu segar, susu kental manis, dan teh manis dengan persentase masing-masing 23,5%, 21%, dan 30,9%. Teh manis merupakan jenis minuman yang paling banyak dikonsumsi responden. Lemak yang setiap hari dikonsumsi responden adalah minyak goreng, kelapa/santan, dan margarin/mentega dengan persentase masing-masing 43,2%, 33,3%, dan 26%. Minyak goreng merupakan jenis lemak yang paling banyak dikonsumsi responden. Jenis makanan jajanan yaitu bakso 40,7% dengan frekuensi jarang. Kue basah 40,7% dengan frekuensi seminggu sekali.
5.1.3. Analisa Data
Tabel 5.3. Hubungan Pola Makan dengan Anemia Defisiensi Besi
Kriteria Konsumsi Besi
Anemia Defisiensi Besi
Tidak Anemia
Defisiensi Besi Total
n (%) n (%) n (%)
Cukup 6 50 6 50 12 100
Tidak Cukup 15 21,7 54 78,3 51,1 100
p = 0,039
Berdasarkan Tabel 5.3. dapat diketahui bahwa anemia defisiensi besi terbanyak terdapat pada kelompok yang konsumsi besinya tidak cukup yaitu sebanyak 15 orang (21,7%). Kelompok konsumsi besi yang tidak cukup dan tidak
(44)
yang cukup dan menderita anemia defisiensi besi sebanyak 6 orang (50%) dan yang tidak menderita defisiensi besi sebanyak 6 orang (50%).
Tabel ini dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Chi-square didapatkan nilai p = 0,039 (p < 0,05), sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan bermakna antara pola makan dengan terjadinya anemia defisiensi besi.
Tabel 5.4. Hubungan Status Gizi dengan Anemia Defisiensi Besi Status
Gizi
Anemia Defisiensi Besi
Tidak Anemia
Defisiensi Besi Total
n (%) n (%) n (%)
Underweight 4 50 4 50 8 100
Normal 9 21,4 33 78,6 42 100
Overweight 3 18,8 13 81,3 16 100
Obese 5 33,3 10 66,7 15 100
Tabel ini tidak memenuhi syarat untuk diuji hipotesisnya dengan menggunakan Chi-square, sehingga dilakukan penggabungan sel menjadi bentuk 2x2 dan didapatkan tabel sebagai berikut :
Tabel 5.5. Modifikasi Hubungan Status Gizi dengan Anemia Defisiensi Besi Status
Gizi
Anemia Defisiensi Besi
Tidak Anemia
Defisiensi Besi Total
n (%) n (%) n (%)
Normal 9 21,4 33 78,6 42 100
Tidak Normal 12 30,8 27 69,2 39 100
p = 0,338
Berdasarkan Tabel 5.5. dapat diketahui bahwa anemia defisiensi besi terbanyak terdapat pada kelompok yang memiliki status gizi tidak normal sebanyak 12 orang (30,8%), kelompok status gizi yang tidak normal dan tidak
(45)
menderita anemia defisiensi besi sebanyak 27 orang (69,2%). Kelompok status gizi normal yang menderita anemia defisiensi besi sebanyak 9 orang (21,4%) dan kelompok yang tidak anemia defisiensi besi sebanyak 33 orang (78,6%).
Tabel ini dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Chi-square didapatkan nilai p = 0,338 (p > 0,05), sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan bermakna antara status gizi dengan terjadinya anemia defisiensi besi.
5.2. Pembahasan 5.2.1. Pola Makan
Berdasarkan hasil karakteristik responden penelitian, mayoritas responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 48 orang (59,3%), sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 33 orang (40,7%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan dua kali lipat menderita anemia defisiensi besi dibanding laki-laki (Cruz, 2004). Hal ini dikarenakan perempuan memiliki kebiasaan makan yang buruk dan tidak teratur, oleh karena perempuan takut memiliki berat badan yang tidak ideal dimana faktor ini merupakan faktor risiko terjadinya anemia defisiensi besi (Balci, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Agus (2010) mengatakan bahwa pola makan mahasiswa yang buruk dapat terjadi karena aktivitas perkuliahan yang padat sehingga tanpa sengaja sering membatasi konsumsi makan harian.
Berdasarkan tabel 5.2. dapat diketahui bahwa jenis makanan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh mahasiswa adalah nasi dengan frekuensi setiap hari. Hal ini dikaitkan dengan adanya faktor kebiasaan mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok utama. Jika dilihat berdasarkan tabel, maka pola makan mahasiswa dalam memilih jenis makanan dan frekuensi makan harian belum dapat dikatakan baik karena masih banyak ditemukan menu hidangan pagi sama dengan menu makan siang atau menu hidangan makan siang merupakan menu hidangan makan malam. Keadaan ini tidak menggambarkan aneka ragam makanan frekuensi harian. Secara alami komposisi zat gizi setiap makanan memiliki keunggulan dan kelemahan.
(46)
maka akan timbul ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup dan produktif. Dengan kata lain, untuk mencapai masukan zat gizi yang seimbang tidak mungkin dipenuhi hanya oleh satu jenis bahan makanan melainkan harus terdiri dari aneka ragam makanan. Sama halnya dengan zat besi, tidak mungkin dapat memenuhi konsumsi harian zat besi jika makanan yang dikonsumsi tidak bervariasi.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa 12 orang (14,8%) memiliki konsumsi besi yang cukup dan 69 orang (85,2%) memiliki konsumsi besi yang tidak cukup. Makanan yang sehat dengan jenis yang bervariasi dan frekuensi yang teratur sangat berperan dalam menentukan cukup atau tidak konsumsi zat besi harian seseorang. Pendidikan gizi pada keluarga dan masyarakat sangant penting karena faktor nutrisi merupakan penyebab utama anemia defisiensi besi. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber alami terutama sumber hewani yang mudah diserap serta peningkatan penggunaan makanan yang mengandung vitamin C dan A (Dallman, 1993).
5.2.2. Status Gizi
Status gizi adalah suatu keadaan seseorang akibat dari ketidakseimbangan antara zat-zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan penggunaan zat-zat tersebut oleh tubuh untuk pertambahan produksi energi dan proses tubuh. Dari hasil pengukuran status gizi mahasiswa, diperoleh 8 orang underweight (9,9%), 42 orang normal (51,9%), 16 orang overweight (19,8%), dan 15 orang obese (18,5%). Dapat dilihat bahwa mahasiswa underweight sebanyak 4 orang menderita anemia defisiensi besi, mahasiswa normal sebanyak 9 orang menderita anemia defisiensi besi, mahasiswa overweight sebanyak 3 orang menderita anemia defisiensi besi, dan mahasiswa obese sebanyak 5 orang menderita anemia defisiensi besi. Dari penelitian ini diperoleh bahwa mahasiswa yang menderita anemia defisiensi besi lebih banyak diderita oleh mahasiswa yang memiliki status gizi normal.
(47)
Hal ini sejalan dengan penelitian Leon (2008) yang menunjukkan bahwa dari 300 anak yang diperiksa darahnya, didapatkan 111 (37,2%) menderita anemia defisiensi besi. Dari 111 anak sebagai sampel penelitian, dijumpai sebanyak 67 orang (60,3%) status gizi baik, 28 orang (25,2%) gizi kurang, 3 orang (2,7%), obesitas, dan 13 orang (11,7%) dengan overweight. Hasil penelitian ini berbeda dengan literatur yang ada karena pada literatur dikatakan bahwa status gizi akan mempengaruhi respon seseorang terhadap penyakit (Needllman, 2004). Ketidakseimbangan literatur dengan hasil penelitian yang diperoleh ini dapat dijelaskan dengan beberapa keadaan yang mungkin dapat menyebabkan hal ini terjadi. Di Indonesia, ada 2 faktor yang menyebabkan anemia defisiensi besi. Pertama, makanan banyak dikonsumsi dengan kandungan, bioavaibilitas, dan penyerapan besi yang rendah (beras, sereal, kacang-kacangan, sayuran). Sedangkan makanan dengan kandungan, bioavaibilitas dan penyerapan besi yang tinggi (daging, hati, ikan) sedikit dikonsumsi. Kedua, prevalensi parasit (kecacingan) yang masih tinggi sehingga anemia defisiensi besi dapat terjadi pada orang yang underweight, normal, overweight, dan obese (Dallman, 1993). Hookworms dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal kronik (Pasricha, 2013).
Penelitian ini melakukan pengukuran status gizi dengan menggunakan percentile berdasarkan kriteria CDC 2000, bukan dengan WHO karena sampel masih berumur di bawah 20 tahun sehingga pengukuran dengan CDC dinilai lebih tepat.
5.2.3. Anemia Defisiensi Besi
Mahasiswa yang mengalami anemia defisiensi besi pada penelitian ini diperoleh sebanyak 21 orang. Mahasiswa yang mengalami anemia defisiensi besi tersebut adalah mahasiswa yang memiliki status gizi yang normal sebanyak 9 orang (21,4%), mahasiswa yang memiliki status gizi yang tidak normal sebanyak
(48)
tidak baik terkait dengan konsumsi besi yang tidak cukup sebanyak 15 orang (21,7%). Penelitian ini dapat menunjukkan bahwa pola makan mempunyai hubungan dengan terjadinya anemia defisiensi besi, namun status gizi tidak mempunyai hubungan dengan terjadinya anemia defisiensi besi.
Pola makan hanya untuk menentukan jenis makanan dan frekuensi makan yang terkait dengan jumlah konsumsi besi, lebih tepat untuk menunjukkan komposisi suatu bahan makanan. Status gizi berkaitan dengan indeks massa tubuh seseorang yang merupakan asupan karbohidrat, protein, dan lemak sehingga tidak dapat dijadikan sebagai standar ukur bahwa seseorang yang memiliki berat badan berlebih memiliki pola makan yang baik dan terhindar dari anemia defisiensi besi karena konsumsi mahasiswa adalah karbohidrat, protein dan lemak yang tinggi namun rendah mineral termasuk besi. Indeks massa tubuh yang kurang juga tidak selalu menunjukkan bahwa seseorang menderita anemia defisiensi besi karena mahasiswa tersebut konsumsi besi yang cukup dengan pola makan yang baik namun status gizi yang terkait dengan asupan karbohidrat, protein, dan lemak kurang.
Perempuan lebih berisiko untuk menderita anemia defisiensi besi (Provan, 2003). Responden perempuan lebih banyak terkena anemia defisiensi besi dalam penelitian ini. Hal ini bisa karena responden perempuan yang memiliki berat badan berlebih sedang menjalani program diet sehingga asupan makanan tidak teratur, responden perempuan sedang menstruasi namun pada saat wawancara responden tidak jujur sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian karena jumlah besi seseorang saat menstruasi lebih rendah dibandingkan saat tidak menstruasi. Responden yang status gizi berlebih dan tidak mengalami anemia defisiensi besi karena jumlah asupan karbohidrat, protein, lemak, dan besi yang seimbang. Responden yang memiliki status gizi kurang yang mengalami anemia defisiensi besi karena responden memang terbatas konsumsi makanan apa pun, tidak hanya dalam karbohidrat, protein dan lemak saja namun juga mineral-mineral penting lainnya seperti besi.
Responden laki-laki yang mengalami anemia defisiensi besi bisa karena responden tersebut adalah seorang vegetarian yang secara tidak langsung
(49)
mempengaruhi konsumsi besi dalam tubuh karena sayur-sayuran adalah salah satu jenis makanan yang memiliki penyerapan besi yang rendah. Responden yang menderita anemia defisiensi besi bisa karena saat makan responden tersebut minum teh mau pun kopi sehingga menurunkan penyerapan besi yang terkandung dalam makanan (Mirmiran, 2013).
Konsumsi besi yang rendah juga bisa terjadi karena faktor lain seperti mahasiswa kedokteran yang tidak tinggal bersama orang tua sehingga makan tidak teratur dan jenis makanan yang tidak berganti, jadwal kuliah yang padat sehingga mahasiswa banyak yang tidak sarapan berdasarkan hasil food recall 24 jam, makanan instant berupa junk food lebih menarik mahasiswa padahal makanan tersebut rendah kandungan besi dan hanya tinggi karbohidrat, lemak, dan protein. Hal tersebut yang menyebabkan mahasiswa yang memiliki status gizi berlebih namun defisit besi sehingga mengalami anemia defisiensi besi.
(50)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sebanyak 21 mahasiswa (25,9%) menderita anemia defisiensi besi.
2. Mahasiswa yang menderita anemia defisiensi besi yaitu sebanyak 6 mahasiswa memiliki konsumsi besi yang cukup dan 15 mahasiswa memiliki konsumsi besi yang tidak cukup.
3. Sebanyak 60 mahasiswa (74,1%) tidak menderita anemia defisiensi besi. 4. Mahasiswa yang tidak menderita anemia defisiensi besi yaitu sebanyak 6
mahasiswa memiliki konsumsi besi yang cukup dan 54 mahasiswa memiliki konsumsi besi yang tidak cukup.
5. Mahasiswa yang menderita anemia defisiensi besi dan memiliki konsumsi besi yang tidak cukup erat kaitannya dengan pola makan yang buruk. 6. Ada hubungan yang bermakna antara pola makan dengan terjadinya
anemia defisiensi besi (p = 0,039).
7. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan anemia defisiensi besi (p = 0,338).
8. Pola makan yang buruk terkait dengan jumlah konsumsi besi per hari yang tidak cukup merupakan faktor risiko terjadinya anemia defisiensi besi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 Tahun 2013.
6.2. SARAN
Dari seluruh proses penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini maka dapat diajukan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat. Adapun saran tersebut, yaitu :
1. Dari hasil penelitian ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara pola makan dengan anemia defisiensi besi. Disarankan agar setiap
(51)
mahasiswa mengkonsumsi besi secara optimal dan dapat menyusun menu makan harian secara baik agar menu harian dapat berganti untuk mendapatkan asupan besi yang lebih baik.
2. Diharapkan agar mahasiswa lebih memperhatikan kesehatan diri sendiri karena jumlah asupan besi yang kurang dalam tubuh dapat mempengaruhi produktivitas harian diantaranya sulit berkonsentrasi saat belajar.
3. Diharapkan pada penelitian berikutnya, peneliti dapat mewawancarai dan menggali pola makan responden secara lebih dalam dan akurat agar mendapat hasil yang lebih signifikan.
4. Penelitian berikutnya diharapkan peneliti dapat mengatasi kelemahan-kelemahan pada penelitian seperti ini seperti dengan memposisikan diri peneliti sebagai teman responden agar responden dapat lebih terbuka saat wawancara pola makan, menggunakan design case control agar ada kelompok pembanding untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, menggunakan food model untuk mendapatkan hasil yang lebih valid karena ada beberapa responden yang tidak mampu mendeskripsikan porsi makan per harinya dan juga responden lupa dengan apa saja yang telah dikonsumsi selama 24 jam.
(52)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pola Makan
Makanan adalah salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi, agar tubuh dapat menjalankan fungsinya dengan optimal. Diperkirakan ada lima puluh macam senyawa dan unsur yang harus diperoleh dari makanan dengan jumlah tertentu setiap harinya. Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu (IDI, 2011).
Pola makan merupakan faktor penting yang berkontribusi pada gizi dan status kesehatan. Modifikasi makan dapat diharapkan untuk mengurangi risiko penyakit dan dalam beberapa kasus dapat mencegah penyakit. Pola makan yang tidak memadai dalam energi dan nutrisi tertentu dapat menyebabkan menderita penyakit serius bahkan kematian. Kekurangan makanan tetap menjadi prioritas di banyak bagian dunia terutama pola makan yang mencerminkan asupan yang berlebihan atau tidak seimbang (Atmarita, 2005).
2.1.1. Karbohidrat
Karbohidrat adalah sumber utama energi tubuh diet. Makanan kaya karbohidrat, seperti buah, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan juga merupakan sumber utama serat makanan. Diet rekomendasi menunjukkan bahwa 50% atau lebih dari total kalori harian harus berasal dari karbohidrat, dengan tidak lebih dari 10-25% dari kalori berasal dari pemanis, seperti sukrosa dan fruktosa (Story, 2005).
(53)
2.1.2. Protein
Kebutuhan protein remaja dipengaruhi oleh jumlah protein yang diperlukan untuk pemeliharaan massa tubuh tanpa lemak selama percepatan pertumbuhan remaja. Ketika asupan protein tidak memadai, maka penurunan pertumbuhan linear, keterlambatan seksual pematangan, dan akumulasi massa tubuh tanpa lemak dapat dilihat (Story, 2005).
2.1.3. Lemak
Tubuh manusia membutuhkan lemak dan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal. The Dietary Guidelines for Americans merekomendasikan bahwa remaja mengkonsumsi tidak lebih dari 30% kalori dari lemak, dengan tidak lebih dari 10% kalori berasal dari lemak jenuh (Story, 2005).
2.1.4. Mineral 2.1.4.1. Kalsium
Kebutuhan kalsium pada masa remaja lebih besar daripada di masa kanak-kanak atau dewasa baik karena peningkatan dramatis dalam pertumbuhan tulang. Sekitar 45% dari massa tulang puncak dicapai selama remaja, asupan kalsium yang cukup penting bagi perkembangan massa tulang padat dan pengurangan risiko seumur hidup dari patah tulang dan osteoporosis. Pada usia 17 tahun, remaja telah mencapai sekitar 90% dari massa tulang dewasa mereka. Dengan demikian, masa remaja merupakan pengembangan tulang yang optimal dan kesehatan di masa depan (Story, 2005).
2.1.4.2. Besi
Besi sangat penting untuk mengangkut oksigen dalam aliran darah dan mencegah anemia. RDA untuk besi 8 mg/hari untuk anak usia 9-13 tahun, 11 mg/hari untuk laki laki usia 18 tahun dan 15 mg/hari untuk perempuan usia
(54)
14-perempuan usia 11-14, 6- 7% untuk 14-perempuan usia 15-19, dan 0,6% untuk laki-laki usia 15-19 tahun (Story, 2005).
2.1.4.3. Seng
Seng dikaitkan lebih dari 100 enzim spesifik dan sangat penting untuk pembentukan protein. Seng penting pada masa remaja karena perannya dalam pertumbuhan dan pematangan seksual. Laki-laki yang mengalami kegagalan pertumbuhan kekurangan seng maka perkembangan seksual tertunda. Hal ini dikenal bahwa tingkat seng serum menurun dalam menanggapi pertumbuhan yang cepat dan perubahan hormonal yang terjadi selama masa remaja. RDA seng untuk pria dan wanita usia 9-13 tahun adalah 8 mg/hari. Untuk pria dan perempuan usia 14-18 tahun adalah 11 mg / hari dan 9 mg / hari (Story, 2005).
2.1.4.4. Vitamin A
Selain penting bagi penglihatan normal, vitamin A memiliki peran penting dalam reproduksi, pertumbuhan, dan kekebalan. Tubuh harus memiliki vitamin A yang cukup, anak laki-laki dan perempuan usia 9-13 tahun harus mengkonsumsi 600 mg / hari, perempuan usia 14-18 tahun, 700 mg / hari dan laki-laki usia 14-18 tahun, 900 mg / hari (Story, 2005).
2.1.4.5. Vitamin E
Memiliki sifat antioksidan yang penting bagi tubuh. RDA untuk vitamin E untuk anak usia 9-13 tahun adalah 11 mg / hari dan 15 mg / hari untuk anak usia 14-18 tahun (Story, 2005).
2.1.4.6. Vitamin C
Berperan dalam sintesis kolagen dan jaringan ikat lain. Vitamin C adalah gizi yang penting selama pertumbuhan dan perkembangan remaja. RDA untuk vitamin C adalah 45 mg / hari untuk anak usia 9-13 tahun, 75 mg / hari untuk laki-laki usia 14-18 tahun dan 65 mg / hari untuk perempuan usia 14-18 tahun (Story, 2005).
(55)
2.1.5. Golongan Bahan Makanan
2.1.5.1. Golongan I Bahan Makanan Sumber Karbohidrat
1 satuan penukar mengandung 175 kalori, 4 gram protein dan 40 gram karbohidrat.
Tabel 2.1. Sumber Karbohidrat (RSUP HAM, 1991)
Bahan Makanan Berat URT
Nasi Nasi tim Bubur beras Nasi jagung Kentang Singkong (*) Tales Ubi Biscuit Meja Roti putih Kraker Maizena (*) Teoung beras
Tepung singkong (*) Tepung sagu (*) Tepung terigu Tepung hunkwee Mie basah Mie kering Havermout Bihun 100 200 400 100 200 100 200 150 50 80 50 40 50 40 40 50 40 100 50 50 50 ¾ gls 1 gls 2 gls ¾ gls 2 bj sdg 1 ptg sdg 1 bj bsr 1 bj sdg 4 bh 4 iris 5 bh bsr 8 sdm 8 sdm 8 sdm 7 sdm 8 sdm 8 sdm 1 ½ gls 1 gls 6 sdm ½ gls
(56)
2.1.5.2. Golongan II Bahan Makanan Sumber Protein Hewani 1 satuan penukar mengandung 95 kalori, 10 gram protein dan 6 gram lemak.
Tabel 2.2. Sumber Protein Hewani (RSUP HAM, 1991)
Bahan Makanan Berat (gr) URT
Daging sapi Daging babi Daging ayam Hati sapi Didih sapi Babat Usus sapi
Telur ayam biasa Telur ayam negeri Telur bebek Ikan segar Ikan asin Ikan teri Udang basah Keju Bakso daging 50 25 50 50 50 60 75 75 60 60 50 25 25 50 30 100
1 ptg sdg 1 ptg kcl 1 ptg sdg 1 ptg sdg 2 ptg sdg 2 ptg sdg 3 bulatan 2 btr 1 btr bsr 1 btr 1 ptg sdg 1 ptg sdg 2 sdm ¼ gls 1 ptg sdg 10 bj bsr
(57)
2.1.5.3. Golongan III Bahan Makanan Sumber Protein Nabati 1 satuan penukar mengandung 80 kalori, 6 gram protein, 3 gram lemak, dan 8 gram karbohidrat.
Tabel 2.3. Sumber Protein Nabati (RSUP HAM, 1991) Bahan Makanan Berat (gr) URT Kacang ijo
Kacang kedele Kacang merah
Kacang tanah terkupas Keju kacang tanah Kacang tolo Oncom Tahu Tempe 25 25 25 20 20 25 50 100 50
2 ½ sdm 2 ½ sdm 2 ½ sdm 2 sdm 2 sdm 2 ½ sdm 2 ptg sdg 1 bj bsr 2 ptg sdg
2.1.5.4. Golongan IV Sayuran
Merupakan sumber vitamin terutama karotin dan vitamin C dan juga mineral (zat kapur, zat besi, zat fosfor).
Tabel 2.4. Sumber Sayuran Kelompok A (RSUP HAM, 1991) Baligo
Daun bawang
Daun kacang panjang Daun koro
Daun labu siam Daun waluh Daun lobak Jamur segar Oyong (gambas) Kangkung Ketimun Tomat Kembang kol Labu air Lobak Papaya muda Pecay Rebung Sawi Seledri Selada Tauge Tebu terubuk Terong
(58)
Sayuran kelompok B, dalam satu satuan penukar mengandung 50 kalori, 3 gram protein dan 10 gram karbohidrat.
Yang termasuk kelompok ini adalah:
Tabel 2.5. Sumber Sayuran Kelompok B (RSUP HAM, 1991) Bayam
Biet Buncis Daun bluntas Daun ketela rambat Daun kecipir Daun leunca Daun lompong Daun mangkokan Daun melinjau Daun pakis Daun singkong Daun papaya
Jagung muda Jantung pisang Genjer
Kacang panjang Kacang kapri Katuk
Kucai Labu siam Labu waluh Nangka muda Pare
Tekokak Wortel
(59)
2.1.5.5. Golongan V Sumber Buah-Buahan
Merupakan sumber vitamin terutama Karotin, Vitamin B1, B6 dan C. satuan penukar mengandung 40 kalori dan 10 gram karbohidrat.
Tabel 2.6. Sumber Buah-Buahan (RSUP HAM, 1991)
Bahan Makanan Berat URT
Alpukat Apel Anggur Belimbing Jambu biji Jambu air Jambu bol Duku Durian Jeruk manis Kedondong Kemang Mangga Nenas Nangka masak Papaya Pisang ambon Pisang raja Rambutan Salak Sawo Sirsak Semangka 50 75 75 125 100 100 75 75 50 100 100 100 50 75 50 100 50 50 75 75 50 75 150
½ bh bsr ½ bh bsr
10 bj 1 bh bsr 2 bh bsr 1 bh bsr ¾ bh sdg
15 bh 3 bj 2 bh sdg 1 bh bsr 1 bh bsr ½ bh bsr 1/6 bh sdg
3 bj 1 ptg sdg
1 bh sdg 2 bh kcl
8 bh 1 bh bsr 1 bh sdg ½ gls 1 ptg bsr
(60)
2.1.5.6. Golongan VI Susu
Merupakan sumber protein lemak, karbohidrat, vitamin ( terutama vitamin A dan niacin), serta mineral (zat kapur dan fosfor). Satuan penukar mengandung 130 kalori, 7 gram protein, 9 gram karbohidrat dan 7 gram lemak.
Tabel 2.7. Sumber Susu (RSUP HAM, 1991) Bahan Makanan Berat URT Susu sapi
Susu kambing Susu kerbau
Susu kental tak manis Yoghurt
Tepung susu whole Tepung susu skim Tepung saridele 200 150 100 100 200 25 20 25 1 gls ¾ gls ½ gls ½ gls 1 gls 5 sdm 4 sdm 4 sdm
2.1.5.7. Golongan VII Minyak
Bahan makanan ini terdiri dari lemak. Satuan penukar mengandung 45 kalori dan 5 gram lemak.
Tabel 2.8. Sumber Minyak (RSUP HAM, 1991)
Bahan Makanan Berat URT
Minyak goreng Minyak ikan Margarine Kelapa Kelapa parut Santan Lemak sapi Lemak babi 5 5 5 30 30 50 5 5 ½ sdm ½ sdm ½ sdm 1 ptg kcl
5 sdm ½ gls 1 ptg kcl 1 ptg kcl
(61)
Tabel 2.9. Jumlah Kandungan Besi (CDC, 2013)
Makanan Jumlah Besi (miligram) Daging
Daging sapi, tanpa lemak Daging lembu, tanpa lemak Daging domba, tanpa lemak Daging babi, tanpa lemak Daging ayam, tanpa lemak
100g 100g 100g 100g 100g 2,5-4 2,1 2,5 1,1 0,9-1,2 Ikan Putih Tuna Salmon Sarden Tiram 100g 100g 100g 5 6 0,2-0,8 1,0-1,3 1,7 2,0 4,6
Telur 1 butir 0,9
Kacang-kacangan panggang 2/3 cangkir 2,9 Kacang-kacangan dimasak 2/3 cangkir 2,9-3,4 Kacang Kacang tanah Selai kacang Kacang mende Almon Kacang cemara 50g
1 sendok makan 50g 50g 50g 1,2 0,5 2,6 1,8 2,0 Roti Roti gandum Roti putih Sereal Keping jagung Biji beras Keping padi Weet-bix Muesli Gandum, rebus 1 iris 1 iris 1 cangkir 1 cangkir 1 cangkir 2 1 cangkir 1 cangkir 0,5 0,3 3,0 3,0 2,7 3,0 5,0 1,3 Beras Putih Coklat Bubur 1 cangkir 1 cangkir 1 cangkir 0,6 0,9 0,6 Buah kering Aprikot kering Sultanas (kismis) ½ cangkir ½ cangkir 2,1 1,7 Buah segar 100g 0,2-0,7 Sayuran Bayam, dimasak Brokoli Wortel Kentang 1/3 cangkir 1/3 cangkir 1/3 cangkir 1 buah 1,5 0,6 0,2 0,5
Susu 1 cangkir 0,3
Keju 1 iris 0,1
(62)
2.2. Status Gizi
Body Mass Index (BMI) adalah Quetelet’s index, yang telah umum dipakai, yaitu berat badan(kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2) (Kiess, 2004). Menurut CDC (2000) Body Mass Index (BMI) adalah jumlah yang dihitung dari berat badan anak dan tinggi badan. Setelah BMI dihitung untuk anak-anak dan remaja, jumlah BMI diplot pada grafik pertumbuhan BMI-for-age CDC (anak perempuan atau anak laki-laki) untuk mendapatkan persentile. Persentile adalah indikator yang paling umum digunakan untuk menilai ukuran dan pertumbuhan pola masing-masing anak. Persentil menunjukkan posisi relatif dari jumlah BMI anak antara anak-anak dari jenis kelamin dan usia yang sama. Grafik pertumbuhan menunjukkan kategori status berat badan anak dan remaja.
Kategori BMI dan Percentile menurut CDC (2000), yaitu:
Underweight BMI < 5th percentile
Normal BMI 5th - 85th percentile
Overweight BMI 85th -95th percentile
(63)
2.3. Anemia Defisiensi Besi
2.3.1. Pengertian Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh sintesis hemoglobin yang terganggu sehingga mengakibatkan sel darah merah yang lebih kecil dari normal (mikrositik) dan mengandung sedikit hemoglobin (hipokromik) (Provan, 2003).
2.3.2. Metabolisme Besi
Besi memiliki peranan penting dalam berbagai metabolisme. Pada orang dewasa, terdapat 3-5 gram zat besi dalam tubuh, dimana 2/3 mg dari besi tersebut merupakan hemoglobin pembawa oksigen. Pada orang normal, besi disediakan oleh tubuh 15 mg perhari, dimana 5-10 % diserap terutama oleh duodenum dan jejunum bagian atas. Suasana asam akan membantu proses penyerapan besi dalam bentuk ferro. Penyerapan dibantu oleh bahan pereduksi lain seperti asam hidroklorida dan asam askorbat. Tubuh memiliki kemampuan untuk meningkatkan penyerapan zat besi untuk meningkatkan sediaan zat besi pada suatu situasi tertentu misal saat kehamilan, menyusui, masa pertumbuhan, dan pada saat tubuh mengalami defisiensi besi. Setelah diserap dari usus, besi ditransport melalui sel mukosa ke dalam darah, dimana besi dibawa oleh protein transferin untuk pematangan sel darah merah di sumsum tulang. Cadangan besi mengandung feritin dan hemosiderin. Sekitar 1 mg besi dalam sehari dieksresikan dari tubuh melalui urin, keringat, dan feses. Saat menstruasi, maka tubuh kehilangan 20 mg dalam sebulan dan kebutuhan besi meningkat pada saat hamil (500-1000 mg) sehingga insidensi tertinggi anemia defisiensi besi terjadi pada wanita usia reproduksi (Provan, 2003).
(64)
Tabel 2.10. RDA Besi Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin (CDC, 2013)
Kategori Usia Besi (mg/hari)
Bayi 0-6 bulan 0,27
7-12 bulan 11
Anak 1-3 tahun 7
4-8 tahun 10
Laki-Laki 9-13 tahun 8
14-18 tahun 11
19-30 tahun 8
31-50 tahun 8
51-70 Ahun 8
>70 tahun 8
Wanita 9-13 tahun 8
14-18 tahun 15
19-30 tahun 18
31-50 tahun 18
51-70 Ahun 8
>70 tahun 8
Wanita hamil 14-18 tahun 27
19-30 tahun 27
31-50 tahun 27
Wanita menyusui 14-18 tahun 10
19-30 tahun 9
31-50 tahun 9
2.3.3. Etiologi Anemia Defisiensi Besi
Etiologi anemia defisiensi besi menurut Balducci (2007) yaitu: Penyerapan tidak baik
(65)
Diet bran (beras dengan kulit), tanin, asam phytate, atau zat tepung berlebihan
Bersaing dengan kandungan metal lain (contoh tembaga atau timah) Kehilangan atau disfungsi penyerapan oleh enterosit
Reseksi usus Penyakit usus halus Penyakit inflamasi usus Defek pada enterosit intrinsik Peningkatan pengeluaran
Perdarahan gastrointestinal Epistaksis
Varises Gastritis Ulkus Tumor
Meckel’s diverticulum Parasitosis
Susu-merangsang enteropati pada anak-anak Malformasi vaskularisasi
Penyakit inflamasi usus Diverticulosis
Hemorrhoids
Perdarahan genitourinari Menorrhagia
Kanker Infeksi kronis
(66)
Pulmonary hemosiderosis Infeksi
Perdarahan lainnya Trauma
Phlebotomy berlebihan
Malformasi pembuluh darah besar
2.3.4. Faktor Resiko Anemia Defisiensi Besi
Usia :bayi (terutama jika riwayat prematur); remaja; wanita menopause, usia tua
Sex : risiko lebih besar pada wanita Reproduksi : menorrhagia
Ginjal : hematuria (jarang)
Saluran cerna : nafsu makan atau perubahan berat badan, perubahan kebiasaan buang air besar, perdarahan dari dubur/melena;
lambung atau operasi usus
Riwayat obat : terutama aspirin dan non-steroid anti-inflamasi Pola makan : diet, terutama vegetarian
Fisiologis : kehamilan, masa kanak-kanak, remaja (Provan, 2003).
2.3.5. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi
Zat besi diperlukan untuk hemopoiesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh berbagai enzim. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitikrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asimptomatik). Tanda-tanda dari anemia defisiensi besi dimulai dengan simpanan zat besi (feritin) yang menipis dan peningkatan absorbsi zat besi yang digambarkan dengan kapasitas pengikatan besi meningkat. Pada tahap lebih lanjut
(67)
yaitu bila cadangan besi habis, transferin berkurang, jumlah protoporpirin berkurang yang di ubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan penurunan kadar serum feritin. Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia defisiensi gizi bila kadar feritin serum < 12ng/ml (Hilman, 1995).
2.3.6. Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi Besi
Gejala klinis dari defisiensi besi bergantung pada tingkat keparahan anemia. Pada kasus kronis, ditandai dengan kehilangan darah yang lambat. Kebanyakan pasien mengalami lemah dan dyspnea. Gejala lain yaitu sakit kepala, tinnitus, dan gangguan pengecapan. Pada pemeriksaan dapat dilihat dari kulit, kuku, dan epitel lain. Atrofi kulit terjadi pada sepertiga pasien dan kadang terlihat kuku seperti koilonikia (kuku berbentuk sendok) yang berbentuk sendok dan rata. Penderita juga mengeluhkan angular stomatitis dimana sudut mulut pecah-pecah sehingga menyebabkan rasa sakit, kadang disertai dengan glossitis. Takikardi dan gagal jantung dapat terjadi pada kondisi anemia yang sangat berat (Provan, 2003).
(68)
2.3.7. Diagnosis Anemia Defisiensi Besi
Tabel 2.11. Diagnosis Anemia Defisiensi (Provan, 2003)
Reduced haemoglobin Men <135 g/l, women <115 g/l Reduced mean cell volume <76 fl
Reduced mean cell
haemoglobin 29.5±2.5 pg Reduced mean cell haemoglobin
concentration 325±25 g/l
Blood film Microcytic hypochromic red cells with pencil cells and target cells Reduced serum ferritin Men <10µg/l
women (postmenopausal) >10µg/l, (premenopausal) <5µg/l Elevated % hypochromic red cells (>2%)
Elevated soluble transferrin receptor level
Tabel 2.12. Nilai Normal Hb (WHO, 2006)
Kelompok Umur Hemoglobin (gr/dl)
Anak-anak
6-59 bulan 5-11 tahun 12-14 tahun
11 11,5
12
Dewasa
Wanita >15 tahun Wanita hamil Laki-laki >15 tahun
12 11 13
(69)
Mean Corpuscular Volume (MCV) merupakan pemeriksaan yang cukup akurat dan merupakan parameter yang sensitif terhadap perubahan eritrosit bila dibandingkan dengan pemeriksaan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) dan Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya anemia defisiensi besi (Sandoval, 2004).
Salah satu cara untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan talasemia minor adalah dengan pemeriksaan Indeks Mentzer yang merupakan hasil perhitungan MCV/RBC. Indeks Mentzer >13 merupakan anemia defisiensi besi dan bila <13 menunjukkan talasemia minor dengan spesifisitas sebesar 82% (Irwin, 2001).
1.3.8. Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi
Jika tidak ada perdarahan aktif, maka hanya diperlukan sulfat ferosus 200 mg dua kali sehari sebelum makan. Jumlah retikulosit adalah yang pertama kali meningkat dan kemudian disusul hemoglobin (sekitar 1g/minggu) tetapi Fe harus dilanjutkan selama 3 bulan untuk mengisi ulang cadangan Fe.
Bila anemia defisiensi besi yang tidak respon terhadap terapi Fe oral, maka yang terjadi adalah:
Diagnosis yang tidak tepat atau merupakan defisiensi campuran
Perdarahan berkelanjutan (retikulositosis menetap), misalnya perdarahan mikroskopik akibat tumor usus
Pasien tidak mengkonsumsi tablet
Artritis reumatoid, infeksi SLE dan penyakit kronis lainnya
Malabsorbsi
Talasemia
Sindrom mielodiplastik, anemia refrakter ( jika ditemukan sideroblas bercincin pada sumsum tulang, anemia sideroblastik) (Rubenstein, 2007).
(70)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anemia defisiensi besi merupakan anemia terbanyak baik di negara maju mau pun di negara berkembang. Besi sangat penting untuk mengangkut oksigen dalam aliran darah dan untuk mencegah anemia (Story, 2005). Kemajuan ekonomi dan ilmu pengetahuan cukup dalam beberapa dekade terakhir, namun masih saja ada prevalensi anemia secara global (Benoist et al., 2008). WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2004, anemia defisiensi besi (ADB) mengakibatkan 273.000 kematian: 45% di Asia Tenggara, 31% di Afrika, 9% di Mediterania Timur, 7% di Amerika, 4% di Pasifik Barat, dan 3% di Eropa, dengan 97% terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (Mathers et al., 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Cruz-Gongora, et all (2012), prevalensi anemia secara keseluruhan yaitu sebesar 8,5%. Prevalensi anemia lebih besar terjadi pada perempuan dibanding pria. Perempuan menderita anemia sebesar 11,8% dan pria 4,6%. Anemia yang sering terjadi yaitu anemia defisiensi besi. Prevalensi anemia defisiensi besi yaitu 41,6% dari seluruh kasus anemia. Anemia defisiensi besi lebih sering terjadi pada perempuan (43,5%) dan pada pria (36,1%).
Pada masa remaja, kebutuhan besi meningkat untuk laki-laki dan perempuan. Pada perempuan, kebutuhan besi meningkat saat menstruasi. Kekurangan zat besi di kalangan remaja adalah 3-4% untuk pria dan perempuan usia 11-14 tahun, 6-7% untuk perempuan usia 15-19 tahun, dan 0,6% untuk laki-laki usia 15-19 tahun (Story, 2005).
Prevalensi defisiensi besi diderita remaja perempuan sebanyak 23,7 % dan 40,9 % diderita oleh perempuan dewasa, 12,2 % dari perempuan remaja tersebut menderita anemia defisiensi besi dan 3,8 % pada perempuan dewasa (Akramipour, 2008).
Defisiensi besi dapat menimbulkan masalah, karena mengganggu fungsi motorik dan fungsi mental anak, pada ibu hamil dapat mengakibatkan kelahiran
(71)
bayi premature, pada orang dewasa dapat menimbulkan kelelahan sehingga mengakibatkan penurunan kualitas kerja (CDC, 2013).
Pola konsumsi pangan masyarakat masih belum mencerminkan pola makan yang sesuai dengan pedoman gizi seimbang. Karakteristik pola konsumsi pangan masyarakat, antara lain konsumsi kelompok minyak dan lemak sudah diatas anjuran kecukupan, konsumsi sayur/buah baru mencapai 63,3%, konsumsi pangan hewani 62,1%, konsumi kacang-kacangan 54%, konsumsi umbi-umbian 35,8%, dan kontribusi pangan olahan dalam pola makan sehari-hari sudah tinggi (Depkes, 2012). Selain itu, status sosial ekonomi keluarga yang terkait dengan kebiasaan makan dan pola makan di daerah tertentu mempengaruhi rasa takut akan berat badan yang berlebih sehingga pola makan tidak teratur dan merupakan faktor penghubung terjadi anemia di kalangan remaja di Denizli (Balci, 2012).
Era globalisasi yang dicirikan oleh pesatnya perdagangan, industri pengolahan pangan, jasa, dan informasi akan mengubah gaya hidup dan pola konsumsi makan masyarakat terutama di perkotaan. Dalam waktu relatif singkat diperkenalkan makanan fast food yang tinggi lemak jenuh dan gula, rendah serat, dan rendah zat gizi mikro (Baliwati, 2004). Berdasarkan hasil survey yang dilakukan Darlina (2004) pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, 89 % mahasiswa putri dan 92 % putra mengkonsumsi mie instant sebagai makanan pengganti pada saat-saat tertentu. Sayogo (2006) mengatakan bahwa aktivitas yang meningkat, kehidupan sosial, dan kesibukan mahasiswa akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pola makan tidak teratur, sering jajan, sering tidak makan pagi dan sama sekali tidak makan siang. Banyak mahasiswa lebih memilih mengkonsumsi fast food.
Penyebab tersering anemia adalah defisiensi besi dan anemia masih merupakan masalah yang sering dijumpai terutama di negara berkembang, dimana status gizi masyarakat belum stabil yang disebabkan oleh pola makan yang buruk, maka peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan Pola Makan dan Status Gizi dengan Terjadinya Anemia Defisiensi Besi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
(72)
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana Hubungan Pola Makan dan Status Gizi dengan Terjadinya Anemia Defisiensi Besi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 Tahun 2013.
1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pola makan dan status gizi dengan terjadinya anemia defisiensi besi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 tahun 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: a. Mengetahui status gizi responden penelitian.
b. Mengetahui jenis dan frekuensi makan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
c. Mengetahui faktor risiko terjadinya anemia defisisensi besi pada responden yang memiliki pola makan yang baik mau pun buruk dengan status gizi underweight, normal, overweight, mau pun obese.
1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1. Bagi Objek Penelitian
a. Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan responden tentang bagaimana hubungan pola makan dan status gizi dengan kejadian anemia defisiensi besi.
b. Sebagai dasar upaya pencegahan terjadinya anemia defisiensi besi pada responden yang memiliki pola makan baik mau pun buruk dengan status gizi underweight, normal, overweight, mau pun obese.
(1)
3.2.3. Anemia Defisiensi Besi ... 25
3.3. Hipotesis ... 26
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 27
4.1. Jenis Penelitian ... 27
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27
4.2.1. Waktu ... 27
4.2.2. Tempat ... 27
4.3. Populasi dan Sampel ... 27
4.3.1. Populasi ... 27
4.3.2. Sampel ... 27
4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 29
4.4.1. Data Primer ... 29
4.4.2. Data Sekunder ... 29
4.5. Instrument Penelitian ... 29
4.6. Kerangka Operasional ... 30
4.7. Pengolahan dan Analisis Data ... 31
4.8. Metode Analisis Data ... 31
4.8.1. Analisis Univariat ... 31
4.8.2. Analisis Bivariat ... 31
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
5.1. Hasil Penelitian ... 32
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 32
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 32
5.1.3. Hasil Analisa Data ... 35
5.2. Pembahasan ... 37
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
6.1. Kesimpulan ... 42
(2)
DAFTAR PUSTAKA ... 44
LAMPIRAN
(3)
DAFTAR SINGKATAN
AKG Angka Kecukupan Gizi BMI Body Mass Index
CDC Centre for Disease Control
DKBM Daftar Komposisi Bahan Makanan
Hb Hemoglobin
IDI Ikatan Dokter Indonesia
IM Indeks Mentzer
IMT Indeks Massa Tubuh
MCV Mean Corpuscular Volume RBC Red Blood Cell
RDA Recommended Dietary Allowance
SLE Systemic Lupus Erythematosus
URT Ukuran Rumah Tangga WHO World Health Organization
(4)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Sumber Karbohidrat 8
2.2. Sumber Protein Hewani 9
2.3. Sumber Protein Nabati 10
2.4. Sumber Sayuran Kelompok A 10
2.5. Sumber Sayuran Kelompok B 11
2.6. Sumber Buah-Buahan 12
2.7. Sumber Susu 13
2.8. Sumber Minyak 13
2.9. 2.10.
Jumlah Kandungan Besi
Recommended Dietary Allowance (RDA) Besi
14 17 2.11. 2.12. 5.1. 5.2. 5.3. 5.4. 5.5.
Diagnosis Anemia Defisiensi Besi Nilai Normal Hb
Karakteristik Responden
Distribusi Pola Makan Responden Hubungan Pola Makan Dengan Anemia Defisiensi Besi
Hubungan Status Gizi Dengan Anemia Defisiensi Besi
Modifikasi Hubungan Pola Makan Dengan Anemia Defisiensi Besi
21 21 33 34 35 36 36
(5)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Koilonikia 20
3.1. Kerangka Konsep Penelitian 23
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti Lampiran 2 Lembar Penjelasan
Lampiran 3 Lembar Persetujuan (Informed Consent) Lampiran 4 Formulir Food Frequency
Lampiran 5 Formulir Food Recall 24 Jam Lampiran 6 Formulir IMT dan Grafik CDC Lampiran 7 Ethical Clearance
Lampiran 8 Surat Izin Penelitian Lampiran 9 Data Induk
Lampiran 10 Pola Makan Responden Lampiran 11 Hasil Uji Statistik