I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan
satu-satunya kawasan maritim di daerah ekuator yang dua
per tiga wilayah didominasi lautan, sehingga wilayah ini memiliki posisi yang sangat unik
yang menyebabkan
cuaca dan
iklim Indonesia
dipengaruhi oleh
sirkulasi atmosfer baik skala global, regional maupun
lokal.
Diantara parameter iklim, curah hujan merupakan
parameter yang
penting. Tingginya variabilitas curah hujan di
Indonesia baik dalam skala ruang dan waktu, umumnya disebabkan oleh dinamika aktif
dari kumpulan awan-awan Cumulonimbus Cb yang dikenal dengan istilah Super
Cloud Cluster
SCC. Seperti yang dilakukan oleh Matthews 2000 ketika
menganalisis perilaku atau dinamika SCC tadi dengan menggunakan data radiasi
gelomabang panjang Outgoing Longwave Radiation
, OLR. Kumpulan awan yang terbentuk di Samudera Hindia umumnya
bergerak ke arah timur Eastward dan membentuk pola atau osilasi tertentu yang
kemudian dikenal dengan istilah Madden Julian Oscillation
MJO.
LAPAN saat ini mengoperasikan dua radar utama terkait dengan perilaku arah dan
kecepatan angin di kawasan ekuator yaitu Equatorial Atmospheric Radar
EAR dan Wind
Profiler Radar
WPR yang
diharapkan mampu menjelaskan pergerakan awan SCC sebagai indikator terjadinya
variasi curah hujan di Indonesia.
Curah hujan di Indonesia umumnya dipengaruhi
oleh fenomena
sirkulasi atmosfer baik skala global, regional maupun
lokal. Salah satu fenomena global yang mempengaruhi cuaca dan iklim Indonesia
adalah MJO, salah satu fenomena atmosfer di daerah ekuator dengan osilasi atau
embutan dominan antara 30-60 harian.
MJO dicirikan oleh adanya pertumbuhan gugus awan SCC di atas Samudera Hindia
yang terus menjalar ke arah timur sepanjang ekuator mengelilingi bumi dan memberikan
pengaruhnya pada variabilitas iklim dan cuaca di daerah tropis. Oleh karena itu MJO
berperan penting sebagai variasi intra musim ISV,
Intraseasonal Variation
yang
dominan di daerah ekuator.
Keterkaitan fenomena MJO dengan curah hujan belum sepenuhnya diketahui
dengan baik dan benar. Sesuai dengan kajian yang telah dilakukan Puspawardhany
2006 dan Nurhayati 2007 keterkaitan MJO dengan curah hujan diketahui dengan
menggunakan data EAR. Namun WPR belum digunakan dan diharapkan mampu
memberikan
informasi yang
lebih
konperehensif.
Pengkajian karakteristik iklim khususnya curah hujan di sekitar ekuator belum
sepenuhnya diketahui.
Kototabang, Pontianak, dan Biak merupakan daerah yang
berada di sekitar ekuator, walaupun ketiga tempat tersebut relatif sama berada di
ekuator namun memiliki perilaku curah hujan yang berbeda. EAR terletak di
Kototabang sementara WPR terletak di Pontianak dan Biak.
Pemanfaatan data radar seperti EAR dan WPR diharapkan mampu untuk mengkaji
atau menganalisis perilaku curah hujan di Indonesia, khususnya sekitar ekuator seperti
Kototabang, Pontianak, dan Biak berbasis kepada perilaku angin zonal Timur-Barat
terutama di lapisan troposfer bawah. 1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya tugas akhir ini adalah a.
Mengetahui perilaku curah hujan di sekitar ekuator, khususnya Kototabang,
Pontianak, dan Biak. b.
Mengetahui pola atau profil angin zonal sebagai pembawa uap air di Samudera
Hindia. c.
Mengetahui pola osilasi kecepatan angin guna
mengidentifikasi fenomena
Madden Julian Oscillation MJO
d. Mengetahui hubungan atau korelasi
antara curah hujan dengan kecepatan angin.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Iklim di Indonesia
Indonesia dikenal
sebagai daerah
pertemuan sirkulasi meridional Hadley dan sirkulasi zonal Walker serta daerah yang
memiliki sistem golakan lokal yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Hal ini karena Indonesia merupakan daerah kontinen maritim, memiliki topografi yang
bervariasi, dan membentang cukup luas sepanjang ekuator.
Sirkulasi Walker dan Hadley terjadi akibat
adanya perbedaan
pemanasan, misalnya antara daratan Asia dan perairan di
sekitar kawasan Asia Tenggara yang dikenal sebagai gejala peredaran angin musim
Monsoon. Monsoon merupakan angin yang
bertiup sepanjang tahun di daerah Asia Barat dan berganti arah dua kali dalam setahun.
Dampak angin musim di wilayah Indonesia adalah adanya angin baratan yang bertepatan
dengan
Monsoon Dingin
Asia dan
cenderung membawa massa udara dingin yang lembab. Sehingga menimbulkan
banyak hujan di berbagai lokasi yang terkena pengaruhnya. Monsoon Dingin Asia
dikatakan kuat dan menimbulkan banyak hujan apabila suhu pada saat winter di
daratan Asia dingin, sehingga menyebabkan suhu massa udara yang melewati Laut Cina
Selatan juga sangat dingin, sementara suhu muka laut Cina Selatan sendiri cukup tinggi.
Berdasarkan letak geografi wilayah Indonesia, maka menurut Sasmito et al
1997 pembentukan cuaca dan iklim di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh
aktivitas sistem equatorial, monsoon, lokal, walker, dan pengaruh gangguan siklon
tropis.
Aktivitas-aktivitas tersebut
berlangsung sepanjang
tahun secara
bersamaan. Secara klimatologis, pola curah hujan di Indonesia di Indonesia dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1 Pola Curah Hujan di Indonesia Kadarsah 2007
Berdasarkan gambar di atas Pola curah hujan di Indonesia memiliki tiga tipe, yaitu:
1. Equatorial;
Ciri khusus daerah tipe curah hujan Equatorial ditandai dengan
sifat hujan memiliki dua puncak maksimum
dalam setahun,
biasa berlangsung pada bulan Maret dan
Oktober. 2.
Monsoonal ; Ciri khusus daerah yang
memiliki tipe Monsoonal adalah hujan berlangsung selama enam bulan dan
enam bulan berikutnya berlangsung musim kemarau.
3. Lokal; Tipe Lokal mempunyai ciri
khusus yang berbalikan dengan tipe Monsoonal
. Di Indonesia terdapat dua musim yaitu
musim hujan dan musim kemarau, yang diakibatkan oleh adanya Monsoon Asia. Di
dekat ekuator, umumnya pada bulan Desember hingga Maret, angin ini secara
bertahap berubah arah dari arah Timur Laut menjadi arah Barat Laut Neuwolt 1977.
Monsoon
dipengaruhi oleh
beberapa fenomena lain seperti ENSO, osilasi 30-60
harian, Seruak Laut Cina Selatan, Seruak Pantai Barat Australia, dan awal Monsoon
Australia Sribimawati et al 1997.
Ditinjau dari pergeseran posisi matahari maka Indonesia yang terletak di sekitar
ekuator mengalami dua kali pemanasan maksimum, yaitu semasa matahari bergerak
ke selatan melintasi ekuator, dan pada waktu kembali
ke utara
melintasi ekuator.
Keadaan ini menyebabkan puncak aktivitas konveksi yang menghasilkan hujan terjadi
dua kali, yang pada umumnya dapat dilihat pada pola curah hujan bulanan yang
memiliki dua puncak. Dengan demikian maka iklim di daerah Indonesia dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor global, faktor regional, dan faktor lokal.
Tabel 1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cuaca dan Iklim Indonesia
Faktor Global
Faktor Regional
Faktor Lokal Skala Besar
Skala Sedang
Skala Kecil Interannual
Seasonal Intra Seasonal
Monsoon Dingin Asia
Monsoon Panas Asia
Monsoon Dingin
Australia Pemanasan
Global Monsoon
Panas Australia
Topografi dan Geografi
Daratan
Seruak Laut Cina Selatan
ENSO Seruak
Pantai Barat Australia
Orografi Osilasi
Madden Julian
ITCZ Interaksi harian
Daratan dan Lautan
Angin Pasat Trade
wind Sirkulasi
Laut di Indonesia
Angin Lokal Angin Darat
dan Angin Laut
Lanjutan Tabel 1
Sirkulasi Global
Walker dan Hadley
ARLINDO Siang
dan Malam
Vortex di Laut dan Atmosfer
Sumber: Purwandani et al 1998 2.2 Konsep Radar Secara Umum
Radar radio detection and ranging yang berarti deteksi dan penjarakan radio,
adalah sistem yang digunakan untuk mendeteksi, mengukur jarak dan membuat
map benda-benda seperti pesawat dan hujan. Istilah radar pertama kali digunakan pada
tahun 1941, menggantikan istilah dari singkatan Inggris RDF Radio Directon
Finding
. Gelombang radio kuat dikirim dan sebuah penerima mendengar gema yang
kembali. Sinyal yang dipantulkan dianalisa sehingga pemantul gema dapat menentukan
lokasinya dan
kadang-kadang dapat
ditentukan jenisnya. Walaupun sinyal yang diterima kecil, tapi radio sinyal dapat dengan
mudah dideteksi dan diperkuat. Radar dalam meteorologi dapat diartikan
sebagai sesuatu yang berada di atmosfer. Pada radar, getaran isyarat radio gelombang
pendek dipancarkan
dan dipantulkan
kembali oleh sasarannya. Adapun yang
menjadi komponen utama radar meteorologi Tjasyono 2001, yaitu :
a. Pemancar transmitter: terdiri dari
sebuah magnetron tabung osilator bebas yang bekerja dalam impulsi
antara 0.5 dan 2.0 ยต s dan menimbulkann daya emisi sebesar 100 kW dan 2.0
MW.
b. Antena: bagian yang memancarkan
impulsi daya dan menerima echo. Antena
yang memusatkan
energi radioelektrik terletak di dalam sebuah
kerucut relatif kecil antara 0.5
o
dan 3
o
memberikan gain. Pada umumnya radar meteorologi menggunakan satu antena
unik, untuk
memancarkan dan
menerima energi dengan menggunakan sebuah
komutator otomatik
untuk menutup
penerima pada
waktu transmitter
bekerja. c.
Penerima receiver:
bertujuan mendeteksi dan mengubah signal yang
diterima dalam bentuk video. d.
Indikator Indikator
bekerja secara
sebagai osiloskop.
Pada umumnya
radar meteorologi
menggunakan indikator RHI Range Height Indicator dan
indikator panoramik PPI Plan Position Indicator
. Indikator RHI menempatkan sebuah sasaran dalam bidang vertikal.
2.3 Equatorial Atmospheric Radar EAR