Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan
25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 5
III. PERSEPSI TENTANG DEGRADASI LAHAN
Kemauan manusia, organisasi, pemerintah dan sebagainya untuk memanfaatkan, bahkan untuk melindungi, suatu lingkungan atau
sumberdaya sangat tergantung terutama terhadap perspsi mereka terhadap kegunaannya dan sangat dipengaruhi oleh kedua hal berikut,
yaitu baik sikap maupun keadaan genting yang sedang mereka hadapi.
Nilai dari suatu lahan atau sumberdaya dapat diukur dengan uang atau dari apa yang diperoleh dari lahan atau sumberdaya tersebut dengan
pemakaian lahan terdahulu dengan pemanfaatannya Cottrell, 1987,
Seluas lahan bisa mendapat berbagai persepsi tentang nilai lahan tersebut Sebagai contoh hutan dapat menjadi:
- Sumber kayu,
- Areal konservasi,
- Pendukung rekreasi,
- Melindungi daerah aliran sungai dari banjir dan erosi,
- Bahkan sampai pada makna religius.
Persepsi ini tidak bersifat tetap, bisa akan sangat bervariasi dalam setiap waktu, bahkan bisa mempunyai persepsi yang berbeda walaupun dalam
waktu yang bersamaan, sebab kelompok yang berbeda akan mempunyai kebutuhan yang berbeda terhadap suatu lahan tertentu pada waktu yang
sama. Perlu diingat bahwa kebutuhan lahan juga sangat bervariasi dari satu tempat daerah ke daerah lainnya Imler,1986. Tidak semua
kelompok masyarakat yang turut menikmati hasil penggunaan lahan yang sama sehingga tingkat penggunaan tertentu, malah kebanyakan orang
hanya menanggung akibatnya saja.
Daya guna lahan sangat dipengaruhi berbagai faktor kompleks seperti: -
Iklim. -
Hukum dan peraturan, -
Komunikasi, -
Moral dan kebudayaan serta berbagai pertimbangan lainnya seperti misalnya suatu daerah atau sumber daya tertentu hanya digunakan
sebagai nilai kepercayaan atau nilai sejaarahnya saja, Doxiadis, 1977.
Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan
25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 6
Daya guna suatu sumberdaya lahan sering juga menggambarkan jumlah tenaga kerja yang terlibat didalam usaha mengeksploitasi lahan atau
sumberdaya lainnya yang berhubungan. Ahli ekonomi Adam Smith dan David Ricardo telah menyatakan bahwa nilai ekonomi dari sumberdaya
atau ekosistem sangat ditentukan oleh biaya produksi dari suatu pemanfaatan sumberdaya tersebut yang biasanya hal ini sangat
didominasi oleh biaya masukan untuk tenaga kerja. Degradasi lahan akan berpengaruh merugikan terhadap hasil produksi karena bertambahnya
tenaga kerja yang dibutuhkan dalam penanganan lahan terdegradasi tersebut. Dapat dimengerti bahwa tenaga kerja penanganan luasan lahan
yang sama untuk lahan yang baik akan lebih kecil dibandingkan terhadap tenaga kerja yang diperlukan pada lahan yang sudah terdegradasi Blaikie
Brookfield, 1987.
Mungkin juga terjadi bahwa kapasitas produksikegunaan suatu lahan atau sumberdaya tidak saja hanya ditentukan oleh masyarakat sekitar
atau tempat dimana lahan atau sumberdaya tersebut berada, paling tidak dalam situasi tertentu. Misalnya bahwa mungkin saja hal tersebut sangat
dipengaruhi oleh kebutuhan orang-orang yang berada pada tempat yang sangat jauh dari lokasi sumberdaya atau lahan tersebut. Sebagai contoh
nilai lahan perkebunan pisang di Carribean untuk produksi pisang, sangat bergantung kepada kebutuhan pisang masyarakat Eropa, jadi akan sangat
dipengaruhi juga oleh kemampuan pengelola lahan mengangkut hasil ini ke pasar masyarakat Eropa. Dalam membicarakan lahan, tenaga kerja dan
modal dalam prakteknya tidak bisa secara terpisah karena pada kenyataannya secara umum lahan mempunyai daya guna adalah karena
tersedianya masukan, tenaga kerja dan modal.
Biaya infestasi yang diperlukan dalam memerbaiki daya guna lahan disebut dengan modal landesque landesque capitas yang diutarakan oleh
Simon 1981. Perubahan masukan tenaga kerja atau pembaharuan teknologi, perubahan kondisi alam, perubahan sikap tentang lahan atau
yang akan dihasilkan darinya bisa mengakibatkan kepada perbaikan ataupun pengrusakan lahan. Ada beberapa pola penggunaan lahan yang
mungkin hanya mengakibatkan kerusakan lahan yang hanya kecil saja pengaruhnya terhadap nilai-nilai lahan itu sendiri. Sebagai contohnya
adalah penggunaan suatu areal lahan untuk objek wisata dengan pengelolaan yang ekstra hati-hati, atau produksi air tanah dengan
manajemen yang baik ataupun pembangunan tenaga geothermal. Dari
Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan
25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 7
beberapa pola penggunaan lahan yang dapat mengakibatkan degradasi lahan yang sangat parah salah satu diantaranya adalah sebagai daerah
percobaan pengujian senjata nuklir.
Untuk menentukan apakah suatu lahan sudah terdegradasi, atau belum terdegradasi atau sedang terdegradasi, akankah atau tida akan mengalami
degradasi lahan memerlukan informasi keadaan lahan sebelumnya, pola penggunaan lahan saat ini serta pola penggunaan lahan yang akan
dilakukan yang diharapkan dari lahan tersebut pada masa yang akan datatng harus ditetapkan terlebih dahulu dengan jelas. Untuk saat ini data
penggunaan lahan sangat jarang diadakan dokumentasi yang baik, dan kalaupun ada ditemukan sering tidak dapat digunakan sebagai acuan
dasar yang akurat. Informasi tentang keadaan masa lalu lahan dan pendugaanperamalan pemanfaatan di masa yang akan datang sering
tidak ditemui ataupun tidak akurat. Bentang alam yang ada saat ini bisa jadi hanya merupakan suatu hasil dari peninggalan sisa aktivitas manusia
sebelumnya yang sudah dilupakan dalam jangka waktu yang sangat lama, misalnya pengurangan tipe bioma di daerah Mediterranian, sehingga
lahan tersebut tidak mampu merepresentasikan kondisi lahan potensi lahan yang sebenarnya yang pernah dimilikinya.
Sebagai kondisi Sebaliknya dijumpai juga bahwa lahan-lahan perladangan yang banyak di jumpai di Belanda saat ini justru saat dulu sudah pernah
sebagai lahan yang didak produktiv, misalnya sebelumnya hanya berupa daerah bergaram atau lautan sempit yang sudah diperbaiki tingkat
kegunaannya oleh perlakuan manusia.
Studi degradasi lahan sering terganggu karena keengganan peneliti dalam menerima informasi dan kurangnya akurasi dan objektivitas data yang
diperoleh. Sebagai contoh, bukan tidak seing masyarakat Himalaya atau Andes merasa dituduh sebagai penyebab degradasi lahan yang sangat
berat hanya karena terjadinya pendangkalan dan banjir pada dataran rendah. Sebagai bukti, ternyata bahwa keadaan di Himalaya dan Andes
tersebut dengan sangat nyata memang telah terrusak oleh aktivitas manusia, dan bukti yang berkaitan terhadap penyebab pendangkalan dan
banjir di dataran tinggi sangat nyata dan terperinci dan sering sangat berbahaya Ives Pitt, 1988.
Untuk memperoleh data acuan yang sangat dapat diandalkan, para perencana dan pengelola jangan sampai tidak memperhatikan jasa
Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan
25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 8
informasi yang dapat diperoleh dari para ahli ekologi bukan hanya untuk memperoleh informasi tentang masa lalu lahan, tetapi juga untuk
memahami apakah ada indikasi bahwa ditenpat tersebut telah pernah terjadi berbagai masalah lahan atau kehancuran lahan yang mungkin
telah diperbaiki masyarakat, dan jika itu sudah pernah terjadi tentu akan juga diketahui tentang strategi yang dikembangkan masyarakat
sebelumnya yang mungkin tidak diterapkan atau tidak dihiraukan lagi oleh para pengguna lahan modern, yang mungkin dapat dijadikan suatu bukti
yang sangat bermanfaat.
Studi singkat dengan mencoba memberi penjelasan tentang perubahan ekosistem sangat tidak efektiv, khususnya jika hal itu menyangkut
organisme seperti pohon-pohonan yang mampu hidup dan hanya mampu berregenerasi dalam waktu beberapa ratus tahun. Sepuluh tahun terakhir,
berkembangnya pengetahuan tentang struktur dan fungsi ekosistem, penginderaan jarak jauh dari satelit dan pesawat terbang dan kemajuan
dalam penyimpanan data dan mudahnya untuk mengamati data informasi tersebut kembali, hal ini sangat membantu dalam mendapatkan data
acuan untuk dapat digunakan sebagai dasar penelusuran apakan disana sudah terjadi degradasi lahan.
Namun penelusuranpengawasan degradasi lahan bukanlah merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sudah baku, dan kesulitan yang dihadapipun
dalam melakukannya tidaklah mudah dikenali atau diramalkan bahkan sekalipun dilakukan dengan suatu pola studi terbaik.
Suatu alasan kenapa pengenalan degradasi lahan dapat tertunda, adalah merupakan konsekwensi atas sikap sebagian orang yang hanya
mendasarkan pola pandangannya atas dasar jasa ekonomis saja terhadap pembangunan,
dan hanya
bila penurunan
kwalitas lingkungansumberdaya dijabarkan de dalam kesulitan ekonomis yang
diakibatkannya barulah
mereka memperdulikannya.
Masyarakat cenderung lebih memperhatikan pola kerusakandegradasi lahan secara
fisik yang dapat dilihatnya. Seperti terjadinya badai debu, parit-parit dalam, longsor dan sebagainya, padahal banyak degradasi lahan tersebut
kejadiannya tersembunyi tidak dapat diamati tetapi sangat berbahaya.
Kehilangan lapisan atas tanah secara berangsur-angsur adalah salahsatu contoh utama yang paling umum dijumpai, namun kejadian ini tidak
begitu langsung dapat teramati, paling tidak bukan pada tahap dini.
Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan
25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 9
Bahkan hingga saat degradasi lahan sudah sangat jelas sekalipun, masyarakat masih sering untuk tidak memperdulikannya. Mengakui
bahwa lahan mereka sedang mengalami erosi yang sangat buruk di lahan perladangannya dirasa akan sama saja mengakui bahwa terjadinya
peggaraman pada jaringan irigasi dan lahan beririgasi atau pendangkalan atau pengotoran poada jaringan-jaringannya sebagai akibat ulah mereka,
malah masyarakat tersebut akan bisa jadi menyalahkan pemerintah atau badan-badan lainnya.
Sebagian masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan yang tidak memiliki kuasa, sering memberi reaksi terhadap masalah degradasi lahan
ini dengan cara yang berakibat sangat fatal. Mungkin mereka memang benar-benar perduli akan degradasi lahan yang terjadi dan paham akan
pegaruh buruk yang disebabkannya untuk jangka waktu yang lama, tetapi mereka tidak mampu atau tidak berkeinginan untuk melakukan lebih dari
pada tindakan untuk sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup saja.
Hal lain yang juga sering terjadi adalah bahwa para penguasa juga sering memindahkan sejumlah besar tanah dari sebidang lahan dengan tanpa
menghiraukan degradasi lahan yang ditimbulkannya sebagai suatu masalah bahkan tidak ada usaha yang layak untuk mencoba menghentikan
perlakuan buruk tersebut.
Bahkan pemerintah atau badan-badan yang sangat ramah sekalipun akan merasa terbebani jika harus mengeluarkan dana, tenaga kerja atau
keuntungan jangka pendek mereka untuk memperoleh keuntungan jangka panjang dari usaha mengatasi degradasi lahan tersebut Chisholm
Dumsday,1987. Hal ini juga bisa menjadi dilema bagi para investor yang hendak melakukan investasi dalam upaya pengendalian degradasi lahan.
Sebab usaha dan dana yang akan mereka tanamkan dalam usaha tersebut akan jauh lebih menguntungkan jika dimanfaatkan untuk beberapa usaha
lain. Kenyataan ini membuat para ekonom tidak berminat melakukannya dan membiarkan lahan tersebut terlantar.
Kesepakatan bahwa suatu lahan sudah terdegradasi dan membutuhkan perhatian terkadang sangat sulit ditemui, setidaknya kasus ini ada karena
persepsi tentang daya guna lahan tersebut sangat beraneka ragam, suatu peningkatan daya guna lahan untuk suatu kelompok tertentu akan
menyebabkan berkurangnya daya guna lahan tertentu untuk satu atau lebih kelompok lainnya. Sebagai contoh, pengkonversian suatu lahan
Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan
25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 10
hutan menjadi lahan padang rumput akan disambut baik oleh peternak ataupoun petani, karena kebutuhan hidup mereka akan dapat dipenuhi
dari daerah tersebut. Sebagai akibatnya kaum konservasi atau masyarakat penghuni hutan atau penduduk asli daerah tersebut akan merasa tidak
dapast berterima.
Keinginan khusus dari kelompok-kelompok tertentu bahkan bisa saja pemerintah, bisa jadi suatu sebab ketidak yakinan terhadap kejadian atau
tindakan penanganan degradasi lahan, sering terjadi bahwa pemerintah menetapkan suatu lahan untuk penggunaan yang kurang sesuai dengan
kondisi lahan tersebut dan kemudian terus mempertahankan kegiatan tersebut tanpa pernah mau mempertimbangkan atau bertanggungjawab
terhadap kerusakan-kerusakan yang diakibatkannya Blaikie Brookfield, 1987.
Di Amerika Serikat, padaf tahun 1930-an, penulis seperti Steinback, penyanyi lagu-lagu etnik seperti Woody Guthrie, dan sejumlah aktivis
lingkungan kontemporer, berusaha keras untuk mempublikasikan kejadian Dust Bowl dan menenkankan betapa pentingnya untuk sesegera mungkin
untuk mengatasi gejala tersebut di daerah Barat Tengah.
Aktivitas mereka pada saat itu sangat tenar dengan julukan sebagai un- American and Subversive. Pemahaman terhadap pemecahan masalah
degradasi lahan sepertinya tidak begittu dihargai, sebagai contoh di dunia Barat digunakan pupuk kimia buatan pada tanah tererosi atau yang
kesuburannya menurun, meski demikian hal ini hanya mampu melihat pengaruh perlakuan dari simtom yang ada dan bukan memecahkan
masalah sebenarnya penurunan kesuburan tanah itu sendiri, mungkin bisa saja dengan pemupukan tersebut penurunan produksi dapat
diperlambat tetapi solusi nyata sangatlah sulit untuk ditemukan.
IV. PEMBANGUNAN DAN KEPERDULIAN TERHADAP DEGRADASI LAHAN