46
Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian
Penelitian dilakukan
pada perusahaan
manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia BEI secara konsisten pada tahun 2006 hingga
2010. Berdasarkan metode purposive sampling, maka jumlah sampel yang dapat digunakan dalam
penelitian ini
adalah sebanyak
39 sampel.
Sedangkan periode pengamatan adalah dari tahun 2006 hingga 2010, sehingga pooled data untuk 5
periode sebesar
195 sampel
39x5. Adapun
gambaran mengenai sampel penelitian terlihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Deskripsi Objek Penelitian No
Jenis Industri Jumlah
Persentase
1 Food and beverages
6 15,38
2 Paper and allied product
1 2,56
3 Chamical
5 12,82
4 Adhesive
1 2,56
5 Plastics and glass products
1 2,56
6 Cement
2 5,13
7 Metal and allied products
3 7,69
8 Stone, clay, glass and
concrete products 1
2,56 9
Cables 3
7,69 10
Electronic and office equipment
1 2,56
Tabel 4.1 Lanjutan
No Jenis Industri
Jumlah Persentase
11 Automotive and allied
products 5
12,82 12
Pharmaceuticals 2
5,13 13
Consumer goods 2
5,13 14
Telecommunication 2
5,13 15
Whole sale and retail trade 3
7,69 16
Tobacco manufacturers 1
2,56
Jumlah 39
100
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Berdasarkan pengklasifikasian pada tabel 4.1, sampel berasal dari 16 jenis industri yang bergerak
dibidang manufaktur. Jumlah sampel terbesar berada pada industri food and beverager yang
berjumlah 6 perusahaan 15,38. Disusul dengan industri chamical serta automotive and allied
products yang masing masing berjumlah 5 sampel 12,38. Sedangkan jumlah sampel terkecil berasal
dari 6 jenis industri yaitu paper and allied product; adhesive; plastics and glass products; stone, clay,
glass and concrete products; electronic and office equipment, dan tobacco manufacturers yang masing-
masing berjumlah 1 perusahaan 2,56.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Statistik Deskriptif
Analisis deskriptif
digunakan untuk
memberikan gambaran atas variabel-variabel yang
digunakan dalam
penelitian, yaitu
likuiditas, leverage, dewan komisaris independen, manajemen
laba, ukuran
perusahaan, ETR
dan CETR.
Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah mean, standar deviasi, nilai minimum, dan
nilai maximum. Ringkasan statistik deskriptif dari variabel-variabel penelitian tersebut disajikan pada
tabel 4.2.
Tabel 4.2 Deskripsi Variabel Penelitian Tahun 2006-2010
Variabel Min
Max Mean
Std. Deviasi
Likuiditas 0,20
4,79 1,72
0,79 Leverage
0,08 0,96
0,54 0,20
Dekom Independen 0,29
0,70 0,41
0,10 Manajemen Laba
-0,57 0,66
-0,03 0,14
Ukuran Perusahaan 10,56
18,54 14,30
1,72 ETR
0,030 0,813
0,312 0,089
CETR 0,016
0,989 0,298
0,150 Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Likuiditas yang dihitung dengan rasio lancar
memiliki nilai
rata-rata sebesar
1,72 yang
menunjukkan bahwa rata-rata sampel mampu menutup
setiap Rp.
1,00 kewajiban
lancar perusahaan dengan Rp. 1,72 aset lancar yang
dimilikinya. Nilai likuiditas tertinggi sebesar 4,79 dimiliki oleh PT. Lion Mesh Prima Tbk. pada tahun
2008 yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut dapat menutup setiap Rp. 1,00 kewajiban
lancar dengan Rp. 4,79 aset lancar. Akan tetapi PT.
Excelcomindo Pratama Tbk. pada tahun 2006 hanya dapat menutup Rp. 1,00 kewajiban lancar dengan
Rp. 0,20 aset lancar yang dimilikinya. Nilai standar deviasi sebesar 0,79 menunjukkan bahwa sampel
memiliki sebaran likuiditas yang hampir sama antar masing-masing sampel.
Leverage yang dihitung dengan rasio total
utang, mengindikasikan bahwa rata-rata sampel memiliki Rp. 0,54 utang untuk setiap Rp. 1,00 aset
yang dimiliki perusahaan. Nilai maksimum leverage dimiliki oleh PT. Tri Polyta Indonesia Tbk. pada
tahun 2006, dimana perusahaan tersebut memiliki Rp. 0,96 utang untuk setiap Rp. 1,00 aset. Nilai
rasio utang minimum sebesar 0,08 dimiliki oleh PT. Mandom Indonesia Tbk. pada tahun 2007. Sehingga
perusahaan tersebut hanya memiliki Rp. 0,08 utang untuk setiap Rp. 1,00 aset yang dimilikinya. Untuk
nilai standar deviasi sebesar 0,20 menunjukkan bahwa leverage sampel memiliki sebaran yang
hampir sama antar masing-masing sampel.
Komisaris independen diukur berdasarkan
jumlah komisaris independen dibagi dengan total dewan komisaris. Nilai rata-rata dewan komisaris
independen perusahaan sampel sebesar 0,41 yang menunjukkan
bahwa rata-rata
porsi dewan
komisaris independen sebesar 41. PT. Tri Polyta Indonesia Tbk dan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk.
selama periode
2005 hingga
2010 memiliki
persentase dewan komisaris independen sebesar 29 yang menjadi nilai minimum dari variabel
dewan komisaris independen. Namun terdapat perusahaan
yang memiliki
dewan komisaris
independen sebesar
70 yakni
PT. Arwana
Citramulia Tbk. pada tahun 2010. Nilai standar deviasi sebesar 0,10 menunjukkan bahwa rasio
dewan komisaris independen sampel memiliki sebaran yang hampir sama pada tiap sampel. Dapat
disimpulkan bahwa mayoritas sampel memiliki komisaris independen lebih besar atau sama dengan
30, yang berarti mayoritas sampel sudah memiliki komisaris independen diatas batas minimal dari
peraturan yang
telah ditetapkan
yaitu sekurangkurangnya 30 dari jumlah seluruh
anggota komisaris.
Manajemen laba diukur dengan menggunakan
nilai discretionary accruals DA. Nilai rata-rata DA adalah -0,03 yang menunjukkan bahwa rata-rata
sampel secara umum melakukan manajemen laba dengan
melakukan kebijakan
akrual yang
menurunkan laba sebesar 3 dari total aset t-1.
Nilai minimum DA sebesar -0,57 yang dimiliki oleh PT. Indospring Tbk. pada tahun 2009 menunjukkan
bahwa perusahaan tersebut menurunkan laba sebesar 57 dari total aset tahun 2008. Sedangkan
nilai maksimum yakni 0,66 dimiliki oleh PT Ekadharma International Tbk. pada tahun 2008
yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut melakukan manajemen laba dengan meningkatkan
laba sebesar 66 dari total aset tahun 2007.
Ukuran perusahaan dihitung berdasarkan
nilai natural algoritma dari total aset perusahaan. Ukuran perusahaan terbesar adalah 18,54 yang
dimiliki oleh PT. Astra International Tbk. pada tahun 2010 dengan total aset Rp. 112.857 milyar. Nilai
terendah adalah 10,56 yang dimiliki oleh PT. Akbar Indo Makmur Stimec Tbk. pada tahun 2007 dengan
total aset Rp. 38,5 milyar. Sedangkan perusahaan memiliki rata-rata total aset senilai Rp. 6.827,5
milyar. Nilai standar deviasi ukuran perusahaan sebesar 1,72 yang lebih kecil dari nilai rata-rata
ukuran perusahaan
yang sebesar
14,30 menunjukkan bahwa setiap sampel memiliki ukuran
perusahaan yang hampir sama.
Agresivitas pajak
perusahaan dihitung
dengan menggunakan dua cara, yaitu effective tax
rate ETR dan cash effective tax rate CETR. Nilai rata-rata effective tax rate ETR adalah 0,312, hal ini
menandakan bahwa
beban rata-rata
pajak perusahaan sampel adalah 31,2 dari laba sebelum
pajak. Nilai minimum sebesar 0,03 yang dimiliki oleh PT Fajar Surya Wisesa Tbk. pada tahun 2008,
menunjukkan bahwa beban pajak perusahaan hanyalah 3 dari laba sebelum pajak. Nilai
maksimal ETR sebesar 0,813 yang dimiliki oleh PT Akbar Indo Makmur Stimec Tbk. pada tahun 2006,
menunjukkan bahwa
beban pajak
perusahan tersebut adalah 81,3 dari laba sebelum pajak. Nilai
standar deviasi sebesar 0,089 yang lebih kecil dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa sampel memiliki
sebaran effective tax rate yang hampir sama antar masing-masing sampel.
Berdasarkan nilai cash effective tax rate diperoleh nilai rata-rata CETR sebesar 0,298
menunjukkan bahwa besarnya pembayaran pajak adalah 29,8 dari laba sebelum pajak. PT SMART
Tbk. pada tahun 2007 memiliki nilai cash effective tax rate paling rendah yaitu sebesar 0,016,
menunjukkan bahwa besarnya pembayaran pajak perusahaan tersebut hanya 1,6 dari laba sebelum
pajak. Nilai maksimum cash effective tax rate
sebesar 0,989 dimiliki oleh PT. Sorini Tbk. pada tahun
2010, menunjukkan
bahwa besarnya
pembayaran pajak perusahaan tersebut adalah 98,9 dari laba sebelum pajak. Sedangkan nilai
standar deviasi adalah 0,150 yang menunjukkan bahwa sampel memiliki sebaran cash effective tax
rate yang hampir sama antar masing-masing sampel.
Tarif pajak diukur dengan menggunakan
variabel dummy, yaitu 1 jika dalam waktu pengamatan sampel telah menerapkan tarif pajak
tetap sesuai dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 dan 0 jika dalam waktu pengamatan sampel
menggunakan tarif pajak progresif sesuai Undang- undang No. 17 Tahun 2000. Tarif pajak progresif
yang diatur dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2008
mulai diberlakukan
tahun 2009
guna menggantikan Undang-undang No. 17 Tahun 2000.
Tabel 4.3
mendiskripsikan jumlah
periode pengamatan pada sampel yang menggunakan tarif
pajak progresif maupun tetap. Jumlah pengamatan sampel yang telah menerapkan tarif pajak tetap
adalah 78 pengamatan atau 60. Sedangkan 117 sampel atau 40 berada pada periode pengamatan
sebelum tahun 2009 sehingga masih menerapkan tarif pajak progresif.
Tabel 4.3 Deskripsi Variabel Tarif Pajak Tahun 2006-2010
Keterangan Jumlah
Persentase
Menggunakan tarif pajak progresif
78 40
Menggunakan tarif pajak tetap 117
60
Jumlah 195
100
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Saham publik diukur dengan menggunakan
variabel dummy, yaitu 1 jika lebih dari 40 saham perusahaan dimiliki oleh publik dan 0 jika saham
perusahaan yang dimiliki publik kurang dari 40. Tabel 4.4 memberikan gambaran bahwa jumlah
sampel yang 40 dari saham dimiliki oleh publik berjumlah 110 sampel atau 56,41. Sedangkan 85
sampel atau 43,59, minimal 40 atau lebih sahamnya dimiliki oleh publik. Persentase saham
publik terendah terdapat pada Intraco Penta Tbk. pada tahun 2008 yaitu sebesar 9,56. Sedangkan
persentase saham publik tertinggi dimiliki oleh PT. Metrodata Electronics Tbk pada tahun 2007 dengan
jumlah saham publik sebesar 85,36.
Tabel 4.4 Deskripsi Variabel Kepemilikan Saham Tahun 2006-2010
Keterangan Jumlah
Persentase
Jumlah saham publik kurang dari 40
110 56,41
Jumlah saham publik lebih dari 40
85 43,59
Jumlah 195
100
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
4.2.2 Uji Asumsi Klasik
Uji normalitas
dimaksudkan untuk
mengetahui apakah data penelitian terdistribusi secara
normal. Penilaian
normalitas dengan
menggunakan perbandingan
skewness kemencengan dan kurtosis keruncingan. Standar
sebuah data dikatakan memiliki distribusi normal adalah jika hasil skewness adalah 0 dan kurtosis
adalah 3 Gujarati, 2006. Jika suatu observasi memiliki nilai kurtosis lebih besar dari +3 atau lebih
kecil dari -3 berarti observasi tersebut mempunyai nilai yang ekstrim outliers atau tidak berdistribusi
normal. Hasil
uji normalitas
pada variabel
independen dan dependen disajikan pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas
Variabel Min
Max Mean
Skew Kurt
Hasil
Likuiditas 0,20
4,79 1,723
0,90 0,74 Normal
Leverage 0,08
0,96 0,542
-0,34 -0,26 Normal
Dekom 0,29
0,70 0,409
1,51 4,66 Tidak
normal Manajemen
Laba -0,58
0,66 -0,03
0,16 0,60 Normal
ETR 0,029
0,813 0,312
1,52 4,24 Tidak
normal CETR
0,016 0,989
0,298 1,41
5,72 Tidak normal
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Pada tabel 4.5 terlihat bahwa beberapa variabel memiliki kurtosis diatas +3, yaitu dekom
dewan komisaris independen dengan nilai kurtosis sebesar 4,656, ETR dengan nilai kurtosis sebesar
4,239 dan CETR dengan nilai kurtosis sebesar 5,719. Sedangkan
variabel likuiditas,
leverage dan
manajemen laba memiliki nilai kurtosis secara berturut-turut adalah 0,740, -0,264 dan 0,604. Nilai
kurtosis pada variabel-variabel tersebut berada diantara +3 dan -3, sehingga dapat disimpulkan
variabel likuiditas, leverage dan manajemen laba memiliki distribusi data yang normal. Untuk
mendapatkan hasil pengujian yang lebih baik dan valid maka dilakukan tranformasi variabel penelitian
yang tidak berdistribusi normal kedalam bentuk akar kuadrat sqrt. Hasil uji normalitas setelah
dilakukan transformasi dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Setelah Transformasi
Variabel Min
Max Mean
Skew Kurt
Hasil
Likuiditas 0,20
4,79 1,723
0,90 0,74 Normal
Leverage 0,08
0,96 0,542
-0,34 -0,26 Normal
sqrtDekom -1,70
-0,37 -0,95
0,15 -0,43 Normal
Manajemen Laba
-0,58 0,66
-0,03 0,16
0,60 Normal sqrtETR
0,17 0,90
0,55 0,10
0,57 Normal sqrtCETR
0,03 0,99
0,51 0,03
0,48 Normal Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Berdasarkan tabel 4.6 terlihat bahwa setelah dilakukannya transformasi variabel dewan komisaris
independen, ETR dan CETR kedalam bentuk akar kuadrat
sqrt, nilai
kurtosis pada
variabel sqrtDekom, sqrtETR dan sqrtCETR secara berturut-
turut adalah -0,433, 0,572 dan 0,483. Nilai kurtosis pada variabel-variabel tersebut berada pada kisaran
nilai ±3
sehingga dapat
dinyatakan bahwa
sqrtDekom, sqrtETR dan sqrtCETR berdistribusi normal.
Uji Multikolonieritas
dilakukan dengan
matriks korelasi dengan melihat besarnya nilai VIF Variance Inflation Factor dan nilai tolerance. Suatu
model regresi yang bebas dari multikolinearitas memiliki nilai VIF yang tidak melebihi dari 10 dan
nilai tolerance tidak ada yang kurang dari 0,10. Hasil uji multikolonieritas dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 4.7. Berdasarkan hasil uji multikolinearitas, nilai VIF pada variabel-variabel
penelitian berada pada kisaran angka 1,028 hingga 1,146. Sedangkan nilai tolerance terendah adalah
0,873 dan tertinggi 0,976. Berdasarkan nilai VIF dan tolerance
dapat disimpulkan
bahwa tidak
terdapatnya multikoloniearitas.
Tabel 4.7 Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel Tolerance
VIF Kesimpulan
Likuiditas 0,973
1,028 Tanpa
multikoloniearitas Leverage
0,900 1,112
Tanpa multikoloniearitas
sqrtDekom 0,873
1,146 Tanpa
multikoloniearitas Manajemen
Laba 0,942
1,062 Tanpa
multikoloniearitas Size
0,961 1,041
Tanpa multikoloniearitas
Tarif 0,931
1,075 Tanpa
multikoloniearitas Saham
0,873 1,145
Tanpa multikoloniearitas
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji
apakah dalam suatu model regresi linear yang digunakan terdapat korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 sebelumnya. Untuk mendeteksi ada
tidaknya autokorelasi,
digunakan uji
Durbin- Watson. Sebuah data dikatakan tidak memiliki
masalah autokorelasi jika nilai Durbin-Watson berada diantara nilai du upper bound dan 4-du.
Berdasarkan tabel dengan nilai n = 195 dan k = 4 didapat angka dl lower = 1,724 dan du upper =
1,808. Hasil uji Durbin Watson dengan sqrtETR dan sqrtCETR sebagai variabel dependen terlihat pada
tabel 4.8.
Tabel 4.8 Hasil Uji Autokorelasi
Dependen Variabel
Durbin- Watson
lower bound
upper bound
Kesimpulan
sqrtETR 1,876
1,724 1,808
Tanpa autokorelasi
sqrtCETR 1,937
1,724 1,808
Tanpa autokorelasi
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Berdasarkan tabel 4.8, diketahui nilai Durbin Watson dengan menggunakan sqrtETR sebagai
variabel dependen sebesar 1,876. Oleh karena nilai Durbin
Watson hitung
dengan menggunakan
sqrtETR sebagai variabel dependen adalah 1,876 yang berada diantara nilai du dan 4
–du, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi
positif maupun negatif. Sedangkan nilai Durbin Watson dengan menggunakan sqrtCETR sebagai
variabel dependen adalah 1,937 yang berada diantara nilai du dan 4
–du, maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi antar residual dimana
CETR sebagai variabel dependen.
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji
apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance
dari residual
satu pengamatan
ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik
adalah yang homoskedastisitas atau variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain
tetap. Untuk menguji heteroskedastisitas dalam
penelitian ini dengan menggunakan Uji Glejser. Dari hasil pengujian sebagaimana pada tabel 4.9, hasil
masing-masing variabel indpenden dengan tingkat signifikansi tidak ada yang lebih kecil dari 0,05,
sehingga varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain
tetap, maka
disebut homoskedastisitas atau bebas heteroskedastisitas
dalam penelitian ini.
Tabel 4.9 Hasil Uji Glejser
Variabel abresid :
sqrtETR abresid :
sqrtCETR t
Sig. t
Sig.
Likuiditas 0,544
0,587 0,013
0,590 Leverage
0,896 0,104
0,484 0,064
sqrtDekom -0,723
0,470 -0,843
0,400 Manajemen
Laba 0,802
0,424 0,073
0,242 Size
-1,505 0,134
-1,977 0,059
Tarif 0,735
0,463 -0,365
0,716 Saham
-0,573 0,568
1,537 0,126
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
4.3 Pemilihan Model Regresi Panel Data
Dalam regresi panel data terdapat tiga alternatif model yang dapat digunakan, yaitu
Ordinary Least Square OLS, Fixed Effect Model FEM dan Random Effects Model REM. Oleh karena
itu, diperlukan pengujian untuk memilih model regresi panel data mana yang paling tepat digunakan
untuk menguji hipotesis. Untuk menguji metode
regresi panel data yang cocok, dilakukan restricted F test dan hausman test.
Restricted F test digunakan untuk menguji model mana yang cocok digunakan antara Ordinary
Least Square OLS atau Fixed Effect Model FEM. Nilai F hitung tersebut dibandingkan dengan tabel F
pada tingkat signifikansi 5. Jika nilai F tabel lebih besar daripada F hitung maka model yang dipilih
adalah OLS, sedangkan jika nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel maka model yang akan dipilih
adalah FEM. Ringkasan perhitungan restricted F test dapat dilihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10 Ringkasan Uji Restricted F Test
sqrtETR sqrtCETR
R
2 UR
0,492091 0,481244
R
2 R
0,174595 0,171821
m 38
38 n
195 195
k 7
7 F hitung
3,09262 2,95096
F tabel 1,46905
1,46905 Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Pada tabel 4.10, diperoleh data nilai F hitung dengan menggunakan sqrtETR sebagai variabel
dependen adalah 3,093 yang lebih besar dari nilai F tabel
1,469. Sedangkan
untuk medel
yang menggunakan sqrtCETR sebagai variabel dependen
diperoleh nilai F hitung adalah 2,951 yang lebih besar dari nilai F tabel 1,469. Karena nilai F hitung
dengan menggunakan variabel sqrtETR maupun sqrtCETR sebagai variabel dependen sama-sama
memiliki nilai F hitung lebih besar dari F tabel maka persamaan OLS tidak sesuai atau valit untuk
digunakan. Hal ini menunjukkan FEM merupakan model yang lebih baik untuk digunakan dalam
penelitian ini. Langkah berikutnya adalah menguji antara
model FEM dan REM menggunakan Hausman test. Jika hasil Hausman test
signifikan pada α = 5 maka metode yang digunakan dalam pengolahan
panel data adalah FEM, jika tidak signifikan akan digunakan model REM. Hasil pengujian Hausman
test dapat dilihat pada tabel 4.11.
Tabel 4.11 Ringkasan Hasil Hausman Test
Hausman Test
p-value Kesimpulan
11,86 0,106 Menggunakan REM
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Dari hasil pengujian Hausman test pada tabel 4.11 diperoleh hasil Hausman test adalah 11,86 dengan
nilai p-value
0,106 yang
lebih besar
dari probabilitas α =5. Oleh karena itu, model REM
lebih sesuai digunakan dibandingkan OLS. Hasil ini sesuai dengan pengujian praktis, dimana jika data
panel mempunyai jumlah individu lebih besar dari jumlah waktu maka REM yang digunakan. Dalam
model ini, jumlah individu sebanyak 39 perusahaan dan jumlah waktu pengamatan sebanyak 5 tahun,
sehingga REM lebih tepat digunakan. Berdasarkan hasil pengujian data panel yang terdiri dari restricted
F test dan Hausman test, maka dapat disimpulkan bahwa model yang tepat digunakan adalah Random
Effect Model.
4.4 Pengujian Hipotesis