Untitled Document

(1)

LAPORAN PENELITIAN

Penegakan Hukum (Law Enforcement)

Monopoli dan Persaingan Usaha Atas Produksi

dan Pemasaran Barang dan/atau Jasa

Bagi Pelaku Usaha

Oleh :

Augus t P . S il aen , S H , MH um

LEMBAGA PENELITIAN

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

MEDAN-2011


(2)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... I

RINGKASAN ……….. IV

DAFTAR ISI ... i-ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ……….. 24

3.2. Data ……….. 24

3.3. Sumber Data ……….. 24

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 24

3.5. Metode Analisis ... 25

BAB IV PEMBAHASAN A. Konsep dan Konteks Pengawasan Terhadap Pelanggaran Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha ... ... 26

B. Eksistensi Perangkat Hukum dan Peraturan Terhadap Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha ... 36

C. Tatacara Penanganan dan Penerapan Sanksinya Bagi Pelanggaran Persaingan Usaha ... 45 D. Penerapan Pendekatan Rule of Reason dan Per Se Illegal Dalam Penegakan


(3)

Hukum Persaingan Usaha ………... 59 E. Penegakan Hukum Praktek Monpolid dan Persaingan Usaha Di

Indonesia ……….……….. 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……… 75

B. Saran-Saran ……… 76


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan karuniaNya serta rahmatNya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini berjudul Penegakan Hukum (Law Enforcement) Monopoli dan Persaingan Usaha Atas Produksi dan Pemasaran Barang dan/atau Jasa Bagi Pelaku Usaha. Penelitian ini merupakan aplikasi dari salah satu pelaksanaan Tri Dharma Peguruan Tinggi yaitu setiap insan akademik Dosen diwajibkan melaksanakan penelitian. Pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan meneliti bagi seorang dosen dengan latar belakang jenjang pendidikannya masing-masing apakah di bidang eksakta maupun non eksakta.

Mulai dari rencana pembuatan proposal penelitian hingga selesai penulisan laporan hasil penelitian ini, peneliti memperoleh banyak dorongan, dukungan dan masukan dari berbagai-bagai pihak. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan dengan hati yang setulusnya menyampaikan terima kasih banyak kepada :

1. Bapak DR. IR. Jongkers Tampubolon, MSc, selaku Rektor Universitas HKBP

Nommensen yang dengan panjang sabar terus mendorong dan memotivasi para staf

pengajarnya untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat dan penelitian baik secara intern, khusus maupun dengan luar biasa.

2. Bapak Prof. DR. Ir. Hasan Sitorus, MS, selaku Ketua Lembaga Penelitian

Universi-tas HKPB Nommensen yang turut juga memotivasi dan mendorong staf dosen pengajar


(5)

3. Bapak DR. Haposan Siallagan, SH, MH, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

HKBP Nommensen dengan tidak bosan-bosannya merangkul, memotivasi,memberikan

semangat dan fasilitas memadai yang berkaitan dengan proses pembuatan proposal hing-ga penyunan laporan hasil penelitian ini dapat disusun sedemikian rupa.

4. Seluruh rekan-rekan staf pengajar Bapak/Ibu Dosen dilingkungan Fakultas Hukum

Universitas HKBP Nomensen yang turut memberikan saran konstruktif dan

masukan-masukan yang sangat berharga dalam rangka penyelesaian Laporan Hasil Penelitian ini. 5. Teristimewa buat Isteriku yang tercinta Fetty Bettarina Simanjuntak, SE, berikut

dengan anak-anakku Binsar Rizky Perdana Silaen, Dwi Putra Tonggo Aprinaldo

Silaen, Tri Daniel Leonardo Silaen, dan Dian Agty Elizabeth Silaen yang dengan

setia, panjang sabar, serta kasih sayang dan cintanya memberikan dorongan moril dan doa bagi peneliti dalam mencapai cita-cita kehidupan yang bermakna.

6. Kepada seluruh kerabat, sahabat dan saudara peneliti yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan dukungan dan saran serta kritikan yang membangun kepada peneliti.

Peneliti menyadari dan yakin bahwa apa yang disajikan dalam bentuk Laporan Hasil Pene-litian ini belumlah sempurna dan masih jauh dari kesempurnaan penePene-litian, untuk itu peneliti mengharapkan dan menyambut baik segala bentuk saran konstruktif dan masukan-masukan yang sangat berharga yang diberikan oleh pembaca maupun peneliti lainnya demi menuju kesempurnaan dikemudian hari.

Akhir kata kiranya Laporan Hasil Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca maupun peneliti lainnya dan menambah khasanah perbendaharaan bahan bacaan serta sumber ilmu pengetahuan di bidang hukum khususunya ilmu pengetahuan hukum bisnis serta dalam


(6)

rangka mewujudkan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di lingkungan kampus Universitas HKBP Nommensen.

Medan, Medio Augustus 2011 Peneliti,


(7)

RINGKASAN

Ekonomi persaingan usaha dapat ditelaah dari dua sisi yaitu Pertama dari sisi pelaku usaha atau produsen yang memproduksi suatu barang dan/atau jasa dan kedua dari sisi konsumen. Dari sisi pelaku usaha, ekonomi persaingan usaha menyangkut hal bagaimana perusahaan me-nentukan strategi bersaing, apakah dilakukan dengan cara sehat atau saling melumpuhkan.

Dalam prakteknya persaingan usaha sangat terpengaruh oleh berbagai kebijakan pemerin-tah atau kebijakan publik. Seharusnya kebijakan publik tersebut dibuat dengan wawasan yang berpihak kepada masyarakat, baik kepada produsen maupun kepada konsumen, namun kenyata annya banyak kebijakan yang menyangkut sektor usaha yang diwarnai dengan berbagai kepen tingan terselubung dari pihak tertentu.

Latar belakang penelitian ini adalah adanya Praktek Monopoli dan Persaingan tidak sehat atau persaingan curang diantara para pelaku usaha di Indonesia sejak masa orde baru bahkan sampai saat inidampaknya masih sangat merugikan konsumen dan pelaku bisnis yang lain, khu susnya bagi industri yang kurang bonafid secara finansial meskipun persaingan itu sendiri sa-ngat diperlukan dalam berbagai jenis usaha untuk menambah kreativitas, efektivitas dan kuali-tas serta daya saing dalam industri itu sendiri.Tetapi karena sistem birokrasi dan perekonomian di Indonesia sarat dengan sistem persengkongkolan yang tidak sehat, maka persaingan itu sen-diri menjadi terdistorsi. Kesempatan yang diperoleh oleh industri kecil untuk mendapat akses dan masuk kedalam industri dan pasar yang ada sangat minim, tetapi yang sangat menguntung-kan bagi industri kecil mereka masih dapat eksis karena memiliki keistimewaan produksinya ti dak bisa ditiru oleh pengusaha industri besar.


(8)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh kejelasan tentang latar be-lakang terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang berlaku dalam pro-ses bisnis di Indonesia, baik itu bisnis dalam bentuk konglomerasi maupun dalam bentuk indus tri kecil serta untuk memperoleh penjelasan adakah terjadi perubahan kondisi persaingan bisnis di Indonesia sesudah disahkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Prak-tek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (yang selanjutya disebut dengan UULPM &

PUTS).

Dengan keluarnya UULPM & PUTS ini juga diharapkan para pelaku usaha yang bermo-dal kuat tidak akan bertindak sewenang-wenang dan melakukan praktek-praktek bisnis curang yang mematikan atau merugikan pelaku usaha lainnya. Pelaku usaha yang melakukan pelangga ran terhadap UULPM & PUTS ini akan diberi sanksi hukum yang jelas dengan demikian apa yang menjadi tujuan diciptakannya UU ini akan tercapai. Pendek kata UU ini akan membuat efek jera dan ”mati kutu” semua pelaku usaha yang selama tiga puluh dua tahun berkuasanya

rezim orde baru menjadi besar dan menikmati fasilitas monopoli yang diberikan pemerintah ter masuk praktek bisnis curang.Ini semua pada akhirnyatelah menghantarkan bangsa ini pada kon kondisi turbulensi ekonomi secara nasional dan memberikan sadaran baru mengenai penting nya persaingan sehat (fair business competition) dalam berusaha dilindungi dengan mencipta-kan UU yang khusus untuk itu.

Pada saat ini kita dapat mengamati, melihat dan merasakan bahwa penegakan hukum khu-susnya persaingan usaha berada dalam posisi yang tidak menggembirakan. Masyarakat mem-pertanyakan kinerja aparat penegak hukum dalam berbagai masalah-masalah hukum. Mungkin benar apabila dikatakan bahwa perhatian masyarakat terhadap lembaga-lembaga hukum telah berada pada titik nadir. Hampir setiap saat kita dapat menemukan berita, informasi, laporan


(9)

atau ulasan yang berhubungan dengan lembaga-lembaga hukum kita. Salah satu permasalahan yang perlu mendapat perhatian kita semua adalah merosotnya rasa hormat masyarakat terhadap wibawa hukum.

Mengingat begitu sentralnya kedudukan dari UULPM & PUTS dalam dunia bisnis dan ka-rena hukum persaingan usaha ini menduduki tempat dalam inner circle di dalam dunia hukum bisnis, maka peneliti menganalisis secara mendalam dan hati-hati yang akhirnya hasil renungan tersebut dituangkan kedalam Laporan Hasil Penelitian ini.

Penelitian ini bersifat diskriptif dan analitis juridis yang didukung oleh studi kepustakaan karena secara spesifik penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai praktek mono-poli dan persaingan usaha di Indonesia sekaligus juga memberikan gambaran tentang sejauhma na telah dilakukan penegakan hukum (law enforcement) terhadap praktek monopoli dan persai-ngan usaha dibidang produksi dan atau pemasaran atas barang dan/atau jasa khusus bagi pelaku usaha dalam proses bisnis di Indonesia serta bagaimana pengaruh dan pengaturan dari penega-kan hukum tersebut terhadap praktek monopoli dan persaingan usaha sebelum dan sesudah ke-luarnya UULPM & PUTS tersebut.

Penegakan hukum pada hakekatnya merupakan interaksi antara berbagai perilaku manusia yang mewakili kepentingan-kepentingan yang berbeda dalam bingkai aturan yang telah disepa-kati bersama. Oleh karena itu, penegakan hukum tidak dapat semata-mata dianggap sebagai proses menerapkan hukum. Namun proses penegakan hukum mempunyai dimensi yang lebih luas, karena dalam penegakan hukum akan melibatkan dimensi perilaku manusia. Dengan pe-mahaman tersebut maka kita dapat mengetahui bahwa problem-problem hukum yang akan sela lu menonjoladalah problem ”law in action” bukan pada ”law in the books


(10)

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjek nya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang lebih luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melaku kukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum.

Penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hu-kum baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam artian materil yang luas, sebagai pe-doman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangku-kutan maupun oleh aparatur penegak hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Un-dang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidu-pan bermasyarakat dan bernegara.

Haruslah kita sadari benar bahwa upaya penegakan hukum tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Kejadian-kejadian yang sekarang menimpa lembaga hukum hanyalah satu pro ses untuk menuju terciptanya wibawa hukum. Sudah saatnya lembaga-lembaga penegak hukum melakukan berbagai pembenahan dan perbaikan serta evaluasi berkesinambungan atas semua program dan kebijaksanaan yang sudah dicanangkan, agar dapat mengurangi kendala yang diha dapi. Pemahaman yang sama terhadap suatu konstruksi hukum akan sangat mendukung keberha silan proses penegakan hukum. Koordinasi dan penyamaan persepsi antar aparatur penegakan hukum (polisi, jaksa, hakim, advokat/penasehat hukum/pengacara) harus dikembangkan sejak di ni. Pembenahan paling dini dapat dimulai dari sistem rekrutmennya.


(11)

Metode penelitian dipergunakan dalam penulisan penelitian ini adalah dengan mengguna-kan metode Penelitian Kepustakaan (Library Research) dimana peneliti mencari dan mengum pulkan bahan data tertulis dari bahan buku-buku bacaan, perangkat peraturan perundang- unda-ngan, hasil penelitian dalam bentuk disertasi, tesis, skripsi maupun makalah dan juga bersum-ber dari media elektronika bersum-berupa internet yang bersum-berkaitan dengan judul, permasalahan yang di-teliti untuk dijadikan landasar kerangka berfikir dan tolok ukur bagi peneliti menganalisa masa lah-masalah dalam penulisan penelitian ini.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebenarnya monopoli dan persaingan usaha da pat berjalan secara seiring dalam kegiatanbisnis, karena monopoli bisa bersifat ”natural”yaitu

dari kegiatan bisnis yang kecil dapat menjadi bisnis yang besar atau sekaligus bisnis raksasa ( multinasional). Hanya kendalanya industri kecil di Indonesia masih berjalan secara konvensi-onal dan tradisikonvensi-onal dan kurang greget mencari akses pangsa pasar termasuk akses modal mau-pun pemasarannya.

Oleh karena itu dapat direkomendasikan bahwa pemerintah harus secara terus menerus memperbaiki struktur perekonomian Indonesia agar pelaku usaha dan bisnis dapat berkompeti-si secara sehat, fair, dan berkompeti-sistem birokraberkompeti-si harus ditata dengan lebih baik dan profeberkompeti-sional serta memberikan pembinaan dan akses masuk kedalam ”industri” kepada pelaku bisnis dengan mo


(12)

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Sistem perekonomian masa kini yang mengglobal dan sangat terintergrasi memberikan peluang dan masalah bagi bangsa Indonesia. Secara umum, kekayaan sumber daya alam Indonesia dan dimensi pasarnya menjanjikan sejumlah keuanggulan dalam persaingan global, investasi asing dan pasar ekspor. Namun perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks telah menimbulkan persaingan yang ketat dalam perdagangan internasional, baik perdagangan barang maupun jasa. Berbagai praktek unutk memenangkan persaingan sering dilakukan oleh para pelaku bisnis diberbagai Negara di dunia termasuk dengan menggunakan praktek-praktek perdagangan yang tidak wajar (unfair trade practices).

Menurut Alfa Aprias bahwa : “Pesatnya perkembangan dunia usaha adakalanya tidak

diimbangi dengan “penciptaan” rambu-rambu pengawasan. Dunia usaha yang berkembang terlalu pesat sehingga meninggalkan rambu-rambu yang ada jelas tidak akan menguntungkan pada akhirnya. Apabila hukum tidak ingin dikatakan tertinggal dari perkembangan bisnis dan dunia usaha, maka hukum dituntut untuk merespon segala seluk beluk kehidupan dunia usaha yang melingkupinya sebagai suatu fenomena atau kenyataan sosial. Itu berarti, peran hukum menjadi semakin penting dalam menghadapi problema-problema dunia usaha yang timbul seperti monopoli danpersaingan usaha tidak sehat”(Alfa Alprias, 2010 : 1)

Lebih lanjut Alfa Aprias mengatakan “monopoli menggambarkan suatu keadaan dimana

terdapat seseorang atau sekelomok orang yang menguasai suatu bidang tertentu secara mutlak, tanpa memberikan kesempatan kepada orang lain untuk ikut ambil bagian. Monopoli diartikan sebagai hak istimewa (previlege), yang menghapuskan persaingan bebas, yang tentu pada akhirnya juga akan menciptakan penguasaan pasar. Persaingan usaha tidak sehat adalah suatu bentuk yang dapat diatikan secara umum terhadap segala tindakan ketidakjujuran atau menghilangkan persaingan dalam setiap bentuk transaksi atau bentuk perdagangan dan komersial. Adanya persaingan tersebut mengakibatkan lahirnya perusahaan-perusahaan yang mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengalahkan pesaing-pesaingnya agar menjadi perusahaan yang besar dan paling kaya”


(13)

Ekonomi yang kuat dan efisien adalah kata yang sangat mahal pada masa orde baru. Sebab, pada masa ini, pembangunan yang dilakukan tidak berdasarkan pada teori hukum pembangunan. Teori hukum pembangunan yang pendekatan pemikiran hukumnya sering disebut normative sosiologis. Dalam kajian ekonomi dipahami bahwa strategi ekonomi pembangunan pada saat itu lebih berorientasi pada pertumbuhan (growth) yang antara lain menggunakan strategi substitusi. Adapun dalam hal pendistribusian barang dan/atau jasa hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu saja.

Puncaknya pada tahu 1998 terjadi krisis monoter di Asia, mulai dari Thailand dan meram-bat ke Indonesia. Krisis tersebut terus berlanjut pada krisis yang bersifat multidimensi terutama kondisi politik yang berakibat jatuhnya kekuasaan rezim orde baru. Dampak dari situasi tersebut para pelaku ekonomi dan pasar serta konglomerat yang tidak mempunyai pijakan ekonomi yang kuat yang berdasarkan inovasi, kreasi dan produktivitas serta pertumbuhan yang berbasis sektor riil menjadi ambruk. Para pengusaha yang bermain di pasar uang mengalami guncangan yang maha dahsyat. Bagi pelaku usaha perbankan yang dengan menggunakan utang dalam bentuk dollar dan biasanya dalam jangka pendek telah jatuh tempo, sehingga menjadikan dollar melambung.

Dengan situasi demikian, pemerintah mengambil kebijakan untuk mem-bail out atau me nanggung beban utang swasta terutama pada bank-bank ”bermasalah”, maka lahirlah Badan

Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang bertugas mengambil alih utang-utang bank swasta nasional dengan dana talangan yang berasal dari International Monetery sebesar $ US 43 miliar yang bersifat jangka panjang. Pemberian dana talangan oleh IMF bukanlah tanpa syarat, secara regulatif utang dapat dikucurkan dengan persyaratan Indonesia harus melakukan reformasi sistem ekonomi dan hukum ekonomi tertentu diantaranya dengan UULPM & PUTS

Dengan kehadiran UULPM & PUTS di Indonesia ini merupakan prasyarat prinsip ekonomi modern dengan prinsip yang dapat memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk bersaing secara jujur dan terbuka dalam berusaha. Dengan Undang-Undang ini, pelaku usaha, ekonomi dan bisnis diharapkan menyadari kepentingan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tetapi harus dilakukan dengan cara persaingan yang jujur tanpa melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.


(14)

”Dari konsiderans menimbang Undang-Undang Anti Monopoli, dapat diketahui falsafah yang melatar belakangi kelahirannya dan sekaligus memuat dasar pikiran perlunya disusun Undang-Undang tersebut, setidaknya memuat tiga hal, yaitu bahwa :

1. Pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasla dan Undang-Undang Dasar 1945 ;

2. Demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga Negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan/atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif dan efisien sehingga dapat

mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar”.

3. Setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional”(Rachmadi Usman, 2004 : 7)

Menurut Kelik Pramudy sebagaimana dikutip dari Arie Siswanto (2002), bahwa”secara

etimologi, kata ”monopoli” berasal dari kata Yunani ’monos’ yang berarti sendiri dan ’polein

yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian monopoli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supplay) suatu barang atau jasa tertentu”(Kelik Pramudy, 2008 : 1-2)

Selanjutnya Kelik Pramudy menjelaskan ’disamping istilah monopoli di USA sering digunakan kata ”antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah ”anti monopoli” atau istilah ”dominasi” yang dipakai masyarakat Eropah yang artinya juga sepadan dengan arti

istilah ”monopoli”. Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu ”kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut yaitu ”monopoli”, ”antitrust”, ”kekuatan pasar” dan istilah ”dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut

dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar,dimana di pasar tersebut tidak tersedia lagi produk substitusi yang potensial dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi tanpa mengikuti hukum persaingan usaha atau hukum tentang permintaan dan penawaran” Usaha (

Menurut Mustafa Kamal Rokan dalam bukunya Hukum Persaingan (Teori dan


(15)

dan pemasaran oleh satu kelompok pelaku usaha tertentu. Sedangkan praktek monopoli menekankan pada pemusatan kekuasaan sehingga terjadi kondisi pasar yang monopoli. Karenanya, praktek monopoli tidak harus langsung bertujuan menciptakan monopoli, tetapi istilah ini pada umumnya menggambarkan suatu usahamencapai atau memperkuat posisi dominan di pasar. Dalam hak praktek monopoli, yang berarti menekankan pada proses monopoli dapat melihat beberapa hal sebagai berikut, yakni penentuan mengenai pasar bersangkutan, penilaian terhadap keadaan pasar dan adanya kegiatan yang dilakukan oleh pelaku untuk menguasai pasar.”(Mustafa Kamal Rokan, 2010 : 8-10).

Lebih lanjut Mustafa Kamal Rokanmenjelaskan ” bahwa UU No.5 Tahun 1999 menekan kan pada proses terjadinya monopoli bersaing secara tidak sehat. Lebih tegas, praktek monopo-li adalah proses pemusatan, sedangkan monopomonopo-li adalah kondisi pasar akibat dari praktek monopoli. Menekankan pada praktek monopoli berarti mengabaikan monopoli yang terjadi

secara alamiah”.

Selanjutnya Mustafa Kamal Rokan menambahkan ” monopoli dapat terjadi dengan dua cara yaitu, pertama, monopoli alamiah (natural monopoly) yang terjadi akibat kemampuan seseorang atau sekelompok pelaku usaha yang mempunyai satu kelebihan tertentu sehingga membuat pelaku usaha lain kalah bersaing. Satu pelaku usaha pada pasar sepatu yang mempu-nyai kualitas yang sangat baik dapat menekan biaya produksi, pemasaran yang prima tentu

akan diminati oleh komsumen, sehingga secara ”alamiah” akan menguasai pasar sepatu. Jika

sesuatu kelebihan yang dimiliki pelaku usaha tersebut didaftarkan dalam hak paten, maka

penemuan atau kelebihan yang dimilikinya adalah ” hak eksklusifnya. Kedua, monopoli berdasarkan hukum (monopoly by law), yakni monopoli yang berasal dari pemberian negara se perti yang termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945 yang selanjutnya di lindungi oleh UU dan pera turan dibawahnya. Misalnya pada perusahaan listrik negara, Pertamina, Pelni dan sebagainya”

Monopoli memberikan suatu kesan bagi masyarakat luas, yang secara konotatif tidak baik dan merugikan kepentingan banyak orang. Banyaknya persepsi yang ada, tidak hanya di kalangan masyarakat awam, melainkan juga dikalangan dunia usaha dan bisnis yang dilakukan kalangan pelaku usaha dan ekonomi, telah membuat makna monopoli bergeser dari pengertiannya semula. Perkataan “monopoli” seringkali menghantui benak kita dengan suatu


(16)

kegiatan usaha dan ekonomi tertentu secara mutlak tanpa memberikan kesempatan kepada orang lain untuk turut serta mengambil bagian.

Monopoli adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk aatau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidang industri atau bisnis tersebut.

“Dengan monopoli suatu bidang, berarti kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang se-besar-besarnya untuk kepentingan kantong sendiri. Di sini monopoli bagai suatu kekuasaan untuk menentukan tidak hanya harga, melainkan juga kualiatas dan kuantitas suatu kegiatan usaha dan ekonomi atau produk barang dan/atau jasa tertentu yang ditawarkan kepada masyarakat konsumen. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk menentukan pilihan, baik mengenai harga, mutu kualitas maupun jumlahnya. Kalau mau silahkan dan kalau tidak mau tidak ada pilihan lain”(Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 1999 : 2).

Hal tersebut diatas, langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan kecemburuan sosial, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan distorsi ekonomi secara nasional dengan dampak juga dapat merugikan kepentingan masyarakat banyak, kepentingan bangsa dan negara.

Praktek monopoli hal yang biasa dilakukan oleh para pelaku usaha, ekonomi dan bisnis besar yang mempuyai kekuatan untuk mengontrol pasar market. Apabila terjadi hal tersebut maka harga akan semakin meningkat dikarenakan kelangkaan produksi barang dan/atau jasa. Akibat dari monopolu adalah dapat menguntungkan disatu pihak saja dan akan dapat mematikan uasaha-usaha lain yang kecil dan sederhana yang bergerak dalam bidang yang sama. Praktek monopoli dapat juga dikatakan teknik pengisapan darah masyarakat selaku kon-sumen yang pernah dilakukan penjajah VOC zaman dahulu sebelum kemerdekaan kita.

Persaingan usaha tidak sehat adalah suatu bentuk yang dapat diartikan secara umum terhadap segala tindakan ketidak juuran atau menghilangkan persaingan dalam setiap bentuk transaksi atau bentuk perdagangan dan konersial. Adanya persaingan tersebut mengakibatkan lahirnya perusahaan-perusahaan yang mempunyai pelaku keinginan yang tinggi untuk mengalahkan pesaing-pesaingnya agar menjadi perusahaan yang besar dan paling kaya.

Persaingan usaha tidak sehat adalah suatu persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan


(17)

dengan cara-cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Di dalam fenomena persaingan usaha nasional selalu terdapat issue kondisi struktur ekonomi, issue perilaku pro-persaingan atau anti persaingan dari para pelaku usaha nasional, serta issue kebijakan persaingan usaha nasional. Dalam issue pertama, perspektif ekonomi sangatlah menonjol, untuk issue yang kedua, perspektif ekonomi terkait dengan masalah motif ekonomi dari perilaku tersebut dan perspektif hukum akan membahas ada atau tidaknya aturan (code of conduct) dari perilaku tersebut, sedangkan issue yang ketiga sangat menonjol perspektif hukumnya. Oleh karena itu dalam pembahasan issue persaingan usaha pastinya akan terdapat perspektif ekonomi dan perspektif hukumnya.

Pengertian Kebijakan Persaingan Usaha (competition Policy) melingkupi pula pengetian dari Hukum Persaingan Usaha (Competition Law) atau dengan kata lain bidang Hukum Persaingan Usaha merupakan salah satu cabang pembahasan dalam Kebijakan Persaingan Usaha. Sedangkan pengertian dan ruang lingkup dari Hukum Persaingan Usaha tidak melingkupi seluruh pengertian dan bidang dalam Kebijakan Persaingan Usaha.

Kebijakan Persaingan Usaha disamping melingkupi Hukum Persaingan Usaha, juga meling kupi perihal deregulasi, foreign direct investment, serta kebijakan lain yang ditujukan untuk mendukung persaingan usaha seperti pengurangan pembatasan kuantifikasi impor dan juga melingkup aspek kepemilikan intelktual (intellectual property). Sehingga apabila di dalamnya

digunakan istilah ”Kebijakan Persaingan Usaha maka berarti termasuk pula di dalamnya

”Hukum Persaingan Usaha”

Hukum persaingan usaha sebenarnya mengatur tentang pertentangan kepentingan antar pelaku usaha yang merasa dirugikan oleh tindakan dari pelaku usaha lainnya. Oleh karenanya hukum persaingan usaha pada dasarnya merupakan sengketa perdata. Penegakan hukum persaingan usaha antar pelaku usaha dapat dilakukan oleh pelaku usaha sendiri, apabila masalah tersebut tidak terdapat unsur-unsur publiknya. Penegakan hukum oleh pelaku usaha akan memenuhi berbagai hambatan apabila tidak ada kesukarelaan untuk melaksanakan putusan dari pihak yang dikalahkan. Hal ini karena sebuah asosiasi tidak berwenang untuk melakukan penyitaan ataupun menjatuhkan sanksi yang bersifat publik.

Kebijakan persaingan usaha domestik yang sehat merupakan salah satu agenda reformasi ekonomi nasional saat ini. Kebijakan ini menjadi sangat penting disatu pihak, karena selama 53


(18)

tahun Indonesia merdeka belum ada kebijaksanaan maupun undang-undang yang khusus mengatur tentang antimonopoli ataupun tentang persaingan usaha. Di lain pihak, karena berbagai bentuk usaha dan praktek monopoli yang ada di Indonesia saat ini cenderung menghasilkan eksploitasi ekonomi yaitu berupa usaha mencari keuntungan yang besar dan membatasi produk yang dihasilkan.

Kebijakan persaingan usaha domestik yang sehat sangat diperlukan karena dengan adanya kebijkan ini proses alokasi sumberdaya ekonomi melalui produksi dan distribusi barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan menjadi efisien.dan ini berarti mengoptimalkan kesejahteraan konsumen. Dengan adanya kebijaksanaan persaingan usaha domestik, maka upaya untuk m eningkatkan keberhasilan di pasar global dan perkembangan teknologi maupun inovasi akan mudah tercapai. Sebaliknya, persaingan ekonomi pasar yang bebas dapat menimbulkan kecenderungan perusahaan atau kelompok perusahaan berusaha memperoleh kekuatan ekonomi yang berlebihan, memperbesar skala usaha untuk mencari keuntungan yang besar, melakukan konspirasi dalam menentukan harga, membatasi produksi dan mengeksploitasi tenaga kerja. Semuai ini akan merugikan masyarakat.

Iklim persaingan usaha yang sehat merupakan suatu condition sine qua non bagi terseleng-garanya ekonomi pasar. Karena itu Undang-Undang (UU) larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat merupakan suatu kebutuhan dan menduduki posisi kunci dalam ekonomi pasar secara marketing. UU ini akan memberikan aturan main yang jelas dan tegas kepada para pelaku usaha dan ekonomi dalam melaksanakan aktivitas usaha, ekonomi dan bisnis mereka.

Persaingan antara pelaku usaha salah satunya adalah persaingan dalam merebut pasar dan mendapat konsumen sebanyak-banyaknya. Persaingan sebenarnya merupakan kondisi ideal yang memiliki banyak aspek positif.Meskipun demikian,persaingan akan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya apabila tidak terjadi perbuatan curang yang justru merugikan dan menimbulkan aspek negatif.

Di dalam fenomena persaingan usaha nasional selalu terdapat isu kondisi struktural ekonomi, isu perilaku mendukung persaingan atau tidak mendukung persaingan dari para pelaku usaha nasional, serta isu kebijakan persaingan usaha nasional. Dalam isu pertama, perspektif ekonomi sangatlah menonjol, untuk isu yang kedua, perspektif ekonomi terkait dengan masalah motif ekonomi dari perilaku tersebut dan sudut pandang hukum akan


(19)

membahas ada atau tidaknya turan dari perilaku tersebut, sedangkan isu yang ketiga, sangat menonjol perspektif hukumnya. Oleh karenanya, dalam pembahasan isu persaingan usaha pastinya akan terdapat perspektif ekonomi dan perspektif hukumnya.

”Sebagai bentuk penguasaan pasar atas produk tertentu, monopoli bukan saja dapat menarik keuntungan sebesar-besarnya tetapi juga dapat mengganggu dan merusak sistem dan mekanisme perekonomian yang sedang berjalan sebagai akibat distorsi ekonomi yang ditabur-kannya, seiring dengan semakin besarnya penguasaan atas pangsa pasar produk tertentu. Sebuah atau beberapa perusahaan yang memonopoli produk tertentu dapat menentukan harga suatu produk sesuka hatinya, karena mekanisme pasar sudah tidak berjalan lagi. Apalagi produk yang dimonopoli itu merupakan kebutuhan primer. Dapat dipastikan mereka dapat mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya. Masyarakat tidak ada pilihan lain kecuali membeli produk monopoli itu”( Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 1999 : 3)

Desakan untuk memiliki suatu regulasi perangkat peraturan perundang-undangan yang membatasi konglomerasi bergaung dengan kencang sejak dekade tahun 1980-an. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka Pemerintah pada tanggal 5 Maret 1999 telah mengeluarkan UULPM & PUTS). Dengan dikeluarkannya UULPM & PUTS ini, maka praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menjadi momok yang menakutkan bagi kalangan pelaku usaha, ekonomi dan bisnis. Sehingga kedua aktivitas kegiatan usaha, ekonomi dan bisnis yang tidak fair ini dapat dieleminasi. Di Indonesia essensi keberadaan UULPM & PUTS ini memer lukan suatu badan sebagai pengawasan dalam rangka implementasinya. Berlakunya UULPM & PUTS sebagai landasan kebijakan persaingan (competition policy) diikuti dengan berdirinya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (yang selanjutnya disebut dengan KPPU) guna memastikan dan melakukan pengawasan terhadap dipatuhinya ketentuan yang diatur dalam UULPM & PUTS.

Undang-Undang Anti Monopoli sangat banyak bersinggungan dengan sektor ekonomi. Akan tetapi seperti biasanya dalam hukum bisnis, maka asal saja hukum itu ditulis dengan bahasa yang benar, maka para ahli hukum tidak usah terlalu cemas jika tidak menguasai bidang ekonomi. Karena begitu hukum ditulis, maka menjadi kewenangan orang-orang hukumlah un-tuk menafsirkannya. Banyak ahli hukum anti monopoli atau pengacara dan hakim yang memu-tuskan perkara-perkara anti monopoli di seantero dunia adalah ahli hukum yang tidak pernah belajar ekonomi.Toh mereka dapat bekerja dengan baik. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa


(20)

anti monopoli, jangan segan bertanya dan berdiskusi, termasuk dengan para ekonom.

Undang-Undang Anti Monopoli merupakan sebuah Undang-Undang yang secara khusus mengatur tentang persaingan dan praktek monopoli, yang sudah sejak lama dipikirkan oleh para pakar, partai politik, lembaga swadaya masyarakat serta instansi pemerintah.Sebagai contoh misalnya Partai Demokrasi Indonesia pada tahun 1995 telah mengeluarkan gagasan tentang konsep Rancangan Undang-Undang tentang Anti Monopoli. Namun demikian, semua gagasan dan usulan tersebut tidak mendapat tanggapan positif, karena pada masa itu belum ada komitmen maupun political will dari elite politik yang berkuasa untuk mengatur masalah persaingan usaha.

Menurut Rahabahwa ”jika ditinjau daru UULPM & PUTS , tindakan pelaku usaha dalam

melakukan praktek penguasaan pasar tersebut akan sangat merugikan tidak hanya bagi konsumen tetapi juga bagi pelaku usaha yang lainnnya untuk ikut berpartisipasi dalam pasar

yang sama” (Raha, 2011 : 1-2). Lebih lanjut Raha menjelaskan ”dengan mengutip pasal 19

UULPM & PUTS tentang penguasaan pasar, pelaku usaha dilarang untuk melakukan satu atau beberapa kegiatan baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktek monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat”.

Seperti yang disebutkan dalam bagian umum dari penjelasan atas UULPM & PUTS dan di tegaskan kembali dalam Pasal 3 dari Undang-Undang tersebut, bahwa UU mengambil landasan kepada suatu demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.”Kristalisasinya ada-lah berupa menjaga keseimbangan antara kepentingan si pelaku usaha dengan kepentingan umum dengan tujuan untuk :

1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi serta melindungi konsu-men.

2. Menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang.

3. Mencegah praktek-praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbul-kan pelaku usaha.

4. Menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan efi-siensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat”.


(21)

Dalam hal penanganan perkara/kasus/sengketa praktek monpoli dan persaingan usaha, peran KPPU telah diatur secara jelas dalam UULPM & PUTS, bahkan KPPU dapat membuat aturan pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut, sedangkan peran lembaga peradilan dalam menangani keberatan terhadap putusan KPPU tidak diatur secara rinci dalam Undang-undang tersebut. Kerjasama dengan pengadilan yang menangani eksepsi atau pemeriksaan keberatan terlapor berakibat pada kualitas dan lambatnya penegakan hukum praktek monopoli dan persaingan usaha.

Selain melakukan pembenahan sumber daya manusia di bidang hukum sebagai bagian dari brainware system , penting pula kiranya untuk membenahi perangkat hukum sebagai bagian dari software system. Oleh karena itu diperlukan pergeseran paradigma dari hukum yang teknokratis struktural menuju hukum humams patisipatoris yang dimulai dari proses hukum yang paling awal karena terdapat hubungan yang erat antara perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum dan pendayagunaan hukum. Dalam konteks penegakan hukum tidak lain adalah mewujudkan isi, jiwa dan semangat undang-undang/peraturan ke dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, siapapun yang telah mewujudkan isi, jiwa dan semangat undang-undang dalam kehidupannya sehari-hari, maka dirinya adalah sesungguhnya menjadi penegak hukum.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka peneliti melakukan Penelitian mengenai Penega-gakan Hukum (law enforcement) Monopoli dan Persaingan Usaha Atas Produksi dan Pemasa-saran Barang dan/atau Jasa Bagi Pelaku Usaha ini merupakan penelitian hukum normatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penegakan hukum yang dilakukan oleh KPPU, terutama yang berkaitan dengan kedudukan KPPU dalam UULPM & PUTS serta kekuatan mengikat dan pelaksanaan putusannya.

B. Permasalahan

1. Apa dan Bagaimana Pengawasan yang dilakukan terhadap Pelangaran Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia ?

2. Bagaimana Tatacara Penanganan Perkara dan Sanksi Apa Yang Diterapkan Bila Terjadi Pelanggaran Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha ?

3. Bagaimana Penegakan Hukum (Law Enforcement) dilakukan jika terjadi Pelanggaran Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia ?


(22)

C. Tujuan Penelitian

Penulisan karya ilmiah Penelitian ini bertujuan memberikan suatu pemecahan terhadap masalah yang hendak diteliti yaitu :

1. Apa dan Bagaimana Pengawasan yang dilakukan Terhadap Pelanggaran Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia ?

2. Bagaimana Tatacara Penanganan Perkara dan Sanksi Apa Yang Diterapkan Bila Terjadi Pelanggaran Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha ?

3. Bagaimana Penegakan Hukum (Law Enforvement) dilakukan jika terjadi Pelanggaran Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia ?

D. Manfaat Penelitian

Penyuguhan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat demi :

1. Menambah, memperkaya dan sumbangsih sederhana ilmu pengetahuan di bidang hukum khusunya ilmu pengetahuan hukum bisnis bagi perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri maupun bagi mahasiswa, pemerhati, peneliti lainnya.

2. Sumbangsih pemikiran sederhana tentang Penegakan Hukum (law enforcement) Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Penguasaan Atas Produksi dan Pemasa-ran BaPemasa-rang dan/atau Jasa Bagi Pelaku Usaha kepada para pelaku usaha, ekonomi dan bisnis khususnya dan bagi seluruh masyarakat luas pada umumnya.


(23)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA (KERANGKA TEORETIS).

Sebelum dikeluarkan UULPM & PUTS, sebenarnya pengaturan mengenai persaingan usaha tidak sehat didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum (onrechtmatigdaad) dan Pasal 382 bis KUH Pidana. (Lintang Asmara 2011 : 1) Menurut KUH Perdata, ”Tiap-tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu

mengganti kerugian tersebut” (Pasal 1365 KUH Perdata).

Selanjut Lintang Asmara menguraikan, ”Barang siapa yang mendapatkan, melangsung-kan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seseorang tertentu, diancam karena persaingan curang dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah, bila perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi konkuren-konkuren orang lain”. (Pasal 382bis KUH Pidana). Dari rumusan Pasal 382 bis KHU Pidana ini terlihat bahwa seseorang dapat dikenakan sanksi pidana

atas tindakan ”persaingan curang” dan harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :

1. Adanya tindakan tertentu yang dikategorikan sebagai persaingan curang.

2. Perbuatan persaingan curang itu dilakukan dalam rangka mendapatkan, melangsungkan dan memperluas hasil dagangan atau perusahaan.

3. Perusahaan yang diuntungkan karena persaingan curang tersebut,baik perusahaan si pelaku maupun perusahaan lain.

4. Perbuatan pidana persaingan curang dilakukan dengan cara menyesatkan khalayak umum atau orang tertentu.

5. Akibat dari perbuatan persaingan curang tersebut telah menimbulkan kerugian bagi

konkorennya dari orang lain yang diuntungkan dengan perbuatan si pelaku” (Lintang Asmara, 2011 : 1).

Sebetulnya sudah sejak lama masyarakat Indonesia, khususnya para pelaku bisnis merindukan sebuah undang-undang uang secara komprehensif mengatur persaingan sehat. Keinginan itu didorong oleh munculnya praktek-praktek perdagangan yang tidak sehat, terutama karena penguasa sering memberikan perlindungan ataupun priveleges kepada para


(24)

pelaku bisnis tertentu, sebagai bagian dari praktek-praktek kolusi, korupsi, kroni dan nepotisme. Dikatakan secara komprehensif , karena sebenarnya secara pragmentasi, batasan-batasan yuridis terhadap praktek-praktek bisnis yang tidak sehat atau curang dapat ditemukan secara tersebar di berbagai hukum positif. Tetapi karena sifatnya yang sektoral, perundang-undangan tersebut sangat tidak efektif untuk (secara konseptual) memenuhi berbagai indikator sasaran yang ingin dicapai oleh undang-undang persaingan sehat tersebut.

Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Pengertian dan pemahaman yang salah akan persaingan dan pasar bebas mengakibatkan tibulnya sikap skeptis para pembuat kebijakan dan penegak hukum ketika ULPM & PUTS ini disahkan. Pertanyaan yang timbul adalah dapatkah Undang-Undang anti monopoli ini memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia mengingat selama ini Indonesia mengalami pembangunan dengan sistem ekonomi diperintah dan terencana. Selain itu persaingan selalu dikaitkan dengan individualisme yang bertolak belakang dengan kultur masyarakat yang komunal dimana segala sesuatunya dilakukan atas dasar kekeluargaan dan gotong royong. Hal ini dikuatkan oleh Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ayat lainnya menyatakan perekonomian Indonesia dilandaskan pada demokrasi ekonomi kerakyatan.

Adanya sikap skeptis ini dapat menjadi hambatan bagi terwujudnya tujuan yang ingin dicapai Undang-Undang antimonopoli ini mengingat adanya relevansi yang kuat antara hukum dan pembangunan ekonomi. Hukum merupakan alat rekayasa sosial yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hukum persaingan usaha di Indonesia dapat menjalankan tugasnya sebaga alat rekayasa sosial apabila terdapat keadaan yang cukup kondusif yaitu stabilitas, prediktabilitas, keadilan, pendidikan dan kemampuan aparat penegak hukum. Dengan demikian hukum persaingan usaha mampu menempatkan dirinya tidak saja sebagai alat rekayasa sosial namun juga sebagai tool of economic development.

Menurut Munir Fuady sebagaimana dikutip dari pendapat Frank Fishwick (1995 : 21), kata ”monopoli berasal dari kata Yunani yang berarti ”penjual tunggal”. Disamping itu istilah monopoli di negara United State of America (USA) sering digunakan kata ”antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah ”anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai


(25)

oleh masyarakat Eropah yang artinya juga sepadan dengan artiisitilah “monopoli”.Di samping itu terdapat lagi istilah yang artinya mirip-mirip yaitu istilah “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat istilah tersebut yaitu isitilah ”monopoli”, ”antitrust”, kekuatan pasar” dan ”isitilah ”dominasi” saling dipertukarkanpemakaiannnya. Keempat isitilah tersebut dipergunakan untuk menunujukkan suatu keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang menguasai pasar, dimana di pasar tersebut tidak tersedia lagi produk atau produk subsitusi yang potensial dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum permintaan dan penawaran pasar.

Dapat dipahami mengapa dalam pasar bebas harus dicegah penguasaan pasar oleh satu, dua atau beberapa pelaku usaha saja (monopoli dan oligopoli), karena dalam pasar yang hanya dikuasai oleh sejumlah pelaku usaha maka terbuka peluang untuk menghindari dan mematikan bekerjanya mekanisme pasar (market mechanism) sehingga harga-harga ditetapkan secara sepihak dan merugikan konsumen. Pelaku usaha yang jumlahnya sedikit dapat membuat berbagai kesepakatan untuk membagi wilayah pemasaran, mengatur harga, kualitas dan kuantitas barang dan atau jasa yang ditawarkan guna memperoleh keuntungan yang setinggi-tingginya dalam waktu yang relatif singkat.

Persaingan usaha di antara para pelaku usaha juga dapat terjadi secara curang (unfair competition) sehingga merupakan konsumen, bahkan negara. Oleh karena itu, pengaturan hukum untuk menjamin terselenggaranya pasar bebas secara adil mutlak diperlukan. Meskipun monopoli harus dicegah tapi sampai pada saat ini belum ada suatu perangkat hukum dan peraturan perundang-undangan dibidang hukum dan bisnisyang mampu untuk mencegah terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Bahkan monopoli yang dilakukan oleh BUMN saat ini cenderung merugikan masyarakat ketimbang mmberi manfaat sulit untuk diawasi. Keterbukaaan informasi yang kurang menyebabkan praktek monopoli semakin merajalela dan masyarakatpun tidak mampu berbuat apa-apa karena tidak mengetahui-nya.

Jika berbicara mengenai monopoli, kita tidak dapat melepaskan perhatian dengan gejala perkembangan konglomerasi yang banyak menimbulkan reaksi dari kalangan masyarakat dan para ahli hukum dan ekonomi. Pendapat merekapun tidak selamanya sama. Suara sumbang mengenai monopoli memang banyak terdengar. Adanya kelompok tertentu yang memonopoli


(26)

suatu bidang atau produk tertentu mulai mejangkiti dan mewabah di Indonesia. Sebagai bentuk penguasaan pangsa pasar atau produk tertentu, monopoli bukan saja dapat menarik keuntungan sebesar-besarnya tetapi dapat mengganggu sistem dan mekanisme perekenomian yang sedang berjalan sebagai akibat distorsi ekonomi yang ditaburkannya, seiring dengan semakin besarnya penguasaan atas pangsa pasar dan produk tertentu.

Pada dasarnya praktek monopoli ini merupakan pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran barang dan atau jasa tertentu sehingga dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

Berdasarkan definisi monopoli tersebut di atas dapat kita ambil unsur-unsur dari praktek monopoli yaitu :

a. Terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi pada satu atau lebih pelaku usaha.

b. Terdapat penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan ataua jasa tertentu. c. Terjadi persaingan usaha tidak sehat, serta

d. Tindakan tersebut dapat merugikan kepentingan umum (Andi Fahmi Lubis dkk, 2001 :

132-133)

Saiful Akbar menjelaskan bahwa ”di dalam fenomena persaingan usaha nasional selalu terdapat isu kondisi struktural ekonomi, isu perilaku mendukung persaingan atau tidak mendukung persaingan dari para pelaku usaha nasional serta isu kebijakan persaingan usaha nasional. Dalam isu pertama, perspektif ekonomi sangatlah menonjol, untuk isu kedua, perspektif ekonomi terkait dengan masalah motif ekonomi dari perilaku tersebut dan sudut pandang hukum akan membahas ada atau tidaknya aturan dari perilaku tersebut, sedangkan isu ketiga, sangat menonjol perspektif hukumnya. Oleh karenanya, dalam pembahasan isu persai-ngan usaha pastinya akan terdapat perspektif ekonomi dan perspektif hukumnya” (Saiful Akbar, 2011 : 2).

Dalam literatur ilmu hukum bisnis anti monopoli, biasanya yang diartikan anti persaingan sehat adalah dampak negatif tindakan tertentu terhadap :

1. harga barang dan/atau jasa 2. kualitas barang dan/atau jasa

3. kuantitas barang dan/atau jasa”(Munir Fuady : 2003 : 5).


(27)

, Undang-Undang Anti Monopoli memberi arti sebagai penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan/atau jasa.

Lebih lanjut lagi Munir Fuady menjelaskan ”kepada pengertian ” posisi dominan”

Undang-Undang Anti Monopoli memberi arti sebagai suatu keadaan di mana pelaku usaha ti-dak mempunyai pesaing yang berarti di pasar yang bersangkutan dalam kaitannya dengan pang sa pasar yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada paso-kan atau penjualan,serta kemampuan untuk menyesuaipaso-kan pasopaso-kan atau permintaan barang dan /atau jasa tertentu.

Dengan demikian Undang-Undang Anti Monopoli (UULPM & PUTS) dalam memberikan arti kepada posisi dominan atau perbuatan anti persaingan lainnya mencakup baik kompetisi yang interbrand, maupun kompetisi yang intrabrand. Yang dimaksud dengan kompetisi yang interbrand adalah kompetisi di antara produsen produk yang generiknya sama (same generic product). Dilarang misalnya jika satu perusahaan menguasai 100 % (seratus persen) pasar

televise atau yang disebut dengan isitilah “monopoli”. Sedangkan yang dimaksud dengan kom -petisi yang intrabrand adalah kom-petisi di antara distributor (wholesale maupun eceran) atas produk dari produsen tertentu.

Sementara yang dimaksuddengan “pelaku usaha” adalah setiap perorangan atau sekelom-pok orang atau juga badan usaha,baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbadan hukum, didirikan atau berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah Republik Indone-sia yang menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. Jadi dalam hal ini

ke dalam kategori “pelaku usaha” termasuk :1). Orang perorangan, 2). Badan Usaha berbentuk

Badan Hukum, 3). Badan Usaha Bukan Berbentuk Badan Hukum.

Undang-Undang anti monopoli UULPM & PUTS masih melihat suatu pelaku usaha dalam arti suatu bentuk usaha, baik berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum. Jadi, jika dalam suatu kelompok usaha ada dua badan hukum misalnya, maka hal tersebut dianggap sebagai dua pelaku usaha. Karena itu, bagi Undang-Undang anti monopoli (UULPM & PUTS) tersebut, tidak begitu relevan misalnya memperbedakan apakah suatu distribusi ganda (dual distribution) berbentuk “sejajar” atau berbentuk “campuran” (myriad distribution)


(28)

Yang dimaksud dengan distribusi ganda yang sejajar adalah jika ada satu perusahaan yang mengangkat distributornya lebih dari satu, tetapi kedua perusahaan distribusi tersebut berada di luar grup dan saling bersaing satu sama lain. Sementara itu yang dimaksud dengan distribusi ganda campuran adalah dimana seorang produsen mengangkat dua distributor, satu merupakan distributor dalam satu kelompok usaha dengan produsen tersebut, sementara distributor yang satunya lagi adalah distributor bebas, yakni yang berada di luar kelompok usaha yang bersangkutan. Sehingga dalam distribusi ganda yang campuran terebut terancam baik persai-ngan usaha yang vertikal maupun yang horizontal.

Disamping itu, ada juga yang mengartikan kepada tindakan monopoli sebagai suatu keisti-mewaan atau keuntungan khusus yang diberikan kepada seorang atau beberapa orang atau peru sahaan yang merupakan hak atau kekuasaaan yang eksklusif untuk menjalankan bisnis atau per dagangan tertentu atau memproduksi barang-barang khusus atau mengontrol penjualan terha-dap seluruh suplai barang tertentu.

Dalam hukum Inggris kuno, monopoli diartikan sebagai suatu izin atau keistimewaan yang dibenarkan oleh raja untuk membeli, menjual, membuat, mengerjakan atau menggunakan apa-pun secara keseluruhan dimana tindakan monopoli tersebut secara umum dapat mengekang ke-bebasan berproduksi atau berdagang (trading). Atau monopoli dirumuskan juga sebagai suatu tindakan yang memiliki atau mengontrol bagian besardari suplai di pasar atau output dari komo ditas tertentu yang dapat mengekang kompetisi, membatasi kebebasan perdagangan yang mem-berikan kepada pemonopoli kekuaaan pengontrolan terhadap harga.

Menurut Abdurrachman A, ada lagi yang mengartikan kepada tindakan monopoli (yang umum) sebagai suatu hak atau kekuasaan hanya untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas yang khusus, seperti membuat suatu produk tertentu. Memberikan suatu jasa dan sebagainya. Atau suatu monopoli (dalam dunia usaha) diartikan sebagai pemilikan atau pengendalian persediaan akan atau pasaran untuk suatu produk atau jasa yang cukup banyak untuk mematah-kan atau memusnahmematah-kan persaingan, untuk mengendalimematah-kan harga atau dengan cara lain membata si perdagangan (Abdurrachman A, 1991 : 700) .

Pengertian Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menurut UULPM & PUTS adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibat dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa tertentu sehingga menim-bulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat mengakibatkan kerugian kepentingan umum.


(29)

Menurut Ditha Wiradiputra mengatakan bahwa : ”Bagi negara berkembang seperti

Indonesia, implementasi hukum persaingan usaha bukanlah pekerjaan yang mudah. Terlebih-lebih masih adanya anggapan dikalangan negara berkembang yang mengatakan bahwa implementasi hukum persaingan usaha yang berlebihan dapat mengganggu aktivitas bisnis pela ku usaha, dan kurang menguntungkan bagi perusahaan-perusahaan nasional, ditambah biaya yang dibutuhkan dalam proses investigasi dugaan terjadi praktek anti persaingan usaha juga ti-daklah murah”(Ditha Wiradiputra, 2010 : 1).

Lebih lanjut Ditha Wiradiputra menjelaskanbahwa ”efektifitas implementasi dari hukum

persaingan usaha merupakan tugas yang sulit serta memerlukan tingkat pengetahuan dan keah-lian yang tinggi. Kondisi struktur awal yang terjadi dalam ekonomi transisi dari proteksi ke liberalisasi,khususnya pada negara berkembang membuat implementasi hukum persaingan men jadi tugas yang lebih menantang daripada implementasi hukum persaingan usaha pada negara yang telah maju. Hambatan masuk yang timbul dari konsentrasi pasar yang tinggi, kontrol dan kepemilikan pemerintah, hambatan administrasitif, semuanya tinggi di ekonomi transisi. Dan tidak hanya itu, implementasi hukum persaingan usaha juga tidak akan terlepas dari tekanan secara politik maypun sosial.

Ditha Wiradiputra menambahkan : ”namun untuk melihat bagaimana efektifitas dari

penegakan hukum persaingan usaha terhadap berbagai sektor industri yang ada bukanlah tugas yang mudah dan juga tidak dapat dilakukan dalamjangka waktu yang relatif singkat”.

Menurut Irna Irmalina dalam Tesisnya berjudul Tinjauan Terhadap Fungsi dan

Kedudukan KPPU Dalam Penegakan Peraturan Persaingan Usaha mengatakan : ”dalam prakteknya persaingan usaha sangat terpengaruh oleh berbagai kebijakan pemerintah atau kebijakan publik. Seharusnya kebijakan publik tersebut dibuat dengan wawasan yang berpihak kepada mayarakat sebagai konsumen, baik kepada produsen maupun kepada konsumen, namun kenyataannya banyak kebijakan yang menyangkut sektor usaha yang diwarnai dengan berbagai kepentingan yang terselubung dari ihak tertentu. Suatu kebijakan mengenai tata niaga komoditi tertentu misalnya, ternyata menciptakan hambatan masuk yang memberi peluang kepada kelompok tertentu untuk melakukan praktek monopoli dan menutup pesaing untuk masuk”

Selanjutnya Irna Irmalina sebagaimana mengutip dari pendapat Hasan M. Fadli, (2005)

menjelaskan : ” di masa pemerintahan orde baru, banyak dijumpai praktek persaingan yang tidak sehat. Hasan M. Fadli mengatakan, secara umum ciri praktek usaha pada masa orde baru


(30)

adalah : (1). Unregulated, atau nyaris tanpa aturan, ciri ini berkaitan dengan struktur kekuasaan yang memusatkan pada diri seorang presiden. Saat itu hampir tidak ada kebijakan tentang praktek usaha yang berwawasan kepentingan publik, (2). Concentrated, atau terpusat baik berupa monopoli, ataupun oligopoli. Pada masa itu praktek perekonomian terpusat hanya pada beberapa gelintir pelaku usaha melalui proses nepotisme, (3). Protected dan No Competition atau dilindungi dan tanpa persaingan. Sebagian besar dunia usaha industri yang memperoleh hak monopoli dan ologopoli diproteksi sedemikian rupa dengan kebijakan pemerinta. Proteksi ini tidak hanya terbatas pada komoditi strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak, melainkan meluas pada berbagai komoditi lainnya”, (4). Priveledge, atau perlakuan khusus. Diantara yang memperoleh perlakuan khusus dari kebijakan pemerintah adalah keluarga

pejabat mulai dari level paling atas hingga sampai paling bawah”.

Irna Irmalinamenambahkan bahwa :”implikasi dari struktur ekonomi orde baru seperti itu

yang paling nyata adalah alokasi sumber daya ekonomi yang timpang antar sektor, antar kelompok usaha dan antar daerah. Masyarakat menanggung beban harga yang klebih mahal dari yang seharusnya. Disamping itu perburuan rente dan praktek-prakek kolusi tidak dapat dihindarkan, dan transparansi serta good governance sebagai paradigma penyelenggaraan

kepemerintahan sama sekali tidak diwujudkan”

Kehadiran UULPM & PUTS dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum, perlindungan hukum yang sama kepada setiap pelaku usaha dalam berusaha dan penegakan hukum dengan cara mencegah timbulnya praktek-praktek monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya dengan harapan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif dimana setiap pelaku usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat. Untuk itu diperlukan aturan hukum yang pasti dan jelas yang mengatur larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat lainnya.

Dengan keluarnya UULPM & PUTS peraturan ini sebagai tool of social control and a tool of social engineering yang tiada lain adalah merupakan sebagai alat control social dan berusaha menjaga kepentingan umum dan mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Selanjutnya juga merupakan alat rekayasa social berusaha untuk meningkatkan efisiensi ekonomi nasional, mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat dan berusaha menciptakan efektivitas dan efisiensi


(31)

dalam kegiatan usaha serta akan membawa nilai positif bagi perkembangan iklim usaha di Indonesia yang selama ini dikatakan jauh dari kondisi ideal.

Salah satu tujuan diberlakukannya UULPM & PUTS ini adalah untuk memastikan bahwa mekanisme pasar dapat bekerja dengan baik dan konsumen menikmati hasil dari proses persaingan atau surplus konsumen. Dalam UU ini diatur mengenai larangan perjanjian, kegiatan dan penyalahgunaaan posisi dominan yang dapat mengarah pada persaingan usaha tidak sehat.

Disamping itu UULPM & PUTS juga menjamin dan memberi peluang yang besar kepada pelaku usaha yang ingin berusaha (sebagai akibat dilarangnya praktek monopoli dalam bentuk penciptaan barrier toentry). Dampak positif lain adalah terciptanya pasar yang tidak terdistorsi, sehingga menciptakan peluang usaha yang semakin besar bagi pelaku usaha. Keadaan ini akan memaksa para pelaku usaha untuk lebih innovatif dalam memciptakan dan memasarkan produk (barang dan/atau jasa).

Rachmadi Usman dalam bukunya berjudul Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia me

ngatakan bahwa :”Lembaga yang akan menjadi penjagauntuk tegaknya peraturan persaingan usaha merupakan syarat mutlak agar peraturan persaingan usaha dapat lebih operasional. Pem-berian kewenangan khusus kepada suatu komisi untuk melaksanakan suatu peraturan di bidang persaingan merupakan hal yang lazim dilakukan oleh kebanyakan negara. Contoh di negara Amerika Serikat (USA), Departemen Kehakimannya mempunyai divisi khusus, yaitu Antitrust Division untuk menegakkan undang-undang anti monopoli yang dikenal dengan nama Sherman Act. Departemen Kehakiman bersama-sama Federal Trade Commission juga bertugas menegak kan Clayton Act. Sedangkan tugas untuk menegakkan Robinson Patman Act, khususnya yang menyangkut tindakan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan, diserahkan kepada Fede ral Trade Commission : Jepang, Koreadan Taiwan dengan Fair Trade Commission”

(Rachmadi Usman, 2004 : 78-79).

Selanjutnya Rachmadi Usman menjelaskan “demikian pula yang terjadi di Indonesia,

Penegakan hukum persaingan diserahkan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), di samping kepolisian, kejaksaan dan peradilan. Penegakan pelanggaran hukum peraingan harus dilakukan terlebih dahulu dalam dan melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Setelah itu, tugas dapat diserahkan kepada penyidik/penyelidik kepolisian, kemudian diteruskan ke pengadilan, jika pelaku usaha tidak bersedia menjalankan putusan yang telah


(32)

dijatuhkan KPPU. Sebenarnya, penegakan hukum persaingan usaha dapat saja dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Pengadilan merupakan tempat penyelesaian perkara yang resmi dibentuk negara.Namun untuk hukum persaingan usaha,pada tingkat pertama penye lesaian sengketa/perkara antar pelaku usaha tidak dilakukan oleh pengadilan. Alasan yang da-pat dikemukakan adalah karena hukum persaingan usaha membutuhkan orang-orang spesialis yang memiliki latar belakang dan/atau mengerti betul seluk beluk bisnis dalam rangka menjaga mekanisme pasar.Institusi yang melakukan penegakan hukum persaingan usaha harus beranggo takan orang-orang yang tidak saja berlatar belakang hukum, tetapi juga ekonomis dan bisnis. Hal ini sangat diperlukan, mengingat masalah persaingan usaha sangat terkait erat dengan

eko-nomi dan bisnis’.

Lebih lanjut Rachmadi Usman menambahkan : ” alasan lain mengapa diperlukan institusi

yang secara khusus menyelesaikan kasus praktek monopoli dan peraaingan usaha tidak sehat adalah agar berbagai perakara/sengketa tidak bertumpuk di pengadilan. Institusi yang secara khusus menyelesaikan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dapat dianggap seba gai suatu alternatif penyelesaian sengketa, spenjang pengertian alternatif di sini adalah quasi

judikatif sudah lama dikenal”.

Hukum terutama dapat dilihat bentuknya melalui kaidah-kaidah yang dirumuskan secara ek-splisit. Di dalam kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan hukum tersebut terkandung tindakan-tindakan yang harus dilaksanakan seperti penegakan hukum.Kehendak-kehendak hukum dilaku kan melalui manusia-manusia, manusia yang menjalankan penegakan hukum benar-benar me-nempati kedudukan yang penting dan menentukan. Apa yang dikatakan dan dijanjikan oleh hu-kum, pada akhirnya akan menjadi kenyataan melalui tangan orang-orang tersebut.

Pada hakekatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep yang dapat digolongkan seba gai sesuatu yang abstrak. Ke dalam kelompok yang abstrak termasuk ide tentang keadilan, ke-pastian hukum dan kemanfaatan sosial. Apabila berbicara tentang penegakan hukum, maka pa-da hakekatnya berbicara tentang penegakan ide-ide serta konsep-konsep yang notabene apa-dalah abstrak tersebut. Dirumuskan secara alain, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide dan konsep-konsep tersebut menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide dan konsep-konsep tersebut merupakan hakekat dari penegakan hukum. Apabila berbicara mengenai perwujudan ide-ide dan konsep-konsep yang abstrak menjadi kenyataan, maka sebetulnya sudah memasuki bidang manajemen.


(33)

Penegakan hukum merupakanfungsi dari bekerjanya pengaruh-pengaruh tersebut.Kita tidak dapat menutup mata terhadap kenyataan para penegakan hukum, sebagai kategori manusia dan bukan sebagai jabatan, akan cenderung memberikan penafsiran sendiri terhadap tugas-tugas yang harus dilaksanakan sesuai dengan tingkat dan jenis pendidikan, kepribadian dan masih banyak faktor pengaruh yang lain

Penegakan hukum selalu melibatkan manusia di dalamnya dan melibatkan juga tingkah la-ku manusia. Hula-kum tidak dapat tegak dengan sendirinya, artinya hula-kum tidak mampu mewu-judkan sendiri janji-janji serta kehendak-kehendak yang tercantum dalam (peraturan-peraturan) hukum. Janji dan kehendak tersebut, misalnya untuk memberikan hak kepada seseorang, memberikan perlindungan kepada seseorang yang memenuhi persyaratan tertentu dan sebagai-nya.

Dalam penegakan hukum persaingan usaha, KPPU memegang peranan yang sangat sentral. Menurut Pasal 30 UULPM &PUTS ditentukan bahwa komisi dibentuk untuk mengawasi pelak sanaan undang-undang ini. Komisi merupakan lembaga independen yang terlepas dari pe ngaruh dan kekuasaan serta pihak lain independensi itu ditegaskan kembali dalam Keppres dalam menerapkan undang-undang, namun demikian komisi tidak hanya terbebas dari pengaruh lain, seperti lembaga kemasyarakatan, kelompok pemegang kekuasaan keuangan, dan pihak-pihak lainnya.

Dalam melaksanakan tugas-tugas komisi, menurut Pasal 33 UULPM & PUTS Komisi mem punyai wewenang menerima laporan, melaksanakan penelitian, penyelidikan, pemanggilan pela ku usaha, saksi-saksi, saksi ahli, instansi pemerintah, meminta bantuan penyidik, meminta dan menilai alat-alat bukti, memutuskan serta menjatuhkan sanksi berupa tindakan administrasi. Komisi dalam melaksanakan tugasnya disamping berdasarkan laporan masyarakat juga dapat bertindak atas dasar wewenangnya yaitu patut menduga ada pelaku usaha yang melakukan pe-langgaran terhadap UULPM & PUTS. Komisi wajib menetapkan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan pendahuluan paling lama 30 hari setelah menerima laporan. Selanjutnya pemerik-saan lanjutan dilakukan dalam waktu 60 hari dan dapat diperpanjang 30 hari lagi. Komisi wajib memberikan putusan telah terjadi atau tidak terjadi pelanggaran persaingan usaha paling lambat 30 hari setelah pemeriksaan lanjutan.

Putusan komisi ini berupa sanksi tindakan administrasi dan dapat berupa : 1) penetapan pembatalan perjanjian, 2). perintah kepada pelaku usaha menghentikan integrasi vertical, 3).


(34)

perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat dan atau merugikan masyarakat, 4). perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan, 5). penetapan pembatalan atas penggabungan atau pelebuan badan usaha dan pengambilalihan saham, 6). penetapan pembayaran ganti rugi, 7). pengenaan denda kepada pelaku usaha yang telah terbukti bersalah melakukan pelanggaran terhadap UULPM &PUTS. .

Berdasarkan UULPM & PUTS mengatur bahwa satu-satunya upaya hukum yang tersedia bagi pelaku usaha yang telah terbukti bersalah dan telah diputus oleh KPPU dapat melakukan perlawanan terhadap putusan KPPU adalah dengan mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU tersebut (vide Pasal 44 ayat 2 UULPM & PUTS).

Hukum persaingan usaha sebenarnya mengatur tentang pertentangan kepentingan antar pela ku usahayangmerasa dirugikan oleh tindakan dari pelaku usaha lainnya.Oleh karenanya hukum persaingan usaha pada dasarnya merupakan sengketa perdata. Penegakan hukum persaingan an tar pelaku usaha dapat dilakukan oleh pelaku usaha sendiri, apabila masalah tersebut tidak ter-dapat unsur-unsur publiknya. Penegakan hukum oleh pelaku usaha akan memenuhi berbagai hambatan apabila tidak ada kesukarelaan untuk melaksanakan putusan dari pihak yang dikalah-kan. Hal ini karena sebuah asosiasi tidak berwenang untuk melakukan penyitaan ataupun men-jatuhkan sanksi yang bersifat publik.

Dalam perkembangannya, ternyata penegakan hukum persaingan usaha tidak semata-mata merupakan sengketa perdata. Pelanggaran terhadap hukum persaingan mempunyai unsur-unsur pidana bahkan administrasi negara. Hal ini disebabkan peanggaran terhadap hukum persaingan pada akhirnya akan merugikan masyarakat dan merugikan perekonomian negara. Oleh karenanya disamping penegakan hukum secara perdata juga secara pidana.

Sebenarnya dalam hal penegakan hukum persaingan dapat dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Penegakan hukum merupakan tempat penyelesaian sengketa/perkara yang resmi dibentuk oleh negara. Namun khusus untuk hukum persaingan, pada tingkat pertama penyelesaian sengketa antar pelaku usaha tidak dilakukan oleh pengadilan. Alasan yang dapat dikemukakan adalah karena hukum persaingan membutuhkan functionaries specialistic yang memiliki atar belakang hukum, tetapi juga ekonomi dan bisnis. Hal ini mengingat masalah usahansangat terkait erat dengan ekonomi dan bisnis.


(35)

Penegakan hukum adalah proses dilakukannnya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau sudah melakukan penegakan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegak hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur pe-negak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.

Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya yaitu dari segi hu-kumnya sendiri. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pada nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.Karena itu penerjemahan perkataan ”Law Enforcement” ke dalam ba

ha-hasa Indonesia dalam menggunakan perkataan ”Penegakan Hukum” dalam arti luas dapat pula digunakan istilah ”Penegakan Peraturan” dalam arti sempit.

UULPM & PUTS pada prinsipnya tidak mengatur mengenai aspek gugatan perdata dari tindakan antimonopoli. Karena itu untuk gugatan perdata terhadap tindakan antimonopoli ini berlaku kaida-kaidah hukum perdata umum yang bersumber dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di Indonesia hanya mengenal ganti rugi apa adanya sesuai dengan kerugian yang diderita bahkan jika pengadilan perdata mengabulkan permohonan ganti rugi perdata le-wat prosedur gugatan perdata biasa, maka orang tersebut tidak mungkin mendapat ganti rugi se cara double dari ganti rugi via Pasal 47 ayat 2 huruf g UULPM & PUTS. Penggugat sebagai pi-hak yang dirugikan hanya tinggal memilih ganti rugi yang mana diantara kedua jenis ganti rugi tersebut yang dia inginkan. Tidak mungkin didapat kedua ganti rugi tersebut.


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Ruang Lingkup Penelitian.

Ruang lingkup penelitian ini dengan maksud adalah memberikan batasan pada penelitian yang akan datang, maka ruang lingkup penelitian ini adalah menyangkut penegakan hukum (law enforcement) terhadap praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat penguasaan atas produksi dan pemasaran barang an/atau jasa bagi pelaku usaha

2. Data.

2.1. Sumber Data.

2.1.1. Bahan Hukum Primer.

Data/bahan hukum primer terdiri dari perangkat peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim serta yang berkaitan dengan penegakan hukum praktek monopoli dan persaingan usaha penguasaan atas produksi dan pemasaran barang dan/atau jasa bagi pelaku usaha sebagai data dalam penelitian ini.

2.1.2. Bahan Hukum Sekunder.

Data sekunder yaitu data yang mendeskripsikan, menginterpresatasikan, menganalis dan mengevaluasi data primer, memberikan komentar dan membahas bukti-bukti dari data primer. Data atau bahan hukum sekunder terdiri dari berbagai UU, buku pustaka bacaan, Putusan KPPU, literatur, artikel, makalah, skripsi, thesis dan disertasi, pendapat pakar, hasil penelitian, hasil seminar yang berhuibungan dengan Hukum Persaingan Usahadan Hukum Anti Monopoli, serta situs-situs internet yang terkait dengan pokok permasalahan.

2.2. Metode Pengumpulan Data.


(37)

research) yakni dengan membaca, mempelajari dan menganalisis serta mencoba untuk mema-hami data-data yang berhubungan dengan penelitian, buku-buku bacaan yang terkait dengan penelitian, buku-buku laporan/jornal ilmiah yang berkaitan dengan penegakan hukum praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat penguasaan atas produksi dan pemasaran barang dan/atau jasa bagi pelaku usaha, perangkat peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, buku-buku bacaan lain yang terkait dengan penelitian ini karangan para ahli dalam bentuk disertasi, tesis, skripsi dan karya ilmiah yang tertata dalam media internet dan kesemua ini pada akhirnya terangkum dalam Daftar Pustaka.

3.Metode Analisis.

Metode analisis penelitian ini dengan memakai penelitian normatif juridis yaitu meneliti tentang bagaimana penegakan hukum (law enforcement) praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat penguasaan produksi dan pemasaran atas barang dan/atau jasa bagi pelaku usaha. Dengan data sekunder tersebut dipelajari dan dikaji sedalam mungkin menurut norma-norma hukum dan sejumlah perangkat peraturan perundang-undangan yang berlaku secara gradual hirarchie peraturan .


(38)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.

A. KONSEP DAN KONTEKS PENGAWASAN TERHADAP PELANGGARAN HUKUM PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA

Konsep dan kebijakan persaingan dalam arti luas menurut Benny Pasaribu“dapat didefini finisikan sebagai rangkaian kebijakan ekonomi yang lebih memberikan kesempatan pada meka nisme pasar untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi. Hal ini biasanya dilakukan biasanya dilakukan dengan yakin bahwa peningkatan kesejahteraan dapat terjadi karena mekanisme pa-sar lebih unggul dalam hal pertumbuhan ekonomi, efisiensi, innovasi, produktivitas dan kuali-litas pelayanan public. Persingan sehat diyakioni mampu menyediakan variasi pilihan jenis dan kualitas produk serta tingkat harga yang relatif rendah dan stabil bagi konsumen”(Benny Pasa ribu, 2009 : 6-7).

Lebih lanjut Benny Pasaribu menjelaskan “biasanya, negara menetapkan peraturan

perundang-undangan sebagai acuan dalam membuat kebijakan persaingan dan sekaligus sebagai standar untuk mengawasi jalannya persaingan di lapangan. Maka, di dalam prakteknya, kita menemukan undang-undang tentang persaingan (sebagai dasar hukum), kebijakan pemerintah, regulasi dan penegakan hukum. Semua ini menjadi instrumen kebijakan persaingan dalam sebuah system ekonomi Negara. Sehingga dalam arti sempit, kebijakan persaingan sering didefinisikan sebagai bagian dari hukum persaingan, yang menegakkan prinsip-prinsip persaingan yakni melarang praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, seperti kartel, merger dan akuisisi yang merugikan konsumen, penyalahgunaaan posisi

dominasi dan sebagainya”

Ekonomi abad 21 yang ditandai dengan globalisasi ekonomi merupakan proses kegiatan ekonomi dan perdagangan dimana negara-negara dari seluruh dunia menjadi satu kekuatan pa-sar yang semakin terintegrasi dengan tanap rintangan batas teritorial negara.Globalisasi menun tut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Globalisasi menuntut persaingan bebas yang menganut konsep dkonsentrasi. Mau tidak mau perusahaan-perusahaan lokal harus berda-ya saing internasional.Daberda-ya saing ini bukan hanberda-ya menberda-yangkut kemampuan bersaing memasok produk ke pasar internasional tetapi juga di dalam pasar domestik untuk menghadai pesaing da ri luar negeri.


(1)

bertugas melakukan pengawasan terhadap jalannya UULPM & PUTS yang terbatas pada tindakan menyelidik, menilai dan menetapkan tentang ada tidaknya pelanggaran terhadap UULPM & PUTS. Kemudian hasil kerjanya itu dilaporkan/diajukan kepada Pengadilan Anti Monopoli.

4. Penegakan Hukum yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ti-dak terlepas dari sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Peran ini telah dilaksanakan oleh KPPU, mulai dari penerimaan laporan, penelitian, penyidikan sampai dengan memberi kan putusan yang mengikat secara hukum. Namun dalam pelaksanaannya tugas dan wewenang KPPU ini masih mendapat hambatan karena pengaturan yang tidak jelas dan rancu, antara lain kurang rincinya mengatur penyelesian kesepakatan harga dan lain-lain baik sengketa/perkara pelanggaran hukum dan perangkat peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak diatur dengan jelasa dan tegas prosedur beracara tentang perkara persaingan usaha dan tidak konsistennya peran lembaga peradilan dalam menangani keberatan terhadap putusan KPPU. Implikasinya, dalam praktek Penegakan Hukum dan perangkat peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terjadi penafisran beraneka ragam dan berbeda-beda terutama dalam proses lanjutan penanganan perkara.

5. Berbagai hambatan dalam Penegakan Hukum Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dilakukan oleh KPPU telah mengakibatkan kinerja KPPU menjadi tidak dapat berjalan dengan baik dan optimal. Dan oleh karenanya dibutuhkan kemitraan dengan tugas aparat penegak hukum yang lain yaitu kejaksaan, kepolisian, hakim dan pengacara/pe nasehat hukum/advokad. Beberapa peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 5 Ta-hun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat selaku sumber hukum utama belum diterbitkan secara rinci, jelas dan tegas. Disamping itu beberapa peraturan teknisnya yang terkait dengan Penegakan Hukum juga belum lengkap dan memadai.


(2)

DAFTAR PUSTAKA I. Buku :

1. Abdulkadir Muhammad, 2010, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Ce-takan Ke IV, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 2. Abdurrahman A, 1991, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdaga

ngan, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta. 3. Abdul Hakim G.

Nusanta-ra & Benny K. Harman, 1999, Analisa dan Perbandingan Undang–UndangAn timonopoli (Undang–Undang Larangan Praktek Mo-nopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat) Di Indo-nesia, Cetakan Pertama, Penerbit PT.Elex Media Kom-putindo, Jakarta.

4. Ahmad Yani dan Gunawan

Widjaja, 2006, Seri Hukum Bisnis. Anti Monopoli, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

5. Andi Fahmi, dkk, 2001, Hukum Persaingan Usaha AntaraTeks & Kon-teks, Penerbit..., ...

6. Sanusi Bintang dan Dahlan, 2000, Pokok - Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Cetakan Ke I, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung. 7. Gunawan Widjaja, 2001, Seri Hukum Bisnis. Alternatif Penyelesaian

Sengketa, Cetakan Pertama, Penerbit PT. Raja Grafin-do Persada, Jakarta.

8. ---, 2002, Seri Hukum Bisnis. Merger Dalam Perspektif Monopoli, Cetakan Pertama, Penerbit PT. Raja Grafin-do Persada, Jakarta.

9. ---, 2003, Seri Hukum Bisnis.LISENSI,Cetakan Kedua, Pe nerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

10. Insan Budi Maulana, 2000, Catatan Singkat Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Per-saingan Usaha Tidak Sehat, Cetakan Ke I, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

11. Johnny Ibrahim, 2007, Hukum Persaingan Usaha. Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di Indonesia,Cetakan Kedua , April 2007, Penerbit Bayumedia Publishing, Malang.


(3)

12. Munir Fuady, 1993, Hukum Bisnis. Dalam Teori Dan Praktek. Bu-ku Kesatu, Cetakan Ke I, Penerbit PT. Citra Aditya Bak ti, Bandung.

13. ---, 1994, Hukum Bisnis. Dalam Teori Dan Praktek. Bu ku Kedua, Cetakan I, Penerbit PT. Citra Aditya, Ban-dung.

14. ---, 1996, Hukum Bisnis. Dalam Teori Dan Praktek. Bu-ku Ketiga, Cetakan I, Penerbit PT. Citra Aditya Bak-ti, Bandung.

15. ---, 2003, Hukum Anti Monopoli. Menyongsong Era Per-saingan Sehat, Cetakan Ke II, Penerbit PT. Citra Adi-tya Bakti, Bandung.

16. Mustafa Kamal Rokan, 2010, Hukum Persaingan Usaha (Teori dan Praktek nya di Indonesia), Cetakan ke 1, PT.RajaGrafindo Per-da, Jakarta

17. Rachmadi Usman, 2004, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Ceta-kan I, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 18. Undang-Undang Republik

Indonesia Tentang Perlindu-ngan Konsumen, LaraPerlindu-ngan Praktek Monopoli Dan Hak Cipta, Hak Paten serta Hak

Merek, 2001, Edisi 2001, Penerbit Restu Agung, Jakarta.

II. Peraturan :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP/WvS), Pasal 382 Bis 2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata/BW), Pasal 1365

3. Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (U mum), Pasal 5

4. Undang_Undang No. 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Ke-hakiman RI, Pasal 14

5. Undang_undang No. 8 Tahun 1971 Tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bu mi, Pasal 11


(4)

6. Undang_undang No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian, Pasal 7 dan Pasal 12 7. Undang-Undang No. 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan, Pasal 7.

8. Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Pasal 4, 7 (1), 10, 14 (1) dan (2), Pasal 35-42

9. Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil, Pasal 6 dan 8 10. Undang-Undang No 14 Tahun 1997 Tentang Merek, Pasal 81 dan Pasal 82

11. Undang-Undang No.32 Tahun1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, Pasal 5, 16, 57

12. Undang-Undang No 10 tahun 1998 Tentang Perbankan, Pasal 10, 11, 16, 28

13. Undang–UndangNo.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan U-saha Tidak Sehat, Disahkan dan Diundangkan tgl 5 Maret 1999, LNRI Nomor 33 Tahun 19 99, TLNRI Nomor 3817.

14. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 7, 18 15. Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, Pasal 17 (1), dan (3), 20 16. Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, Pasal 10, 61 (1) dan (2). 17. Undang-Undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Pasal 102-109

18. Peraturan Pemerintah No.70 Tahun 1992 Tentang Bank Umum, Pasal 15 ayat 1

19. Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, Pasal 36

20. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1996 Tentang Bea Masuk Antidumping Dan Bea Ma-suk Imbalan, Pasal 1 (11)

21. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengam-bilalihan Perusahaan, Pasal 4

22. Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan, Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Disahkan dan Diundangkan tgl 20 Juli 2010, LNRI Nomor 89 Tahun 2010, TLNRI Nomor 5144.


(5)

Disah-kan dan DiundangDisah-kan pada Tanggal 08 Juli 1999.

24. Keppres No.162/M Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Anggota Komisi Pengawas Persai-ngan Usaha (KPPU) Periode 2000-2005.

25. Keputusan Menteri Keuangan No. 222/KMK.017/1993 Tentang Persyaratan dan Tata cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank, Pasal 17

III. Disertasi, Tesis, Skripsi, Makalah, Karya Ilmiah, Bulletin, Majalah, Media Cetak/Elek tronik, Internet :

1. Agung Yuriandi, 2009, Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Ditinjau Dari Beberapa Perspektif Teori,file:///K:/Agung%20Yuriandi,%SH.htm, 26 Januari 2009

2. Alfa Aprias, 2010, Ringkasan Hukum Anti Monopoli dan Persaingan Usaha, http://campideal.wordpress.com/2010/08/16/ringkasan-hukum-anti-monpoli-dan-persaingan-usaha, 16 Agustus 2010

3. Benny Pasaribu, 2009, Jurnal Persaingan Usaha, Jurnal Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Edisi 2 Tahun 2009, Cetakan Pertama, Nopember 2009, www.kppu.go.id,email infokum@kppu.go.id, hal 6-8.

4. Cenuk Widiyastrisna Sayekti, 2011, Hukum Persaingan Usaha dan Pembangunan Ekonomi di Indonesian, http://saepudinonline.wordpress.com/2011/04/15/hukum-persaingan-usahadan pembangunan ekonomi di Indonesia, 15 April 2011, hal 1-2. 5. Ditha Wiradiputra, 2010 Mengkaji Efektifitas Implementasi Hukum Persaingan

Usaha Terhadap Industri Ritel, http://infohukum kita.wordpress com/2010/06/08/ mengkaji - efektifitas-implementasi-hukum-persaingan-usaha-terhadap-industri-ri-tel, 8 Juni 2010

6. Fauzi, 2010, http://fauzygallerycalligraphy.wordpress.com/2010/02/19/persaingan-usaha-danpembangunan-ekonomi-makro, 19 Februari 2010.

7. I Made Sarjana, Penegakan Hukum Persaingan Usaha Dalam Sistem Peradilan Di Indonesia, fh:wisnuwardhana ac.id, index.php.htm, Rabu, 19 Mei 2010

8. Kelik Pramudy, 2008,file:///f:/anti-monopoli--dan-persaingan-usaha.html, Senin, 04 Augutus 2008.

9. Lintang Asmara, 2011, hal 1,file://E/BAB 10, 16 Mei 2011, ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT.


(6)

Undang-Un-dang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Tesis), Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Univeritas Diponegoro, Semarang.

11. Raha, 2011, Makalah tentang Hukum Persaingan Usaha, http://raha-x.bogspot.com/2011/05/02/makalah-hukum-persaingan-usaha.html, Senin, 02 Mei 2011, hal.1

12. Saiful Akbar, 2011, Kedudukan Hukum Persaingan Usaha Dalam Sistem Hukum Indonesia,akbarsaiful.wordpress.com/kedudukan-hukum-persaingan-usaha. Tembo lok, 22 Juli 2011.

13. Saepudin, 2010, Pengantar Hukum Bisnis,http://saepudinonline.wordpress.com.2, 4 Oktober 2010

14. Syamsul Maarif dan B.C. Rikrik Rizkiyana, Posisi Hukum Persaingan Usaha Dalam Sistem Hukum Nasional, http://www.kppu.go.id/docs/makalah/persaingan-usaha.pdf, Maret 2004.

15. Teguh Sulistia, 2010, Hukum Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Dalam Ekonomi Pasar Bebas, http://www.kppu.go.id/docs/kompetisi/kompetisi 9 pdf, 08 Mei 2010