PEMBANGUNAN DAN KEPERDULIAN TERHADAP DEGRADASI LAHAN

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 10 hutan menjadi lahan padang rumput akan disambut baik oleh peternak ataupoun petani, karena kebutuhan hidup mereka akan dapat dipenuhi dari daerah tersebut. Sebagai akibatnya kaum konservasi atau masyarakat penghuni hutan atau penduduk asli daerah tersebut akan merasa tidak dapast berterima. Keinginan khusus dari kelompok-kelompok tertentu bahkan bisa saja pemerintah, bisa jadi suatu sebab ketidak yakinan terhadap kejadian atau tindakan penanganan degradasi lahan, sering terjadi bahwa pemerintah menetapkan suatu lahan untuk penggunaan yang kurang sesuai dengan kondisi lahan tersebut dan kemudian terus mempertahankan kegiatan tersebut tanpa pernah mau mempertimbangkan atau bertanggungjawab terhadap kerusakan-kerusakan yang diakibatkannya Blaikie Brookfield, 1987. Di Amerika Serikat, padaf tahun 1930-an, penulis seperti Steinback, penyanyi lagu-lagu etnik seperti Woody Guthrie, dan sejumlah aktivis lingkungan kontemporer, berusaha keras untuk mempublikasikan kejadian Dust Bowl dan menenkankan betapa pentingnya untuk sesegera mungkin untuk mengatasi gejala tersebut di daerah Barat Tengah. Aktivitas mereka pada saat itu sangat tenar dengan julukan sebagai un- American and Subversive. Pemahaman terhadap pemecahan masalah degradasi lahan sepertinya tidak begittu dihargai, sebagai contoh di dunia Barat digunakan pupuk kimia buatan pada tanah tererosi atau yang kesuburannya menurun, meski demikian hal ini hanya mampu melihat pengaruh perlakuan dari simtom yang ada dan bukan memecahkan masalah sebenarnya penurunan kesuburan tanah itu sendiri, mungkin bisa saja dengan pemupukan tersebut penurunan produksi dapat diperlambat tetapi solusi nyata sangatlah sulit untuk ditemukan.

IV. PEMBANGUNAN DAN KEPERDULIAN TERHADAP DEGRADASI LAHAN

Degradasi lahan sering dipandang sebagai konsekwensi atau efek sampingan dari pembangunan. Secara singkat, untuk mendefenisikan pembangunan yang bisa diterima secara umum agak sulit, dan ini memerlukan suatu pemikiran yang bijaksana yang melebihi dari sekedar mengamati kenyataan yang terlibat didalamnya. IUNC et. al. 1980 mencoba mengajukan defenisi tentang pembangunan sebagai usaha modifikasi terhadap biosfer dan sumberdaya takhidup Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 11 untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia dan untuk tujuan meningkatnya kwalitas hidup manusia tersebut. Resolusi PBB 2626 xxv pada 24 Oktober 1970, menyatakan bahwa tujuan tertinggi dari suatu pembangunan adalah perbaikan hidup yang bermanfaat bagi semua orang Ghosh, 1984. Kenyataannya untuk mendukung pembangunan dibutuhkan dukungan kemampuan lahan maupun lingkungan secara keseluruhan yang pada dasarnya hampir selalu diikuti oleh degradasi terhadap lingkungan atau lahan tersebut. Masalah degradasi lahan bukanlah masalah baru, begitu juga keperdulian yang makin meningkat terhadapnya Roberts, 1989; Bunny, 1990. Misalnya para penulis Greek dan Roma sudah lama berkomentar atas: erosi tanah, penggundulan hutan, dan berbagai masalah lingkngan lainnya, bahkan keperdulian terhadap lingkungan sudah melembaga dan membentuk perkumpulan seperti oleh para Confucian di China. Hal yang serupa juga ditemukan di Eropa, St.Francis dari Asisi menekankan akan pentingnya meningkatkan keperdulian terhadap lingkungan dan pada pertengahan abad ke 17 Francis Bacon menekankan bahwa kita tidak dapat memerintah alam, kita harus tunduk kepadanya. Benyamin Franclin mencatat bahwa dalam keterlibatan kita dalam mengendalikan dunia ini harus bertindak sehati-hati mungkin dan berusaha untuk sekecil mungkin melakukan perusakan dibandingkan terhadap manfaat yang diperoleh Silverman,1986. Sedikit dari para penentu keoputusan atau masyarakat sendiri sudah mulai menunjukkan keperdulian terhadap lingkungan sejak 1960-an. Bermula dari reformasi Inggris Sekitar awal abad ke 18, bersamaan dengan kebangkitan etika protestan di Eropa. Ilmu pengetahuan, teknologi dan juga modal berkembang dan hal ini menjadi ibarat cetakan yang membentuk masyarakat Barat dengan ramalan terhadap pentingnya fungsi lahan dan alam. Bahkan ada yang mengindikasikan bahwa hal ini mendesak pihak masyarakat Barat untuk bekerja keras dalam mengekploitasi dan menjinakkan alam dengan cara-cara yang baik, dengan mencela ketidak teraturan meskipun pada akhirnya sikap ini tidak selalu berhasil dalam usaha melindungi alam Tawney,1954; Weber, 1958; Caldwell, 1977; Dowson Doornkamp, 1973. Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 12 Setelah abad ke 18, Eropa berkembang menjadi negara industri, laju kelahiran meningkat. Hal ini suatu dorongan yang mengakibatkan terjadinya perpindahan penduduk dunia misalnya ke Amerika atau bagian negara lainnya dan hal ini terus meningkat, yang kemudian perpindahan ini mengararah ke Eropa Barat hususnya United Kingdom. Sehingga pada akhir abad ke 18 hingga awal abad 19 mulai ada gejala yang mengarah kepada tindakan penutupan perbatasan sekitar 1798-1803. Meski Thomas Malthus sudah mencoba mengutarakan, keterkaitan populasi dengan ketersediaan sumberdaya, namun essay dari Malthus ini ditentang oleh para utopian dan para panguasa dengan menyatakan bahwa manusia tidak merubah alam dan berbagai sumber daya lainnya, hanya sedikit saja yang dapat dilakukan usaha untuk mengatasi kemiskinan yang berujung pada muncullnya masalah degradasi lahan. Para penyair pada paruh ke dua abad ke 19 mulai menunjukkan keperdulian terhadap lingkungan seperti Wordsworth, William Blake dan Emerson, mereka menyatakan bahwa para industriawan adalah para pemusnah alam. Chadwick dan para intelektual lainnya membentuk suatu forum yang dikenal nadengan anti kemapan karena mereka mulai melihat penurunan kesehatan dan moral masyarakat sebagai konsekwensi dari industrialisaasi dan urbanisasi dan mencoba mengajarkan penggunaan alam menurut pandangan para pencinta lingkungan. Pada masa itu aktivitas para ilmuan dibidang lingkungan sangat dapat bermanfaat dan mulailah ada upaya mencoba memperkenalkan usaha konservasi di USA oleh George Parkins Mars 1864, dan sebagian mulai melakukan lobby aktivitas konservasi, di Afrika Selatan misalnya seperti dilakukan di Provinsi Cave Anderson Grove, 1987; Grove, 1990. Banyak orang berpendapat bahwa buku Marsh yang berjudul Manusia dan Alam 1864 merupakan awal dimana peradaban modern mulai membicarakan tentang masalah lingkungan. Tinjauan pustaka mulai 1960-an hingga sekarang telah mulai mencoba mengkategorikan beberapa penyebab dari terjadinya degradasi lahan seperti diutarakan berikut ini: Neo-Malthusian mengutarakan bahwa degradasi lahan terjadi sebagai akibat dari tekanan dari peningkatan jumlah penduduk yang menyebabkan penggunaan lahan secara berlebihan, pola pemanfaatan Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 13 lahan yang keliru hususnya pada lahan-lahan marginal. Hal yang serupa juga diutarakan para pengikut paham Gandhi atau yang sering disebut sebagai paham Batas Pertumbuhan. Perspectiv ekonomis mengutarakan penyebab degradasi lahan adalah penggunaan lahansumberdaya yang tidak rasional, hal ini ditelusuri melalui analisis ekonomis produksi penggunaan lahan tersebut hususnya timbulnya hubungan kepemilikan yang tidak sempurna dan kesulitan dalam menata sumberdaya umum. Argumen kedua untuk paham perspektiv ekonomis ini menyatakan bnahwa pertambashan penduduk mengakibatkan pengrusakan sumber daya umum sebagai akibat dari usaha individu dalam upaya memaksimalkan pendapatan mereka tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap kerusakan yang ditimbulkannya untuk masyarakat luas. Perlu diutarakan juga disini bahwa seperti di Afrika, meski pemerintah mencoba berperan lebih bnyak terhadap penguasaan dan pengelolaan lahan maupun sumberdaya lainnya, tidak terlihat adanya cara ini akan lebih efektif dalam mengatasi pengrusakan lahan. Karena masyarakat berupaya berlomba mengambil manfaat dari lahan umum sebelum anggota masyarakat lainnya melakukannya. Pandangan perspektiv ketergantungan mengutarakan bahwa kerusakan lahan lebih diakibatkan oleh faktor eksternal seperti transfer teknologi yang tidak tepat, promosi strategi pola pertanian yang kurang tepat, hubungan dagang dan bantuan yang ada. Pemikiran para ahli ekonomi, ketidak-sempurnaan pemikiran para ahliekonomi akan mempengaruhi keptusan yang akan diambil, yang mana mereka ini memandang Bumi sebagai sumber daya tak terbatas sehingga tak jarang mereka hanya memikirkan pengolahan sumberdaya untuk manfaat sesaat tanpa pernah mempertimbangkan apa akibat jangka panjang yang belum diketahui dan dengan biaya yang belum dapat diramalkan. Pandangan para Neo-Marxist, mereka menyatakan bahwa kemewahan pola hidup para masyarakat negara maju diperoleh dari mentransfer sumberdaya dari masyarakat miskin dunia. Sebagai akibatnya negara- negara miskin kondisi sumberdayanya makin diperburuk dan hal ini menjadikan degradasi lahan. Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 14 Sikap para pangamat etika peradaban, manusia memandang dirinya lebih tinggi dari alam dan berada terpisah dari alam itu sendiri hususnya di Dunia Barata, untuk menguasainya tanpa merasa ada tanggungjawabkewajiban untuk mengelolanya untuk berperan sebagai pelayan bagi alam. Sehingga dalam prakteknya seluruh individu pengguna lahan yang tanpa memperhatikan etika dalam pemanfaatan lahan akan terjerumus kepada biaskekeliruan akan pengambilan keputusan hanya sebatas keuntungan atau manfaat jangka pendek saja. Dari 1950-an Thomas, et al. 1956 dan hususnya dari awal 1970-an kekhawatiran terhadap krisis lingkungan sebagai sesuatu yang tidak tercegah sudah banyak disuarakan. Pada tahun 1971, UNESCO memunculkan program manusia dan biosfer dengan maksud untuk membantu mengembangkan keperdulian manusia terhadap struktur dan fungsi lingkungan dimana manusia berinteraksi dengan alam. The International Union for Conservation of Nature and Natural Resources IUCN menerbitkan The World Conservation Strategy IUCN, 1980, lebih dari itu United Nations Environment Program UNEP juga sudah mulai dibentuk, namun efektivnya gerakan untuk keperdulian lingkungan, baru antara tahun 1975-1978. Pada Tabel 1 berikut mencoba menggambarkan pola penggunaan lahan Global situasi 1977. Tabel 1. Pola Penggunaan Lahan Global situasi 1977 Pola Penggunaan Lahan L u a s juta hektar Lahan usaha 1.462 Padang rumput 3.058 Hutan 4.077 Penggunaan lain 4.476 Tertutup es 1.400 TOTAL 14.473 Sumber: Wolman Fourier

V. BAGAIMANA PENTINGNYA MASALAH DEGRADASI LAHAN