Gambar 16 Kontur Anomali Angin Zonal di Biak
pada Tanggal
5-13 Desember 2007
Pada saat bulan kering yaitu bulan Juni bukan berarti tidak ada hujan. Namun curah
hujan yang
terjadi sangat
rendah dibandingkan pada saat bulan basah. Angin
yang mendominasi pada saat bulan kering adalah angin timuran baik di Kototabang
maupun di Biak, lihat Gambar 17 dan 19. Akan tetapi beda dengan Pontianak, angin
yang mendominasi di daerah ini adalah angin baratan dengan tidak memiliki osilasi,
tampak pada Gambar 18.
Gambar 17 Kontur Anomali Angin Zonal di Kototabang pada Tanggal 14-17
Juni 2007
Gambar 18 Kontur Anomali Angin Zonal di Pontianak pada Tanggal 14-17
Juni 2007
Gambar 19 Kontur Anomali Angin Zonal di Biak pada Tanggal 14-17 Juni
2007
4.2 Analisis Data Tahunan
Analisis jangka panjang dilakukan untuk menganalisis variasi angin yang terjadi dari
periode Maret 2007-Februari 2008 sehingga diketahui apakah ada keterkaitan dengan
fenomena global yang mempengaruhi curah hujan di Indonesia yaitu Madden Julian
Oscillation
MJO. MJO merupakan osilasi atau gelombang tekanan pola tekanan
tinggi-tekanan rendah dengan periode 30-60 harian yang menjalar dari barat ke timur.
Sepanjang ekuator. MJO mempengaruhi variabilitas
hujan di
Indonesia yang
melibatkan variasi angin, suhu permukaan laut sea surface temperature, SST,
perawanan, dan hujan. Berdasarkan data angin zonal yang
terukur dari data Equatorial Atmospheric Radar
EAR periode Maret 2007-Februari 2008 menunjukkan di Kototabang terlihat
adanya propagasi atau penjalaran arah dan kecepatan angin zonal, lihat Gambar 20.
Propagasi atau pola pengulangan angin zonal tersebut menunjukkan adanya MJO.
Hal ini menunjukkan bahwa fenomena MJO melewati daerah Kototabang.
Gambar 20 Kontur Anomali Angin Zonal di Kototabang Periode 2 Maret
2007-29 Februari 2008
Angin zonal membawa massa uap air dari barat ke timur sehingga akan terkait erat
dengan fenomena konvergen atau divergen. Berdasarkan Gambar 20, angin reversal atau
pembelokan angin di Kototabang terjadi pada ketinggian 5.1 km dan angin dominan
terjadi pada ketinggian 2.9 km.
Angin yang dominan bergerak di bawah ketinggian 5.1 km adalah angin baratan.
Sedangkan di lapisan atas lebih dari 5.1 km angin dominan bergerak ke timur. Hal ini
sesuai dengan teori skema perpotongan MJO sepanjang
ekuator yang
menunjukkan aktivitas konvergen atau kenaikan massa
udara pada lapisan bawah dan pada lapisan atasnya terjadi divergen atau penurunan
massa udara di sepanjang ekuator. Aktivitas konvergen akan membentuk awan-awan
konvektif seperti awan-awan besar Super Cloud Cluster
atau SCC yang bergerak ke arah timur. Pergerkan SCC berkaitan
dengan pusat tekanan rendah yang akan diikuti pola perubahan pola angin. Kejadian
MJO yang ditandai dengan penjalaran pertumbuhan gugus awan selalu diikuti
dengan curah hujan yang tinggi.
Pontianak dan Biak menggunakan data Wind Profiler Radar
WPR. Berdasarkan Gambar
21 menunjukkan
di daerah
Pontianak terjadi angin reversal pada ketinggian 4.9 km sedangkan angin dominan
pada ketinggian 2.6 km. Angin yang dominan bergerak di bawah ketinggian 4.9
km adalah angin baratan dan di atasnya terjadi angin timuran. Propagasi angin zonal
di Pontianak tidak terlalu tampak kelihatan seperti di Kototabang. Akan tetapi
fenomena MJO tetap sampai di daerah Pontianak sekitar bulan Desember 2007-
Februari 2008 meskipun nampak tidak terlalu jelas.
Gambar 21 Kontur Anomali Angin Zonal di Pontianak Periode 1 Maret
2007-29 Februari 2008 Fenomena MJO dipengaruhi oleh posisi
matahari yang relatif terhadap garis ekuator. Secara umum dapat dikatakan bahwa ketika
matahari berada di ekuator, MJO bergerak lurus ke arah timur sehingga fenomena MJO
terasa sampai daerah Indonesia bagian timur seperti Biak. Selain itu, topografi Indonesia
sebagai benua maritim juga mempengaruhi penjalaran MJO.
Berdasarkan kontur anomali angin zonal di daerah Biak yang ditunjukkan pada
Gambar 22, angin baratan terkuat yang ditunjukkan dengan warna merah terjadi
pada bulan Maret 2007 dan mulai akhir November sampai Desember 2007. Angin
baratan pada periode tersebut mendominasi sampai pada ketinggian 7.8 km. Angin
reversal di daerah Biak terjadi pada ketinggian 1.6 km sedangkan angin dominan
pada ketinggian 0.5 km. Biak mengalami kenaikkan massa udara atau konvergen di
bawah ketinggian 1.6 km dan di atasnya terjadi penurunan massa udara yang disebut
divergen. Sehingga lebih membuktikan di daerah Biak juga mengalami fenomena
MJO. Apalagi tampak penjalaran atau propagasi angin zonal sebagai indikasi
terjadinya awan super cluster.
Gambar 22 Kontur Anomali Angin Zonal di Biak Periode 11 Maret 2007-13
Februari 2008 Pada saat sekitar bulan kering yang
diduga sekitar Mei-Juli 2007, angin yang dominan bergerak adalah angin timuran
lihat Gambar 23. Angin timuran membawa
massa udara
kering dan
bertepatan waktunya dengan monsun panas asia Summer Monsoon. Angin timuran
lebih terasa di daerah Biak karena massa uap yang bergerak dari barat ke timur telah
berkurang pada saat sampai di Biak sehingga dirasakan
daerah Biak
lebih kering
dibandingkan daerah-daerah lain.
Gambar 23 Kecepatan Angin di Sekitar Bulan Kering di Kototabang,
Pontianak, dan Biak
.
Sekitar bulan basah yaitu November 2007-Januari 2008 angin yang dominan
bergerak adalah angin baratan, seperti terlihat pada Gambar 24 a. Angin baratan
bertepatan dengan Monsun Dingin Asia dan cenderung membawa massa udara dingin
yang
lembab, sehingga
menimbulkan banyak hujan. Pada periode ini pula
menunjukkan adanya pembentukan awan- awan besar yang bergerak dari arah barat,
lihat Gambar 24 b. Analisis ini sesuai dengan yang telah dilakukan Hashiguchi et
al 1995 dan Nurhayati 2006 bahwa radar dapat menunjukkan pembentukan awan-
awan besar terlihat bergerak dari arah barat pada bulan November dan akan melewati
nya sampai pada bulan Desember. a
b Gambar
24 Kecepatan
Angin pada
Ketinggian 5.1 km a; Propagasi awan b; Bulan
November 2007-Januari
2008 di
Kototabang, Pontianak, dan Biak
MJO merupakan bergesernya pusat-pusat konveksi secara periode harian ke arah timur
di ekuatorial
dengan osilasi
yang ditimbulkan adalah osilasi 30-60 harian.
Osilasi ini dapat diketahui dari nilai Power Spectral Density
PSD dan wavelet. Berdasarkan analisis PSD dan wavelet,
osilasi maksimum kecepatan angin zonal harian
pada ketinggian
5.1 km
di Kototabang
menunjukkan 45
harian. Artinya apabila osilasi ini berjalan dengan
sempurna, tidak ada faktor lain yang
mengganggunya, dalam waktu 45 harian akan terjadi peningkatan kecepatan angin di
kawasan-kawasan yang dilaluinya. Hal ini menunjukkan fenomena MJO terasa di
Kototabang. Hasil analisis PSD dapat dilihat pada Gambar 25.
Gambar 25
Power Spectral
Density Kecepatan
Angin Zonal
pada Ketinggian 5.1 km di Kototabang
Analisis yang
sama dengan
menggunakan teknik wavelet menunjukkan periodisistas dari data angin zonal pada
ketinggian 5.1 km adalah terjadi 45 harian, lihat Gambar 26. Berdasarkan wavelet
power spectrum menunjukkan puncak angin baratan terjadi sekitar bulan Juli.
Gambar 26 Wavelet Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 5.1
km di Kototabang Pada ketinggian yang sama, dianalisis
osilasi kecepatan angin zonal harian di Pontianak menghasilkan 55 harian lihat
Gambar 27. Artinya apabila osilasi ini berjalan dengan sempurna, tidak ada faktor
lain yang mengganggunya, dalam waktu 55 harian akan terjadi peningkatan kecepatan
angin di daerah Pontianak. Hal ini menunjukkan
fenomena MJO
juga mempengaruhi curah hujan di Pontianak.
Berdasarkan analisis wavelet pun sama, periodisitas kecepatan angin pada ketinggian
5.1 km di Pontianak terjadi 55 harian. Puncak kecepatan angin zonal harian
mengalami pergeseran menjadi sekitar bulan Desember, lihat Gambar 28. Hal ini
menunjukkan
aktivitas awan
konveksi bergerak dari barat menuju timur Indonesia.
Gambar 27 Power Spectral Density Kecepatan Angin Zonal
pada Ketinggian 5.1 km di Pontianak
Gambar 28 Wavelet Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 5.1
km di Pontianak MJO bergerak lurus ke arah timur.
Berdasarkan analisis angin zonal pada ketinggian 5.1 km di daerah Biak mengalami
osilasi 45 harian, lihat Gambar 29. Artinya apabila osilasi ini berjalan dengan sempurna,
tidak ada faktor lain yang mengganggunya, dalam waktu 45 harian akan terjadi
peningkatan kecepatan angin. Hasil analisis Power Spectral Density
dipertegas dengan analisis wavelet yang menghasilkan osilasi
yang sama, yaitu 45 harian. Analisis wavelet dapat dilihat pada Gambar 30.
Berdasarkan analisis wavelet kecepatan angin di Biak menunjukkan kecepatan angin
zonal harian terjadi sama pada bulan Desember.
55 harian 45 harian
55 harian
45 harian
Gambar 29
Power Spectral
Density Kecepatan Angin Zonal
pada Ketinggian 5.1 km di Biak
Gambar 30 Wavelet Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 5.1
km di Biak
4.3 Analisis Statistika